Anda di halaman 1dari 4

Arsitektur Rumah Tradisional Palembang, Sumatera Selatan

Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia dalam kehidupannya dilengkapi


dengan akal, hawa nafsu dan hati nurani. Dengan bekal tersebut manusia
memberikan tanggapan terhadap lingkungan alam sekitarnya dalam
bentuk kreasi seni, adat budaya dan kepercayaan. Keingintahuan manusia
membuat dirinya kagum, hormat, tunduk dan memujanya. Dengan
perlengkapan itu pula manusia ingin tahu daya kekuatan alam yang
meliputi dirinya, baik berupa daya kehidupan yang langsung berkaitan
dengan

manusia

seperti

kehidupan

dan

kematian.

Lingkungan alamnya, dalam pengertian masyarakat Sumatra Selatan di


sebut kekuasaan marga, merupakan tempat tinggal, mencari nafkan dan
dikebumikannya para anggota persekutuan yang meninggal. Atas dasar
hubungan magis religius, semua itu mempunyai keterkaitan antara
manusia dan sistem kepercayaan yang melebur menjadi satu. Dengan
kata lain menyususn satu mata rantai gaib yang tak terpisahkan.
Melahirkan berbagai tata laku dan simbol-simbol, salah satunya tercermin
dalam arsitektur rumah adat.
Senada dengan pernyataan Yudohusodo, (1991) rumah merupakan
salah satu kebutuhan dasar bagi manusia disamping sandang dan
pangan. Oleh sebab itu rumah mempunyai fungsi yang sangat penting
yang tidak hanya sebagai sarana kehidupan semata, tetapi perumahan
juga merupakan suatu proses bermukim kehadiran manusia dalam
menciptakan
sekitarnya.

ruang

lingkup

di

lingkungan

masyarakat

dan

alam

Di Sumatra Selatan, seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia,


terdapat karya seni arsitektur yaitu Rumah Limas dan masih bisa kita
temukan sebagai rumah hunian di daerah Palembang. Rumah Limas
Palembang telah diakui sebagai Rumah Adat Tradisional Sumatera
Selatan. Secara umum arsitektur Rumah Limas Palembang, pada atapnya
berbentuk menyerupai piramida terpenggal (limasan). Keunikan rumah
Limas lainnya yaitu dari bentuknya yang bertingkat-tingkat (kijing).
Dindingnya berupa kayu merawan yang berbentuk papan. Rumah Limas
Palembang dibangun di atas tiang-tiang atau cagak.
Baiklah segera kita perinci Rumah Limas Sumatra Selatan ini dari segi
arsitektur, kegunaan ruang dan makna filosofinya. Dari segi arsitektur,
bentuk rumah Rumah Limas terdiri dari bentuk ruang persegi dan persegi
panjang dengan arah hadap rumah ke timur dan barat atau dalam
falsafah disebut menghadap ke arah Matoari eedoopdan mato ari
mati. Dalam pemahaman kalangan masyarakat Palembang, mato ari
eedoop berarti matahari

terbit atau

secara

filosofi

diartikan

sebagai awal mula kehidupan manusia. Sementara mato ari mati


jika diterjemahkan secara leksikal berarti matahari tenggelam dan
dalam artian lain bermakna sebagai tanda dari akhir kehidupan atau
kematian.

Secara

personal,

sebagai

pengingat

siklus

kehidupan

manusia dari lahir hingga mati. Jika dilihat dari tata letak ruang
penandaan arah tersebut menunjukkan adanya pembagian bangunan
depan dan belakang.
Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari
jenis kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah
limas Palembang merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya
merupakan ruang positif untuk kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai
panggung dapat mencapai ukuran 3 meter. Untuk naik ke rumah limas
dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan. Bagian teras
rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut tenggalung.
Makna filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahansupaya anak
perempuan tidak keluar rumah.
Pada bagian lantainya dibuat bertingkat-tingkat atau biasa disebut
kekijing dengan menggunakan kayu jenis tembesu yang berbentuk
papan (persegi panjang) disusun secara horizontal menurut besaran

masing-masing ruang. Sementara pada dinding Rumah Limas dibuat dari


kayu jenis merawan yang berbentuk papan, dengan cara penyusunan dan
besaran yang sama dengan papan pada lantai.
Pada bangunan depan Rumah Limas Palembang terdapat Jogan, Ruang
kerja,

