Lahirnya
Permata Hati
Bunda
Pemicu 3 Blok Reproduksi
Falkutas Kedokteran Universitas
Tarumanagara 2010
Tutor : dr. Inge Friska
In GrouP 3
405070038
REINECIA
ANGGOTA
405070056
RIODIAN S.
ANGGOTA
405070062
FORSALINA T.
ANGGOTA
405070063
ALINE C.
KETUA
405070066
MAILAN J.
ANGGOTA
405070128
SUSANTI L.
ANGGOTA
405070129
ANDRUW T.
ANGGOTA
405070134
GRISELDA T.
PENULIS
405070148
HOSANA T.
ANGGOTA
405070153
DANIEL Z.
ANGGOTA
405070163
EMELIA W.
SEKRETARIS
405070137
CHRISTIE CINDY
ANGGOTA
Skenario
Ny. Bunda, 25 tahun, G1P0A0 38 Minggu, in partu.
Sejak 3 hari sebelumnya Ny. Bunda mengalami demam
39C, Ketuban pecah 22 jam sebelum pembukaan
lengkap, warna hijau agak berbau. Persalinan
berlangsung cukup lancar, bayi lahir secara spontan, laki
laki, tidak segera menangis. Bayi tampak pucat,
merintih, &n gerakannya lemah. Dilakukan resusitasi
prosedur standar. Sementara bayi dikeringkan, dihangatkan,
& dipotong tali pusatnya, diperoleh nilai APGAR 4. BB 220
gr, PB 47 cm, Lingkar kepala 32 cm, lingkar dada 28
cm. Tidak ditemukan tanda trauma lahir / malformasi.
Sertelah kondisi bayi stabil bidan segera membungkus bayi
untuk dibawa ke ruang perawatan. Pada saat inisiasi
menyusui, Ny. Bunda mendapat kesulitan karena puting
susunya terbenam. Dalam catatan kehamilannya Ny.
Bunda seorang perokok pasif.
Apa yang dapat dipelajari dari kasus di atas ?
Learning Objective
NEONATUS NORMAL
PERSALINAN TANPA
KOMPLIKASI
4.
Keringkan
2. Posisikan
3. Bersihkan
5. Rangsang
taktil
Kompresi dada
Indikasi
Bila frekuensi denyut jantung bayi tetap
<60x/menit walaupun telah dilakukan
VTP yg efektif dg oksigen tambahan
selama 30 detik
Cara pemberian
Vena umbilikal
Pipa endotrakeal
Vena perifer
Intramuskular
Akses intraoseus
Natrium bikarbonat
Indikasi : memperbaiki asidosis
intrakardiak sehingga memperbaiki fungsi
miokardium dan mendapatkan sirkulasi
spontan.
PENGATURAN SUHU
Bayi kehilangan panas melalui 4 cara:
Konduksi: mll benda-banda padat yang berkontak
dgn kulit bayi
Konveksi: pendinginan mll aliran udara di sekitar
bayi
Evaporasi: kehilangan panas mll penguapan pada
kulit bayi yg basah
Radiasi: mll benda padat dekat bayi yang tidak
berkontak secara langsung dgn kulit bayi
PENCEGAHAN KEHILANGAN
PANAS
Konveksi:
Suhu ruangan kamar bersalin tidak boleh < 20C
Tidak boleh ada pintu dan jendela terbuka
Kipas angin dan AC yang kuat harus jauh dari area
resusitasi
Evaporasi:
Bayi harus dikeringkan seluruhnya
Gunakan handuk hangat
Radiasi:
Selimuti bayi, termasuk kepalanya
Jauhkan dari AC
Saat memandikan bayi, suhu ruangan harus hangat
atau di bawah pemanas radian
RESUSITASI
Dilakukan pada bayi yang:
Gagal bernapas spontan
Hipotonus
Ketuban keruh bercampur mekonium
PENGIKATAN DAN
PEMOTONGAN TALI PUSAT
Manfaat penundaan dan pengikatan tali
pusat pada bayi prematur:
Mencegah anemia
Mengurangi risiko perdarahan intraventrikular
Mengurangi kebutuhan transfusi darah
presipita
tus
HIPOTERMI NEONATORUM
Suhu tubuh < 35 C
ETIOLOGI
Luas permukaan tubuh pada bayi baru lahir
(terutama jika berat badannya rendah), relatif
lebih besar dibandingkan dengan berat badannya
sehingga panas tubuhnya cepat hilang
Pada cuaca dingin, suhu tubuhnya cenderung
menurun
Panas tubuh juga bisa hilang melalui penguapan,
yang bisa terjadi jika seorang bayi yang baru lahir
dibanjiri oleh cairan ketuban.
Klasifikasi
HIPOTERMIA SEPINTAS
Penurunan suhu tubuh rectum sebanyak 1C 2C
sesudah lahir
Normal kembali sesudah 4-8 jam bila suhu
lingkungan diatur sebaik-baiknya
Terdapat pada bayi dengan:
BBLR
Hipoksia
Resusitasi yang lama
Ruangan tempat bersalin yang dingin
Tidak dibungkus segera setelah lahir
Terlalu cepat dimandikan ( < 4 jam pascalahir)
Pemberian morfin pada ibu yang sedang bersalin
HIPOTERMIA AKUT
Terjadi bila bayi berada dilingkungan yang dingin selama 6-12
jam
Dapat terjadi pada bayi dengan:
BBLR di ruang bersalin yang dingin
Inkubator tidak cukup panas
Kelalaian petugas persalinan terhadap bayi yang akan lahir
(mis. Bayi yang diduga mati dalam kandungan ternyata lahir
hidup)
Gejala:
Lemah
Gelisah
Pernapasan dan denyut jantung lambat
Kedua kaki dingin
Terapi: masukkan ke dalam inkubator dalam keadaan telanjang
HIPOTERMI SEKUNDER
Etiologi:
Sepsis
Sindrom gangguan pernapasan dengan hipoksia
atau hipoglikemia
Perdarahan intrakranial
Transfusi tukar
Penyakit jantung bawaan yang berat
Bayi dengan BBLR dan hipoglikemia
Terapi terhadap etiologi:
Antibiotik
Lar. Glukosa
O2
COLD INJURY
Etiologi: terlalu lama di ruangan Komplikasi:
yang dingin ( > 12 jam)
Infeksi
Gejala:
Hipoglikemia
Lemah
Perdarahan paru
Tidak mau minum
masif
Badan dingin
Terapi:
Oliguria
Memanaskan
Suhu tubuh 29,5 35 C
bayi (naikkan
Gerakan sangat kurang
suhu inkubator
Muka, kaki, hidung, tangan
0,5 C lebih
merah, seolah dalam
tinggi daripada
keadaan sehat
suhu bayi,
Pengerasan jaringan subkutis
naikkan tiap
atau edema
setengah jam
Antibiotika
GEJALA
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil
pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh.
PENGOBATAN
Bayi dibungkus dengan selimut dan kepalanya ditutup
dengan topi.
Jika bayi harus dibiarkan telanjang untuk keperluan
observasi maupun pengobatan, maka bayi ditempatkan
dibawah cahaya penghangat.
PENCEGAHAN
Untuk mencegah hipotermia, semua bayi yang baru
lahir harus tetap berada dalam keadaan hangat.
Di kamar bersalin, bayi segera dibersihkan untuk
menghindari hilangnya panas tubuh akibat penguapan
lalu dibungkus dengan selimut dan diberi penutup
kepala.
HIPOGLIKEMI NEONATORUM
keadaan hasil pengukuran kadar
glukose darah kurang dari 45 mg/Dl
Kadar gula darah < 30 mg% pada
BCB dan < 20 mg% pada BKB
PATOFISIOLOGI
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan
glukosa rendah
Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada
janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin.
Saat lahir di mana jalur plasenta terputus maka transfer
glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi
(transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk
ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari
pertama pasca lahir
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa
yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi,
gangguan pernapasan.
Sianosis
Kejang atau tremor
Letargi dan menyusui yang buruk
Apnea
Tangisan yang lemah atau bernada
tinggi
Hipotermia
RDS
DIAGNOSIS
penatalaksanaan
Monitor
Penanganan hipoglikemia dengan gejala
Kadar glukosa darah < 45 mg/dl tanpa
GEJALA
Kadar glukosa normal
Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari
7 hari)
Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK,
bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor
dalam 3 hari pertama :
o Periksa kadar glukosa saat bayi
datang/umur
3 jam
o Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam
atau sampai
pemeriksaan glukosa
normal dalam 2 kali pemeriksaan
o Kadar glukosa 45 mg/dl atau
gejala positif tangani hipoglikemia
o Pemeriksaan kadar glukosa baik,
pulangkan setelah 3 hari penanganan
hipoglikemia
selesai
Asfiksia neonatorum
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
pada saat lahir / beberapa saat setelah lahir yang
ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah
rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2
meningkat) dan asidosis.
Karakteristik asfiksia perinatal pada bayi :
Asidemia metabolik / campuran
Nilai apgar 0-3 menit ke 5
Kejang, hipotonia, koma, atau ensefalopati
hipoksik iskemik
Disfungsi sistem multiorgan
ETIOLOGI
gangguan his
hipotensi mendadak pada ibu
hipertensi pada eklamsia
gangguan mendadak plasenta
Faktor janin:
gangguan aliran darah dalam tali pusat
karena tekanan tali pusat
depresi pernafasan
ketuban keruh/mekonium
Etiologi Asfiksia
Neonatorum
Asfiksia intra uterin
Bayi kurang bulan
Obat-obat yang diberikan/diminum
oleh ibu
Penyakit neuromuscular congenital
Cacat bawaan
Hipoksia intrapartum
Derajat Berat Ringannya Asfiksia
PATOFISIOLOGI
Normalnya
Bayi lahir alveoli berisi udara aliran darah paru
meningkat disebabkan ekspansi paru & peningkatan
tekanan oksigen alveoli sehingga resistensi vakuler
paru & aliran darah paru.
Pada Asfiksi
Terjadi kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru
hipertensi pulmonal persisten aliran darah paru
inadekuat & hipoksemia relatif gagal napas
Gangguan pertukaran O2 dan CO2
O2 tidak cukup dalam darah hipoksia dan iskemia
jaringan perubahan fungsional dan biokimia pada janin.
CO2 tertimbun dalam darah hipercapnea asidosis
respiratorik, asidosis metabolik, hipoglikemia
Clinical
events
Time
Onset of
asphyxi
a
Aerobic
metabolism
Anaerobic
metabolism
Pulmonary
vascular
resistance
pulmonary
blood flow
pO2 ---pCO2
pH
Blood pH
Primary
gasping
Glicolisis
esp. in liver
& heart
Actic
acid
Metabolic
acidosis
Prima
ry
apneu
Glicogen
esp.
cardiac
Heart rate
Secondary
gasping
Loss of
substrate
Secondar
y apneu
Skin
cyanos
is
Skin
white
cardiac
intracel
pH
Cerebral
blood
flow
Brain intra
cellular
pH
Heart rate
Blood pressure
KLASIFIKASI
Klinis
Detak jantung
Tidak
ada
>100x/menit
Pernafasan
Tidak
ada
Tak teratur
Tangis kuat
Refleks saat
jalan nafas
dibersihkan
Tidak
ada
Menyeringai
Batuk/bersin
Tonus otot
Lunglai
Fleksi
ekstrimitas(lemah)
Mrh seluruh
tubuh
APGAR SCORE
Warna kulit
Biru
pucat
Diagnosis
Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal adalah 120 sampai 160 denyutan dalam satu
menit. Selama his frekuensi ini biasanya tetapi di luar his
kembali lagi ke keadaan semula. Peningkatan kecepatan
denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi
apabila frekuensi turun di bawah sampai 100 di luar atau lebih
jika teratur, hal ini merupakan tanda bahaya
Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi kepala mungkin menunjukkan
gangguan oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan
Penilaian asfiksia BBL dalam melakukan resustasi ditentukan
oleh tiga aspek yang sangat penting yaitu :
1. Pernapasan
2. Denyut jantung
3. Warna kulit
Pemeriksaan penunjang
Foto polos dada
USG kepala
Laboratorium : darah rutin, analisa
gas darah, serum elektrolit
penatalaksanaan
Resusitasi
Suportif
Jaga kehangatan.
Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan
elektrolit)
Epinefrin :
Indikasi :
Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30
detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01
mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang
setiap 3-5 menit bila perlu
Volume ekspander :
Indikasi :
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia
dan tidak ada respon dengan resusitasi.
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan
pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan
darah banyak
Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat :
Indikasi :
Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik
dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan
analisa gas darah dan kimiawi.
Penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum
Posisi bayi trendelenburg dengan
kepala miring.
Bila sudah bernapas spontan
letakkan dengan posisi horizontal.
Apgar Score 7 10 :
Bersihkan jalan napas
Bayi dibersihkan, dikeringkan
Observasi tanda vital sampai stabil
Penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum
Apgar Score 4 6 :
Bersihkan jalan napas
Bayi dibersihkan, dikeringkan
Beri rangsangan taktil
Bila belum berhasil O2
Apgar Score 4 6 dengan detik jantung >
100
Lakukan bag and mask ventilation dan
pijat jantung.
Penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum
Apgar Score 0 3 :
Jaga agar bayi tidak kedinginan
Jangan diberi rangsangan taktil.
Jangan diberi obat perangsang napas.
Segera lakukan resusitasi.
Penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum
Resusitasi
Terapi medikamentosa:
Epinefrin
Volume ekspander
Bikarbonat
Nalokson
Penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum
Terapi Suportif
Jaga kehangatan
Jaga saluran napas agar tetap bersih
dan terbuka
Koreksi gangguan metabolik (cairan,
glukosa darah dan elektrolit)
PENATALAKSANAAN ASFIKSIA
DENGAN TINDAKAN
RESUSITASI BBL
Tahap I
Langkah awal perlu dilakukan dalam 30 detik langkah tersebut adalah :
1) Jaga bayi tetap hangat
a. Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu
b. Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat
c. Pindahkan bayi ke atas kain ditempat resusitasi
2) Atur posisi bayi
a. Baringkanlah bayi terlentang dengan kepala didekat penolong
b. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi
3) Isap Lendir
Gunakan alat penghisap lendir De Lee dengan cara sebagai berikut :
a. Isap lendir mulut dari mulut dulu kemudian hidung
b. Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut dan lebih dari 3 cm
ke dalam hidung.
4) Keringkanlah dan Rangsang Bayi
a. Keringkanlah bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat
membantu BBL mulai bernafas sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai bernafas
b. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara
1. Menepuk atau menyentil telapak kaki
2. Menggosok perut, dada, punggung atau tungkai kaki dengan telapak tangan
5) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi
a. Ganti kain yang telah basah dengan kain yang ada di bawahnya
b. Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi muka, dada agar biasa memantau pernafasan bayi
c. Atur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit ekstensi
6) Lakukan Penilaian Bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, atau tidak bernafas megap-megap
a. Bila bayi bernafas normal, berikan ibunya untuk disusui
b. Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan ventilasi
Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukan sejumlah volume udara ke
paru-paru dengan tekanan positif untuk membawa aveoli perlu agar bayi bisa bernafas
spontan dan teratur.
Langkah-langkah sebagai berikut :
1) Pasang sungkup
Pasang sungkup dan pegang agar menutupi mulut dan hidung bayi
2) Ventilasi 2 kali
a. Lakukan tiupan dengan tekanan 30 cm air
b. Lihatlah apakah dada bayi mengembangl. Bila dada tidak mengembang periksa posisi
kepala, pastikan sudah ekstensi, periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara
bocor dan periksa cairan atau ledir di mulut bila ada mengembang lakukan tahapan
berikutnya.
3) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
a. Lanjutkan ventilasi tiap 20 x dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)
b. Hentikan ventilasi setiap 30 detik
c. Lakukanlah penelitian bayi, apakah bayi bernafas, bernafas tidak normal atau megapmegap :
1. Bila bayi normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama
2. Bila bayi tifak bernafas atau megap-megap, teruskan ventilasi 20 x dalam 30 detik,
kemudian lakukan penilaian setiap 30 detik.
4) Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas normal sesudah 2 menit ventilasi
a. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan
b. Hentilan ventilasi sesudah 20 menit tidak berhasil
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama mengatasi asfiksia:
Mempertahankan kelangsungan hidup bayi
Membatasi sekuele
Perhatikan:
Faktor waktu: semakin lama bayi menderita
asfiksia, perubahan homeostasis makin berat,
resusitasi akan lebih sulit, kemungkinan timbul
sekuele
Kerusakan yang timbul akibat hipoksia adl
ireversibel, tetapi dapat dicegah
Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan
keterangan ttg penyebab depresi pernapasan
Penilaian bayi baru lahir perlu diketahui, agar
resusitasi dapat dilakukan
PRINSIP DASAR
RESUSITASI
Memberikan lingkungan yang baik pada
bayi
Mengusahakan sal. Napas ttp bebas
serta merangsang timbulnya pernapasan
Memberikan bantuan pernapasan pada
bayi yang menunjukkan usaha
pernapasan lemah
Melakukan koreksi thd asidosis
Menjada agar sirkulasi darah tetap baik
TINDAKAN UMUM
Pengawasan suhu
suhu metabolisme sel kebutuhan O2
Hangatkan dan keringkan tubuh bayi
komplikasi
Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri,
palsi serebralis
Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada
neonatus, perdarahan paru, edema paru, Pneumotoraks
Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
Hematologi : DIC
Anuria atau oliguria
Hiperbilirubinemia
Kejang
Koma
MAS
Aspirasi dari cairan amnion yang berisi
mekonium pada trakhea janin atau
bayi baru lahir saat di dalam uterus
atau saat bernafas pertamakali.
Mekonium : suatu zat sisa (rambut
janin, garam empedu, enzim pankreas,
dan getah kelenjer usus, feses janin
dan air ketuban) yang ditinggal oleh
bayi Berwarna hijau kehitaman
Meconium aspiration
syndrome
DEFINISI
- Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup
mekonium yang tercampur dengan cairan ketuban, baik
ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat
setelah dilahirkan.
- Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan
bahan yang kental, lengket dan berwarna hitam
kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
- Pada bayi prematur yang memiliki sedikit cairan ketuban,
sindroma ini sangat parah. Mekonium yang terhirup lebih
kental sehingga penyumbatan saluran udara lebih berat.
EPIDEMIOLOGI
Risiko meningkat sesuai dengan
usia gestasi
Sebelum 37 minggu risiko SAM:
2%
Sesudah 44 minggu : 44%
Faktor resiko
Kehamilan post-matur
Pre-eklamsi
Ibu yang menderita diabetes
Ibu yang menderita hipertensi
Persalinan yang sulit
Gawat janin
Hipoksia intra-uterin (kekurangan
oksigen ketika bayi masih berada
dalam rahim).
ETIOLOGI
Cairan amnion yang mengandung
mekonium terinhalasi oleh bayi.
Mekonium dapat keluar (intra uterin)
bila terjadi stress/kegawatan intra
uterin
Peningkatan aktivitas usus bayi. Usia
kehamilan lebih dari 40 minggu
Kesulitan dalam melahirkan,
komplikasi tali pusat
PATOFISIOLOGI
Asfiksia dan berbagai bentuk stress intra uterin
dapat meningkatkan peristaltic usus janin disertai
relaksasi spinter ani eksterna sehingga terjadi
pengeluaran meconium ke cairan amnion. Saat
bayi dengan asfiksasi menarik nafas (gasping)
baik intero maupun selama persalinan, terjadi
aspirasi cairan amomium yang bercampur
mekonium kedalam saluran nafas. Mekonium
yang tebal mengakibatklan obstruksi jalan nafas,
sehingga terjadi gawat nafas.
Kesulitan benafas
saat lahir
Retraksi
Takhipnea
Saianosis
Infiltrasi kasar
bilateral
Dada seperti tong
Diafragma
terdorong turun
Frekwensi denyut
jantung rendah
sebelum
dilahirkan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan lab. Analisa gas darah : untuk
melihat kemungkinan terjadinya asidosis
Laringoskopi : dengan alat ini dokter akan
memeriksa pita suara bayi untuk melihat apakah
pita suara tersebut ternodai oleh mekonium
Foto thoraks
Ventilasi mekanik : untuk menjaga agar paru bayi
tetap mengembang
Fisiotherapy
Diagnosa
Sebelum bayi lahir, alat pemantau janin menunjukkan
bardikardia (denyut jantung yang lambat)
Ketika lahir, cairan ketuban mengandung mekonium
(berwarna kehijauan)
Bayi memiliki nilai Apgar yang rendah.
Laringoskopi pita suara tampak berwana kehijauan.
Stetoskop terdengar suara pernafasan yang
abnormal (ronki kasar).
Pemeriksaan penunjang :
Analisa gas darah (menunjukkan kadar pH yang
rendah, penurunan pO2 dan peningkatan pCO2)
Rontgen dada (menunjukkan adanya bercakan di paruparu).
penatalaksanaan
Perawatan umum
Berikan oksigen sampai sianosis menghilang dan
atur keseimbangan asam basa
Berikan anti biotic. Yaitu kombinasi penicillin /
ampicillin dan gentamicin.
Manajemen
113
komplikasi
Aspirasi mekonium dapat menyebabkan distress
pernafasan berat melalui 3 cara: peradangan bronkhiolus
akibat pemasangan alat dan penurunan produksi
surfaktan akibat trauma sel paru. Aspirasi mekonium
juga dapat mengakibatkan hipoksemia, retensi karbon
dioksida dan pirau intrapulmonal dan ekstra pulmonary
serta infeksi sekunder akibat cidera jaringan, yang
selanjutnya akan menyebabkan pneumonia
Pneumonia aspirasi
Pneumotoraks
Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen
Gangguan pernafasan yang menetap selama beberapa
hari
FAKTOR PREDISPOSISI
PATOFISIOLOGI
Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada
bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang, pengembangan
kurang sempurna karena dinding thorax masih
lemah, produksi surfaktan kurang sempurna.
Kekurangan surfaktan kolaps pada alveolus
paru-paru menjadi kaku perubahan fisiologi
paru sehingga daya pengembangan paru
(compliance) menurun 25 % dari normal,
pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal
meningkat dan terjadi hipoksemia berat,
hipoventilasi yang menyebabkan asidosis
respiratorik
DD
Pneumonia sering terjadi sekunder akibat
infeksi Streptokokus Group B beta
hemolitikus (GBBS)
TTN (Transient Tachypneu of the Newborn)
Sindroma aspirasi mekoneum
Kebocoran udara pada paru
Kelainan paru kongenital
Kelainan jantung kongenital
Gejala sisa atau sekuel SGN
DIAGNOSA
Hasil pemeriksaan fisik
Hasil analisa gas darah (menunjukkan
kadar oksigen yang rendah dan
asidosis)
Rontgen dada
Hasil tes fungsi paru
penatalaksanaan
Resiko terjadinya sindroma gawat pernafasan bisa dikurangi
jika persalinan bisa ditunda sampai paru-paru bayi telah
mampu menghasilkan surfaktan dalam jumlah yang memadai.
Jika kemungkinan akan terjadi persalinan prematur, maka
dilakukan amniosentesis untuk mengetahui kadar surfaktan.
Jika diperkirakan bahwa paru-paru bayi belum matang dan
persalinan tidak dapat ditunda, maka diberikan kortikosteroid
kepada ibu minimal 24 jam sebelum waktu perkiraan
persalinan.
Setelah persalinan, kepada bayi yang menderita sindroma
ringan hanya perlu diberikan oksigen. Pada sindroma yang
lebih berat mungkin perlu didukung oleh ventilator dan obat
surfaktan.
komplikasi
Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan
gangguan pada organ vital (otak, paru, jantung, ginjal)
Asidosis metabolik (hipoglikemia, hipotermia)
Problem hematologik, misalnya: anemia, polisitemia
Pneumotoraks
Paru-paru sangat kaku dan untuk mengembangkannya
diperlukan tekanan yang lebih dari bayi maupun ventilator
paru-paru bisa pecah udara merembes ke dalam
rongga dada paru-paru menjadi kolaps gangguan
ventilasi dan sirkulasi.
Perdarahan di dalam otak
Resiko terjadinya perdarahan akan berkurang jika sebelum
persalinan telah diberikan kortikosteroid kepada ibu.
EPIDEMIOLOGI
6 / 1000 kelahiran hidup
11 / 1000 kelahiran hidup Amerika
Serikat
Dapat terjadi pada Preterm atau pun
Aterm
ETIOLOGI
Dasar, terhambatnya pembersihan
atau absorbsi cairan paru
Persalinan tidak normal, karena pada
persalinan normal jalan lahir
membantu memeras/mengeluarkan
cairan dalam paru-paru selama
proses persalinan
Perubahan hormon pada persalinan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Analisa darah
Diagnosis
Pemeriksaan radiologi (Rontgen Thorax)
bronkovaskular jelas, garis-garis cairan
dalam fisura dan pleura, hiperaerasi
Pulse-oximetry monitoring
menginformasikan kemampuan paru-paru
untuk mengalirkan oksigen ke seluruh
tubuh
Analisa darah memastikan jika
terdapat infeksi
dd
Hyaline Membrane Disease
Aspirasi Meconium
Neonatal Pneumonia
penatalaksanaan
Perlu diobservasi dan dimonitor dengah lebih
ketat, bahkan terkadang perlu dirujuk ke NICU
Harus dimonitor untuk memastikan
pernapasannya kembali ke normal dan kadar
oksigen normal dalam 3 hari harus Normal
Oxygen hood CPAP (Continuous Positive Airway
Pressure) ventilator (berat, jarang)
Diet nutrisi diberikan secara IV
BBLR
bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir
adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)
jam setelah lahir
Prematuritas murni
Masa Gestasi kurang dari 37 minggu dan Bbnya
sesuai dengan masa gestasi.
Dismaturitas
BB bayi yang kurang dari BB seharusnya, tidak
sesuai dengan masa gestasinya.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih
sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi
rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR
didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35
kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari
2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan
mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak
serta memberikan dampak jangka panjang terhadap
kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia
sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu
berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter
diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara
nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5
%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada
sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010
yakni maksimal 7%
ETIOLOGI
(1) Faktor ibu
a. Penyakit : malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lainlain
b. Komplikasi pada kehamilan : perdarahan antepartum, preeklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
c. Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi
ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan
usia <>
d. Faktor kebiasaan ibu : ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan
ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin : Prematur, hidramion, kehamilan
kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.
(3) Faktor Lingkungan : tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun
BBLR
Berat badan bayi kurang dari 2500 gram.
Sampai saat ini masih merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas perinatal.
Berat lahir rendah (BLR) dapat dibedakan
atas bayi yang dilahirkan preterm, dan bayi
yang mengalami pertumbuhan intrauterin
terhambat.
Di negara-negara maju, sekitar duapertiga
bayi berat lahir rendah disebabkan oleh
prematuritas, sedangkan di Negara-negara
sedang berkembang sebagian besar bayi BLR
di sebabkan oleh pertumbuhan intrauterin.
PJT
Pertumbuhan
janin
terhambat
(PJT)
ditegakkan
apabila pada
pemeriksaan
ultrasonografi
(USG)
perkiraan
berat badan
janin berada
di bawah
persentil 10
dibawah usia
kehamilan
atau lebih
kecil dari
Epidemiologi
Kejadian PJT bervariasi, berkisar 48% pada negara maju dan 6-30%
pada negara berkembang. Hal ini
perlu menjadi perhatian karena
besarnya kecacatan dan kematian
yang terjadi akibat PJT.
Klasifikasi PJT
Gangguan pertumbuhan janin simetris
Memiliki kejadian lebih awal dari gangguan
pertumbuhan janin yang tidak simetris,
semua organ mengecil secara proporsional.
Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah:
- Kelainan kromosom
- Kelainan organ (terutama jantung)
- Infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents
<Coxsackie virus, Listeria), Rubella,
Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis
B/HIV, Syphilis)
- Kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan
wanita hamil yang merokok.
Etiologi
Pada umumnya 75% janin dengan PJT memiliki proporsi tubuh
yang kecil, 15-25% terjadi karena insufisiensi uteroplasenta, 510% terjadi karena infeksi selama kehamilan atau kecacatan
bawaan.
1. Penyebab ibu
a. Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat
Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan
janin. Kenaikan berat tidak adekuat selama kehamilan dapat
menyebabkan PJT. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan
sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan berat badan kurang
harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah dengan
10-12 kg.
b. Penyakit ibu kronik
Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung
sianotik, diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat
menyebabkan PJT. Semua penyakit ini dapat menyebabkan preeklampsia yang dapat membawa ke PJT.
c. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik.
2.Penyebab janin
a. Infeksi selama kehamilan
Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT.
Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang
sering menyebabkan PJT.
b. Kelainan bawaan dan kelainan kromosom
Kelaianan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan
kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan
dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta
polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan
sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT.
c. Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan
janin)
Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat
anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat
menyebabkan PJT.
PF
Cara-cara permeriksaan klinis untuk
mendeteksi PJT (misalnya
pengukuran tinggi fundus uteri,
taksiran berat janin (TBJ), dsb.)
seringkali hasilnya kurang akurat,
terutama pada pasien yang gemuk,
kelainan letak janin, dan pada jumlah
cairan amnion yang abnormal
(oligohidramnion, polihidramnion).
PP
Ultrasonografi (USG):
Mengukur pertumbuhan
Melihat kelainan organ yang terjadi
Pengukuran lingkar kepala
Panjang tulang paha
Lingkar perut
Dilakukan untuk menilai pertumbuhan
janin melalui USG.
Penggunaan ultrasound doppler dapat
digunakan untuk melihat aliran dari
pembuluh darah arteri umbilikalis.
Penatalaksanaan
Kecacatan dan kematian janin meningkat sampai
2-6 kali pada janin dengan PJT. Tatalaksana untuk
kehamilan dengan PJT bertujuan, karena tidak ada
terapi yang paling efektif sejauh ini, adalah untuk
melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam
kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada
ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :
PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus
dilakukan adalah segera dilahirkan
PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan
organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan
kromosom dicurigai maka amniosintesis
(pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan
sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin
dianjurkan:
a. Tatalaksana umum
Setelah mencari adanya cacat bawaan
dan kelainan kromosom serta infeksi
dalam kehamilan maka aktivitas fisik
harus dibatasi disertai dengan nutrisi
yang baik. Apabila istirahat di rumah
tidak dapat dilakukan maka harus segera
dirawat di rumah sakit. Pengawasan
pada janin termasuk diantaranya adalah
melihat pergerakan janin serta
pertumbuhan janin menggunakan USG
setiap 3 4minggu.
b. Tatalaksana khusus
Pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya
terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya
adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat maka nutrisi harus
diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan
narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan.
c. Proses melahirkan
Pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur.
Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk
mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar
dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif
neonatal care segera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan
meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan
oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses
melahirkan.
Kondisi bayi
Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia
perinatal (kekurangan oksigen setelah
melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap
cairan mekonium). PJT yang parah dapat
mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun)
dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada
umumnya PJT simetris dalam jangka waktu
lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi
yang terlambat setelah dilahirkan, dimana
janin dengan PJT asimetris lebih dapat catchup pertumbuhan setelah dilahirkan.
Pencegahan
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah.
Bagaimanapun juga, faktor seperti diet, istirahat,
dan olahraga rutin dapat dikontrol.
Untuk mencegah komplikasi yang serius selama
kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti
nasihat dari dokternya; makan makanan yang
bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan
menggunakan narkotik; mengurangi stress;
berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang
cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral,
serta minyak ikan juga baik dikonsumsi.
Selain itu pencegahan dari anemia serta
pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik
pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.
Komplikasi LANGSUNG
Hipotermia
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan penglihatan (Retinopati)
Gangguan pendengaran
Penyakit paru kronis
Kenaikan angka kesakitan dan sering
masuk rumah sakit
Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
KEJANG NEONATORUM
kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan
usia 28 hari
Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat
karena merupakan suatu tanda adanya penyakit
sistem saraf pusat (SSP), kelainan metabolik atau
penyakit lain.
Sering tidak dikenali karena berbeda dengan
kejang pada anak
Angka kejadian 1,5 s/d 14 per 1000 kelahiran,
NICU 25%.
Sulit dikenali
ETIOLOGI
Komplikasi perinatal :
Kelainan metabolisme
Hipoksi-iskemik
Hipoglikemia
ensefalopati
Hipokalsemia
(biasanya timbul pada
Hipomagnesemia
24 jam pertama
Hiponatremia
kelahiran)
Hipernatremia
Trauma SSP (dapat
Hiperbilirubinemia
terjadi karena
presentasi bokong,
Ketergantungan
ekstraksi cunam, atau
piridoksin
ekstraksi vacum
Kelainan
berat)
metabolisme
Perdarahan
as.amino
intrakranial
Infeksi
Dapat disebabkan oleh bakteri dan virus
termasuk TORCH, meningitis
diagnosis
Anamnesis :
Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ibu dan obat yang dipakai selama
kehamilan
Problem persalinan (asfiksia, trauma, infeksi
persalinan)
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
Tanda-tanda infeksi lainnya
Penilaian kejang :
Bentuk kejang
Lamanya kejang
Apakah pernah terjadi sebelumnya
Pemeriksaan laboratorium :
Darah rutin
Gula darah
Elektrolit
Analisa gas darah
Punksi lumbal
Kultur darah
Bilirubin direk dan total
Pemeriksaan urine
Pemeriksaan radiologi :
USG dan CT Scan kepala
Pemeriksaan EEG
PENYULIT
Kejang berulang
Kejang berulang menyebabkan
berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan
nutrisi otak
Retardasi mental
Palsi cerebralis
DIAGNOSIS
BANDING
ANOKSIA SSP
CACAT BAWAAN
PERUT BUNCIT
SEPSIS
HEPATOSPLENOMEGALI
SEPSIS
MULUT MENCUCU
TETANUS
penatalaksanaan
Prinsip dasar tindakan menghadapi kejang
pada bayi baru lahir :
Mengatasi kejang dengan memberi obat anti
kejang
Menjaga jalan nafas tetap bebas (perhatikan
ABC resusitasi)
Mencari faktor penyebab kejang (perhatikan
riwayat kehamilan, persalinan, kelainan fisik
yang ditemukan, bentuk kejang, hasil
laboratorium)
Mengobati penyebab kejang (hipoglikemi,
hipokalsemia, hipomagnesemia)
Apabila hipoglikemi
Diberi infus dektrose 10 % 2ml/kg IV
Untuk hipokalsemia
Diberi kalsium glukonat 10% 2 ml/kg IV
prognosis
Tergantung pada penyebab primer
Pada kasus hipoglikemia dari ibu DM atau
hipokalsemia prognosis sangat baik
Anak dengan kejang karena ensefalopati hipoksiiskemik biasanya tidak berespon dengan
antikonvulsan & rentan terhadap epileptikus &
kematian awal
Jalur Infeksi
Transmisi hematogen
Melalui plasenta
Infeksi nasokomial
Saat bayi melewati jalan lahir dan saat
bayi dirawat di unit perawatan intensif
Faktor Resiko
Maternal :
KPD (<37 minggu)
Ketuban pecah yang sudah berlangsung lama
(>18 jam)
Persalinan preterm
Demam
Bukti klinis adanya korioamnionitis
ISK saat persalinan
Kehamilan multipel
Diabetes
Neonatus :
Prematuritas
Mekonium keluar sewaktu in utero
Skor apgar < 6
Etiologi
Streptokokus grup B
Sepsis, pneumonia, meningitis,
osteomelitis, artitis sepstik, selulitis
Escherichia coli
Infeksi SSP
Staphylococcus epidermidis
Distensi abdomen, letargi, apnea
Pemeriksaan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan lab
Hitung darah lengkap, hitung jenis,
trombosit, pungsi lumbal
Pewarnaan gram, antigen detection
assays
C-reaktif protein, kultur urin, kultur virus
Pengobatan
Antibiotik
Ampisilin
Gentamisin
Cefotaxime
Vankomisin
Netilsilin
Lama pengobatan
Bakteremia dan pneumonia => 7-14 hari
Meningitis bakterialis => terapi dilanjutkan
selama 2 minggu (gram +) dan selama 3
minggu (gram -) setelah hasil kultur -
ROKOK VS KEHAMILAN
Asap rokok mengandung 4000 bahan kimia beracun, 43
bersifat karsinogen
CO
Mengikat
hb dalam
darah
Perluasan plasenta
untuk mencukupi
kebutuhan oksigen
dan nutrisi
Penerimaan oksigen
bayi/plasenta & nutrisi
bayi <<
BBLR
PREMATURITA
S
Keguguran
Nikoti
n
kontraksi pada
pembuluh
darah
Sistem Rujukan
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu
dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi
oleh bidan
2. Menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau
salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk
menemani ibu dan bayi selama perjalanan rujukan.
3. Beritahukan ke tempat rujukan yang dituju tentang
kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba.
4. Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang
diperlukan selama perjalan ke tempat rujukan, untuk
menjaga kondisi bayi.
Indikasi Rujukan
Neonatus yg dirujuk = neoatus dengan risiko tinggi = dari
persalinan risiko tinggi
Penolong persalinan harusnya dapat mengenali bahwa kehamilan
yang dihadapinya adalah suatu kelahiran resiko tinggi seperti:
Indikasi Rujukan
Bayi dengan Resiko Tinggi :
1. Prematur / berat badan lahir rendah (BB<
2000gr)
2. Umur kehamilan 32-36 minggu
3. Bayi dari ibu DM
4. Bayi dengan riwayat apnae
5. Bayi dengan kejang berulang
6. Sepsis
7. Asfiksia Berat
8. Bayi dengan ganguan pendarahan
9. Bayi dengan Gangguan nafas (respiratory
distress)
MANAJEMEN LAKTASI
Puting susu datar
Kelainan bawaan ini terjadi karena pelekatan
mengakibatkan saluran susu lebih pendek dan menarik
puting susu ke dalam.
Menyiasatinya
Tarik puting susu keluar dengan jari tangan, tahan
selama beberapa waktu. Lakukan ini sebanyak 2 kali
sehari.
Gunakan alat bantu, seperti nipple shields dan breast
shields.
Puting susu direndam dulu ke dalam air hangat
sebelum menyusui, lalu tarik-tarik puting susu keluar.
Pemeriksaan payudara
Inspeksi
Payudara
Ukuran dan bentuk
Kontur / permukaan
Warna kulit
Areola
Ukuran dan bentuk
Permukaan
Warna
Puting susu
Ukuran dan bentuk
Permukaan
Warna
PALPASI
Konsistensi
Massa
Puting susu
e.
Cara melepasnya : jari kelingking ibu dimasukan ke dalam mulut bayi melalui
sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah
Memerah ASI
1. Letakkan jari dan ibu jari di tiap sisi areola dan
tekan ke dalam kea rah dinding dada
2. Tekan di belakang puting dan areola di antara ibu
jari dan jari telunjuk
3. Tekan dari samping untuk mengosongkan semua
bagian
Kesimpulan
Pada kasus ini Ny. Bunda mengalami
KPD disebabkan oleh multifaktorial :
infeksi, perokok pasif
Bayi mengalami bayi berat lahir
rendah (< 2500 gr), asfiksia
neonatorum (APGAR 4)
Saran
Mengobati Ny. Bunda berdasarkan
gejala yang dialami
Ny. Bunda diusahakan membuat
puting susu menjadi protaktil agar
dapat menyusui
Lakukan observasi bayi & rujukan
bila kondisi bayi tidak membaik
Daftar Pustaka
M Sulchan Sofoewan. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo .Edisi 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 2009.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir
Rendah. Dalam : Standar Pelayanan Medis Kesehatan
Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.
Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable from
: http://www.eMedicine.com. Last Update : September
25, 2006. [diakses pada tanggal 11 Desember 2007].
Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir
dengan Berat Badan Rendah (Analisa data SDKI 1994).
Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable from :
http://www.digilib.litbang.depkes.go.id . Last Update :
2003 [diakses tanggal 2 Desember 2007].
Daftar Pustaka
World Health Organization (WHO).
Development of a strategy towards
promoting optimal fetal growth.
Avaliable from :
http://www.who.int/nutrition/topics/fe
to_maternal/en.html
. Last update : January 2007 [diakses
pada tanggal 10 Desember 2007].
Nelson ; 1999 ; Ilmu Kesehatan Anak
Edisi 15 Vol. 1 ; Jakarta : ECG
Daftar Pustaka
www.emedicine.net
www.medscape.net
www.totalkesehatananda.com
www.pediatrik.com
www.wrongdiagnosis.com
www.kalbe.co.id
www.medicastore.com
^ THANK YOU
^