Risda Yulianti-Fkik
Risda Yulianti-Fkik
SKRIPSI
RISDA YULIANTI
109102000013
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
(S.Far)
RISDA YULIANTI
109102000013
iii
iv
ABSTRAK
Nama
Program studi
Judul
:
:
:
Risda Yulianti
Farmasi
STANDARDISASI EKSTRAK ETANOL DAUN
ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd)
vi
ABSTRACT
Name
Program study
Title
: Risda Yulianti
: Pharmacy
: THE STANDARDIZATION OF ETHANOL
EXTRACT OF ANGSANA LEAVES (Pterocarpus
indicus Willd)
vii
KATA PENGANTAR
penelitian
dan
penulisan
skripsi
dengan
judul
viii
7. Kedua orang tua, Ayahanda H. Cucu Ruswandi dan Ibunda tercinta Hj.
Ening yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tiada henti,
serta dukungan kepada ananda baik moril maupun materil. Kepada kakaku
Ervan Ruswandi, Nurliana dan adik-adikku Dian dan Alwi serta saudarasaudaraku yang telah banyak menghibur dan memberikan doa serta
semangat hingga penulis dapat menyelsaikan skripsi ini.
8. Sahabat penulis Liza, Dina yang telah banyak membantu penulis dalam
suka dan duka. Mila, Mutia, Caca, Widya, Ziah yang selama 4 tahun telah
menjadi sahabat-sahabat yang paling baik.
9. Sahabat tercinta Aida, Siska, Eca, Elih, yang selalu mendengarkan keluhan
dengan sabar selama penelitian.
10. Teman seperjuangan penelitian Neneng, Rani dan Irsyad atas kerjasama
selama penelitian dan tema-teman seperjuangan farmasi angkatan 2009
khusunya PHENOL, yang sama-sama berjuang selama 4 tahun untuk
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang lebih
baik kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran dalam
penelitian ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penulis
ix
: Risda yulianti
NIM
: 109102000013
Program Studi
: Farmasi
Fakultas
Jenis Karya
: Skripsi
(Risda Yulianti)
DAFTAR ISI
Halaman
i
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiii
xiv
xv
1
1
3
3
3
4
4
4
5
5
5
6
7
7
8
8
8
10
10
10
11
11
11
12
12
13
15
15
xi
Halaman
17
18
19
21
21
21
21
21
21
22
22
31
31
31
31
31
32
32
33
34
41
41
41
42
LAMPIRAN .............................................................................................
46
xii
23
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
xiii
Halaman
5
18
36
46
46
46
46
46
46
46
46
47
47
47
47
47
47
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel L.6
Tabel L.7
Tabel L.8
Tabel L.9
Tabel L.10
Tabel L.11
Tabel L.12
Tabel L.13
Tabel L.14
Tabel L.15
xiv
Halaman
17
25
26
27
28
60
62
64
66
68
70
71
73
74
75
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Alat-alat penelitian ................................................................
49
Lampiran 2 Bahan-bahan penelitian .........................................................
50
Lampiran 3 Hasil Determinasi Tumbuhan ...............................................
51
Lampiran 4 Hasil Pengujian AAS P.Indicus Yogyakarta ........................
52
Lampiran 5 Hasil Pengujian AAS P.Indicus Bogor ..................................
53
Lampiran 6 Hasil Pengujian AAS P.Indicus Tangsel ...............................
54
Lampiran 7 Hasil Cemaran Mikroba ........................................................
55
Lampiran 8 Hasil Cemaran Kapang/Khamir ............................................
56
Lampiran 9 Alur Penelitian ......................................................................
57
Lampiran 10 Perhitungan Rendemen Ekstrak .............................................
58
Lampiran 11 Perhitungan Senyawa larut air ..............................................
59
Lampiran 12 Perhitungan senyawa larut etanol .........................................
60
Lampiran 13 Perhitungan Kadar air ............................................................
58
Lampiran 14 Perhitungan Susut pengeringan ............................................
59
Lampiran 15 Perhitungan Kadar Abu ........................................................
60
Lampiran 16 Perhitungan Kadar abu tidak larut asam ................................
58
Lampiran 17 Perhitungan Bobot jenis ........................................................
59
Lampiran 18 Perhitungan Cemaran Mikroba .............................................
60
Lampiran 19 Perhitungan Cemaran Kapang/Khamir ..................................
58
Lampiran 20 Perhitungan Kadar total Flavonoid .......................................
59
Lampiran 21 Perhitungan Cemaran logam berat ........................................
59
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di
dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat
ini, tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya, namun hanya kurang
dari 300 tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku industri farmasi
secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari aspek botani
sistematik tumbuhan dengan baik. World Health Organization (WHO) pada tahun
2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem
pengobatan
tradisional
yang
mayoritas
melibatkan
tumbuhan
untuk
menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat
herbal untuk mendukung kesehatan mereka (Saifudin, et al., 2011).
Tumbuhan obat Indonesia atau saat ini lebih dikenal dengan nama obat
bahan alam Indonesia, telah semakin banyak dimanfaatkan baik sebagai obat
tradisional Indonesia (jamu), obat herbal terstandar ataupun fitofarmaka. Obat
tradisional atau jamu telah diakui keberadaannya sejak zaman dahulu baik di
Indonesia maupun negara-negara lainnya dan sampai sekarang tetap dimanfaatkan
dan bahkan cenderung meningkat.
Tumbuhan obat di Indonesia digunakan untuk meningkatkan kesehatan
(promotif), memulihkan kesehatan (rehabilitatif), pencegahan penyakit (preventif)
dan penyembuhan (kuratif). Namun eksistensinya belum dapat disetarakan dengan
pelayanan pengobatan modern dengan menggunakan obat kimia, karena memang
belum seluruhnya teruji keamanan dan manfaatnya (BPOM, 2005). Untuk itu
perlu dilakukan penelitian berkesinambungan terkait efek farmakologi, toksisitas,
farmakokinetik zat berkhasiat, penetapan mutu dan keamanan bahan baku ekstrak
yang di gunakan di dalam penunjang kesehatan (Saifudin, et al., 2011).
Obat herbal terstandar merupakan obat bahan alam yang telah
distandardisasi dan terbukti khasiatnya melalui pra klinik. Pterocarpus indicus
Willd merupakan salah satu tanaman yang belum menjadi obat herbal terstandar,
maka p.indicus perlu ditetapkan standar mutu dan keamanannya.
1
memiliki mutu yang terukur, mampu mendukung derajat kesehatan dan terjamin
keamanan serta terbebas dari bahan dan mikroba berbahaya.
1.3 TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan standardisasi berdasarkan
beberapa parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol daun Pterocarpus
indicus sehingga menjamin bahwa simplisia tersebut mempunyai mutu dan nilai
parameter yang terstandar.
1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan data
awal standardisasi yang dapat di jadikan acuan lanjut pada tahap pengembangan
obat herbal terstandar (OHT).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TANAMAN ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.)
Pterocarpus indicus memiliki tempat asli yang membentang dari Selatan
Burma melalui Semenanjung Thailand, Vietnam, Malaysia, Sumatera, Jawa Barat,
Borneo, Filipina, Kepulauan Sunda, Maluku, Papua, Kepulauan Andaman India,
Kepulauan Solomon, dan Carolina (Rojo, 1977). Pohon itu secara luas tersebar di
habitat hutan yang asli (John K, 1979).
Pterocarpus indicus adalah pohon deciduous (berumah dua), biasanya
tumbuh 25-35 m tingginya (82-115 kaki). Tumbuh di bawah kondisi terbuka,
diameter kanopi ini mirip dengan ketinggian pohon. Memiliki distribusi alam
yang sangat luas di tenggara dan asia timur yang membentang ke arah timur ke
utara dan barat daya pasifik. pohon Ini dapat ditemukan dalam berbagai tanaman
masyarakat tetapi mencapai perkembangan terbaik di sungai, tropis, dan hutan
sekunder, termasuk yang dekat dengan pantai dan tepi air pasang. Pterocarpus
indicus banyak ditanam untuk tujuan hias di daerah tropis (Thomson, 2006).
Pterocarpus indicus dibagi ke dalam dua spesies: P.indicus forma
P.indicus Willd. dan P.indicus forma echinatus. Dibedakan oleh duri di bagian
benih-bantalan buah yang kedua. Bentuk berduri yang bijinya tumbuh di Pulau
Luzon di Filipina dan mungkin Kepulauan Celebes, Ambon, Andora, Wetar, dan
Kisar (Rojo, 1977).
2.2.1
Klasifikasi Tumbuhan
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Fabales
Famili
: Fabaceae
Sub Famili
: Papilionoideae
Genus
: Pterocarpus
Spesies
2.2.2
Nama Daerah
Tanaman angsana (Pterocarpus indicus Willd) memiliki berbagai nama
2.2.3
Morfologi
Pterocarpus indicus Willd merupakan jenis tanaman pohon deciduous
(berumah dua) yang tumbuh dengan ketinggian 30-40 m dengan diameter batang
hingga lebih dari 2 meter. Biasanya bentuk pohon jelek, pendek dan berbanir.
Kayu mengeluarkan eksudat merah gelap yang disebut kino atau darah naga.
Daun majemuk dengan 5 11 anak daun, berbulu. Bunga dengan panjang 6 13
cm di ujung. Bunga berkelamin ganda, berwarna kuning cerah dan harum
(Joker, 2002).
Daun (folium) merupakan salah satu organ tumbuhan yang penting dan
terdapat dalam jumlah besar pada suatu tanaman. Bentuk daun biasanya tipis
melebar, kaya akan suatu zat warna hijau yang disebut klorofil (Tjitrosoepomo,
1996). Bentuk daun yang tipis melebar dengan posisi daun pada batang yang
menghadap ke atas selaras yang berperan penting pada saat peristiwa fotosintesis,
transpirasi, dan respirasi bagi tumbuhan.
Daun penumpu berbentuk lanset, panjang 1-2 cm. daun berseling. Anakan
daun 5-13, berbentuk bulat telur, memanjang, meruncing mengkilat. Tandan
bunga di bagian ujung dan duduk di ketiak, sedikit atau tidak bercabang, berambut
coklat, berbunga banyak dan panjang berukuran 7-11 cm, anak tangkai 0,5 1,5
cm, bunga sangat harum (Tjitrosoepomo, 1996).
Buah berbentuk Polong tidak merekah tebungkus sayap besar (samara).
Berbentuk bulat, coklat muda, diameter 4 6 cm, dengan sayap besar berukuran
1 2,5 cm yang mengelilingi tempat biji berdiameter 2 3 cm dan tebal 5 8
mm. Permukaan tempat biji bervariasi dari yang halus pada forma indicus sampai
yang tertutup oleh bulu lebat pada forma echinatus. Bentuk antara juga
ditemukan. Biji: panjang 6 8 mm, berbentuk seperti buncis dengan testa
berwarna coklat kertas (Joker, 2002).
2.2.4
Kandungan Kimia
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini menunjukkan tes
positif terhadap fenol, flavonoid, saponin, triterpenoid dan tannin (junanto, et al.,
2008). Mengandung protein, lemak, serat, kalsium, kalium, dan tembaga
(Fatimah, 2004).
2.2.5
kegunaan obat tradisional, terutama dari ekstrak kulit kayu. Di beberapa daerah
kulit kayu diparut kemudian direbus dan diambil cairan dan digunakan secara oral
untuk mengobati disentri dan diare. Di Papua nugini kulit kayu digunakan untuk
mengobati TBC, sakit kepala, dan luka, dan sebagai pencahar. Di Malaysia sari
akar telah digunakan untuk mengobati luka sifilis dan ulkus mulut. Di Indonesia
daun muda telah digunakan dalam pengobatan bisul, dan ruam biang keringat.
Dalam beberapa tahun terakhir, teh herbal dan pil yang terbuat dari Narra extrakta
telah dipopulerkan di Filipina untuk mengobati berbagai penyakit termasuk lepra,
nyeri haid, flu, rheumatoid arthritis, dan diabetes (Thomson, 2006).
2.3 SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia
hewani, dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan
adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan
cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia
murni (Depkes RI, 2000).
