Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Limfoma merupakan keganasan jaringan limfoid dengan karakteristik proliferasi sel-sel


limfoid atau prekursornya. Limfoma berupa tipe keganasan nonepitelial yang paling umum pada
kepala dan leher. Ada dua tipe utama limfoma, yaitu limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma nonHodgkin (LNH). LH biasanya dicirikan dengan penyebaran penyakit yang tersebar ke kelompok
limfonodus yang bersebalahan. Berbeda dengan LH, LNH dapat bermanifestasi ke lokasi
ekstranodal, seperti cincin Waldeyer, kelenjar ludah, dan tiroid selain pada nodal basins kepala
dan leher.1
Sebanyak 85% angka kejadian limfoma adalah tipe LNH dan termasuk dalam lima
keganasan yang paling sering terjadi di Amerika Serikat, selain kanker kulit. Angka kejadian
limfoma berbeda pada tiap ras; orang kulit putih memiliki risiko lebih tinggi bila dibandingkan
dengan orang kulit hitam dan orang Asia-Amerika. Secara umum, angka kejadian LNH sedikit
lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita dengan rasio 1,4:1. Penyakit ini lebih banyak
menyerang orang dewasa, sedangkan kurang dari 10% kasus terjadi pada anak-anak.
LNH disebabkan oleh translokasi kromosom di sel B, sel T, atau sel natural killer (NK)
yang menyebabkan inaktivasi gen tumor suppressor atau aktivasi onkogen. Sebanyak 90% kasus
LNH merupakan limfoma sel B; dua subtipe histologik yang paling banyak adalah limfoma
folikel dan limfoma sel B difusa yang lebih agresif.1
Usia rata-rata sebagian besar subtipe LNH muncul pada usia 50 tahun
ke atas. Tiga puluh tujuh persen kasus low-grade lymphoma terjadi pada
pasien berusia 35-64 tahun, sedangkan sebanyak 16% kasus terjadi pada
pasien dengan usia kurang dari 35 tahun. Low-grade lymphoma sangat
jarang terjadi pada anak-anak.
Massa leher pada pasien dewasa harus dianggap ganas sampai terbukti sebaliknya. Massa
leher yang bersifat metastatis cenderung asimtomatik yang membesar perlahan-lahan. Gejala

yang terkait sering berhubungan dengan massa leher termasuk odinofagia, disfagia, disfonia,
otalgia dan penurunan berat badan.
Penderita keganasan memiliki kualitas hidup yang buruk terutama ketika dihadapkan
dengan stadium akhir. Deteksi dini dan pengobatan kanker kepala dan leher dapat meningkatkan
kualitas hidup dan prognosis yang lebih baik. Metastasis samar dapat terjadi sektar 10-30% pada
kanker kepala dan leher. Metastasis samar harus dideteksi sedini mungkin untuk prognosis yang
lebih baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Leher
2. Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluhpembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri dari
sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan yang
disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher, bawah
ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah putih. Nodus
limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya lainnya yang berada
di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga
ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.
2.1 Fisiologi Sistem limfatik
Sistem limfatik adalah membentengi tubuh terhadap infeksi dan berbagai penyakit,
termasuk kanker. Cairan getah bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik dan membawa
limfosit mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah
bening berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme
yang menyebabkan infeksi, seperti bakteri dan virus.

Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada
sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau
bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri.
Ada dua jenis utama sel limfosit:

Sel T

Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya

dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit
bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T.
Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel B
keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab infeksi
seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi dalam
tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh yang
abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3,4
Sel B mengenali sel dan materi asing (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi
tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri), mereka
memproduksi antibodi, yang kemudian melekat pada permukaan sel asing dan menyebabkan
perusakannya3,7
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang
terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara
abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit
abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening ini
akan membengkak.7
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit
abnormal) juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar
getah bening. Limpa dan sumsum tulang adalah tempat pembentukan
limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering, tetapi pada beberapa
orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak.
Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari
satu bagian tubuh terserang oleh penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Johnson, J.T., C.A. Rosen. 2014. Baileys Head and Neck Surgery:
Otolaryngology Vol.2 Fifth Edition. Wolter Kluwer: Lippincott Wiliams and
Wilkins. Hal. 2032-2036.
2. Reksodiputro, A.H., C. Irawan. 2009. Limfoma Non-Hodgkin (LNH). Dalam: :
Sudoyo, A.W. dkk. (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1251-1253).
Interna Publishing, Palembang, Indonesia.
3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited March 26 th, 2016).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview
4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited March 26 th, 2016). Available
at http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101
5. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi
Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
6. Komite Nasional Penanggulangan Kanker. 2015. Limfoma Non-Hodgkin.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
7. Hoffbrand A.V. 2005. Limfoma maligna. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.
8.

Jakarta: EGC; 185-198

Anda mungkin juga menyukai