Anda di halaman 1dari 13

+===GEOLOGI REGIONAL RANSIKI PAPUA BARAT===+

(Oleh : Demianus Nawipa)

1. Fisiografi Regional
Ransiki mengangkangi lebih utama berarah barat baratlaut yang
melintangi Kepala Burung. Separuh lembar yang utara ditempati oleh medang
bergunung penuh tonjolan yang diselatan dibatasi oleh Kuesta mencolok yang
miring keselatan (Kuesta Kepala Burung bagian tengah), hinga 2300 meter diatas
Permukaan laut, yang berkembang diatas batugamping dan batupasir yang tahan.
Lebih jauh kearah selatan medannya berbukit, yang berkisar dari bentangan
bertonjolan dengan sengetan landai rata dan Pegunungan Homoklin berongak
rapat rapat sampai topogarfi terasak dan menggelombang. Kearah barat daya,
daerah yang berbukit itu berubah menjadi alluvium S. Wiriagar dan S. Tembuni.
a. Pegunungan Arfak
Pegunungan Arfak membentuk pegunungan yang membentang dengan arah
utara baratlaut dengan lebih utamanya dekat kelembah garis sesar S. Ransiki,
yang memberi batas secara tiba tiba, satuan itu di barat ke arah timur,
pegunungan itu berangsur berubah menjadi perbukitan yang banyak tempat
membentuk jurang sepanjang pantai Teluk Cendrawasi.
b. Danau Antara Gunung Anggi
Danau antara gunung anggi terdapat dihulu cabang tenggara S. Warjori,
dan S. Ransiki; danau itu menghidupi Danau Gigi (pada ketinggian 1700 m di
atas permukaan laut) dan Danau Gita (1660 m) kedua danau itu daerah
tadahnya kecil saja. Danau Gigi disalurkan ke timur masuk ke S. Ransiki.
Permukaan danau itu tercirikan oleh perbukitan dan lembah lebar lebar
dengan dataran dan rataan yang ditempati sungai berkelok seperti S. Ngemona
dan S. Irai. danau itu dikelilingi oleh daerah bergunung dengan ketinggian dari
2500 sampai 2800 m diatas permukaan laut di timur laut.
c.

Bentengan Pegunungan Kepala Burung bagian Tengah

Bentengan pegunungan Kepala Burung bagian tengah secara kasar dibatasi


oleh singkapan Formasi Kemum. Topografi dibagian barat dan tengah satuan ini

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

secara seragam dan mempunyai timbulan sampai beberatus meter. Topografi itu
dicirikan oleh pegunungan pendek pendek atau bukit bulat telur sampai
membundar dan pegunungan yang berlereng curam curam lurus, cembung
landai, dan puncak yang luas atau membudar dengan paras puncak yang hampir
bersesuai. Ketinggian rata rata berangsur angsur menurun lebih dari 1600 m
di atas permukaan laut disekitar S. Warjori sampai sekitar 800 m di barat.
Makin jauh ditimur, pegunungan itu lebih kasar dengan puncak menjulang
sekitar 2800 m diatas permukaan laut. Daerah ini tersalirkan oleh jejaringan
sungai berkerapatan sedang yang menyalirkannya baik ke utara maupun ke
selatan, lebihnya mengikuti jejak melengkung kuat yang memberi kesan
perompakan beberapa bagian tadah. Meskipun umumnya sungai disini
mempunyai aliran yang berkelok kelok rumit, setempatnya tetasalirnya
dikendalikan struktur, yang mengakibatkan aliran sungai yang nisbi lurus,
misalnya di hulu S. Rawoera bagian timur dan hulu S.Warjori dan S. Momi.
d. Di Pegunungan Imskin Kaputih
Di Pengunungan Imskin kaputih bentengannya secara khas terkendalih
struktur lalagan dan pegunungan homoklin, sampai tinggi 600 m, memberi batas
garis besar lajur lipatan melengkung. Yang paling mencolok adalah Sinklin
Imskin, karena timbulan terbalik. Lipatan itu dikelilingi oleh perbukitan rendah
tersayat rapat dan berlereng curam sedang sedang.
e. Kuesta Kepala Burung Bagian Tengah
Kuesta Kepala Burung bagian tengah adalah membentuk pengunungan
senjang yang sangat menonjol, secara kasar membagi dua daerah kepala burung
pada arah barat timur. Sengetan yang miring ke selatan (antara 0 20) dibatasi
diarah utara oleh gawir yang tegas dengan jurang sampai setinggi 100 m. Puncak
disepanjang gawir itu umumnya mencapai ketinggian sekitar 2500 3000 m di
atas permukaan laut di Pegunungan Lina dan di timur Kampung Testega.
Ketinggian rata rata puncak gawir itu kearah barat menurun terus menerus.
Kuesta tadi pada beberapa tempat tertoreh oleh sungai besar besar yang
mengalir ke selatan menyayat jurah dan sempit. Sungai itu turunan atau memang
panggah. Tata salir dwita (sekunder) sepanjang sayap selatan sebagian sungai