Gegajah

Pada

ruangan

ini

terdapat Amben (Balai/tempat

Musyawarah) yang terletak lebih tinggi dari lantai ruangan (+/- 75 cm).
Ruangan ini merupakan pusat dari Rumah Limas digunakan saat pemilik
rumah menggelar hajatan, upacara adat, kenduri atau pertemuanpertemuan penting, interaksi kehidupan sosial serta dekorasi. Sebagai
pembatas ruang terdapat lemari yang dihiasi sehingga show/etlege dari
kekayaan pemiliki rumah.
Pangkeng Penganten, (bilik tidur) terdapat dinding rumah, baik dikanan
maupun dikiri. Untuk memasuki bilik atau Pangkeng ini, kita harus
melalui dampar(kotak) yang terletak di pintu yang berfungsi sebagai
tempat penyimpanan peralatan rumah tangga. Berikutnya adalah ruang
Kepala Keluarga, Pangkeng Kaputren adalah kamar anak perempuan,
Pangkeng Keputran adalah kamar anak laki-laki, Ruang Keluarga, dan
Ruang Anak Menantu. Semetara pada bagian belakang terdiri dari Dapur
atau pawon, Ruang Pelimpahan, dan Ruang Hias/Toilet. Pembagian ruang
secara fisik berfungsi batasan aktivitas yang berlangsung di rumah
berdasarkan tingkat keprivasiannya.
Secara personal, sikap pribadi masyarakat Palembang menjunjung tinggi
kehormatan laki-laki dan wanita. Dan secara sosial, menunjang citra diri
kebudayaan Palembang yaitu dengan menjunjung tinggi norma-norma
adat yang berlaku di masyarakat. Bentuk rumah yang luas merupakan
gambaran kondisi sosial budaya masyarakat Palembang yang menjunjung
tinggi sifat kebersamaan dalam bentuk gotong royong.
Namun demikian, dengan bentuk ruang dan lantai berkijing-kijing pada
rumah Limas, manandakan bahwa rumah limas memiliki tata aturan sosial
yang rapi. Tempat duduk para tetamu pada saat sedekah/kenduri seolah
sudah ditentukan berdasarkan status tamu tersebut. Para ulama, pemuka
masyarakat,

saudagar

duduknya

pada

tempat

kijing

yang

tinggi

sedangkan yang lain menyesuaikan diri dengan kedudukannya. Apabila


dilanggar

maka

orang

tersebut

menjadi

segan/canggung ataupun rasa takut dan malu.

kaku,

karena

rasa

Jambi adalah salah satu jalur perdagangan yang ramai di massa pra
kolonial. Sehingga pada sisi kebudayaan masyarakatnya pun banyak
terpengaruhi faktor-faktor budaya luar, seperti pengaruh dari budaya
India, Gujarat, dan Eropa. Perkambangan budaya masyakat Jambi tersbut
tercermin dari gaya ornamen dan ukiran pada Rumah Limas. Dalam hal
ini, pengaruh Islam sangat tampak pada ornamen maupun ukirannya.
Hingga kini ukiran pada atap dan dinding ruang gajah atau gegajahan
tidak lagi menampilkan bunga teratai atau hewan yang menandakan
kepercayaan hindu dan budha, telah digantikan oleh lukisan bunga dan
daun sebagai simbol utama lukisan itu. Motifnya mirip dengan Arabesque
Simbar/Paku tanduk simbar menjangan (Platycerium Coronarium).
Simbol-simbol tersebut perlahan mengantarkan pemahaman siapa pun
yang memasuki rumah Limas pada kesadaran bahwa manusia adalah
ciptaan Allah SWT dan kesadaran akan keagungan-Nya. Serta pada
keberadaan utusan-Nya demi tertatanya kehidupan di dunia dan akhirat,
dan pada para khalifah yang memiliki peran penting dalam penyebaran
agama Islam. Khususnya di Jambi dan pada umumnya di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai