Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok 4:
1. Binafika Asria
C1C013004
2. Cindi Almira
C1C013011
3. Dwi Azah K
C1C013012
4. Triana Saraswati.
C1C013013
5. Asih Peni D
C1C013014
6. Rindasari
C1C013017
7. Nanda Putri D
C1C013022
8. Zakiy G
C1C013038
9. Astika R
C1C013043
C1C0130
11. Hasna
C1C0131
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Akuntasi memang sangat dibutuhkan oleh setiap perusahaan karena
dengan Akuntansi kita bisa memantau kinerja perusahaan dan kondisi
perusahaan yang kita jalani, apakah memperoleh laba atau menderita
kerugian.dengan akuntansi kitapun dapat memperoleh informasi yang
nantinya berguna untuk pemakainya,baik itu pihak ekstern maupun
intern.Dengan adanya informasi ini kita juga bisa membayar pajak kepada
pemerintah demi kesejahteraan sosial.Semua informasi dia tas terkait halnya
dengan sebareba banyak pendapatan yang kita peroleh dari kegiatan
perusahaan kita, kerana pendapatan adalah sesuatu yang sangat penting dalam
setiap perusahaan.Tanpa ada pendapatan mustahil akan didapat penghasilan
atauearnings
Pemahaman terhadap konsep biaya memerlukan analisis yang hati-hati
terhadap karekteristik dari transaksi yang berkaitan dengan biaya. Ada elemen
laporan lain yang sifatnya hampir sama dengan biaya namun sebaiknya tidak
dimasukkan sebagai komponen biaya. Karekteristik biaya dapat dipahami
dengan mengenali batasan atau pengertian yang berkaian dengan biaya.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan biaya
dapat dengan mudah diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar
dalam laporan keuangan. Dalam makalah ini akan membahas tentang biaya
yang sebagai dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap pembebanan.
Konsep dasar yang melandasi pembebanan biaya adalah konsep upaya dan
hasil (efforts and accomplishment).
Atas dasar konsep tersebut cost dapat dipisah menjadi dua yaitu: cost
yang masih menjadi potensi jasa (melekat pada aktiva), dan cost yang potensi
jasanya dianggap sudah habis dalam rangka menghasilkan pendapatan.
Pembebanan cost satu periode akuntansi di dasarkan pada criteria penentuan
habisnya manfaat cost tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENDAPATAN
Konsep dasar upaya dan hasil menyatakan bahwa hasil atau capaian
(accomplishment) harus diperoleh dengan upaya (effort). Secara konseptual upaya
harus dilakukan untuk memperoleh hasil. Dalam akuntansi, pendapatan
merepresentasikan capaian dan biaya merepresentasikan upaya. Konsep upaya dan
hasil mempunyai implikasi bahwa pendapatan dihasilkan oleh biaya. Artinya,
hanya dengan biaya pendapatan dapat tercipta dan bukan sebaliknya upaya
menanggung biaya.
Secara teknis akuntansi, pendapatan biasanya diukur lebih dahulu dan baru
kemudian biaya yang diperkirakan menghasilkan pendapatan tersebut diukur
sehingga laba dapat ditentukan dengan tepat. Oleh karena itu dalam statemen laba
rugi pendapatan disajikan dahulu dan baru kemudian dikurangi biaya. Namun
pendapatan tidak menanggung biaya. Biaya merupakan beban yang dihindari
tetapi merupakan upaya yang disengaja dilakukan dengan senang hati serta penuh
kesadaran, semangat dan pengertian.
Seperti aset dan kewajiban, pembahasan pendapatan meliputi pengertian,
pengukuran, pengakuan dan penilaian. Karena sifatnya sebagai elemen nominal
atau penyebab perubahan ekuitas, pengertian (definisi) dan pengakuan menjadi
masalah kritis dalam pembahasan pendapatan. Masalah penilaian tidak begitu
kritis dalam pembahasan pendapatan. Masalah penilaian tidsk begitu kritis karena
saldo pendapatan merupakan akumulasi jumlah rupiah dan bukan merupakan sisa
potensi jasa seperti aset dan kewajiban. Masalah teoritis pendapatan dapat
dilukiskan dalam gambar 8.1 berikut.
Gambar 8.1
Masalah Teoritis Pendapatan
Definisi
Apa karakteristik
yang harus dipenuhi sehingga suatu jumlah dapat disebut seb
1. Pengertian
Berbagai karakteristik dilekatkan pada pengertian pendapatan. Berbagai sumber
memaknai pendapatan yang kurang lebih sama walaupun bervariasi. Dalam SFAC
No. 6, FASB mendefinisi pendapatan sebagai berikut
Revenues are inflows or other enhancements of assets of an entity settlements of
its liabilities (or combination of both) from delivering or processing goods,
rendering services, or other activities that constitute the enitys on going major or
central operations.
Dalam Standar Akuntansi Keuangan (2002), IAI mengadopsi definisi pendapatan
dari IASC yang menempatkan pendapatan (revenue) sebagai unsur penghasilan
(income) sebagai berikut:
Income is increases in economic benefits during the accounting period in the form
of inflows or enhancement of assets or decreases of liabilities that result in
increases in equity, other than those relating to equity participants.
Sementara itu, Accounting Principles Board mendefinisi pendapatan dengan
memasukkan kriteria pengakuan sebagai berikut (APB Statement No.4)
Revenue-gross increases in assets or gross decreases in liabilities recognized and
measured in conformity with generally accepted accounting principles that result
from those types of profit-directed activities of an enterprise that can change
owners equity.
Dari beberapa definisi diatas, dapat didaftar karakteristik-karakteristik atau kata
kunci yang membentuk pengertian pendapatan adalah :
mengalami
kenaikkan
aset
sebelumnya
misalnya
menerima
piutang dividen.
Suatu entitas.
Dimasukkannya entitas dalam definisi mengisyaratkan bahwa konsep
kesatuan usaha yang dianut dalam pendefinisian. Pendapatan didefinisi
sebagai kenaikkan aset bukannya kenaikkan ekuitas bersih meskipun
kenaikan aset akhirnya berpengaruh terhadap ekuitas bersih. Jadi, aset yang
masuk itulah yang disebut pendapatan. Aset tersebut dikuasai oleh
perusahaan.
Produk perusahaan.
Pendapatan didefinisi secara fisis bukan moneter, jadi aliran aset dari
pelanggan berfungsi sebagai pengukur. Produk fisis yang dihasilkan oleh
kegiatan usaha itulah yang merupakan pendapatan. Pengertian ini sesuai
dengan konsep upaya dan pencapaian yaitu pendapatan merupakan
pencapaian dan upaya produktif perusahaan. Pendapatan terbentuk atau
terhimpun bersamaan dengan legiatan produktif tanpa harus menunggu
kejadian atau saat penyerahan produk kepada pelanggan.
Paton dan littleton menyatakan bahwa pendapatan akhirnya harus
direpresentasi oleh aliran masuk dana dari pelanggan, hal ini menunjukan
bagaimana pendapatan diukur dan bukan menunjukan bagaimana syarat
pendapatan terjadi.
Dari definisi tersebut terdapat dua aliran yang berkaitan dengan pendapatan
yaitu aliran fisis dan moneter, perinciannya yaitu :
Aliran fisis berupa :
dijual.
