Anda di halaman 1dari 7

Nama

NIM
UPBJJ
Jurusan

: Putri Maulidiyah
: 021134447
: Jakarta
: Matematika

TUGAS 1
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Anda sudah mempelajari materi Pendidikan Agama Islam baik melalui BMP (modul 1, 2 dan
3) maupun Tuton (inisiasi 1, 2 dan 3) Coba Anda jelaskan fenomena aktualisasi nilai-nilai
demokrasi dan HAM dilihat dari konsep demokrasi dan HAM menurut ajaran Islam!
Rambu-rambu: Ekspose aib (kesalahan) seseorang melalui media.
Jawab :

Konsep Demokrasi Menurut Ajaran Islam


Demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara
historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respon terhadap pemerintahan otoriter
yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui
sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik
yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak
asasi manusia.
Prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dan lain-lain terdapat juga
dalam Islam. Beberapa ayat Al Quran mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga,
praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis.
Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan
serta penghormatan hak-hak asasi manusia.
Sekarang ini demokrasi bukan semata-mata soal kekuasaan, melainkan juga masalah
nilai-nilai, perjuangan untuk kebebasan dan jalan hidup yang lebih baik. Demokrasi bukan
sekedar metode kekuasaan mayoritas untuk menentukan jabatan-jabatan publik, melainkan
lebih dari itu, demokrasi juga menyangkut nilai-nilai universal yang terangkum dalam HAM.
Karena itu demokrasi tidak hanya dipahami sebagai semata-mata institusi formal, melainkan
juga nilai-nilai yang dipraktikkan dalam kehidupan sosial politik sehari-hari.
Dengan demikian, jelas bahwa tujuan paling hakiki dari sistem demokrasi adalah
membentuk sebuah sistem yang apresiatif terhadap dasar-dasar manusia sebagai makhluk, baik

individu maupun anggota kelompok sosial, yang berdaulat dan bermartabat. Demokrasi baik
sebagai nilai-nilai maupun sebagai manifestasi dalam bentuk institusi formal akan mencegah
munculnya system dictator dan otoriter yang menghancurkan individu dan masyarakat.
Demokrasi sebagai sistem politik yang menempatkan kedaulatan rakyat sebagai
sentrum utama sistem pengambilan keputusan publik suatu negara, merupakan sistem yang
melembagakan kebebasan manusia dan menjamin hak-hak dasar mereka untuk mewujudkan
kemaslahatan umum.
Jika demokrasi dengan sistem pengambilan keputusan diserahkan kepada rakyat demi
kepentingan bersama dengan menjamin eksistensi hak-hak dasar manusia, maka demokrasi
tidak ada masalah dengan Islam. Demokrasi kompatibel dengan Islam.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, dalam konteks berbangsa dan bernegara,
tujuan pokoknya tidak lain adalah menyelenggarakan kebaikan dan mencegah keburukan
dengan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai dasar kemanusiaan.
Nilai-nilai demokrasi yang bisa digali dari sumber Islam yang kompatibel dengan nilainilai demokrasi seperti dikemukakan oleh Huwaydi dan Muhammad Dhiya al-Din Rais adalah
1) Keadilan dan musyawarah; 2) kekuasaan dipegang penuh oleh rakyat; 3) kebebasan adalah
hak penuh bagi semua warga negara; 4) persamaan diantara sesame manusia khususnya
persamaan di depan hukum; 5) keadilan untuk kelompok minoritas; 6) undang-undang di atas
segala-galanya; 7) pertanggungjawaban penguasa kepada rakyat.
Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Ahmad Syafii Maarif, mayoritas umat Islam
Indonesia menerima demokrasi sebagai bagian dari nilai yang prinsip-prinsipnya sesuai dengan
Islam. Dan karena itu pula umat Islam harus berusaha untuk mendorong terjadinya demokrasi
di dalam bidang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Ajaran Islam


Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai
manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu
baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan
di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanism. Pandangan
humanism, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul
pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi
manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of
Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara

garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang
meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dan lain-lain.
Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama sejak masa
Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam
kitab sucinya. Beberapa ayat suci Al Quran banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak
tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak mendapatkan keamanan, dan lain-lain.
Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada dimana
Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.
Ekspose Aib
Bagi kebanyakan kaum hawa, bergunjing atau membicarakan aib orang lain merupakan
hal yang umum dijumpai di masyarakat. Banyak wanita memandang perbuatan tersebut remeh,
ringan, dan begitu gampang meluncur dari lisan. Tidak hanya kaum wanita, bahkan sekarang
kaum adam pun dapat dijumpai tengah bergunjing.
Aib pada diri seseorang dibagi menjadi dua kategori. Pertama, aib yang sifatnya
khalqiyah, yaitu aib yang sifatnya qodrati dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Aib seperti
ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan atau dibicarakan, baik secara terangterangan atau dengan gunjingan, karena perbuatan tersebut adalah dosa besar menurut
mayoritas ulama. Aib sifatnya penciptaan Allah yang manusia tidak memiliki kuasa
menolaknya maka menyebarkannya berarti menghina dan itu berarti menghina Penciptanya.
Kedua, aib berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau
terang-terangan.

Pandangan HAM dan Demokrasi Islam terhadap Perbuatan Ekspose Aib Melalui Media
Pada dasarnya diharamkan bagi seorang muslim mengungkapkan aib saudaranya
karena ini termasuk ke dalam perbuatan ghibah, yaitu mengungkapkan aib saudaranya sesama
muslim pada saat orang itu tidak ada dihadapannya dan saudaranya itu tidak menyukainya jika
berita tersebut sampai kepadanya tanpa adanya suatu keperluan. Ghibah adalah menggunjing,
menceritakan kejelekan seseorang saat orang yang dimaksud tidak ada dihadapannya. Ghibah
dapat berbentuk ucapan, isyarat, kedipan mata, maupun tulisan yang mengandung makna
penghinaan terhadap seseorang. Sesuai hadist Nabi SAW ketika ditanya tentang ghibah:
(ghibah adalah) engkau menyebut sesuatu yang berkenaan dengan saudaramu, yang
jika ia mendengarnya ia tidak suka, lalu seseorang bertanya wahai Rasulullah, bagaimana
jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada saudaraku tersebut?, beliau menjawab, jika

apa yang kau bicarakan benar-benar ada/nyata pada diri saudaramu, engkau telah
mengghibahnya, tetapi bila tidak, berarti kau telah menuduhnya. (HR Muslim dan Tirmidzi)
Mengekspose aib orang lain melalui media sama halnya dengan ghibah. Bahkan akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut akan lebih buruk. Seperti yang kita tahu bahwa media
mampu menyebarkan informasi dengan begitu cepat. Jika aib sudah menyebar di seluruh
masyarakat maka kehidupan mereka tidak akan tenang, karena satu dengan yang lainya sudah
saling mencurigai dan membicarakan kejelekannya masing-masing. Hubungan antara anggota
masyarakat tentunya terganggu dan pada akhirnya terjadi tindakan anarkis, keji, biadab
dimana-mana, kemudian hancurlah masyarakat tersebut. Padahal demokrasi dalam Islam
bertujuan untuk menyelenggarakan kebaikan dan mencegah keburukan dengan senantiasa
menjunjung nilai-nilai dasar kemanusiaan. Salah satu kasus yang baru-baru ini terjadi adalah
Cita Citata yang menghina fisik orang Papua yang terekspose melalui TV. Kasus tersebut
berujung pada pelaporan ke KOMNAS HAM. Pelaporan kasus tersebut merupakan salah satu
wujud aktualisasi nilai-nilai demokrasi dan HAM yang sesuai dengan ajaran Islam. Selain itu,
yang perlu digarisbawahi adalah bahwa menghina organ tubuh berarti menghina
penciptaNya. Meskipun HAM dalam Islam menjamin hak kebebasan untuk berekspresi serta
kebebasan berpikir dan menyalurkan pendapat. Mengekspose aib orang lain yang
menimbulkan hal negatif tentu tidak dibenarkan karena akan menimbulkan perpecahan serta
merugikan.
Rasulullah menegaskan bahwa menutupi aib dan menjaga rahasia merupakan
keutamaan. Nabi SAW menganjurkan agar umatnya senantiasa saling memelihara rahasia dan
menutupi aib saudaranya agar dapat hidup bermasyarakat dalam ketenangan, kedamaian, juah
dari keresahan, kedengkian, serta balas dendam.
Jika seorang muslim mendapati saudaranya melakukan perbuatan maksiat yang hanya
merusak hubungannya secara pribadi dengan Allah seperti minum khamr, berzina, dan lainlain, hendaklah ia tidak menyebarluaskan hal tersebut, namun dia tetap memiliki kewajiban
untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafii berkata, Siapa yang
menasehati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya berarti dia benar-benar
menasehatinya

dan

memperbaikinya.

Sedang

yang

menasehati

tanpa

menjaga

kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya dan mengkhianatinya." (Syarh Shahih


Muslim, Imam an Nawawi).
Jika perbuatan maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi merugikan orang lain
seperti mencuri, korupsi, dan lain sebagainya maka perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk
diselidiki dan diungkap karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan dan akan lebih banyak

lagi merugikan orang lain. Hal ini berarti bahwa mengekspose aib yang berupa perbuatan
maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi merugikan orang lain, memang boleh
dilakukan., misalnya pemberitaan di TV mengenai kasus begal yang akhir-akhir tengah
mencuat. Seperti yang kita ketahui bahwa banyak kasus begal yang telah merenggut nyawa
manusia. Hal tersebut tentu tidak sesuai dengan penegakan HAM. Hak hidup salah satu hakhak dasar manusia yang dilindungi dalam Islam. Hak hidup merupakan anugerah dari Allah
yang diberikan kepada manusia. Tidak ada yang berhak mencabut hak tersebut kecuali Allah.
Oleh karena itu, usaha-usaha yang bisa mencabut hidup seseorang merupakan
pelanggaran. Dengan adanya pemberitaan kasus begal di TV maka masyarakat akan lebih
berhati-hati dalam bepergian sehingga ada usaha-usaha orang yang ingin menghilangkan hak
hidup orang lain dapat diantisipasi.
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim dan Riyadhu As-Shalihin
menyatakan bahwa ghibah yang hanya diperbolehkan untuk tujuan syara disebabkan oleh
enam hal, yaitu:
1. Orang yang mazhlum (teraniaya)
Orang yang mazhlum (teraniaya) boleh menceritakan dan mengadukan
kezaliman orang yang menzaliminya kepada seorang penguasa atau hakim atau kepada
orang yang berwenang memutuskan suatu perkara dalam rangka menuntut haknya. Hal
ini dijelaskan dalam Al-Qur'an surat An-Nisa ayat 148:
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali
oleh orang yang dianiaya. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. AnNisa:148)
Ayat ini menjelaskan bahwa orang yang teraniaya boleh menceritakan
keburukan perbuatan orang yang menzaliminya kepada khalayak ramai. Bahkan jika ia
menceritakannya kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan, kekuatan, dan
wewenang untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar, seperti seorang pemimpin
atau hakim dengan tujuan mengharapkan bantuan atau keadilan maka sudah jelas boleh
hukumnya.
2. Meminta bantuan untuk menyingkirkan kemungkaran dan agar orang yang berbuat
maksiat kembali ke jalan yang benar.
Pembolehan ini dalam rangka isti'anah (minta tolong) untuk mencegah
kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat ke jalan yang hak. Selain itu
ini juga merupakan kewajiban manusia untuk beramar ma'ruf nahi munkar.

3. Istifta (meminta fatwa) akan sesuatu hal


Walaupun diperbolehkan menceritakan keburukan seseorang untuk meminta
fatwa, untuk lebih berhati-hati, ada baiknya hanya menyebutkan keburukan orang lain
sesuai yang ingin diadukan, tidak lebih.
4. Memperingatkan kaum muslimin dari berbagai kejahatan, seperti:
a. Apabila ada perawi, saksi, atau pengarang yang cacat sifat atau kelakuannya,
menurut ijma' ulama kita boleh bahkan wajib memberitahukannya kepada kaum
muslimin. Hal ini dilakukan untuk memelihara kebersihan syariat. Ghibah dengan
tujuan seperti ini jelas diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk menjaga kesucian
hadis. Apalagi hadis merupakan sumber hukum kedua bagi kaum muslimin setelah
Al-Quran.
b. Apabila kita melihat seseorang membeli barang yang cacat atau membeli budak
(untuk masa sekarang bisa dianalogikan dengan mencari seorang pembantu rumah
tangga) yang pencuri, peminum, dan sejenisnya, sedangkan si pembelinya tidak
mengetahui. Ini dilakukan untuk memberi nasihat atau mencegah kejahatan
terhadap saudara kita, bukan untuk menyakiti salah satu pihak.
c. Apabila kita melihat seorang penuntut ilmu agama belajar kepada seseorang yang
fasik atau ahli bid'ah dan kita khawatir terhadap bahaya yang akan menimpanya.
Maka kita wajib menasehati dengan cara menjelaskan sifat dan keadaan guru
tersebut dengan tujuan untuk kebaikan semata.
5. Menceritakan

kepada

khalayak

tentang

seseorang

yang

berbuat fasik atau bid'ah seperti: minum-minuman keras, menyita harta orang secara
paksa, memungut pajak liar atau perkara-perkara bathil lainnya. Ketika menceritakan
keburukan itu kita tidak boleh menambah-nambahinya dan sepanjang niat kita dalam
melakukan hal itu hanya untuk kebaikan.
6. Untuk mengenal kepada orang yang memiliki julukan sehingga lebih mudah.
Bila seseorang telah dikenal dengan julukan si pincang, si pendek, si bisu, si buta, atau
sebagainya, maka kita boleh memanggilnya dengan julukan di atas agar orang lain
langsung mengerti. Tetapi jika tujuannya untuk menghina maka haram hukumnya. Jika
ia mempunyai nama lain yang lebih baik maka lebih baik memanggilnya dengan nama
lain tersebut.

Kesimpulan
Islam melarang keras aib seseorang diceritakan, dan tidak boleh sekali-kali
menyebarkan tentang apa atau bagaimana kondisi yang tidak baik tentang seseorang, bahkan
Islam mengajarkan untuk menutupinya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Barzah AlAslami radhiyallahu anhu dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke
dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencaricari/mengintai aurat mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aurat kaum muslimin,
Allah akan mencari-cari auratnya. Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya
Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).
(HR. Ahmad 4/420, 421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud: Hasan shahih.)
Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa besarnya kehormatan seorang
muslim.mengeskpose aib orang lain tanpa ada kemaslahatan dan justru menghilangkan
kehormatan orang lain merupakan pelanggaran hak kehormatan. Siapa yang menutup aib
seorang muslim yang demikian keadaannya, Allah SWT akan menutup aibnya di dunia dan
kelak di akhirat. Namun, bila disana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju dan
bila menutup aib seseorang hanya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib
menyampaikan aib orang tersebut. Manusia adalah makhluk mulia. Secara fitrah ia harus
dihormati dan dihargai. Allah melarang manusia saling menghina, mencela, dan mencaci maki
yang akan mencederai kehormatannya. Manusia harus saling menghormati dan menghargai.

Anda mungkin juga menyukai