com
8 Adapun isu sosial ekonomi mencakup aspek kebiasaan manusia (terutamamasyarakat sekitar
hutan mangrove) dalam memanfaatkan sumberdaya mangrove.Begitu pula kegiatan industri,
tambak, perikanan tangkap, pembuangan limbah, dansebagainya di sekitar hutan mangrove harus
diidentifikasi dengan baik.
Isu Kelembagaan dan Perangkat Hukum
Di samping lembaga-lembaga lain, Departemen Pertanian dan Kehutanan, sertaDepartemen
Kelautan dan Perikanan, merupakan lembaga yang sangat berkompetendalam pengelolaan
mangrove. Koordinasi antar instansi yang terkait dengan pengelolaan mangrove adalah
mendesak untuk dilakukan saat ini.Aspek perangkat hukum adalah peraturan dan undang-undang
yang terkait dengan pengelolaan mangrove. Sudah cukup banyak undang-undang dan peraturan
yang dibuatoleh pemerintah dan instansi-instansi yang terkait dalam pengelolaan mangrove.
Yangdiperlukan sekarang ini adalah penegakan hukum atas pelanggaran terhadap
perangkathukum tersebut.
Strategi dan Pelaksanaan Rencana
Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utamayang dapat
diterapkan. Kedua konsep tersebut pada dasarnya memberikan legitimasidan pengertian bahwa
mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agardapat tetap lestari. Kedua
kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove danrehabilitasi hutan mangrove (Bengen,
2001). Salah satu cara yang dapat dilakukandalam rangka perlindungan terhadap keberadaan
hutan mangrove adalah denganmenunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan
kawasan konservasi, dansebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai.Dalam
konteks di atas, berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat danfungsinya, status pengelolaan
ekosistem mangrove dengan didasarkan data TatagunaHutan Kesepakatan (Santoso, 2000) terdiri
atas :
Kawasan Lindung (hutan, cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, tamanlaut, taman
hutan raya, cagar biosfir).
www.irwantoshut.com
9 Perlu diingat di sini bahwa wilayah ekosistem mangrove selain terdapat kawasanhutan
mangrove juga terdapat areal/lahan yang bukan kawasan hutan, biasanya statushutan ini dikelola
oleh masyarakat (pemilik lahan) yang dipergunakan untuk budidaya perikanan, pertanian, dan
sebagainya.Saat ini dikembangkan suatu pola pengawasan pengelolaan ekosistem
mangrove partisipatif yang melibatkan masyarakat. Ide ini dikembangkan atas dasar pemikiran b
ahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin harus dilibatkan dalam pengelolaanmangrove
dengan cara diberdayakan, baik kemampuannya (ilmu) maupun ekonominya.Pola pengawasan
pengelolaan ekosistem mangrove yang dikembangkan adalah
pola partisipatif meliputi : komponen yang diawasi, sosialisasi dan transparansi kebijakan,institus
i formal yang mengawasi, para pihak yang terlibat dalam pengawasan,mekanisme pengawasan,
serta insentif dan sanksi (Santoso, 2000).
KESIMPULAN
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan khasyang bernilai
ekologis dan ekonomis.
www.irwantoshut.com
10IUCN - The Word Conservation Union. 1993.
Oil and Gas Exploration and Productionin Mangrove Areas
. IUCN. Gland, Switzerland.Kaswadji, R. 2001.
Keterkaitan Ekosistem Di Dalam Wilayah Pesisir
. Sebagian bahankuliah SPL.727 (Analisis Ekosistem Pesisir dan Laut). Fakultas Perikanan
danKelautan IPB. Bogor, Indonesia.Khazali, M. 1999.
Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat
.Wetland International Indonesia Programme. Bogor, Indonesia.Lawrence, D. 1998.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
. Alih bahasa oleh T. Mack dan S. Anggraeni. The Great Barrier Reef Marine ParkAuthority.
Townsville, Australia. Nybakken, J.W. 1992.
Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis
. Alih bahasa oleh M.Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT.
GramediaPustaka Utama. Jakarta, Indonesia.Santoso, N., H.W. Arifin. 1998.
A. PENDAHULUAN
Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu
lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah
anaerob. Secara ringkas hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai suatu tipe hutan yang
tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)
yang tergenang pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang
terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya
di dalam suatu habitat mangrove.
Hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang paling tinggi. Hutan mangrove dapat
memberikan konstribusi besar terhadap detritus organic yang sangat penting sebagai sumber
energi bagi biota diperairan sekitarnya. Proses dekomposisi daun mangrove menciptakan rantai
makanan detritus yang komplek, sehingga memperkaya produktivitas hewan bentos yang hidup
di dasar perairan. Kehadiran organisme decomposer yang melimpah merupakan
sumbermakanan bagi berbagai jenis larva ikan, udang, dan biota lainnya yang sudah
beradaptasi sebagai pemakan dasar. Detritus yang dihasilkan tidak hanya menjadi dasar bagi
pembentukan rantai makanan di ekosistem mangrove, tetapi juga penting sebagai sumber
makanan dan nutrient bagi biota di perairan pantai yang berada dekat dengan estuaria.