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan dari tumbuhan
liar (wild crop) memiliki kandungan kimia yang tidak terjamin selalu konstan
karena adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi (umur) panen, serta
proses pasca panen dan preparasi akhir. Variasi kandungan senyawa dalam
produk hasil panen tumbuhan obat disebabkan oleh beberapa aspek sebagai
berikut (Depkes RI, 2000) :
1) Genetik (bibit)
2) Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3) Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh)
4) Panen (waktu dan pasca panen)
2.4 EKSTRAKSI
2.4.1
Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Pengetahuan mengenai
golongan senyawa aktif yang dikandung dalam simplisia akan mempermudah
proses pemilihan pelarutan dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000).
Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zat-zat yang terkandung dalam
suatu campuran. Ekstraksi merupakan proses yang secara selektif mengambil zat
terlarut dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi pelarut
menggunakan prinsip kelarutan. Prinsip kelarutan adalah like dissolve like, yaitu
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan
melarutkan senyawa nonpolar (Harborne, 1987).
2.4.2
Metode Ekstraksi
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi
antara tahap perkolasi sebenarnya (penetesan / penampungan ekstrak), terus
menerus sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
( Depkes RI, 2000).
2. Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40 - 50o C ( Depkes RI, 2000).
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (9698oC) selama waktu tertentu ( 15- 20 menit) ( Depkes RI, 2000).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 oC) dan
temperatur sampai titik didih air ( Depkes RI, 2000).
10
2.5 EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sedikit mungkin terkena panas (Farmakope
Indonesia, 1995). Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental
dan ekstrak kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya
kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%.
Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).
2.6 STANDARDISASI
Standardisasi adalah rangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran
yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, dalam
artian memenuhi syarat standard (kimia, biologi, farmasi), termasuk jaminan
(batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya (Depkes, 2000).
Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan efikasi yang
terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen. Standardisasi
obat herbal meliputi dua aspek :
1. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa
yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia
yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap
senyawa aktif.
2. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi
dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
misalnya kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain.
2.6.1
bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga
11
tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan dari standardisasi adalah
menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi
melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis
kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat
(Saefudin, et al., 2011).
2.6.2
sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia agar memberikan
respon biologis berupa parameter-parameter klinik perbaikan dari kondisi
patologis yang terkait dengan penyakit tertentu. Untuk itu semua aspek dituntut
terdesain dan di kontrol dengan baik (Saefudin, et al., 2011).
Respon uji klinik sangat ditentukan oleh keajegan (konsistensi) dosis. Jika
jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten maka interpretasinya menjadi bias
dan justru merugikan. Di sinilah peran besar standardisasi untuk menjaga
senyawa-senyawa aktif selalu konsisten terukur antar perlakuan. Jadi penentuan
dosis senyawa marker untuk uji klinik ekstrak atau obat herbal sangatlah
fundamental (Saifudin, et al., 2011).
2.6.3
2.6.4
produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara
swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural
12
2.7.1
aspek kuantitatif kadar senyawa kima yang bertanggung jawab langsung terhadap
aktivitas farmakologis tertentu. Parameter spesifik ekstrak meliputi :
1. Identitas (parameter identitas ekstrak) meliputi : deskripsi tata nama, nama
ekstrak (generik, dagang, paten), nama lain tumbuhan (sistematika botani),
bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun dsb) dan nama
Indonesia tumbuhan.
2. Organoleptis : Parameter organoleptik ekstrak meliputi penggunaan panca
indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa guna pengenalan awal
yang sederhana se-objektif mungkin.
3. Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu : melarutkan ekstrak dengan
pelarut (alkohol/air) untuk ditentukan jumlah larutan yang identik dengan
jumlah senyawa kandungan secara gravimetrik. Dalam hal tertentu dapat
diukur
senyawa
terlarut
dalam
pelarut
lain
misalnya
heksana,
13
instrumental
dapat
dilakukan
penetapan
kadar
2.7.2
14
2, Kadar air
Kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan,
dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara titrasi, destilasi atau gravimetrik.
Adapun tujuan menentukan kadar air untuk memberikan batasan minimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
3. Kadar abu
Kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral
dan anorganik. Tujuan menentukan kadar abu untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak.
4. Sisa pelarut
Sisa pelarut adalah menentukan kandungan sisa pelarut tertentu (yang
memang ditambahkan). Untuk ekstrak cair berarti kandungan pelarutnya,
misalnya kadar alkohol. Adapun tujuan menentukan sisa pelarut untuk
memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang
memang seharusnya tidak boleh ada. Sedangkan untuk ekstrak cair menunjukkan
jumlah pelarut (alkohol) sesuai dengan yang ditetapkan.
5. Cemaran logam berat
Cemaran logam berat adalah menentukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atom yang lebih valid. Adapun tujuan uji cemaran logam
berat untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu (As, Pb, Cd) melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik)
bagi kesehatan.
6.
Cemaran mikroba
Cemaran mikroba adalah menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang
patogen secara analisis mikrobiologis. Adapun tujuan dari uji cemaran mikroba
untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak boleh mengandung mikroba
patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas yang
ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi
kesehatan.
15
7. Cemaran kapang/khamir
Cemaran kapang/khamir adalah menentukan adanya jamur secara
mikrobiologis. Adapun uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak (Depkes, 2000).
2.8 KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan
distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan
fase gerak. Fase diam dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan dan
fase gerak berupa cairan atau gas (Estien yazid, 2005).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: (Gandjar, et al., 2007)
a. Kromatografi adsorbsi
b. Kromatografi partisi
c. Kromatografi pasangan ion
d. Kromatografi penukar ion
e. Kromatografi eksklusi ukuran
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas:
(Gandjar, et al., 2007)
a. Kromatografi kertas
b. Kromatografi lapis tipis
c. KromatografiCair Kinerja Tinggi (KCKT), dan
d. Kromatografi Gas
2.8.1
kolom yang mana fase diamnya diisikan atau di kemas di dalamnya, pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
16
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat
alumunium, atau pelat plastik. (Gandjar, et al., 2007).
17
2.9 SPEKTROFOTOMETRI
Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan
spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer
dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
sebagai
fungsi
dari
panjang
gelombang.