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

turutan, dan sebagian penurut, dengan batangnya dikendalikan oleh sistem retakan
berpasangan yang berkembang baik pada batuan endapan yang ada. Bila batupasir
kuarsa (Formasi Sirga) menindi batugamping (Batugamping Faumai), maka
permukaan bumi menjadi bopeng oleh liang legah semu.
f. Perbukitan Di selatan
Perbukitan di selatan berhubungan erat dengan endapan Formasi Stenkool di
cekungan Bintuni yang terukir dan terlipat. Topografinya berubah ubah dari
kuesta yang bentuknya tak teratur, Pegunungan Lalangansau yang tertoreh halus,
biasanya dengan sengetan kecil kecil tetapi menonjol.Tata salir yang pada
dasarnya meranting dibanyak tempat tergantikan oleh sungai penurut bersudut
(runcing,tumpul) atau tegak lurus.
g.

Kars

Kars tersebar luas disepanjang sayap selatan Kuesta Kepala Burung bagian
tengah pada daerah batugamping. Yang terbanyak adalah Kars kerucut, Kars limas
dan dolina, Kars cela dan Kars lorong.; beberapa lembah mempunyai sungai
berjeda atau sungai bawah tanah. Walaupun begitu, ditempat batulumpur dan
batupasir gampingan menonjol, maka bentangannya berperbukitan rendah sampai
bergelombang dengan sungai yang berongga lebar tetapi biasanya menyayat
curam, dan setempat berbusur tak teratur dengan tata salir yang kacau.
h. Pegunungan Misumna dan Pegunungan Pantai
Pegunungan Misumna dan Pegunungan Pantai adalah sinambung dan
umumnya dialasi batugamping; bagian barat Rumberpon dimasukan dalam
pembagian ini. Pegunungan ini bertopografi kasar dan tak teratur, dan di timur
Di batasi oleh Teluk Cenderawasih. Puncak yang tinggi tinggi, sampai 2000
m diatas permukaan laut terdapat di Pegunungan Misumna. Tata salirnya tak
teratur dan setempat sungainya sesaat menjadi aliran bawah tanah. Gawir
batugamping tak sinambung dan setempat batupasir mengikuti arah struktur yang
ke utara sampai baratlaut, dan menjadi sesar yang menjadi sesar yang penting
penting. Cekungan antara gunung kecil kecilang terisi bahan hanyutan lereng
(Qa) terdapat setempat.