Pertukaran produk
Paton dan Littleton memasukan pertukaran dalam definisinya karena
pendapatan harus dinyatakan dalam satuan moneter untuk dicatat dalam
sistem pembukuan. Satuan moneter yang paling objektif adalah jika jumlah
rupiah merupakan hasil transaksi atau pertukaran antara pihak independen.
Dengan kosep dasar penghargaan sepakatan, pendapatan dinyatakan dalam
jumlah penghargaan transaksi penjualan yang besarnya sama denfan harga
jual per satuan dikalikan kuantitas terjual. Pendapatan untuk suatu periode
pendapatan bunga.
Mengakibatkan kenaikan ekuitas.
Kata kunci yang melekat pada pengertian untung adalah :
Kenaikkan ekuitas (aset bersih)
Transaksi periferal atau insidental
Selain yang berupa pendapatan atau invenstasi oleh pemilik.
2. Pengakuan Pendapatan
Pengakuan adalah pencatatan jumlah rupiah secara resmi ke dalam sistem
akuntansi sehingga jumlah tersebut terrefleksi dalam statemen keuangan. Secara
konseptual, pendapatan hanya dapat diakui kalau memenuhi kualitas keterukuran
(measurability) dan keterandalan (reliability). Sebagai produk perusahaan, kriteria
keterukuran berkaitan dengan masalah berapa jumlah rupiah produk tersebut dan
kriteria keterandalan berkaitan dengan masalah apakah jumlah tersebut objektif
serta dapat diuji kebenarannya.
Pendapatan belum terrealisasi sebelum terjadinya penjualan (transfer
produk) yang nyata ke pihak lain. Terjadinya kontrak penjualan juga belum cukup
untuk menandai eksistensi pendapatan sebelum barang/jasa sudah cukup selesai
dikerjakan atau diserahkan kepada pelanggan. Dengan kata lain, pendapatan
belum terbentuk sebelum perusahaan melakukan upaya produktif.
2.1.
Pembentukan Pendapatan
Pembentukan pendapatan adalah suatu konsep yang berkaitan dengan
masalah kapan dan bagaimana sesungguhnya pendapatan itu timbul dan menjadi
ada. Menurut konsep pendekatan proses pembentukan pendapatan (earning
process approach)/pendekatan kegiatan (activities approach), sebelum penjualan
terjadi, pendapatan dianggap sudah terbentuk seiring dengan berjalannya operasi
perusahaan. Operasi perusahaan meliputi kegiatan produksi, penjualan, dan
pengumpulan piutang.
2.2.Realisasi Pendapatan
Dengan konsep realisasi/pendekatan transaksi (transaction approach) ini,
pendapatan baru dapat dikatakan terjadi atau terbentuk pada saat terjadi
kesepakatan atau kontrak dengan pihak independen (pembeli) untuk membayar
produk baik produk telah selesai dan diserahkan ataupun belum dibuat sama
sekali.
Konsep ini lebih berkaitan dengan masalah pengukuran pendapatan secara
objektif dan lebih bersifat kriteria pengakuan daripada bersifat makna pendapatan.
Konsep ini lebih menekankan kejadian (event) yang dapat menandai pengakuan
pendapatan, yaitu :
a. Kepastian perubahan produk menjadi potensi jasa lain melalui proses penjualan
yang sah atau semacamnya (misalnya kontrak). Kejadian ini merupakan kepastian
akan keterukuran pendapatan yang terhimpun melalui proses pembentukan
pendapatan.
b. Penguatan atau validasi transaksi penjualan tersebut dengan diperolehnya aset
lancar (kas, setara kas, atau piutang). Kejadian ini menuntaskan/meyakinkan
pengukuran pendapatan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa proses realisasi merupakan
konfirmasi proses penghimpunan pendapatan.
2.3.Kriteria Pengakuan Pendapatan
Pendapatan baru dapat diakui setelah suatu produk selesai diproduksi dan
penjualan benar-benar telah terjadi yang ditandai dengan penyerahan barang. Hal
ini didasarkan pada gagasan bahwa pengakuan suatu jumlah rupiah dalam
akuntansi harus didasarkan pada konsep dasar keterukuran dan reliabilitas.
Terjadinya kontrak penjulan juga belum cukup untuk mengakui pendapatan
sebelum barang atau jasa sudah cukup selesai dikerjakan. Hal ini didasarkan pada
konsep kesatuan usaha, bahwa tidak ada pendapatan tanpa upaya.
Untuk dapat mengakui pendapatan, pembentukan pendapatan harus dikonfirmasi
dengan realisasi. FASB mengajukan dua kriteria pengakuan pendapatan (dan
untung) yang keduanya harus dipenuhi, yaitu :
1. Terrealisasi atau cukup pasti terrealisasi (realized or reliazable)
Pendapatan (dan untung) dapat dikatakan telah terrealisasi bila produk (barang
atau jasa), barang dagangan, atau aset lain telah terjual atau ditukarkan dengan kas
atau klaim atas kas. Pendapatan (dan untung) dapat dikatakan cukup pasti
terrealisasi bila aset berkaitan yang diterima atau ditahan mudah dikonversi
menjadi kas atau klaim atas kas yang cukup pasti jumlahnya.
2. Terbentuk/terhak (earned)
Pendakatan dapat dikatakan telah terbentuk bila perusahaan telah melakukan
secara substansial kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menghaki manfaat
atau nilai yang melekat pada pendapatan.
3. Saat Pengakuan Pendapatan
Berbagai kaidah pengakuan (recognition rule) :
Akresi
Berkaitan dengan fungsi pendapatan sebagai fungsi kegiatan produksi
Apresiasi
Apresiasi adalah selisih nilai pasar wajar asset perusahaan dengan
kos (atau nilai buku asset terdepresiasi). Apresiasi berlaku untuk semua jenis
asset tidak terbatas pada asset yang dikategorikan sebagai produk. Juga
kenaikan asset atau selisih tersebut tidak berkaitan langsung dengan operasi
perusahaan. Dapat dikatakan apresiasi buka bukan merupakan suatu hasil dari
proses pembentukan pendapatan karena tidak ada upaya yang sengaja
hanyalah
pendapat.
Kos
reproduksi dan
depresiasinya
Penghematan kos
Potongan pembelian tidak memenuhi definisi pendapatan karena
pendapatan atas dasar saat produksi selesai diproduksi dianggap layak untuk
industri ekstraktif (pertambangan)
mempunyai pasar yang luas dan harga yang sudah pasti. Kondisi ini
memungkinkan untuk menaksirkan dengan cukup tepat nilai jual yang dapat
direalisasi suatu sediaan barang jadi ada pada tanggal tertentu.
d. Pada Saat Penjualan
Pengakuan ini merupakan dasar yang paling umum karena pada saat penjualan
kriteria penghimpun dan realisasi telah dipenuhi. Saat penjualan merupakan saat
yang kritis dalam operasi perusahaan sehingga menajadi standar utama dalam
pengakuan pendapatan. Kegiatan penjualan (khususnya untuk perusahaaan yang
bergerak di bidang produksi dan perdagangan) menjadi puncak kegiatan dan
merupakan tujuan akhir yang mengarah pada setiap upaya yang dilakukan
perusahaan. Selain itu transaksi penjualan menakibatkan masuknya asset baru ke
dalam perusahaan (kas atau piutang) untuk:
1. Menutup kos yang terserap untuk melaksanakan kegiatan produksi yang
berakumulasi dengan penyerahan produk
2. Menyediakan dana sebagai imbalan untuk pembayaran pajak pada pemerintah,
bunga kepada kreditor, dan dividen kepada pemegang saham.
Masalah terjadi yang pertama berkaitan dengan kepastian pengukuran pendapatan
akibat kos purna jual atau pasca jual (after sale cost atau after costs). Ada kegiatan
yang masih dilakukan perusahaan untuk menuntaskan penjualan yang
menimbulkan kos misalnya kegiatan administratif, perbaikan barang, dan
penggantian barang yang rusak. Masalah lain berkaitan dengan kemungkinan atau
pengembalian barang. Akhirnya, kemungkinan ketertagihan piutang bila
penjualan tidak tunai (masalah kolektibilitas)
Masalah masalah tersebut tidak menghalangi secara konseptual maupun teknik
untuk mengakui pendapatan pada saat penjualan. Berikut dibahas cara-cara untuk
mengatasi masalah diatas.
d.1.
pendapatan lainnya pada akhir periode dapat ditaksir dan ditampung dalam
akun tertentu dengan cukup teliti atas dasar pengalaman sebelumnya. Jumlah
ini dikontrakan dengan jumlah rupiah pendapatan bruto (penjualan total).
Jumlah rupiah yang sama dicatat dalam akun cadangan yang akan
mengurangi jumlah rupiah bruto seluruh piutang yang tercatat. Jadi, adanya
kemungkinan mengembalikan karena kerusakan tidak mengurangi validitas
saat penjualan sebagai dasar pengakuan. FASB menetapkan bahwa kalau
suatu perusahaan menjual produknya dengan hak mengembalikan maka
pendapatan dapat diakui pada saat penjualan kalau semua syarat-syarat ini
dipenuhi.
1. Harga jual cukup pasti atau dapat ditentukan pada tanggal penjualan.
2. Pembeli sudah membayar kepada penjual, atau pembeli berkewajiban untuk
membayar penjual dan kewajiban tersebut tidak bergantung pada laku
tidaknya produk dijual oleh pembeli
3. Kewajiban membayar oleh pembeli tidak berubah dalam hal terjadinya
pencurian atau kerusakan fisis produk
4. Pembeli benar-benar ada secara substantive artinya pembeli merupakan suatu
badan yang secara ekonomik dapat disebut sebagai perusahaan bukan sekedar
formalitas.
5. Penjual tidak mempunyai kewajiban yang material untuk melakukan tindakan
dimasa datang yang secara langsung menjadikan pembeli mampu menjual
prooduk bersangkutan
6. Jumlah rupiah pengembalian dapat ditaksir secara layak
Apabila penjualan dan kos barang terjual tidak diakui pada saat
kontrak karena syarat-syarat diatas tidak dipenuhi , pengakuannya dapat
dilakukan pada saat hak pengembaliam telah habis atau pada saat semua
syarat diatas telah terpenuhi manapun yang dapat lebih dahulu.
Adanya potongan tunai penjualan sama sekali tidak menghalangi
peengakuan pendapatan pada saat penjualan. Potongan tunai adalah potongan
yang ditawakan penjual melalui terma penjualan 2/10, n/30. Masalah yang
timbul adalah berapa jumalah rupiah pendapatan yang harus dicatat. Secara
umum, jumlah rupiah neto adalah dasar yang lebih tepat daripada jumlah
kotornya yaitu jumalah yang akan diterima setelah periode potongan
dilewatkan. Alasannya adalah potongan tunai telah menjadi sarana dalam
penentuan harga jual yang akhirnya disepakati.
d.2.
merupakan bagian dari mengukur laba yang tepat. Terdapat cara yang cukup
Kerugian piutang
Keberatan lain terhadap dasar penjualan adalah pendapat yang
Transaksi Penjualan
Transaksi penjualan adalah transaksi pertukaran aset secara aktual
bukan transaksi kontrak itu sendiri. Penjualan dikatakan telah terjadi secara
teknis bila produk (dan risiko yang melekat) telah ditransfer ke pembeli dan
sebagai penghargaan penjual mendapatkan kas atau klaim atas kas. Kontrak
penjualan yang belum disertai transfer produk secara teknis belum dapat
dikatakan sebagai transaksi penjualan betapapun perusahaan telah menerima
uang muka. Namum, secara konseptual kontrak penjualan dapat dipandang
sebagai realisasi pendapatan. Sebaliknya, pengiriman barang tanpa kontrak
penjualan juga tidak dapat disebut sebagai transaksi penjualan. Walaupun
secara konseptual kontrak penjualan dengan harga pasti telah menandai
realisasi pendapatan, secara teknis penjualan belum terjadi kalau belum ada
pertukaran sehingga pendapatan belum dapat diakui sebelum barang dikirim.
e. Pada Saat Kas Terkumpul
Pengakuan pendapatan pada saat kas terkumpul sebenarnya merupakan
pengakuan pendapatan berdasarkan asas kas (cash basis). Penerapan pengakuan
berdaarkan kas paling banyak dijumpai dalam perusahaan jasa dan perusahaan
yang melakukan penjualan secara angsuran. Pengakuan dasar kas digunakan
untuk transaksi penjualan yang barang atau jasanya telah diserahkan/dilaksanakn
tetapi kasnya baru akan diterima secara berkala dalam waktu yang cukup panjang.
Alasan
digunakannya
dasar
ini
adalah
adanya
ketidakpastian
tentang
e.1.
suatu tindakan atau penyediaan jasa lain dalam bentuk tertentu yang
dilakukan dalam waktu yang relatif pendek, seperti perusahaan angkutan atau
bioskop, maka saat penerimaan kas dari konsumen atau pelanggan biasanya
terjadi hampir bersamaan dengan saat penyerahan jasa. Ini berarti bahwa saat
penyerahan jasa atau saat penerimaan kas keduanya dapat dijadikan pemicu
untuk pengukuran dan pengakuan pendapatan.
e.2.
Apabila jasa yang diberikan adalah kompleks dan baru akan selesai dalam
periode yang relatif panjang maka besar kemungkinan akan terjadi perbedaan
yang sangat mencolok antara jumlah rupiah pendapatan yang diakui dalam
suatu periode atas dasar penyerahan jasa (asas akrual) dan jumlah rupiah
pendapatan yang diakui dalam periode yang sama atas dasar penerimaan kas
(asas kas).
e.3.
Argumen Pendukung
Alasan Penyanggah
Bila dasar penerimaan kas memang terpaksa harus diterapkan maka perlu
suatu prosedur akuntansi yang khusus untuk menjamin bahwa pendapatan
dasar kas harus ditandingkan dengan biaya yang diperkirakan berkaitan
dengan pendapatan tersebut. Namun hal ini tidak berarti bahwa pendapatan
tunai ditandingkan dengan biaya tunai. Dengan kata lain, pendapatan diukur
atas dasar kas tetapi biaya tetap diukur dengan dasar akrual. Penerapan dasar
kas untuk mengukur pendapatan pada hakikatnya sama saja dengan tidak
mangakui piutang angsuran sebagai pos aset meskipun harga jual cukup pasti
dan barang telah dikirim. Dengan demikian, piutang tersebut hanya dicatat
dalam bentuk memorandum saja.
e.6.