Spektrofotometer
merupakan
suatu
metode
analisis
kuantitatif
yang
Gambar 2. Skema Umum Komponen pada Alat SSA (sumber: Haswel, 1991)
19
2.9.2
Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
20
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2 BAHAN
3.2.1
TANAMAN
Tanaman yang diteliti adalah Pterocarpus indicus Willd yang diperoleh
dari tiga tempat tumbuh yang berbeda, yaitu Tangerang selatan dari daerah
Puspitek , Bogor dari kelurahan Mekarwangi Tanah Sereal dan Yogyakarta dari
daerah Tirtomartani Kalasan Sleman. Masing-masing Tanaman yang diambil
berumur 6 tahun. Bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dari
tanaman tersebut yang sudah tua.
3.2.2
BAHAN KIMIA
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol 70%,
3.3 ALAT
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, hot
plate, corong, gelas ukur, botol timbang, batang pengaduk, piknometer, timbangan
analitik, cawan petri, labu titrasi, oven, krus silikat, alat destilasi, pipet tetes,
21
22
23
dilakukan dengan cara sortasi basah untuk memisahkan kotoran atau bahanbahan asing lainnya dari daun. Kemudian dilakukan pencucian untuk
menghilangkan pengotor yang masih menempel pada bahan. Tahap
selanjutnya adalah pengeringan, sampel dikeringkan dalam oven pada suhu
45oC selama 24 jam. Kemudian dilakukan sortasi kering, tujuannya untuk
menghilangkan pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal
pada simplisia kering, kemudian dilakukan penggilingan untuk mendapatkan
serbuk simplisia.
c. Pembuatan Ekstrak
Serbuk simplisia P.indicus Willd yang diperoleh ditimbang sebagai
bobot awal. Proses ekstraksi simplisia angsana menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 70% hingga terendam dalam wadah tertutup rapat
selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan sampai hasil larutan maserasi
mendekati tidak berwarna. Filtrat yang didapat kemudian disatukan dan
dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 60oC sampai didapat
ekstrak kental.
3.4.2
24
desikator
kemudian
ditimbang.
Ulangi
perlakuan
sampai
100%
kemudian
ditimbang.
Ulangi
perlakuan
sampai
100%
merah
atau
ungu
menunjukkan
kandungan
25
triterpenoid
pada
sampel
sedangkan
warna
hijau
senyawa flavonoid
Identifikasi saponin
Ekstrak etanol pekat sebanyak 1 gram dilarutkan
dengan 100 mL air panas dan didihkan selama 10 menit.
Sebanyak 5 mL, filtrat yang diperoleh dikocok. Timbulnya
busa hingga selang waktu 10 menit menunjukkan adanya
saponin.
Identifikasi tanin
Ekstrak etanol sebanyak 1gram dilarutkan dengan
100 mL air panas dan didihkan selama 10 menit.
Ditambahkan beberapa tetes FeCl3. Terbentuknya warna
biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya
tannin
Identifikasi kuinon
Ekstrak etanol pekat sebanyak 1 gram dilarutkan
dengan 100 mL air panas dan didihkan selama 10 menit.
Sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan NaOH 10% warna
merah yang terbentuk menunjukkan terdapatnya senyawa
kuinon
Identifikasi alkaloid
Ekstrak etanol pekat sampel sebanyak 1 gram
ditambahkan 10 mL kloroform dan 3 tetes amoniak dalam
tabung reaksi. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan
dengan H2SO4 2 M dan dimasukkan ke dalam 2 buah
26
2) Kurva kalibrasi
Pembuatan kurva kalibrasi dilakukan dengan pembanding
kuersetin
27
mL aquadest
100%
28
3. Bobot jenis
Bobot jenis diukur menggunakan piknometer bersih, kering dan
telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air
pada suhu 25C. Bobot jenis ekstrak cair ditentukan terhadap hasil
yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air,
dalam piknometer pada suhu 25C.
Bobot jenis =
BJ air
100%
100%
29
pipet
yang
berbeda
dan
steril
untuk
tiap
pipet
yang
berbeda
dan
steril
untuk
tiap
30
tersebar
secara
merata
pada
media.
Kemudian
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tangsel
Berat (g)
Simplisia yang
ditimbang
1000 gram
157 gram
15,7 %
Bogor
437 gram
43 gram
8,8 %
Yogyakarta
664 gram
71 gram
10,6 %
Asal simplisia
Berat ekstrak
yang diperoleh (g)
Rendemen (%)
31
32
Ekstrak etanol
Simplisia
Tangsel
Bogor Yogyakarta Yogyakarta
Alkaloid
Meyer
Dragendrof
Flavonoid
Saponin
Tannin
Kuinon
Steroid
Triterpenoid
Ket
Terdapat endapan
putih
Terdapat endapan
merah bata
Terbentuk warna
pada lapisan atas amil
alkohol
Terbentuk busa yang
stabil
Terbentuk warna biru
tua atau biru
kehitaman
Terbentuk warna
merah
Tidak terbentuk
warna hijau atau biru
Terbentuk warna
merah
Tangsel
Ekstrak etanol daun
angsana
Bogor
Ekstrak etanol daun
angsana
Yogyakarta
Ekstrak etanol daun
angsana
Pterocarpus indicus
Willd.
Daun
Ekstrak kental
Hijau coklat
kehitaman
Pahit
Tidak khas dan bau
lemah
Hijau coklat
kehitaman
Pahit
Tidak khas dan bau
lemah
Ekstrak kental
Hijau coklat
kehitaman
Pahit
Tidak khas dan bau
lemah
33
Persyaratan
Rentang nilai
(%)
22,882 0,411 24,437 3,982
13,624 1,206 15,374 0,715
3,888 % 0,0014,020 % 0,007
5-30% (1)
-
1,021 g/mL
0,011
1,008 g/mL
0,002
60*
130*
45*
1,8 x10-5
mg/kg
2,388 x10
mg/kg
-3
0,208 x10
As
1,009 g/mL
0,000
-3
Pb
Persyaratan
g/kg
1,1 x10-5
mg/kg
2,1 x10-5
mg/kg
2,709 x10-3
mg/kg
3,357 x10-3
mg/kg
0,566 x10
g/kg
-3
0,956 x10
g/kg
Rentang nilai
(%)
15,852 1,576
-33,367 2,843
13,843 3,59120,595 2,133
5,514 0,565 7,631 1,532
0,058 0,039 1,486 0,246
1,008 g/mL
0,002 -1,021
g/mL 0,011
60* - 130*
0 - 45*
mg/kg
-3
g/kg
34
4.2
PEMBAHASAN
Penelitian standardisasi ekstrak etanol daun Pterocarpus indicus dilakukan
sebagai upaya untuk menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak, atau produk
ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih
dahulu (Depkes RI, 2000).