Berdasarkan hasil-hasil studi dibeberapa daerah pantai juga menunjukkan bahwa keberadaan
hutan mangrove sangat memberikan manfaat pada masyarakat pesisir, baik yang didapat
melalui peningkatan hasil tangkapan, perolehan kayu bakau yang mempunyai nilai ekspor
tinggi dan keamanan pantainya.
Wilayah pesisir tersebut merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut, ke arah
darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan masih
dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang serta
perembesan air laut, sedangkan ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi
oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari sungai
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat. Wilayah pesisir adalah daerah
pertemuan antara darat dan laut, dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut,
pasang surut, perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasi yang khas. Wilayah pesisir
juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis
pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu
batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crossshore).
Batas wilayah pesisir kearah laut mencakup bagian atau batas terluar daripada daerah paparan
benua (continental shelf) dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Kerusakan hutan mangrove telah terjadi di Kabupaten Demak hingga saat ini masih terus
terjadi dan kian parah. Kerusakan ini terjadi sebagaian besar karena disebabkan pengelolaan
wilayah pesisir yang kurang tepat. Kondisi ini harus mendapatkan perhatian serius agar
kelestarian hutan mangrove. Berdasarkan kodisi tersebut di atas, maka kajian ini mengambil
kajian studi kasus di wilayah pesisir Kabupaten Demak yakni ingin mengetahui dampak
kebalikannya pendekatan dari atas (top-down approach). Dasar pemikiran atau landasan
berpijak pada pemberdayaan mangrove bagi kesejahteraan masyarakat pesisir berbasis
masyarakat adalah keberlanjutan (sustainability) usaha pemanfaatan dan pelestarian hutan
mangrove, baik ditinjau dari aspek sosial-ekonomi maupun aspek lingkungan hidup, dan
bersifat merakyat (bottom up). Sifat merakyat ini merupakan bentuk implementasi dari
kebutuhan, kemampuan dan kesepakatan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi
lingkungan yang ada. Kegiatan ini bertujuan untuk:
1. Mengembangkan suatu bentuk pengelolaan pesisir terpadu dimana masyarakat menjadi
pelaku utama dalam pemanfaatan lahan mangrove sebagai areal pertambakan secara
berkelanjutan.
2. Menumbuhkan tanggung jawab masyarakat dengan cara meningkatkan kepedulian dan
partisipasi mereka dalam menjaga dan melestarikan sumberdaya alam di lingkungan mereka.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 km, terbentang di 13 desa yaitu desa
Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa
Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang
(Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan
Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas
sekitar 476 Ha.
Beberapa faktor yang menjadi penyumbang terbesar kerusakan ekosistem mangrove di pesisir
Kabupaten Demak adalah: pertambakan, penebangan, reklamasi/ konversi lahan menjadi
pemukiman dan sedimentasi, serta pencemaran lingkungan. Akibat kerusakan mangrove maka
otomatis akan akan mengganggu bahkan merusak kedua ekosisitem lain dan pada akhirnya
menurunkan daya dukung lingkungan terhadap kehidupan manusia karena menurunnya
sumber daya hayati seperti stok ikan, kepiting dan lain-lain. Kerusakan ekosistem ini juga
secara sistemik sebagai salah satu penyebab global warming, dampak yang ditimbulkan
berikutnya adalah :
1. Peningkatan muka air laut sehingga terjadi rob.
2. Rusaknya infrasturktur yang telah dibangun.
3. Terpaan angin yang kencang
4. Biaya pengelolaan kota akan bertambah.
5. Kegiatan sehari hari masyarakat terhenti.
6. Terputusnya sarana penerangan, transportasi dan komunikasi.
7. Abrasi
8. Relokasi
9. Hilangnya mata pencaharian masyarakat sebagai petani tambak akibat rob.
Pemecahan masalah terhadap kerusakan ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Demak
adalah restorasi ekositem mangrove dengan keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola
sumberdaya alam di suatu kawasan. Dasar pemikiran atau landasan berpijak pada
pemberdayaan mangrove bagi kesejahteraan masyarakat pesisir berbasis masyarakat adalah
keberlanjutan (sustainability) usaha pemanfaatan dan pelestarian hutan mangrove, baik
ditinjau dari aspek sosial-ekonomi maupun aspek lingkungan hidup, dan bersifat merakyat
(bottom up).
F. DAFTAR PUSTAKA
Bengen, D. 1999. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. PKSPL.
IPB. Bogor.
Setyawan, A.D. dkk. 2004. Tumbuhan mangrove di Jawa: 2. Restorasi. Biodiversitas 5 (2): 105118.
Oleh :
BUDI SULISTYAWAN
K4A008008