Pada umumnya kos administrasi dan penjualan bukan merupakan kos yang
dapat diperlakukan seperti kos sediaan yaitu ketersediaankan. Kos tersebut
harus segera dibebankan ke pendapatan sebagai biaya periode. Sementara kos
produk dapat diperhitungkan secara cukup teliti untuk ditandingkan dengan
pendapatan dasar kas, biaya administrasi dan umum sangat sulit untuk
dikaitkan dengan dengan pendapatan tersebut.
4. Saat Pengakuan Penjualan Jasa
Pengukuran pendapatan dari penjualan jasa secara umum mengikuti
pemikiran yang melandasi pengakuan pendapatan untuk penjualan barang. Untuk
jasa jangka pendek, saat penerimaan kas merupakan saat yang umum untuk
mengakui pendapatan karena penerimaan kas biasanya terjadi hampir bersamaan
dengan selesainya pelaksanaan jasa. Dalam hal jasa yang dilaksanakan jangka
e. Kalau produk atau aset lain dapat segera terealisasi karena dapat dijual denga
harga yang cukup pasti tanpa biaya tambahan yang berarti, pendapatan dan
berbagai untung atau rugi dapat diakui pada saat selesainya produksi atau pada
saat harga aset tersebut berubah.
f. Kalau produk, jasa, atau aet lain ditukarkan dengan aset nonmoneter yang tidak
segera dapat dikonversi menjadi kas, pendapatan atau untung atau rugi dapat
diakui pada saat telah terhak atau pada saat trensaksi telah selesai,
g. Kalau ketertagihan aset yang diterima untuk produk, jasa, atau aset lain
meragukan, pendapatan dapat diakui atas dasar kas yang terkumpul.
6. Prosedur Pengakuan
Kaidah pengakuan pendapatan diatas merupakan ketentuan pada level
penetap standar. Agar dapat di laksanakan di level perusahaan,kaidah tersebut
harus dijabarkan secara teknis dan prosedural dalam bentuk kebijakan akuntansi
perusahaan. Kebijakan akuntansi perusahaan harus menetapkan kejadian atau
kegiatan internal apa yang dapat digunakan sebagai pemicu pencatatan ke dalam
sistem akuntansi. Misalnya, bila didtentukan bahwa saat penjualan digunakan
sebagai dasar pengakuan pendapatan, atas dasar kegiatan mana dan bukti apa
bagian akuntansi dapat mencatat atau menjurnal pendapatan dari penjualan
tersebut.
7. Penyajian
Masalah yang berkaitan dengan penyajian pendapatan adalah pemisahan
antara pendapatan dan untung dan pemisahan berbagai sifat untung menjadi pos
biasa dan pos luar biasa dan cara menuangkannya dalam elemen laba-rugi.
B. BIAYA
Telah dibahas di Bab 6 mengenai aset, bahwa aset sebagai potensi jasa
atau manfaat ekonomik direpresentasi dengan kos sebagai pengkuantifikasi besar
kecilnya (magnituda) potensi tersebut. Kos sebagai bahan olah akuntansi akan
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu pengukuran, penelusuran, dan pembebanan.
Oleh karena itu, secara konseptual dan atas dasar konsep kontinuitas usaha, kos
akan diperlakukan sebagai beban pendapatan atau biaya. Walaupun demikian,
secara teknis dapat saja kos langsung dibebankan (didebit) ke biaya yang nantinya
langsung menjadi beban pendapatan. Hal ini apabila perusahaan berdiri untuk
waktu jangka pendek atau apabila potensi jasa yang diperoleh untuk jangka
pendek sehingga langsung dihabiskan dan dibebankan kepada pendapatan.
Akan tetapi, operasi perusahaan umumnya merupakan usaha yang
berkelanjutan yang menuntut pemerolehan potensi jasa bukan untuk jangka
pendek saja melainkan jangka panjang,sehingga jasa tersebut tidak akan segera
habis dalam waktu singkat. Dengan kata lain, perusahaan memerlukan fasilitas
fisis tahap kritis yaitu pengakuan dan pembebanan.
Dengan landasan konsep dasar kontinuitas usaha serta upaya dan hasil,
masalah teoritis dalam tahap pembebanan adalah pemecahan aliran kos yang telah
diakui sebagai aset menjadi bagian yang merupakan biaya perioda berjalan dalam
rangka penentuan laba periodik dan bagian yang baru akan menjadi biaya dalam
perioda-perioda berikutnya. Sarana teknis untuk menunjukan pemecahan ini
adalah statemen laba-rugi dan neraca. Statemen laba-rugi menyajikan bagian kos
yang dibebankan pada perioda berjalan sebagai biaya sedangkan neraca
melaporkan kos yang masih akan dibebankan pada perioda-perioda berikutnya.
Jadi, neraca merupakan sarana memindahkan kos potensi jasa yang belum
terhabiskan dan merupakan mata rantai penghubung serangkaian statemen labarugi sehingga terbentuk aliran laba periodik secara runtut waktu.
1. Pengertian
Beban atau biaya adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu perioda
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal. ( menurut IASC-2002)
Terdapat dua karakteristik penting yang melekat pada makna biaya yaitu:
a. Aliran keluar atau penurunan aset
b. Akibat kegiatan yang membentuk operasi utama yang menerus
1.1.
Penurunan Aset
Untuk dapat mengatakan bahwa biaya timbul, harus terjadi transaksi atau
kejadian yang menurunkan aset atau menimbulkan aliran keluar aset atau sumber
ekonomik. Aset dalam hal ini harus diartikan sebagai semua aset perusahaan
sebagai satu kesatuan (bukan hanya aset tertentu misalnya sediaan bahan baku).
Dengan demikian konsumsi atau pemakaian aset atau manfaat ekonomik harus
diartikan bahwa manfaat ekonomik aset (direpresentasi oleh kos) telah habis
karena melekat pada barang atau jasa yang telah diserahkan (keluar) dari kesatuan
usaha sehingga kesatuan usaha tidak menguasai lagi manfaat tersebut. Pemakaian
bahan baku untuk pembuatan produk tidak dapat disebut sebagai biaya kalau
produk tersebut belum terjual, karena kalau produk belum terjual sebenarnya
belum terjadi penurunan aset. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk aset
sebagai potensi jasa.
1.2.
1.4.
1.6.
1.
2.
3.
1.
4. Faktor lingkungan misalnya ganti rugi asuransi musibah alam yang lebih rendah
dari kos aset yang rusak. Contoh lain adalah lenyanpnya manfaat aset yang tidak
diasuransikan akibat kebakaran.
2. PENGAKUAN BIAYA
Pengakuan menyangkut masalah kriteria pengakuan (recognition criteria)
yaitu apa yang harus dipenuhi agar penurunan nilai aset yang memenuhi definisi
biaya atau rugi dapat diakui dan masalah saat pengakuan (recognition rules atau
timing) yaitu peritiwa atau kejadian apayang menandai bahwa kriteria pengakuan
telah dipenuhi.