Standardisasi ekstrak etanol daun Pterocarpus indicus ini diperoleh dari
tiga tempat tumbuh yang berbeda yaitu Tangerang Selatan dari daerah Puspitek ,
Bogor dari kelurahan Mekarwangi tanah sereal dan Yogyakarta dari daerah
Tirtomartani Kalasan Sleman. Hasil determinasi dari ketiga tempat tumbuh
menjelaskan identitas tanaman adalah daun Pterocarpus indicus Willd.
Pada penelitian ini digunakan sampel berupa daun dari P.indicus. Daun
yang digunakan bertujuan agar pelarut lebih mudah berpenetrasi, sehingga zat-zat
yang terdapat pada daun lebih mudah terekstraksi. Metode yang digunakan dalam
ekstraksi adalah maserasi, maserasi sampel dilakukan dengan menggunakan
pelarut etanol, karena sifat etanol mampu melarutkan hampir semua zat, baik yang
bersifat polar, semi polar dan non polar serta kemampuannya untuk
mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim, sehingga mencegah
terjadinya proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne, 1987). Etanol yang digunakan
adalah etanol 70%.
Setelah dimaserasi filtrat etanol dikentalkan dengan menggunakan vacuum
rotary evaporator untuk menguapkan pelarut (Harbone, 1987). Dari hasil
maserasi ini P.indicus Tangsel diperoleh rendemen ekstrak sebanyak 15,7 %,
sedangkan P.indicus Bogor 8,8 %, dan P.indicus Yogyakarta 10,6%.
Hasil
produk
ekstrak
mempunyai
nilai
parameter
yang
konstan
35
(Depkes RI, 2000). Dalam penentuan nilai standardisasi diperlukan acuan yang
menandakan bahwa ekstrak tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Pada ekstrak daun P.indicus belum terdapat acuan standardisasi resmi terbitan
Departemen Kesehatan maupun sumber lain sehingga sebagai acuan peneliti
menggunakan persyaratan ekstrak secara umum. Semua hasil parameter uji
masing-masing ekstrak etanol diambil nilai terendah dan tertinggi untuk dijadikan
sebagai nilai rentang parameter uji.
Pengujian parameter spesifik meliputi identitas, organoleptik senyawa
terlarut dalam pelarut tertentu (air dan etanol), dan uji kandungan kimia ekstrak
yang meliputi pola kromatogram dan kadar kandungan kimia tertentu .
Identitas ekstrak bertujuan untuk memberikan identitas obyektif dari nama
dan spesifik dari senyawa, sedangkan organoleptik ekstrak bertujuan sebagai
pengenalan awal menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk,
warna, bau dan rasa (Depkes RI, 2000). Ekstrak yang diperoleh berupa ekstrak
kental, berwarna hijau cokelat hingga kehitaman, bau lemah dan tidak khas serta
rasanya pahit.
Pada pengujian kadar senyawa yang larut dalam air diperoleh rentang
antara 22,882 % 0,411 - 24,437% 3,982 dan kadar senyawa yang larut dalam
etanol diperoleh kadar antara 13,624 % 1,206 - 15,374% 0,715. Ini menunjukan
ekstrak lebih banyak terlarut dalam air dibandingkan dalam etanol. Penetapan
kadar ekstrak larut air dan larut etanol bertujuan untuk memperkirakan kadar
senyawa aktif berdasarkan sifat polaritas. Penetapan kadar ekstrak larut air dan
etanol bukanlah hal yang terkait efek farmakologis namun adalah perkiraan kasar
senyawa-senyawa yang bersifat polar (larut air) dan senyawa aktif yang bersifat
semipolar-nonpolar (larut etanol) (Saifudin, et al., 2011).
Pada penapisan fitokimia, dilakukan terhadap ekstrak kental dan simplisia.
Dari hasil yang diperoleh menunjukan tes positif terhadap alkaloid, flavonoid,
saponin, tannin, triterpenoid dan kuinon. Flavonoid merupakan kelompok
senyawa fenol terbesar di alam. Senyawa ini adalah senyawa zat warna yang
terjadi secara alami dan terdistribusi secara luas (Harborne, et al., 1987). Hasil
skrining fitokimia daun P.indicus Tangsel, Bogor dan Yogyakarta terlihat tajam
terhadap flavonoid. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, saponin
36
merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa akibatnya saponin akan
menurunkan tegangan permukaan, dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas
membran, sehingga saponin ini dapat digunakan sebagai antibakteri, hasil skrining
fitokimia daun P.indicus yang terlihat tajam pada saponin adalah P.indicus
Yogyakarta dibandingkan Tangsel dan Bogor.
Pengujian kandungan kimia ekstrak bertujuan untuk memberikan
gambaran awal komposisi kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram, pola
kromatogram ini menggunakan Kromatografi lapis tipis (KLT).
5
4
2
1
sebelum UV
UV 254
UV 366
sesudah UV dan
disemprot H2SO4
Gambar 3 : foto profil KLT daun P.indicus. fase gerak campuran Heksan : Etil asetat (4:6) dan
fase diam: Silika gel . Keterangan: T= Tangerang Selatan B= Bogor Y= Yogyakarta
RF
P.Indicus Tangsel
P.Indicus Bogor
P.Indicus Yogyakarta
0,33
0,33
0,33
0,43
0,43
0,84
0,86
0,92
0,90
0,92
0,96
0,96
0,96
37
terdeteksi pada pola kromatogram, setelah di semprot dengan H2SO4 terlihat ada 5
bercak, ketiga ekstrak menunjukan pola kromatogram yang hampir sama, namun
berbeda dalam ukuran intensitas. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan
konsentrasi senyawa pada tiap ekstrak. Pengamatan dibawah sinar UV pada
panjang gelombang 366 nm terlihat noda yang tampak berfluoresensi dengan RF1
0,33 terlihat sejajar pada p.indicus Tangsel, p.indicus Bogor dan p.indicus
Yogyakarta, setelah disemprot H2SO4 didapat nilai
Yogya dan p.indicus bogor. Pada bercak selanjutnya terdapat warna kuning
sebelum UV dan di semprot H2SO4 pada p.indicus Yogya dengan nilai RF3 0,86
sedangkan p.indicus bogor dengan nilai RF3 0,84. Pada nilai RF4 0,92 pada yogya
dan tangsel serta 0,90 pada bogor. Pada RF5 0,96 terlihat warna hijau sebelum UV
dan sesudah UV pada panjang gelombang 254.
