Oleh:
Firza Fatchya
G99141117
Pembimbing :
dr. Amru Sungkar, Sp. B. Sp.BP-RE
KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
BAB I
STATUS PASIEN
A.
ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama
: Tn. S
Umur
: 43 tahun
No RM
: 0132098
MRS
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
6. Riwayat kebiasaan
Nutrisi
Olahraga
Merokok
Primary Survey
a. Airway
: bebas, collar brace (+)
b. Breathing
: spontan, frekuensi pernafasan 24 x/menit
Inspeksi
: pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri, krepitasi (-)
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
c. Circulation : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88x/menit, CRT<2 detik
d. Disability
: GCS E4V5M6, reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/
3mm), lateralisasi (-/-)
e. Exposure
: suhu 36,5C, Jejas (+) lihat status lokalis
2.
Secondary Survey
a. Keadaan umum
b. Kepala
c. Mata
h. Thorak
i.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
j. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor.
Auskultasi
k. Abdomen
Inspeksi
: distended (-)
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
l. Genitourinaria
: BAK normal, BAK darah (-), BAK nanah (-), nyeri BAK
(-).
m. Muskuloskletal
n. Ekstremitas
Akral dingin
Motorik
Oedema
Status Lokalis:
1. Regio Facial
I : Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra
Skinloss septum nasi
ASSESSMENT I
Suspek fraktur condyle mandibula sinistra
Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra
Skinloss septum nasi
C.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PLANNING I
O2 2 lpm
Pasang infus NaCl 0,9% 20 tpm
Injeksi Metamizole 1 gram/8 jam
Injeksi Ranitidine 50 mg/12 jam
Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam
Cek laboratorium darah
CT-Scan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil pemeriksaan laboratorium (18 November 2015)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin
17,4
g/dl
14.0 17.5
Hematokrit
39,4
33 45
Leukosit
4,4
ribu/ul
4.5 14.5
Trombosit
95
ribu/ul
150 450
Eritrosit
4,40
ribu/ul
4.50 5.90
Golongan darah
HBsAg
Non reactive
Non reactive
Hemostasis
PT
14,5
menit
1-3
APTT
36,1
Menit
3-7
INR
1.200
ELEKTROLIT
Natrium darah
138
mmol/L
136 - 145
Kalium darah
3.7
mmol/L
3.3 5.1
Chlorida darah
106
mmol/L
98 106
E.
ASSESSMENT II
Fraktur maxilla sinistra
Eksoriasi regio frontal dextra dan region infra orbita dextra
Skinloss septum nasi
F.
PLANNING II
Repair vulnus
ORIF elektif
G. PROGNOSIS
a. Ad vitam
: bonam
b. Ad sanam
: bonam
c. Ad fungsionam
: bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur maxilla dapat disebabkan oleh trauma atau karena proses patologis.
1) Traumatic fracture
Fraktur yangdisebabkan oleh pukulan pada:
perkelahian
kecelakaan
tembakan
2) Pathologic fracture
Fraktur yang disebabkan oleh keadaan patologis dimana tulang dalam keadaan sakit,
tulang tipis atau lemah, sehingga bila ada trauma ringan seperti berbicara, makan dan
mengunyah dapat terjadi fraktur.
Terjadi karena :
a) Penyakit tulang setempat
o Kista
o Tumor tulang jinak atau ganas
o Keadaan dimana resorpsi tulang sangat besar sekali sehingga dengan
atau tanpa trauma dapat terjadi fraktur, misalnya pada osteomielitis
b) Penyakit umum yang mengenai tulang sehingga tulang mudah patah.
o Osteomalacia
o Osteoporosis
o Atrofi tulang secara umum
A. Klasifikasi Fraktur
1. Single fracture
Fraktur dengan satu garis fraktur
2. Multiple fracture
Terdapat dua atau lebih garis fraktur yang tidak berhubungan satu sarna lain
Unilateral = jika kedua garis fraktur terletak pada satu sisi
Bilateral = jika 1 garis fraktur pada 1 sisi dan garis fraktur lain pada sisi lain.
3. Communited fracture
Tulang hancur atau remuk menjadi beberapa fragmen keci 1 atau berkeping-keping,
misalnya symphis mandibularis dan di daerah anterior maxila.