Kriteria pengakuan
Biaya atau rugi pada umumnya diakui bilamana salah satu dari dua kriteria
2.1.
2.2.
dipenuhi? Kapan dan bagaimana jumlah rupiah biaya yang diperkirakan telah
menghasilkan pendapatan diakui?
Konsumsi manfaat
Konsumsi manfaat ekonomik selama satu period dapat diakui langsung pada
saat terjadinya atau diakui bersamaan dengan pengakuan pendapat yang
berkaitan. Jenis atau pos yang menghendaki cara pengakuan yang berbeda
yaitu
1. Beberapa pos biaya seperti, kost= yang terjual, ditandingkan (matched with)
dengan pendapatan yang terkait.
2. Banyak pos biaya seperti gaji staf penjualan dan administrasi, diakui selama
periode pada saat kas dibayarkan atau kewajiban terjadi untuk barang dan
jasa yang dimanfaatkan bersama
2.3.
2.4.
memang biaya tidak dapat dipisahkan dengan dengan kos. Perlu ditegaskan
kembali bahwa kos adalah pengukur biaya atau biaya direpresentasikan dengan
kos sehingga secara teknis dan pratik bahwa biaya sering disebut kos saja.
3. Proses dan Konsep Penandingan
Proses penandingan adalah proses penentuan laba dengan cara mengukur
atau menakar dahulu pendapat an untuk suatu periode dan barulah kemudian
menetukan biaya yang berkaitan dengan pendapat tersebut.
Prinsip penandingan menjadi suatu kebutuhan dalam akuntansi karena
mengandung :
1. Pengakuan pendapatan tidak langsung dikaitkan dengan pengakuan biaya karena
teknik pembukuan tidak memungkinkan hal tersebut
2. Transaksi terjadinya pendapatan pada umunya tidak berkaitan langsung dengan
transaksi terjadinya biaya.
Kelayakan Ekonomi
3.1.
tetapi nilai aset atau jasa yang dikonsumsi juga harus ditentukan secara tepat
dengan memperhatikan kondisi yang melingkupinya. Oleh karena itu, dasar
penandingan yang paling utama adalah kelayakan ekonomik (economic
reasonableness) bukannya dasar aliran fisik semata-mata.
3.2.
4. Basis Asosiasi
Dalam
rangka
menghubungkan
biaya
dengan
biaya,
perlu
khusus sebagian biaya persediaan barang yang tidak terjual dalam suatu
periode yang logis dapat dijadikan komponen biaya barang terjual.
Barang Rusak
Apakah biaya produk rusak dapat dianggap sebagai upaya atau sebab
Biaya Antisipasian
Biaya antisipasian adalah biaya yang dianggap menyebabkan timbulnya
Kriteria Penangguhan
Hendriksen
menyatakan
bahwa
alokasi
secara
arbiter
Pendekatan Nonalokasi
Untuk keperluan penandingan biaya dan pendapatan secara tepat menuntut
adanya alokasi. Alokasi baik interim maupun antarperioda tidak dapat
4.3.
Tidak ada alasan yang kuat untuk menunda pembebanan kos untuk
mencapai penandingan sebab-akibat dan juga tidak ada dasar alokasi yang layak,
suatu kos biasanya akan langsung dibebankan dalam perioda terjadinya. Ini berarti
bahwa kos ditandingkan dengan pendapatan secara arbitrer. Konsep yang
melandasi
pembebanan
semacam
ini
semata-mata
adalah
kepraktisan
(expediency). Memang pada umumnya pengakuan segera kos sebagai biaya atau
rugi dilkaukan karena manfaat masa datang tidak terukur atau tidak cukup pasti.
Penandingan arbitrer tidak selalu berkaitan dengan pengakuan rugi. Kos suatu
potensi jasa akan segera diakui sebagai biaya atau rugi apabila terbukti bahwa
manfaat ekonomiknya menjadi lenyap atau berkurang (loss or lack of future
benefits).
5. Penandingan Dan Penyajian Pos-Pos Biaya
Penakar yang paling ideal adalah unit produk karena pendapatan
diciptakan dengan menyerahkan produk (direpresentasikan oleh kos produk).
Maka, idealnya tiap unit produk menyerap semua jenis kos operasi (produk,
penualan, administrasi, dan pengumpulan piutang). Akan tetapi, karena tidak
mudahnya untuk menghubungakan secara layak kos kegiatan nonproduksi ke
produk, penakar yang umum dipakai adalah perioda. Penakar berbasis perioda
menjadikan alokasi sistematik dan rasional suatu hal yang tidak dapat dihindari.
6.1.
Metode asosiasi menjadi basis untuk menentukan unit fisik terjual dan kos
yang melekat dengan jumlah rupiah penjualan. Metode ini dapat diartikan sebagai
asumsi aliran kos dalam mengikuti aliran fisis barang. Asumsi ini diperlukan
karena pada umumnya barang atau produk tidak tersedia sekaligus untuk satu
perioda. Barang biasanya disediakan secara bertahap melalui beberapa kali
pembelian atau angkatan produksi. Metode asosiasi atau asumsi aliran kos yang
telah dikenal adalah:
1. Identifikasi Khusus (specific identification)
2. Masuk pertama keluar pertama/MPKP (first-in, first-out/FIFO)
3. Rata-rata berbobot (weighted average)
mengasosiasi biaya dan pendapatan untuk menentukan laba yang tepat dan
menentukan nilai persediaan untuk dicantumkan dalam neraca. Beberapa
perimbangan yang dapat dijadikan dasar pemilihan metoda sebagai berikut:
1. Bila dimungkinkan, kos harus diidentifikasi dengan unit fisis barang yang diukur.
Artinya, unit barang sedapat-dapatnya dilekati dengan kos yang benar-benar
merupakan kos unit barang bersangkutan.
2. Operasi perusahaan harus dipandang sebagai serangkaian kegiatan yang
berturutan dan kontinus bukannya serangkaian projek-projek yang terpisah-pisah.
Artinya, dalam suatu perioda aliran fisis yang sesengguhnya tidak harus menjadi
pertimbangan utama dalam proses penandingan.
3. Kalau tujuan ditekankan pada penilaian persediaan dengan harga paling akhir,
asosiasi kos akan ditunjukan pada persediaan barang dengan menggunakan kos
yang paling akhir dan kos barang terjual merupakan angka residual.
4. Kalau untung dan rugi akibat fluktuasi harga (holding gain and losses) akan
diidentifikasi dan dilaporkan secara terpisah dengan kos harga terjual, kos historis
jelas tidak akan dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Identifikasi Khusus
6.2.
Untuk jenis barang mahal dan perputarannya rendah, metode ini sangat
cocok sekali untuk tujuan pengendalian di samping tujuan penandingan yang
tepat. Namun, metode ini mengandung beberapa kelemahan antara lain:
a. Jarang sekali pendapatan khusus ditandingkan dengan kos khusus karena
pendapatan perusahaan merupakan hasil dari seluruh upaya perusahaan sebagai
kesatuan. Maka, identifikasi khusus tidak memberi nilai tambahan informasi.
b. Untuk jenis barang yang homogen dan harganya relatif murah, metoda ini terlalu
mahal dan tidak sepadan dengan nilai tambahan informasi yang diperoleh.
c. Kalau fluktuasi harga sangat mencolok, metoda ini dapat digunakan sebagai alat
memanipulasi laba atau earnings management. Bila perusahaan menginginkan
laba yang tinggi, perusahaan dapat memilih barang yang kosnya rendah atau
sebaliknya.