Uji kandungan kimia ekstrak selanjutnya adalah penetapan kadar
flavonoid total yang bertujuan untuk menetapkan kadar total golongan metabolit
tertentu yang diperkirakan berkontribusi terhadap aktivitas farmakologi.
Penetapan kadar flavonoid total ini menggunakan metode Chang. Standar yang
digunakan dalam penetapan kadar flavonoid ini adalah kuersetin. Kuersetin
digunakan sebagai standar karena sebagian besar kuersetin terdapat di dalam
tumbuhan yang mengandung flavonoid. Penetapan kadar dihitung berdasarkan
persamaan kurva kalibrasi. Persamaan kurva kalibrasi dapat dilihat pada tabel
L.15. Dari hasil penelitian didapat kadar flavonoid total berkisar 3,888 % 0,0014,020 % 0,007.
Kadar air ditetapkan untuk menentukan stabilitas ekstrak dan bentuk
sediaan selanjutnya (Saifudin, et al., 2011). Penentuan kadar air ini digunakan
metode gravimetri, yang pada prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan
dengan pemanasan pada suhu 105oC selama 5 jam. Hasil pengujian kadar air yang
diperoleh 13,843%3,591 - 20,595%2,133. Ekstrak etanol daun P.indicus
merupakan ekstrak kental. Menurut Voigt 1995, range kadar air tergantung
terhadap jenis ekstrak, untuk ekstrak kental 5-30%. Kadar air ini merupakan
parameter non spesifik yang tidak terkait dengan aktivitas farmakologis secara
langsung tetapi mempengaruhi aspek keamanan dan stabilitas ekstrak serta
sediaan yang dihasilkan.
38
39
jumlah bakteri atau jamur penyebab penyakit atau perusak ekstrak sehingga dapat
dicegah keberadaannya (Saifudin, et al.2011).
Hasil cemaran mikroba dari ekstrak etanol P.indicus Tangerang Selatan
dengan media nutrient agar (NA)
Pengenceran 10-1 (g/ml)
40
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Sampel dari P.indicus yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
tiga tempat tumbuh yang berbeda, yaitu Tangerang Selatan, bogor dan
Yogyakarta. Secara organoleptik bentuk
berwarna hijau coklat kehitaman rasa pahit dan bau lemah dan tidak khas.
Kelarutan dalam air antara 22,882 % 0,4119 - 24,437 % 3,9825
sedangkan kelarutan dalam etanol antara 13,624% 1,206
-15,374%
0,715. Kadar air ekstrak didapat sebesar 13,843% 3,591 - 20,595% 2,133,
susut pengeringan antara 15,852 % 1,576 - 33,367% 2,843. Kadar abu
ekstrak antara 5,514% 0,565 - 7,631% 1,532 dan kadar abu tidak larut
asam 0,058% 0,039 - 1,486% 0,246 dan Bobot jenis ekstrak 1,008
0,002-1,0210,011
2. Total cemaran bakteri < 104 koloni/g dan kapang/khamir < 103 koloni/g serta
Uji cemaran logam berat Pb < 10 mg/kg, Cd < 0,3 mg/kg dan As 5 g/kg
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pom RI.
3. Pada penapisan golongan kimia dari ekstrak menunjukan adanya senyawa
alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, kuinon dan triterpenoid.
5.2 Saran
Perlu dilakukannya isolasi ekstrak etanol Pterocarpus indicus agar diperoleh
senyawa marker serta formulasi sediaan yang sesuai.
41
42
DAFTAR PUSTAKA
A. Tenriugi Daeng Pine, Gemini Alam dan Faisal Attami. Standardisasi Mutu
Ekstrak Daun Gedi ( Abelmoschus manihot (L.) Medik) Dan Uji Efek
Antioksidan dengan Metode DPPH.USU Digital Library: Medan
Afafri. Apforgen. Priority Species Information Sheet. Asia Pacific Forest Genetic
Resources Programme.
Ahmad, Najib. (2008). Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Dietil
Eter Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd). Bionature Vol 9. 48-54.
Al Anshori, Jamaludin. (2005). Materi Ajar Spektrometri Serapan Atom.
Universitas Padjajaran : Bandung.
Arfianti, Nurhikmah . (2008). Aktivitas Insulinotropik Ekstrak Etanol Buah
Mahkota Dewa Secara In Vitro. Departemen Kimia Fakultas Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor : Bogor
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Info POM: Standardisasi Ekstrak,
Tumbuhan Obat Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting Dalam
Pengembangan Obat Asli Indonesia. Dirjen Pengawasan Obat dan
Makanan Vol.6, No.4
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2006. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat
Indonesia, Volume II, Badan Pengawas Obat dan Makanan republic
Indonesia, Jakarta.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2008. Info POM. Mutu Keamanan dan
Kemanfaatan Suatu Produk Obat Bahan Alam.. Vol. III/No. 8, ISSN19076606
Badan Standardisasi Nasional. 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam
daging, telur, dan susu, serta olahannya. SNI 2897
Basset, J. 1994. Buku Ajaran Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik edisi 4.
Penerbit : PT. Kalman Media Pustaka.
Chang, C., Yang, M., Wen, H., Chern, J.,(2002). Estimation of Total Flavonoid
Content in Propolis by Two Complementary Methods. Journal of food and
Drug Analysis, Vol. 10, No. 3 178-182
43
44
J.P.
1997.