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

i. Undak - Undak
Undak undak tertoreh dan terungkit terdapat sebagai jalur tak senambung
diantara dataran aluvium yang berhubung dengan S. Wariagar dan S. Tembuni,
dan berbukit selatan di Cekungan Bintuni singkapan lebih kecil kecil ditafsirkan
dari potret udara disepanjang tepi baratdaya cekungan antar gunung yang basar di
antara Pegunungan Imskin Kaputih dan Pegunungan Misumna. Sisa undak paras
tinggi banyak terdapat di sepanjang lembah S. Ransiki dan S. Prafi. Kipas
aluvium tertoreh dari kerikil gunungapi dan pasir selebar 5 km dan setebal hingga
50 m terdapat 10 km di tanjung Oransbari.
Adanya terumbu koral terangkat terbatas dibagian utara dan timurlaut P.
Rumberpon. Angkatan terbesar, sampai 150 m, terdapat diujung utara pulau ini,
dan dari sana ketinggiannya menurun secara bertahap kearah barat.
j. Dataran dan Daerah Rata Aluvium dan Litoralum
Dataran dan daerah rata aluvium dan litoral terserak diseparuh selatan dan
timur daerah lembar. Di baratdaya, ada aluvium luas yang berhubungan dengan S.
Tembuni dan S. Wiriagar yang berkelok memanjang kepantai selatan Kepala
Burung. Di sepanjang pantai timurlaut, umumnya melingkari Pegunungan Arfak
beberapa sungai yang jalin jemalin membentuk kipas aluvium dekat pantai
beralih ke pematang pantai, dataran pesisir, dan bura dan gosong, misalnya di
tanjung Oransbari. Sepekat dengan pepohonan yang tenggelam disepanjang
dataran pantai langsung di timurlaut muarah S. Ransiki mungkin akibat
menurunnya pantai setempat.
Sungai penting penting yang mengalir ke utara (terutama S. Warjori)
setempat dikelilingi rataan aluvium sempit dan atau undak. Kebanyakan
bentangan itu boleh jadi terbentuk karena terbendungnya sementara sungai oleh
bahan lonngsoran.
Sebuah cekungan antar gunung dengan panjang 30 km dan lebar sampai 12
km membatasi sayap baratdaya pegunungan Misumna, dan tersalirkan oleh S.
Muturi. Setempat endapan danau berjumpai pada D. Gigi dan D. Gita di danau

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

antar Gunung Anggi. Disana adapula dataran dan rataan mungkin merupakan
danau tua yang tertimbun.

2. Stratigrafi Regional
Ransiki meliputi lima mendala geologi (gambar), Mendala itu adalah :
Bongkah Kemum, Bongkah (Blok) Arfak,Ranah (Mintabat) Leher Burung (Lajur
Lipatan Lengguru), Cekungan Bintuni, dan Sistem Sesar Ransiki Ada bagian
tertentu dari Mendala itu yang tertutup endapan aluvium dan litoral kuarter
Dataran Arfak.
a. Bongkah Kemum
Terbentuk oleh Formasi Kemum (SDk) yang berumur Silur hingga Devon
berupa endapan malih derajat - rendah hingga menengah, satuan turbidit dengan
tebal paling tidak 2,5 km. Sepanjang perenggan utara bongkah itu, yang dibatasi
oleh Sistem Sesar Sorong dan Ransiki, batuan endapan malih meliputi tubuh yang
sedikit banyak nampak memanjang dan buntal (schilieren) granitoid pejal,
terdaunkan dan terabak. Ditempat yang terpetakan, tubuh batuan itu digolongkan
kedalam granodiorit Wariki (w), yang enam umur K-Ar-nya (lima diantaranya di
Manokwari) berkisar dari 226 hingga 258 juta tahun (Blandon 1988), tetapi
sebagian besar menunjukkan Trias.
b. Bongkah Arfak
Bongkah Arfak meliputi dua satuan, yang tertua adalah Batuan Gunungapi
Arfak (Tema) dari busur Kepulauan, dan umumnya terdiri dari batuan klastika
gunungapi, piroklastika, lava dan batuan terobosan bersusunan menengah hingga
basa. Batuan klastika gunungapi itu diendapkan paling tidak sebagian sebagai
turbidit dekatan dan mengandung sisipan tipis - tipis batugamping lumpuran yang
mengandung foraminifera berumur Eosen Akhir hingga Miosen Awal Ransiki
(Pieters drr, dalam pencetakan).
c. Ranah Leher Burung
Ranah Leher Burung adalah bagian dari Komplek Mawi (PKm), satuan yang
mencangkup beberapa jenis endapan yang tercampur secara tektonik; ketiadaan
fosil, tidak memungkinkan menasabahkannya (mengkorelasikannya) dengan