4. Complicated fracture
Terjadi suatu dislokasi/displacement dari tulang sehingga mengakibatkan kerusakan
tulang-tulang yang berdekatan, gigi, dan jaringan lunak yang berdekatan
5. Complete fracture
Tulang patah semua secara lengkap menjadi 2 bagian atau lebih.
6. Incomplete fracture
Tulang tidak patah sarna sekali, tetapi hanya retak juga penyatuan tulang tidak
terganggu. Dalam keadaan seperti ini lakukan dengan bandage dan rahang
diistirahatkan 1-3 minggu.
7. Depressed fracture
Bagian tulang yang fraktur masuk ke dalam suatu rongga. Sering pada fraktur
maxilla yaitu pada permukaan fasial dimana fraktur tulang terdorong masuk ke
sinus maxillaris.
8. Impacted fracture
Dimana fraktur yang 1 didorong masuk ke fragmen tulang lain. Sering pada tulang
zygomaticus.
B. Pembagian Area Fraktur Pada rahang
1. Rahang Atas Maxilla (Killey)
- Dento alveolar fraktur
- Le Fort I
- Le Fort II
- Le Fort III
Geiala klinik
Extra oral :
o Pembengkakan pada muka disertai vulnus laceratum
o Deformitas pada muka, muka terlihat asimetris
o Hematoma atau echymosis pada daerah yang terkena fraktur, kadang-kadang
terdapat infraorbital echymosis dan subconjunctival echymosis
o Penderita tidak dapat menutup mulut karena gigi posterior rahang atas dan
rahang bawah telah kontak lebih dulu.
Intra oral :
o Echymosis pacta mucobucal rahang atas
o Vulnus laceratum, pembengkakan gingiva, kadang-kadang disertai goyangnya
gigi dan lepasnya gigi.
o Perdarahan yang berasal dari gingiva yang luka atau gigi yang luka, gigi
fraktur atau lepas.
o Open bite maloklusi sehingga penderita sukar mengunyah
3. Le Fort II :
Garis fraktur meliputi tulang maxillaris, nasalis, lacrimalis, ethmoid,
sphenoid dan sering tulang vomer dan septum nasalis terkena juga.
Gejala klinik
Extra oral :
o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung, pada daerah tersebut terasa sakit.
o Dari samping muka terlihat rata karena adanya deformitas hidung.
o Bilateral circum echymosis, subconjunctival echymosis.
o Perdarahan dari hi dung yang disertai cairan cerebrospinal.
Intra oral
o Mulut sukar dibuka dan rahang bawah sulit digerakkan ke depan
o Adanya maloklusi open bite sehingga penderita sukar mengunyah.
o Palatum mole sering jatuh ke belakang sehingga dorsum lidah tertekan
sehingga timbul kesukaran bernafas.
o Terdapatnya kelainan gigi berupa fraktur, avultio,luxatio.
o Pada palpasi, seluruh bagian rahang atas dapat digerakkan, pada bagian hidung
terasa adanya step atau bagian yang tajam dan terasa sakit.
4. Le Fort III
Fraktur ini membentuk garis fraktur yang meliputi tulang-tulang nasalis,
maxillaris, orbita, ethmoid, sphenoid dan zygomaticus arch. Sepertiga bagian
tengah muka terdesak ke belakang sehingga terlihat muka rata yang disebut "Dish
Shape Face". Displacement ini selalu disebabkan karena tarikan ke arah belakang
dari M.pterygoideus dimana otot ini melekat pda sayap terbesar tulang sphenoid
dan tuberositas maxillary.
Geiala klinik
Extra oral :
o Pembengkakan hebat pada muka dan hidung
o Perdarahan pada palatum, pharinx, sinus maxillaris, hidung dan telinga.
o Terdapat bilateral circum echymosis dan subconjunctival echymosis.
o Pergerakan bola mata terbatas dan terdapat kelainan N.opticus dan saraf
motoris dari mata yang menyebabkan diplopia, kebutaan dan paralisis bola
mata yang temporer.
o Deformitas hidung sehingga mata terlihat rata.
o Adanya cerebrospinal rhinorrhoea dan umumnya bercampur darah
o paralisis N.Fasialis yang sifatnya temporer atau permanen yang menyebabkan
Bells Palsy.