Pantropic
speciation
of
Pterocarpus
(Leguminosae-
45
46
10
11
Gambar 4
: Rotary evaporator
Gambar 8
: Autoklaf
Gambar 5
: Furnace
Gambar 9
: Desikator
Gambar 6
: Oven
Gambar 10
: AAS
Gambar 7
: Perkolator
Gambar 11
: Spektofotometri UV-Vis
47
12
15
13
14
16
17
Gambar 12
: Ekstrak Tangsel
Gambar 13
: Ekstrak Bogor
Gambar 14
: Ekstrak Yogyakarta
Gambar 15
: Standar Kuersetin
Gambar 16
: Nutrient Agar
Gambar 17
48
49
50
51
LAMPIRAN 3
HASIL DETERMINASI TANAMAN ANGSANA
52
53
Hasil cemaran mikroba dari ekstrak etanol P.indicus Bogor dengan media nutrient
agar (NA)
Pengenceran 10-1 (g/ml)
54
Hasil cemaran mikroba dari ekstrak etanol P.indicus Yogyakarta dengan media
nutrient agar (NA)
Pengenceran 10-1 (g/ml)
55
56
Hasil cemaran kapang / khamir dari ekstrak etanol P.indicus Bogor dengan media
Potato Dextrose Agar (PDA)
Pengenceran 10-1 (g/ml)
57
Hasil cemaran kapang / khamir dari ekstrak etanol P.indicus Yogyakarta dengan
media Potato Dextrose Agar (PDA)
Pengenceran 10-1 (g/ml)
58
Ampas
Filtrat
Parameter spesifik
Analisa KLT
- Identitas ekstrak
- Organoleptik ekstrak
- Senyawa terlarut
tertentu
- Uji kandungan kimia
- Susut pengeringan
- kadar air
- - kadar abu total dan tidak
larut asam
- Bobot jenis
- penentuan total bakteri dan
total kapang
- cemaran logam
Analisa data
59
% rendemen ekstrak =
100 %
= 15,7 %
Bogor
% rendemen ekstrak =
100 %
= 8,8 %
Yogyakarta
% rendemen ekstrak =
=
= 10,6 %
60
Cawan + ekstrak
setelah
pemanasan (g) A1
Bobot ekstrak
awal (B)
% senyawa
terlarut air
34,0672
35,5995
35,6934
1,0600
1,0773
1,0515
22,622 %
22,667 %
23,357 %
22,882 %
0,4119
50,5137
48,5578
36,9991
1,0527
1,0821
1,0387
27,396 %
19,693 %
23,519 %
23,536 %
3,8515
36,3281
36,0616
48,9139
1,0586
1,0329
1,0443
20,857 %
23,729 %
28,727 %
24,4376 %
3,9825
Rata-rata
100%
Tangsel
I
II
III
Rata-rata = 22,882 % 0,4119
61
Bogor
I
II
III
Rata-rata = 23,536 % 3,8515
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 24,4376 % 3,9825
62
Cawan
kosong (g)
Ao
Tangerang Selatan
35,1094
1
36,5626
2
34,6980
3
Bogor
42,3710
1
34,5539
2
35,9365
3
Yogyakarta
34,3175
1
34,0692
2
45,5183
3
Bobot ekstrak
awal (g) B
35,2526
36,7015
34,8528
1,0071
1,0046
1,0181
14,219 %
13,826 %
15,204 %
14,416 %
0,709
42,5308
34,7172
36,0826
1,0011
1,0478
1,0023
15,962 %
15,585 %
14,576 %
15, 374 %
0,715
34,4514
34,2078
45,6715
1,0409
1,0665
1,0202
12,863 %
12,995 %
15,016 %
13,624 %
1,206
% senyawa
terlarut etanol
Rata rata
%
Cawan + ekstrak
setelah pemanasan
(g) A1
100%
Tangsel
I
II
III
Rata-rata = 14,416 % 0,709
63
Bogor
I
II
III
Rearata = 15, 374 % 0,715
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 13,624 % 1,206
64
No
Cawan
kosong (g)
Ao
Cawan +
ekstrak setelah
pemanasan (g)
A1
Bobot
ekstrak awal
(g) A
Bobot ekstrak
setelah
pemanasan
(g) B
% kadar air
Rata rata
%
Tangerang selatan
1
43,4103
44,2134
1,0046
0,8031
20,057 %
34,6130
35,4142
1,0146
0,8012
21,032 %
34,2263
35,1376
1,0450
0,9113
12,794 %
17, 961 %
4,501
Bogor
1
35,8008
36,7025
1,0044
0,9017
10,225 %
34,0012
34,8648
1,0030
0,8636
13,898 %
36,3524
37,2268
1,0587
0,8744
17,408 %
13,843 %
3,591
Yogyakarta
1
43,3845
44,2223
1,0492
0,8378
20,149 %
48,9082
49,7743
1,1236
0,8661
22,917 %
43,3880
44,2555
1,0673
0,8675
18,720 %
Tangsel
20,595 %
2,133
100%
I
II
III
Rata-rata = 17, 961 % 4,501
65
Bogor
I
II
III
Rata-rata = 13,843 % 3,591
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 20,595 % 2,133
66
No
Cawan
kosong (g)
Ao
Cawan +
ekstrak setelah
pemanasan (g)
A1
Bobot
ekstrak
setelah
pemanasan
(g) B
Bobot
ekstrak
awal (g)
A
% susut
pengeringan
Rata rata
%
22, 027 %
0,1526
Tangerang Selatan
1
42,3697
43,1840
1,0457
O,8143
22,128 %
33,8310
34,6222
1,0157
0,7912
22,103 %
35,8185
36,6010
1,0013
0,7825
21,852 %
Bogor
1
36,7623
37,6045
1,0033
0,8422
16,057 %
45,5175
46,3619
1,0156
0,8444
16,857 %
34,0701
34,9409
1,0202
0,8708
14,644 %
15,852 %
1,576
Yogyakarta
1
35,1103
35,8154
1,0709
0,7051
34,158 %
36,1122
36,7786
1,0369
0,6664
35,732 %
34,3196
35,0530
1,0509
0,7334
30,212 %
Tangsel
33,367 %
2,843
100%
I
II
III
Rata-rata = 22, 027 % 0,1526
67
Bogor
I
II
III
Rata-rata = 15,852 % 1,576
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 33,367 % 2,843
68
Cawan + ekstrak
setelah
pemanasan (g) A1
Bobot ekstrak
awal (g) B
% Kadar abu
47,3442
31,9325
34,3011
1,0133
1,0045
1,0394
6,032 %
5,754 %
6,032 %
5, 939 %
0,160
32,4747
33,3261
32,4197
1,0220
1,0275
1,0385
6,174 %
5,148 %
5,247 %
5,514 %
0,565
31,3096
36,9819
37,1611
1,0680
1,1548
1,2710
7,209 %
6,354 %
9,331 %
7,631 %
1,532
Tangsel
Rata rata %
100%
I
II
III
Rata-rata = 5, 939 % 0,160
69
Bogor
I
II
III
Rata-rata = 5,514 % 0,565
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 7,631 % 1,532
70
Cawan
kosong (g)
Ao
No
Tangerang Selatan
33,8310
1
45,5175
2
36,1122
3
Bogor
34,0701
1
34,3196
2
35,8185
3
Yogyakarta
36,7623
1
42,3697
2
35,1103
3
Cawan+ekstrak
Bobot kertas
setelah
saring (g) C pemanasan (g)
A1
% kadar abu
tidak larut
asam
Rata rata
%
1,0133
1,0045
1,0394
0,5673
0,3756
0,5338
33,84121
45,52691
36,12669
0,582 %
0,653 %
1,004 %
0,746 %
0,224 %
1,0220
1,0275
1,0385
0,5646
0,5693
0,5840
34,07515
34,32407
35,82385
0,074 %
0,014 %
0,088 %
0,058 %
0,039 %
1,0680
1,1548
1,2710
0,5636
0,5590
0,5570
36,78448
42,39215
35,12989
1,676 %
1,576 %
1,208 %
1,486 %
0,246 %
Bobot
ekstrak (g)
B
II
III
71
Pikno kosong
(g) Ao
Tangerang Selatan
14,2882
1
17,9781
2
14,2930
3
Bogor
14,2997
1
17,9867
2
14,2929
3
Yogyakarta
14,2897
1
17,9762
2
17,9747
3
Tangsel
Pikno + ekstrak
(g) A1
BJ
(gr/mL)
Rata-rata
24,1400
28,0842
24,1394
24,2366
28,1768
24,2374
1,009
1,009
1,009
1,009
0,000
24,1715
27,8260
24,0502
24,4785
28,0785
24,1349
1,031
1,025
1,008
1,021
0,011 %
24,1330
27,9569
28,0963
24,2156
28,0733
28,1769
1,008
1,011
1,007
1,008
0,011
Bj air
I
II
III
Rata-rata = 1,009 0,000
72
Bogor
I
II
III
Rata-rata = 1,021 0,011 %
Yogyakarta
I
II
III
Rata-rata = 1,008 0,002
73
10
-1
Faktor pengenceran
10-2
Tanggerang Selatan
12
I
II
6
Rata2
Bogor
11
I
II
15
Rata2
Yogyakarta
I
13
II
Rata2
Keterangan
10-3
Hasil
60* koloni/g
130* koloni/g
0 koloni/g
Tangerang Selatan
Perhitungan ALT (koloni/g) =
=
= 60 + 0 + 0
= 60* koloni/g
74
No
10-1
Tangerang Selatan
I
II
Rata2
Bogor
7
I
2
II
4,5
Rata2
Yogyakarta
I
II
Rata2
Faktor pengenceran
10-2
10-3
Hasil
0 koloni/g
45* koloni/g
0 koloni / g
Keterangan
Bogor
Perhitungan ALT (koloni/g) =
=
= 45 + 0 + 0
= 45* koloni/g
75
Konsentrasi (ppm)
0
50
100
150
200
Absorbansi
0.000
0.273
0.536
0.849
1.184
KURVA KALIBRASI
Absorbansi
1.5
y = 0.0059x - 0.0204
R = 0.9986
1
0.5
0
0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (ppm)
Konsentrasi Absorbansi
(ppm)
Tangerang selatan
2,345
2,344
10000
2,362
Bogor
2,355
2,347
10000
2,353
Yogyakarta
2,273
2,273
10000
2,275
Konsentrasi
(ppm)
Kadar total
flavonoid
Rata rata
400,915
400,747
403,796
4,009 %
4,007 %
4,037 %
4,017 %
0,016
402,610
401,254
402,271
4,026 %
4,012 %
4,022 %
4,020 %
0,007
388,711
388,711
389,050
3,887 %
3,887 %
3,890 %
3,888 %
0,001
76
Tangerang Selatan
Bogor
Yogyakarta
77
Konsentrasi (ppb)
Absorbansi
0 ppb
0.0000
5 ppb
0.0262
10 ppb
0.0421
100 ppb
0.4504
Kurva Standar As
Absorbansi
0.6
y = 0.0045x + 0.0003
R = 0.9998
0.4
0.2
0
0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi
= 4,2 g/L
78
Kadar logam =
= 0.208 g / g
= 0.208 x 10-3 g/kg
Bogor
= 11.58 g/L
Kadar logam =
= 0.566 g / g
= 0.566 x 10-3 g/kg
Yogyakarta
= 19.57 g/L
Kadar logam =
= 0.956 g / g
= 0.956 x 10-3 g/kg
79
b. Pb
Dari hasil pengukuran standar Timbal (Pb) didapatkan data sebagai
berikut :
No Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0.00 ppm
0.0000
5 ppm
0.0313
15 ppm
0.0827
30 ppm
0.1576
50 ppm
0.2584
Absorbansi
Kurva Standar Pb
0.4
y = 0.0051x + 0.0036
R = 0.9994
0.2
0
0
10
20
30
40
50
60
Konsentrasi
80
= 2,388 mg / g
= 0,002388 mg / kg
Bogor
Kadar logam =
= 2,709 mg / g
= 0,002709 mg / kg
Yogyakarta
Kadar logam =
= 3,357 mg / g
= 0,003357 mg / kg
c. Cd
Dari hasil pengukuran standar Kadmium (Cd) diadapatkan data
sebagai berikut :
No
Konsentrasi
Absorbansi
0.0000 ppm
0.0000
0.0005 ppm
0.0066
0.0500 ppm
0.1954
0.1000 ppm
0.3414
81
Absorbansi
Kurva Standar Cd
0.4
0.3
0.2
0.1
0
y = 3.4321x + 0.0067
R = 0.9974
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
Konsentrasi
X + 0.0067
= 0,018 mg /g
= 0,000018 mg / kg
82
Bogor
Kadar logam =
= 0,011 mg /g
= 0,000011 mg / kg
Yogyakarta
Kadar logam =
= 0,021 mg /g
= 0,000021 mg / kg