6.3.
Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Metoda ini berasumsi bahwa faktor kos megalir melalui perusahaan secara
berurutan seperti antrean, tidak ada saling mendahului. Metoda ini juga sangat
logis dalam merefleksi asosiasi sebab-akibat karena sangat sederhana dan jelas
untuk memecah kos ke dalam dua komponen (persediaan dan barang terjual) atas
dasar kos yang benar-benar melekat dalam kedua komponen tersebut.
Jadi,
apabila penandingan secara tepat biaya dan pendapatan menjadi tujuan, metoda ini
paling didukung atas dasar argumen berikut:
a. Metode ini mendekati metoda identifikasi khusus yang menjadi standar
pemecahan kos. Metoda ini sistematik dan konsisten dengan aliran fisis yang
sesungguhnya sehingga penandingan yang ideal ditempuh.
b. Untung atau rugi karena fluktuasi harga dengan sendirinya terealisasi dan diakui
bersamaan dengan terjualnya barang walaupun tidak disajikan secara terpisah dan
melekat dalam angka laba.
c. Penyajian persediaan akhir dalam neraca akan menggambarkan kos yang
mendekati kos sekarang atau kos pengganti. Hal ini tergantung pada fluktuasi kos
setelah pembelian atau produksi terakhir.
Rata-Rata Berbobot
6.4.
memuat semua kos untuk tiap angkatan pembelian dan produksi. Metoda ini
memang tidak menggambarkan aliran fisis yang senyatanya tetapi hal ini tidak
merupakan kelemahan konsep yang serius. Biasanya metoda ini digunakan jika
perusahaan menggunakan sistem persediaan fisis.
Sediaan Normal
Metode ini sering disebut dengan metoda sediaan permanen (iron-stock
method). Dengan metoda ini dianggap perusahaan melakukan investasi permanen
dalam sediaan. Tujuannya adalah penandingan pendapatan sekarang dengan kos
sekarang sekaligus meniadakan kebutuhan pelaporan untung atau rugi menahan
sediaan atau fluktuasi harga. Metoda ini menyajikan sediaan di neraca dengan
harga satuan yang cukup pasti. Biasanya harga satuan yang ditentukan untuk
sediaan minimal cukup rendah. Karena pendapatan sekarang ditandingkan dengan
kos sekarang, laba yang diperoleh tidak mengandung untung atau rugi akibat
menahan sediaan.
6.6.
Metoda ini memang tidak bertujuan untuk menyamai aliran fisis barang
tetapi untuk menandingkan pendapatan sekarang dengan kos sekarang. Seperti
juga metoda sediaan normal, metoda ini akan menghasilkan laba operasi yang
bebas dari untung atau rugi akibat fluktuasi harga. Asumsi metoda ini adalah
bahwa perusahaan perlu mempertahankan investasi dalam sediaan selama umur
perusahaan tersebut. Siklus transaksi dianggap dimulai dari sediaan kembali ke
sediaan lagi dan bukannya dari kas kembali ke kas lagi. Oleh karena itu, laba baru
dapat ditentukan setelah sediaan permanen dipertahankan atau terisi kembali.
Pendukung metoda ini mengajukan argument sebagai berikut :
a. Memudahkan penandingan kos sekarang dengan pendapatan sekarang.
b. Kalau harga cenderung naik, sediaan barang akan tersaji dengan jumlah rupiah
yang cukup konservatif.
c. Laba operasi tidak tercemar oleh untung atau rugu fluktuasi harga atau
penumpukan barang. Ini sangat bermanfaat karena laba yang dilaporkan
hendaknya merupakan laba yang benar-benar dapat dibagikan dalam bentuk
dividen. Untung fluktuasi harga bukan merupakan laba yang real dan dapat dibagi
dalam bentuk dividen tetapi lebih merupakan jumlah untuk mempertahankan
capital.
d. Dalam kondisi harga yang berfluktuasi dari tahun ke tahun, metoda ini dapat
menjadi alat perataan laba tahunan secara automatis.
Dengan metoda ini, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak
dalam bentuk penundaan pembayaran pajak. Penghematan akan terjadi kalau nilai
sekarang pajak yang harus dibayar dengan penggunaan metoda tertentu lebih
besar dari nilai sekarang pembayaran pajak yang ditunda dengan penggunaan
metoda MTKP. Walaupun dari satu sisi MTKP mempunyai beberapa keunggulan
untuk pelaporan keuangan, beberapa kritik diajukan terhadap metoda ini yaitu
antara lain :
a. Penilaian sediaan untuk tujuan penyajian di neraca tidak menggambarkan potensi
jasa yang sesungguhnya dan kemungkinan tidak mempunyai arti ekonomik lagi
karena kos yang digunakan adalah kos yang sudah usang. Akibat dari hal ini
adalah perhitungan-perhitungan indicator keuangan seperti rasio akan sangat tidak
berpaut atau relavan lagi.
sedangkan dalam keadaan harga menurun, sediaan akan disajikan sebesar kos
terakhir yang berarti sama saja dengan metoda MTKP. Keberatan lain adalah
bahwa laba operasi akan menjadi tercemari dengan untung atau rugi fluktuasi
harga.
Basis penilaian nilai sediaan dengan metode MTKP biasanya unit fisis,
artinya jumlah rupiah sediaan ditentukan atas dasar unit fisis dikalikan dengan kos
per unit. Ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai catatan yang cukup
lengkap tentang jenis sediaan dan riwayat kos per unit tiap jenis sediaan. Hal yang
kadang kadang merepotkan adalah kalau sediaan barang akhir jenisnya tidak
sama dengan jenis yang mula mula dihitungsebagai sediaan MTKP khususnya
untuk barang barang yang sifdatnya musiman. Kalau fisisnya berganti (dengan
sendirinya kos per unit berganti), jumlah rupiah sediaan akhir tidak cukup
permanen dan akibatnya keunggulan metoda MTKP sebagai sarana menghemat
pajak menjadi hilang atau berkurang. Untuk mengatasi hal ini, timbullah metoda
MTKP nilai rupiah atau MTKP rupiah konstan.
Metoda MTKP nilai rupiah digunakan khususnya untuk sediaan yang
sifatnya musiman agar manfaat MTKP tetap dapat dinikmati. Metoda ini biasanya
diterapkan untuk suatu kelompok/atau kelas barang (inventory pool) yang
mempunyai spesifikasi berbeda tetapi mempunyai karakteristik fisis yang sama.
Misalnya kelompok pakaian jadi yang terdiri dari atas berbagaipakaian dengan
berbagai ukuran dan harga yang berbeda. Keuntungan metoda ini adalah investasi
permanen (disebut LIFO layer) dapat dijaga dan pekerjaan administrasi pencatatan
barang dapat dikurangi. Walaupun cukup menawan secara teoritis, metoda ini
sama sekali tidak dapat memenuhi tujuan pelaporan keuangan umum.