Intra oral :
o Mulut terbuka lebih lebar karena keadaan open bite yang berat.
o Rahang atas dapat lebih mudah digerakkan
o Palpasi lunak
o Rasa nyeri
o Epistaksis, perdarahan hidung disebabkan karena cedera, tersobeknya selaput
lendir antral oleh depresi fraktur zygomatic dengan perdarahan lebih lanjut ke
antrum melalui ostium maxilla ke rongga hidung.
o Rasa baal di bawah mata, rasa terbakar dan paraesthesia
o Perdarahan di daerah konjungtiva
o Gangguan penglihatan diplopia, kabur.
D. Pemeriksaaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi digunakan untuk menunjang diagnosa. Untuk menegakkan
diagnosa yang tepat sebaiknya digunakan beberapa posisi pengambilan foto, karena
tulang muka kedudukannya sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan kita
untuk melihatnya dari satu posisi saja.
Pemeriksaan Ro Foto untuk fraktur maxilla antara lain :
1. PA position
2. Waters position
3. Lateral position
4. Occipito Mental Projection
5. Zygomaticus
6. Panoramic
7. Occlusal view dari maxilla
8. Intra oral dental
Pemeriksaan radiologi Fraktur Le Fort meliputi Foto Polos Cranium 3 posisi : AP,
Lateral
Fraktur Le fort II
E. Perawatan Fraktur
Perawatan fraktur ditujukan pada penempatan ujung tulang yang fraktur pada
hubungan yang benar sehingga ujung tulang tersebut bersentuhan dan dipertahankan
pada posisi tersebut sampai penyembuhan terjadi.
Reposisi/reduksi fraktur ada 2 cara :
1) Close reduction
Banyak terdapat cara reposisi. Cara yang mudah adalah reposisi tertutup
yaitu manipulasi tulang dengan tarikan yang dilakukan di bawah kulit yang
intact sampai fraktur berada pada posisi yang benar. fraktur yang dapat
dilakukan reposisi tertutup, bila garis fraktur simpe1, posisi cukup baik dan
terjadinya fraktur masih baru
a) Reduksi yang dilakukan pada fraktur dengan cara manipulasi. Cara ini dilakukan
pada fraktur yang masih baru dan mudah dikembalikan pada tempat semula.
Caranya :
Kita raba permukaan tulang yang patah melalui intra dan ekstra oral,
lalu kita perhatikan oklusinya. Setelah kawat fiksasi dipasang, baru
reduksi dikerjakan yaitu dengan manipulasi bagian-bagian tulang yang
patah itu sampai kedudukannya seperti semula.
b) Reduksi dengan tarikan
Yang paling sering dipakai yaitu intermaxillary traction yaitu
penarikan rahang bawah dan rahang atas. Cara ini dilakukan bila
displacement sukar dimanipulasi pada tempat-tempat yang diinginkan
yang mungkin oleh karena adanya spasmus otot dan fraktur yang
sudah lama sehingga terjadi malunion yang sukar dikembalikan ke
keadaan semula.
2) Open reduction (dengan cara operasi)
Cara ini dipakai jika reduksi tertutup tidak dapat dikerjakan, lebih sering
dikerjakan untuk fiksasi dari pada untuk reduksi fraktur.
F. Fiksasi dan Immobilisasi
Pada fraktur yang dilakukan reposisi tertutup ketika tulang rahang dan gigi
sudah terletak pada posisi yang tepat, maka dapat dipertahankan dengan menggunakan
kawat Arch Bar, membebat gigi, pita elastic atau kawat yang menghubungkan
mandibula dan maksila. Fiksasi dapat dilakukan langsung pada gigi atau otot-otot
sekitar rahang, sehingga dapat dibagi menjadi :
1) Indirect dental fixation
Patah akar gigi yang kurang dari 1/3 apikal dapat dicoba dipertahankan.