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

formasi yang sudah mapan. Batuan dalam satuan ini mirip dengan batuan Formasi
Tipuma dan kelompok kembelangan, dan boleh jadi Formasi Aiduna yang
berumur perem sebagaimana ditentukan batasanya di Waghete oleh Pigram dan
Panggabean (1983, dalam penerbitan).singkapan kelompok kembelangan (JKk)
yang tak seberapa kuat tercenangga dan terpetakan di Ransiki terdiri dari batuan
endapan dan fosil yang menunjukkan pengendapan dilingkungan laut dangkal.
Fosilnya berumur Jura Tengah sampai Kapur Akhir, dan rumpang yang nyata
terentang antara Jura Akhir dan Kapur Awal.
Foraminifera memarakkan bagian Batugamping Imskin (Kti) yang terjadi di
lingkungan laut terbuka yang berumur Kapur Paling Atas sampai Eosen Tengah
dengan bagian yang Miosen Bawah sampai Tengah, yang menindih kelompak
kembelangan. Runtunan yang lebih tua itu umumnya teriuk (tercenangga) lebih
kuat dan setempat memperlihatkan belahan. Satuan ini tertindih oleh Formasi
Klasafet (Tmk) yang berumur Miosen Tengah Miosen Atas, yang fosil
runtungan dan bahan longsoran asal-daratan didalamnya menunjukan asalnya
yang bersumber dari batuan malihan derajat - rendah dan endapan dengan batuan
gunugapi.
d. Sistem Sesar Ransiki
Sistim Sesar Ransiki meliputi bancu (RFx) yang tersusun dari bermacam
macam batuan endapan dan batuan beku. Kecuran silika gampingan, batugamping
dan batuan gunungapi bersusunan mafik sampai menengah membentuk masa
dasar dan juga kepingan tektonik; kepingan batuan pindahan meliputi sedimen
malih, granitoid, diorit, batuan gunungapi gabro dan piroksenit terserpenunkan,
sebagian besar berasal dari mandala geologi yang berdampilan. Umur
pengendapan batuan endapan gampingan itu mungkin terbatas sampai Miosen,
dan fosil apapun yang lebih tua berhubungan dengan kepingan pindahan.
Batugamping terumbu dan kecuran kasar Formasi Wai (TQw) dan endapan
kecuran Formasi Befoor (TQb) terdapan disamping sistem sesar itu, dan boleh
jadi juga menindih beberapa diantara ruas sesar itu.
e. Cekungan Bintuni

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

Cekungan bintuni terisi sebagian besar oleh Formasi Steenkool (TQs,


TQss,TQsm) yang berumur Miosen Paling Akhir sampai Plistosen yang tersusun
oleh klastikat delta dan paralas yang bersentuhan secara berangsur dengan
Formasi Klasafet dibawanya menuju kearah tengah cekungan. Keterdapatan
lapisan tipis - tipis lignit yang pertama, atau perubahan fauna mikro, menandai
batas antara kedua formasi tersebut. Kearah tepi utara dan timur,setuhannya tidak
selaras, dan Formasi Steenkool itu menumpang tindih Formasi yang lebih tua
Bongkah Kemum dan Ranah leher Burung. Formasi Steenkool tertindih tak
selaras oleh batupasir tusuawai (Qpt) darat yang berumur Plistosen.