6.7.
a. Berwujud fisis dan dikuasai oleh perusahaan untuk mengolah dan memperlancar
kegiatan operasi perusahaan. Oleh karena itu, yang digolongkan dalam kelompok
ini adalah aset yang berkaitan dengan operasi sedangkan asset serupa yang tidak
digunakan dalam operasi dilaporkan secara terpisah dengan nama yang deskriptif.
b. Pada umumnya berumur panjang walaupun terbatas sehingga perlu penggantian.
c. Bernilai bagi perusahaan lantaran kekuasaan atau hak perusahaan untuk
menggunakannya bukan lantaran hak miliknya. Dengan penguasaan aset tersebut,
pihak lain tidak mempunyai akses terhadap potensi jasanya.
d. Pada umumnya merupakan aset nonmoneter dan manfaat yang dapat diberikan
berupa potensi jasa (service potentials) bukan daya beli atau ketertukarannya
(exchangeblility).
mencakupi investasi jangka panjang, aset takberwujud, sumber alam, dan aset
jangka panjang lainnya. Memang tidak semua perusahaan mempunyai aset tetap
lain kecuali fasilitas fisis sehingga fasilitas fisis dengan sendirinya menjadi aset
tetap.
Basis Pembebasan
Fasilitas fisis memberi kontribusi ja sake operasi berupa kapasitas atau
daya (misalnya dalam bentuk daya giling untuk mesin giling). Oleh karena itu,
kos daya atau kapasitas fasilitas fisis tersebut jelas harus diserap menjadi bagian
kos produksi dan akhirnya menjadi beban pendapatan.
Masalah unik yang berkaitan dengan penyerapan manfaat fasilitas fisis
adalah penentuan kapasitas taksiran dalam kondisi tertentu dan pola penyerapan
manfaat sampai dapat dikatakan bahwa manfaat tersebut habis. Berbeda dengan
sediaan, masalah timbul karena pada umumnya kapasitas akan habis dalam jangka
panjang dan penyerapan manfaat tidak dapat diobservasi secara langsung atas
dasar kelenyapan secara fisis, di lain pihak, sediaan dikonsumsi dalam bentuk unit
fisis sehingga kos yang terserap dapat dihubungkan secara objektif dengan
konsumsi fisis tersebut.
Walaupun konsumsi manfaat disertai dengan keausan fisis (deterioration),
tidak ada proses konsumsi secara fisis terhadap fasilitas fisis bersangkutan. Jadi,
pembebanan kos fasilitas untuk suatu perioda tidak dapat ditentukan atas dasar
pengukuran fisis yang objektif tetapi lebih merupakan suatu hasil pertimbangan
(judgement)
atas
dasar
taksiran
faktor-faktor
penentu
(yaitu
umur
ekonomik,kapasitas ekonomik, dan nilai residual) yang sering tidak dapat diuji
validitasnya secara objektif.
7.4.
Makna Depresiasi
Fasilitas fisis merupakan suatu sediaan jasa (service-capacity) dan jasa
tersebut akan tersedia sepanjang umur ekonomik aset tersebut. Dengan demikian,
pembebanan kos secara sistematik selama taksiran umur pemakaian akan lebih
sesuai dengan keadaan objektif dan masuk akal daripada pembebanan langsung
seluruh kos pada saat pembelian atau pada saat pemberhentian. Bagian dari kos
yang dibebankan untuk perioda tertentu disebut depresiasi (amortisasi untuk asset
takberwujud dan deplesi untuk sumber alam).
Dari segi akuntansi, depresiasi merupakan suatu proses alokasi kos secara
sistematik dan rasional dan jumlah rupiahnya diukur atas dasar bagian kos potensi
jasa yang dianggap telah dimanfaatkan dalam menciptakan pendapatan.
Depresiasi sebagai biaya tidak berbeda dengan jenis biaya operasi lainnya. Kos
fasilitas fisis mempunyai kedudukan yang sama seperti kos manfaat ekonomik
lain yang diperoleh dan dimanfaatkan sekaligus dalam perioda terjadinya.
Depresiasi merupakan biaya yang benar-benar terjadi dan dikeluarkan (out of
pocket costs) seperti biaya lainnya. Memang benar bahwa biaya depresiasi untuk
perioda tertentu tidak menunjukkan pengeluaran pada perioda tersebut. Akan
tetapi, biaya depresiasi tersebut mengukur bagian pengeluaran masa yang lalu
yang dipandang layak dibebankan terhadap kegiatan atau pendapatan perioda
berjalan. Jadi dapat dikatakan bahwa kos fasilitas fisis merupakan suatu bentuk
ekstrem biaya dibayar di muka; akuntansi depresiasi merupakan sarana untuk
membebankan biaya dibayar di muka tersebut ke produksi atau perioda berjalan.
unit
produksi
(untits
of
production
method)
merupakan
selisih nilai diskunan aliran kontribusi pendapatan neto pada awal dan akhir
N AWp=
t =1
Kt + p1
untuk p n
( 1+r )t
Sebagai ilustrasi, dimisalkan suatu fasilitas fisis dapat member kontribus aliran
kas aliran masa dating tahunan selama lima tahun berturut-turut sebagai berikut :
Rp1.200.000, Rp.1.000.000, Rp1.500.000, Rp900.000, dan Rp1.000.000. Nilai
residual telah termasuk dalam aliran kas terakhir. Bila tingkat kembalian
diperhitungkan 25%, depresiasi tahunan atas dasar penurunan nilai disajikan
dalam Gambar berikut ini.
Depresiasi Atas Dasar Penurunan Kontribusi Neto Diskunan
Tahun
1
2
3
4
5
Nilai Sekarang
Nilai Sekarang
Kontribusi
Kontribusi
Kontribus
Pendapatan Neto
Pendapatan Neto
Pendapatan Neto
Rp1.200.000
1.000.000
500.000
900.000
1.000.000
Awal Tahun
Rp2.552.320
1.990.400
1.488.000
1.360.000
800.000
Akhir Tahun
Rp1.990.400
1.488.000
1.360.000
800.000
0
Depresiasi
Rp561.920
502.400
128.000
560.000
800.000
Investasi Awal
Tahun
1
2
Rp2.552.320
1.990.400
Laba Pada
Tingkat
Pengembalian
25%
Rp638.080
497.000
Kontribusi
Pendapatan
Depresiasi
Neto
Rp1.200.000
1.000.000
Rp561.920
502.400
3
4
5
1.488.000
1.360.000
800.000
372.000
340.000
200.000
500.000
900.000
1.000.000
128.000
560.000
800.000
Rp2.552.320
C
n
Kp
p=1
total.
C
= Kos terdepresiasi (depreciable Cost) yaitu kos pemerolehan dikurangi
taksiran nilai residual.
Kp
= Kontribusi aliran kas neto untuk tiap perioda p.