3) Gigi yang dislokasi
- Ro foto dalam keadaan reposisi dan fiksasi
- Bila gigi terlepas, diadakan pengisian seluruh akar secara retrograd atau
konvensional dan diadakan replantasi. Biasanya gigi ini dapat bertahan
beberapa tahun meskipun akhirnya terjadi ankilosis dan resorpsi.
4) Fraktur tulang alveolar
Bila sebagian tulang alveolar terlepas sarna sekali dari mukoperiosteum, sebaiknya diangkat. Bila masih melekat dapat direposisi
dan fiksasi.
Maxilla yang mengalami fraktur ditahan Plaster of Paris Head Cap dengan
bantuan bar penghubung (connecting bar), cap splint, dan extention rodnya.
Maxilla yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomaxillary fixa
tion. Bi la mandibu1a yang dihubungkan dengan head cap disebut Craniomandibula fixation.
Selain itu dapat diperkuat dengan menambahkan transbucal check wire. Bila
cap splint pada gigi ge1igi tidak dapat dibuat dapat diganti dengan Arch Bar
pada maxilla dan mandibula dan disatukan dengan IMF. Arch bar mandibula
perlu diperkuat dengan circumferential wiring pada 3/3 dan dihubungkan
dengan head cap melalui transbuccal check wire.
Head cap dapat diganti dengan haloframe yang mempunyai fungsi sarna
dengan head cap tetapi jauh lebih stabile Frame ditempatkan di sekitar
cranium dengan 4 buah paku.
Supraorbital pins adalah pilihan lain dari head cap. Dua buah pin di
tempatkan pada supraorbital ridge kanan dan kiri. Kedua pin ini dihubungkan
dengan sebuah bar yang melengkung. Bar ini kemudian dihubungkan dengan
perantaraan suatu connecting bar lurus dengan extension rod dari alat-alat
fiksasi pada rahang.
mengalami cedera yang berada di a tas garis fraktur. Kawa t suspensi ini
dihubungkan dengan kawat fiksasi/arch bar pada mandibula. Untuk
memperkuat arch bar mandibula terhadap tarikan kawat suspensi,
dianjurkan pemakaian circumferential wiring pada 3/3. Dengan demikian
maksila terj epi t di antara mandibula dan bagian tulang muka yang
stabil.
Teknik suspensi dengan kawat ini dapat berupa :
a) Circumzygomatic
Kawat penggantung/penahan melalui atau meliputi arcus
zygomaticus
b) Zygomatic-mandibula
Kawat melalui lubang pada tulang zygoma
c) Inferior orbital border-mandibula
Kawat melalui lubang pada lower orbital rim
d) Fronto-mandibular
Kawat melalui lubang pada zygomatic processus pada tulang
frontal
e) Pyriform fossa mandibular
Kawat me1alui lubang pada fossa pyriformis. Ini hanya untuk
perawatan Le Fort I dan sangat kurang stabil.
f) Nasal septum-mandibular
Fiksasi ini sangat tidak stabil
Pada beberapa keadaan, suspensi langsung terhadap maksila dapat
dilakukan yaitu apabila artikulasi gigi geligi yang tepat tidak mutlak
diperlukan , misalnya pada :
a) Salah satu rahang tidak bergigi
b) Immobilisasi mandibula tidak diperlukan
c) Suatu keadaan dimana immobilisasi mandibula merupakan
kontraindikasi, misalnya pada obstruksi nasal yang berat.
H. Lamanya fiksasi
Yang dimaksud dengan sembuh yaitu tidak terdapatnya mobilitas pada daerah fraktur
bila dilakukan manipulasi dengan tangan.
- RA (maksila) 4 minggu
- RB (mandibula) 5-9 minggu
- Fracture condyle 2 minggu
Mengingat cepatnya penyembuhan fraktur dipengaruhi banyak faktor, misalnya
hebatnya fraktur, keadaan umum penderita, gizi penderita, ketrampilan operator dan
berbagai faktor lokal, maka sebelum dilakukan pembukaan alat-alat fiksasi,
diperlukan suatu pengamatan lebih dulu terhadap penyembuhan fraktur tersebut.