3. Struktur Dan Ketektonikan Geologi Regional


a. Bongkah Kemum
Di Manokwari Bongkah Kemum dibagian utara dibatasi oleh Sistem Sesar
Sorong dan di bagian timur dibatasi oleh Sistem Sesar Ransiki. Sedimen malih
Formasi Kemum umumnya miring sedang hingga terjal dan teriuk menjadi lipatan
ketat hingga isoklin yang disertai dengan pembelahan bidang sumbu. Di tempat
yang diamati, ukuran lipatan itu mulai dari beberapa sentimeter hingga beberapa
meter. Pada jarak beberapa kilometer dari Sistem Sesar Sorong dan Ransiki, arah
perlapisan dan perdaunan utama yang menonjol di barat Sungai Warjori, adalah
kearah utara dan makin ke timur, pada arah baratlaut. Setempat berkembang
belahan lipatan sekunder. Periukan itu disertai oleh permalihan dayagni
(dynamothermal metamorphisme) sewilayah derajat - rendah hingga ke lajur
biotit, dan setelah itu tertimpa oleh tahap pemalihan tekanan rendah dan atau
pemalihan suhu tinggi yang membangkitkan porfiroblas biotit berarah acakan dan
setempat andalusit.
Formasi Kemum diterobos oleh Granodiorit Wariki yang masuk setelah tahap
periukan dan pemalihan sewilayah, atau boleh jadi secara bersama - sama dengan
tahap kedua Pemalihan. Urat granit, aplit dan pegmatit mengikuti lapisan yang
terlipat dan/atau memotongnya. Sentuhannya dengan batuan terobosan yang lebih
besar umumnya tak selaras. Batuan tubuh terobosan yang lebih besar umumnya
untuk sebagian terhablurkan kembali dan mengandung kanta dan batang

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

lompokan kuarsa sekunder dan daunan tak teratur biotit sekunder yang
menyebabkan perdaunan kasar. Umur isotop K-Ar mineral primer dan sekunder
secara kasar masuk dalam rentang waktu yang sama, yang memberi kesan
penghabluran kembali dan periukan pada tahap akhir magma.
Batuan Formasi Kemum terpotong oleh banyak retakan yang miring sedang
hingga tegak, terutama dibagian utara sampai baratlaut dan timurlaut. Kebanyakan
retakan itu terbentuk selama pengangkatan di Kepala Burung bagian utara selama
Pliosen dan Kuarter. Pada arah Sistem Sesar Sorong dan Ransiki sedimen malih
dan batuan bak - granit berangsur-angsur makin banyak retakannya, terabak,
terubah, terhablurkan kembali dan setempat termilonitkan. Arah struktur
utamanya sejajar dengan struktur sesar itu. Rabakan dan retakan yang membentuk
pataan yang rumit itu, dan sesar berbalik, sesar naik, sesar turun dan sesar geserjurus telah dipetakan. Setempat, lipatan - seret berhubungan dengan persesaran,
peruratan rumit (terutama kuarsa) dan pirit sekunder terdapat dimana - mana.
Kebanyakan tubuh bak - granit bentuknya memanjang dengan sentuhan yang
berbatasan dengan sesar juga sejajar dengan arah persesaran.
b. Bongkah Arfak,
Bongkah Arfak terdampil terhadap Bongkah Kemum sepanjang Sistem Sesar
Sorong dan boleh jadi berlanjut ke utara dibawah Cekungan Manokwari dan
Dataran Arfak. Batas antara Bongkah Arfak dan Bongkah Tamrau untuk
sementara diletakkan disepanjang kelurusan yang melebar ganjil, berarah
baratlaut memotong Dataran Arfak dan tinggian gaya berat yang melingkar
segaris. Satuan yang bawah, Batuan Gunungapi Arfak tersingkap hanya didaerah
kecil di Manokwari, tetapi di Ransiki bagian utara batuan gunungapi itu miring
antara 15 ke timurlaut dan timur. Di dekat dan disepanjang Sistem Sesar Ransiki,
Batuan Gunungapi Arfak teriuk oleh perabakan dan peretakan dan juga terubah
kuat serta penuh urat.
Batugamping Maruni tersingkap ditiga pematang yang memanjang pada arah
barat laut yang sebagian hingga seluruhnya dibatasi oleh sesar dan boleh jadi
bersesuaian dengan bangunan antiklin. Di tempat

sesar itu dapat dipetakan,

batugamping tadi terbreksikan dan terabak kuat - kuat.

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

c.