N
= Banyaknya perioda yang menikmati manfaat
Atas dasar rasio di atas, depresiasi untuk suatu perioda (D p) dapat ditentukan
sebagai berikut :
Dp = R Kp
Dengan contoh kasus sebelumnya dan dengan asumsi fasilitas fisis diperoleh
dengan kos Rp2.760.000 tanpa nilai residual, rasio kos terhadap kontribusi adalah
sebesar 0,60 atau 60%. Tabel depresiasi akan tampak seperti berikut :
Depresiasi Atas Dasar Rasio Kos Terhadap Kontribusi Pendapatan Neto
Tahun
Kontribusi Pendapatan
Neto
Rp1.200.000
1.000.000
500.000
900.000
1.000.000
1
2
3
4
5
7.5.
Rasio
Depresiasi
0,60
0,60
0,60
0,60
0,60
Rp720.000
600.000
300.000
540.000
600.000
Rp2.760.000
Metoda Alokasi
Metoda yang paling rasional adalah metoda yang mendasarkan diri pada
aliran penyerapan kapasitas jasa tersebut. Dengan kata lain, metoda yang paling
tepat adalah metoda unit produksi (Production or output method). Kesulitan utama
yang dihadapi metoda ini adalah penentuan kapasitas total yang dapat dihasilkan
selama umur ekonomik aset bersangkutan. Di samping itu, keausan fisis tidak
selalu proporsional dengan intensitas penggunaan dan juga pengaruh faktor
keusangan (obsolescence) sama sekali tidak ada hubungannya dengan fluktuasi
produk yang dihasilkan.
Untuk kebanyakan situasi metoda perhitungan depresiasi tahunan secara
garis lurus merupakan metoda alternative yang paling banyak digunakan karena
kepraktisannya dan dalam banyak hal pola penyerapan tiap peroda cukup
seragam. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan metoda garis
lurus tidak menghalangi pengalokasian depresiasi tahunan kedalam beberapa
perioda interim atas dasar fluktuasi musiman selama satu tahun tersebut.
Dapat juga depresiasi ditentukan dengan cara melakukan taksiran
(appraised) pada tiap perioda atas dasar inspeksi fisis untuk mengukur keausan.
Metode ini memberikan hasil yang sama sekali kurang memuaskan. Jadi yang
paling diperlukan adalah suatu kebijakan depresiasi yang sistematik dan logis
didasarkan atas berbagai kemungkinan dan faktor yang melingkupi fasilitas fisis
bersangkutan.
7.6.
hendaknya
tidak
ditunda
pendapatannya
semata-mata
karena
artinya
tidak
dapat
lagi
dibebankan
ke
produksi
setelah
pemberhentian. Kos yang harus dibebankan ke operasi selama umur fasilitas fisis
yang baru adalah terbatas pada kos unit baru tersebut. Sisa kapasitas fasilitas fisis
lama tidak menambah daya atau kapasitas fasilitas fisis baru.
8. Tanah
Sebagai tempat usaha, fungsi untuk ditempati tidak akan pernah habis.
Oleh karenannya, kos tanah tidak perlu didpresiasi atau diamortisasi menjadi
biaya operasi. Fungsi tanah untuk menyediakan jasa ditempati tanpa batas waktu
cukup menjadi alas an kebijakan untuk memperlakukan kos tanah sebagai
investasi permanen dalam fasilitas produksi. Pelakuan semacam ini makin
didukung untuk tanah hak milik permanennah .Karena karakteristik kos tanah
sebagai investasi permanen, tanah tersebut perlu dipisahkan dari fasilitas fisis lain
yang dapat didpresiasi dalam pelaporannya.
dilakukan kalau kondisi menunjukan bahwa aset takberwujud tersebut tidak lagi
mempunya arti ekonomik yang penting.
Goodwill
Goodwill adalah selisih lebih jumlah rupiah tunai atau setaranya yang
dibayarkan oleh perusahaan pembeli di atas nilai pasar wajar atau nilai buku
kekayaan fisis perusahaan yang dibeli. Goodwill dapat diinterprestasi sebagai
kemampuan lebih dalam menghasilkan laba dibanding kemampuan normal
perusahaan yang kondisi kekayaan fisisnya sama. Kemampuan lebih tersebut
tidak dapat diperoleh secara terpisah dengan jalan membeli hak monopoli atau
cara lainnya. Secara akuntansi, goodwill tidak dapat ditimbulkan sendirioleh
perusahaan tetapi haru melalui pembelian suatu perusahaanyang sedang berjalan.
Kos kampanye produk baru, misalnya, tidak dapat disebut sebagai goodwill.
Kos goodwill yang melekat pada harga beli suatu perusahaan yang sudah
beroperasi pada dasarnya merupakan nilai sekarang atau nilai diskunan (present or
discounted value) kelebihan laba yang mampu dihasilkan. Jumlah debit goodwill
diharapkan dapat ditutup atau diperoleh kembali melalui laba lebih perusahaan
yang dibeli. Sangat masuk akal kalau kos yang diperhitungkan sebagai goodwill
harus diserap dan dibebankan ke pendapatan selama kurun waktu yang dijadikan
dasar dalam mempertimbangkan kos pemerolehan perusahaan sehingga laba yang
tampak dalam statemen laba rugi menunjukan laba bersih normal. Goodwill
hendaknya diamortisasi sepanjang taksiran masa diperolehnya laba bersih.
Kesuksesan yang dicapai perusahaan sesudah goodwill habis besar kemungkinan
disebabkan oleh perkembangan dan faktor baru bukan lagi oleh goodwill tersebut.
Goodwill dapat dipandang juga sebagai pengukur kelebihan spesifik
perusahaan yang dibeli atau pengukur sikap masyarakat terhadap perusahaan
(favorable attitudes toward the firm). Ini berarti goodwill dapat dikaitkan dengan
aset tak berwujud spesifik sehingga dapat dipisahkan dari berbagai aset lainnya.
Goodwill sebenarnya dapat diakui dalam satu akun debit dan dimaknai sebagai
akun penilaian induk (master valuation account) terhadap semua aset sebagai satu
kesatuan. Fungsi goodwill dianggap sama dengan fungsi premium investasi dalam
obligasi atau cadangan penghapusan piutang. Goodwill bukan lagi merupakan
Kos Organisasi
Kos organisasi diperlakukan sebagai aset tak berwujud karena kos tersebut
tidak dapat dikaitkan dengan aset tetap berwujud yang ada dalam perusahaan.
Akan tetapi, kos pendirian tersebut harus mulai diserap atau dihapuskan bila
terjadi penurunan laba dan pengerutan (contraction) kekayaan yang terus menerus
akibat kegagalan usaha atau proses likuidasi. Jadi, kos organisasi tidak semestinya
diamortisasi dalam hal perusahaan berjalan terus dan berkembang tetapi tidak
semestinya dipertahankan
KESIMPULAN
Pendapatan adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang
dimilikinya kepada sektor produksi. Ada jugapendapatan adalah hasil berupa uang
atau materi lainnya yang dapat dicapai dari pada penggunaan faktor-faktor
produksi.Prinsip pengakuan pendapatam menetapkan bahwa pendapatan diakui
pada saat:
1.
2.
IAI sejalan dengan definisi yang di ajukan Kam. Keduanaya mendefinisikan biaya
dari
sudut
pandang
peristiwa
moneter
(penurunan
aktiva,
kenaikan
DAFTAR PUSTAKA
SUWARDJONO. 2006. Teori Akuntansi Perekeyasaan Pelaporan Keuangan.
Yogyakarta : BPFE