I. Perawatan Pasca bedah
A) Perawatan segera setelah operasi
Setelah operasi dengan narkose, ahli anestesi akan mengangkat endotrakeal
tube, bila reflek batuk sudah pulih. Bila keadaan jalan nafas penderita
mengkhawatirkan, nasopharingeal tube dapat dipertahankan sampai 24 jam, ini
dapat kita diskusikan dengan ahli anestesi.
Alat penyedot dan alat pemotong kawat harus selalu tersedia bilamana
diperlukan. Seharusnya seorang perawat yang berpengalaman mengawasi di
sisi pasien sampai pasien sadar betul.
B) Antibiotika dan analgetik
Pemberian antibiotik sangat perlu sekali bagi setiap fraktur rahang, apalagi
setelah dilakukan tindakan reposisi dan fiksasi. Pemberian dalam bentuk
kapsul atau tablet adalah sulit karena adanya IMF.
Obat dalam bentuk cairan lebih baik bagi penderi ta. Pemberian secara
parenteralpum dapat dilakukan.
Bila fiksasi baik analgetik biasanya tidak mutlak diberikan.
C) Pemberian makanan
Makanan umumnya dalam bentuk cairan atau setengah cairan.
Makan dapat diberikan melalui celah yang ada antara gigi atau pada fossa
retromolar.
D) Kebersihan mulut
Pembersihan gigi dan kawat fiksasi adalah sangat penting untuk mengurangi
terjadinya infeksi.
E) Pemberian vitamin A, D, B compleks, mineral Ca, fosfat.
J. Komplikasi Fraktur Rahang
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya komplikasi fraktur:
1) Besarnya trauma yang terjadi
Bila trauma yang terjadi begitu besar sehingga selain kerusakan tulang juga
terjadi kerusakan jaringan.
2) Daerah fraktur yang terbuka
Pada fraktur kemungkinan terjadi sebagian daerah fraktur yang terbuka, yang
memudahkan terjadinya infeksi. Dengan adanya infeksi kemungkinan terjadinya
kerusakan jaringan makin lebih besar.
3) Fraktur tidak dirawat atau perawatan yang tidak sempurna.
Pada fraktur yang tidak dirawat dapat terjadi komplikasi seperti malunion,
delayed union dan keadaan yang lebih berat. Demikian juga pada perawatan
yang tidak sempurna, keadaan yang lebih berat dapat terjadi dengan timbulnya
infeksi akibat komplikasi yang terjadi dan ini berpengaruh pada penyembuhan
yang diharapkan.
4) Keadaan gigi-geligi
Keadaan gigi yang kurang baik seperti anatomi gigi, posisi gigi yang kurang
baik dan adanya gigi yang gangren dapat mernpermudah tirnbulnya komplikasi
bila terjadi fraktur di regio tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Akoglu E et al.2011.Heading the ball: a case of a Le Fort II fracture in a football
Match. BMJ Case Reports.
Bali R et al .2012.A comprehensive study on maxillofacial trauma
conducted in Yamunanagar, India. Ivresearch.
Ballon A, Ling, Lelke, Sader, Landes CA.2009. Complex facial trauma with combined
surgical and orthodontic rehabilitation. Dept. of Oral and Maxillofacial and Plastic
Facial Surgery University Medical Centre Frankfurt.
Chalya et al. 2011. Etiological spectrum, injury characteristics and treatment outcome of
maxillofacial injuries in a Tanzanian teaching hospital. BMC.
Cole P, Kaufman Y, Hollier LH.2009.Managing the Pediatric Facial Fracture. Thieme
Medical Publishers.
Dang N P et al.2014.Etiology, distribution, treatment modalities
and complications of maxillofacial fractures. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
Dufresne CR, Manson PN.2011.Pediatric Craniofacial Trauma: Challenging
Pediatric CasesCraniofacial Trauma.Thieme Medical Publishers.
Ebenezer V, Balakrishnan R, Padmanabhan A .2014.Management Of Lefort Fractures.
Biomedical & Pharmacology Journal.
Gonzlez CC et al.2014. Epidemiology of pediatric facial trauma in Chile:
A retrospective study of 7,617 cases in 3 years. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.
Wheeler J, Phillips J.2011. Pediatric Facial Fractures and Potential Long-Term Growth
Disturbances. Thieme Medical Publishers.