Mandala Leher Burung

Di sebelah tenggara, Mandala Leher Burung yang tersingkap jauh lebih luas
di selatanya Stengkol dan Kaimana, terdampil pada Bongkahan Kemum. Batas
antara kedua mandala itu secara topografi tidak tampak jelas, tetapi seperti di
tafsirkan

dari

ketaksinambungan

yang

nyata

dari

satuhan

satuhan

litostratigrafinya, gaya ketektonikan dan perubahan tajam dari pola gaya beratnya
yang disertai kelandaian yang tercuram sebagai mana diamati PPGIJ di Irian Jaya.
Di barat, Mandala Leher Burung bersentuan sesar dengan dan terpaju oleh
Cekungan Bintuni.
Mandala Leher Burung ini berupa lajur berbentuk bulang sabit lipatan dan
sesaran rumit yang mencangkup bagian yang lebih besar Leher Burung yang
terbentang dari teluk etna (Kaimana) diselatan sampai Peg. Misumna (ransiki) di
utara.Di Ransiki, Mandala Leher Burung terbagi menjadi empat daerah struktur
yang lebih kurang berarah utara selatan.
c. Sistem Sesar Ransiki
Sistem Sesar Ransiki adalah suatu ketaksinambungan struktur utama yang
berarah utara baratlaut, selebar 100 m sampai 3 km, yang memisahkan Bongkah
Kemum dari Bongka Arfak. Kearah utara di Manokwari, sistem itu bersambung
dengan sistem sesar sorong yang bearah timur barat, melintasi pangsa sesar
melengkung. Kelanjutannya keselatan dilepas pantai dianggap memang benar
mengikuti gawir topografi bawah laut yang sejajar dengan kontur anomaly
bouguer.
Sistem Sesar Ransiki secara topografi dinyatakan oleh lembah garis sesar S.
Ransiki dan S. Prafi. Di bagianya yang lebar, sesar ini terbentuk dari beberapa
utas dengan pola jalin jalin yang membatasi bancuh (RFx) yang penuh retakan
terabak kuat dan tercerminkan. Banyak tempat batas timur sistem sesar itu di
tandai oleh tubuh lir retas yang curam sampai hampir tegak, menyaping kanjang
terdiri dari diorite dan gabro yang terabak disegala arah. Disepajang batas bagian

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

barat, batuan endapan mali Formasi Kemum ternyata tak sebarapa banyak
tercenangga
Di bagian ilir sungai Ransiki, sistem sesar itu melingkungi tubuh Formasi Wai
yang terungkit dan terbatasi sesar, yang bagian dalamnya pengaruh gaya tektonik.
Bahkan lebih jauh kehilir disepanjang S. Ransiki, Formasi Befoor terdapat baik
dalam sistem sesar itu maupun diluarnya, lapisannya umumnya agak terungkit,
dan setempat terpotong oleh rajutan sistem sesar tersebut.
Jejak sistem Ransiki yang lurus, gemaris hinga jalin jemalin, cenanggaan
dan cermin sesaran mendatar yang kuat batuan yang berumur Miosen Akhir dalam
jalur sesar itu, dan rana sangat berbeda beda yang bertampilan memper kesan
adanya gerakan geser menjurus yang sangat besar selama Miosen Akhir dan
Pliosen. Kehadiran penggalan dan bongkaan batuan tercenangga kuat disepajang
Sistem Sesar Ransiki dan Sorong yang senasabah dengan Ranah Leher Burung
memperkesan adanya perpindahan menyamping - kiri kiri kiri 100 an km
walaupun demikian, kedudukan kelandaian anomaly bouguel utama memberi
kesan bahwa rantau yang utama Bongkah Kemum dan Bongkah Arfak terdapat di
barat tampakan permukaan Sistem Sesar Ransiki (lihat Geofisiki). Cerak ini dapat
diterangkan dengan mengangap bahwa Bongkah Kemum tersesarkan arah timur
melalui Bongkah Arfak.gerak selama Kwarter boleh jadi kebanyakan turun wajar
bila sistem sesar itu giat kembali sebagai akibat pengangkatan berpunggung
Kepala Burung bagian utara. Mungkin pula pada waktu itu Sistem Sesar Ransiki
dan Sorong bersambungan.
d. Cekungan Bintuni
Cekungan Bintuni menempati bagian baratdaya dan tengah Ransiki, tetapi
berlanjut ke barat dan selatan melewati batas lembar ini, batasnya secara kira
kira ditentukan oleh pigram drr (1983). Perkembangannya berlangsung sezaman
dengan lulunya dan kemudian terangkatnya Bongkah Kemum, Ranah Leher
Burung dan Bongkah Arfak pada waktu Miosen Akhir sampai Kuarter.
Batas utara Cekungan Bintuni masa kini terdapat di Ransiki, dan ditentukan
oleh lentik (kuesta) Kepala Burung bagian tengah di utara Ranah Leher Burung di
timur lautnya (pigram drr., 1983) Pembentukan cekungan itu mungkin dimulai

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

pada Miosen Akhir, sebagaimana ditunjukan oleh masuknya aliran bahan


rombakan asal darat ke dalam endapan yang lebih muda Formasi Klasafet.
Walaupun demikian, sebagian besar bahan klastika itu diendapankan selama
Pliosen dan Plistosen.
Penyigian dengan kegempaan kewilayahan baru baru ini dan data sumur
penjajakan minyak selatan Ransiki (Collins & Qureshi, 1977), ditunjukan bahwa
cekungan bintuni jelas jelas senjang; kedalam sampai alas batugamping
bertambah terus menurus kearah tepi timur cekungan yang ketebalan batuan
kecuraannya (klastikanya) mencapai 4000-an m (di FAKFAK).
Batuan endapan Cekungan Bintuni tercenanggan menjadi jalur lipatan berarah
barat barat laut dari kaki lentikan (Kuesta) Kepala Burung bagian tengah di hulu
sungai Aimau (Taminabuan) sampai di hulu Teluk Bintuni (Steenkool) karena
arah jalur lipatan itu agak mirin terhadap jurus lentik Kepala Burung bagian
tengah yang lebih kearah barat, daerah ini antara kedua struktur itu di tempati oleh
lentukan Sinklin hingga Monoklin yang terus menerus melebar kea rah timur.
Jalur lipatan itu dibatasi dengan tajam, dan lebarnya tidak lebih dari 25 km;
yang tampak dilapangan ialah lalangasu dan pegunungan Homoklin. Lipatan itu
dapat diikuti sepanjang jurus sejauh beberapa kilometer sampai puluhan
kilometre; panjang gelombang antara 5 12 an km. Antiklinnya umumnya agak
senjang dengan sayap utaranya miring landai (15) dan yang selatan lebih curam
sampai 30, tetapi setempat sekitar 60, seperti didekat Tomo. Sumbu lipatannya
melengkung atau agak berbelok belok dan mempunyai puncak bunbungan
setempat.
Pada penyaliran bagian barat S. Muturi, ada struktur Sinklin yang
menjerambai mengikuti jurus berarah timurlaut dari jalur lipatan itu ke timurlaut.
Sinklin ini menunjam ke baratdaya, dan juga senjang dengan sayap tenggara
sangat curam sampai agak tegak dan sayap utara miring landai. Ke arah utara,
sinklin itu beralih menjadi lentukan Sinklin sampai Monoklin diantara lentik
Kepala Burung bagian tengah dan jalur lipatan tadi. Jerambaian Sinklin itu di
timur dibatasi oleh Ranah Leher Burung disepajang jalur sesar yang rumit, yang

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

telah menimbulkan pencuraman berlebih dan perlipatan batuan endapan Formasi


Klasafet dan Steenkool.
Ada sistem retakan yang rumit menyayat strukur lipatan itu; didalamnya
tercakup sesar memanjang yang kebanyakan disepanjang sayap selatan Antiklin
yang lebih curam dan sesar melintang ada sesar geser jurus berarah timurlaut
yang menonjol langsung di barat sumur SE Wasian telah memindahkan beberapa
sumbu lipatan pada arah medatar.

Daftar Pustaka
M S, Munir. Moch. H, 1996, Geologi dan Mineralogi Tanah, PT. Dunia Pustaka
Jaya, Jakarta.
Robinson. G. P, Ratman. N, dan Pieters. R. J, 1990, Geologi lembar Ransiki,
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Nawipa, http://demimaki.wordpress.com/ geologipapua/
Sukandarrumidi, Geologi Sejarah, Universitas Gadjah Mada, gugmpress,
Yogyakarta 2010

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

oleh : Demianus Nawipa, Geologi IST Akprind Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai