Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

DISPEPSIA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program
Pendidikan Profesi Dokter Bagian Stase Komprehensif
RSKIA PKU Muhammadiyah Kotagede

Diajukan Kepada :
dr. Indri
Disusun Oleh :
Yulianti S Arey
20090310141

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA STASE KOMPREHENSIF DI RSKIA PKU
MUHAMMADIYAH KOTAGEDE
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan dan disetujui Presentasi Kasus dengan judul :


Dispepsia

Tanggal : Juni 2015


Tempat : RSKIA PKU Muhammadiyah Kotagede

Oleh :
Yulianti S Arey
20090310141

Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing

dr. Indri

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
DAFTAR ISI
BAB I. LAPORAN KASUS
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

i
ii
iii
1

Identitas
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
Saran Pemeriksaan

1
1
2
6
6
6
7
7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Dispepsia
a.
Definisi
b.
Etiologi
c.
klasifikasi
d.
Manifestasi klinis
e.
Diagnosis
f.
Diagnosis Banding
g.
Hasil Pemeriksaan Penunjang
h.
Penatalaksanaan
i.
Pencegahan
j.
Prognosis

8
8
8
10
14
15
15
16
17
23
25

BAB III. PEMBAHASAN

26

BAB IV. KESIMPULAN

28

DAFTAR PUSTAKA

29

BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. Sri Rahayu

Usia

: 36 Tahun

Alamat

: Bausasran, Danurejo, Kotagede Yogyakarta

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tanggal masuk RS

: 22 Juni 2015

Pendidikan

: SLTA

B. Anamnesis
Keluhan Utama

: nyeri ulu hati

Keluhan Tambahan : mual dan muntah


Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan, usia 36 tahun datang ke IGD RSKIA PKU
Muhammadiyah Kotagede dengan keluhan nyeri perut sebelah kiri sejak pagi hari,
nyeri perut dirasa seperti diremas-remas dan kram, nyeri perut menjalar sampai ke
ulu hati, pasien merasa ulu hati terasa perih dan panas, dada terasa sesak dan
panas pada dada. Pasien juga merasa mual dan muntah, keluhan muncul saat pagi
hari, pasien mengaku belum makan sejak malam. Keluhan dirasakan hilang
timbul, keluhan bertambah saat pasien tidur dan bertambah saat bergerak. Pasien
mengaku belum minum obat apapun hanya diberi minyak kayu putih yang
digosok diperutnya namun keluhan belum berkurang. Keluhan lain yang berupa
BAB sulit sejak 1 hari, BAK (+) lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Tidak
mempunyai riwayat penyakit ginjal maupun infeksi saluran kemih. Pasien
mempunyai riwayat darah tinggi. Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit
sendi dan asam urat, riwayat operasi sebelumnya disangkal, kencing manis dan
asma juga disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga pasien terdapat riwayat hipertensi, tidak ada riwayat


diabetes mellitus, asma, sakit magh, keganasan, pada keluarga disangkal. Tidak
ada yang mengalami riwayat serupa dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien memilik kebiasaan pola makan yang tidak teratur.
Riwayat Alergi dan obat
Riwayat alergi obat disangkal pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi

: 80 x/menit, irama reguler, volume cukup, ekualitas sama kanan

dan kiri
Suhu

: 36,80C

Frekuensi napas: 20 x /menit


Status Generalis
a) Kepala :
normocephali, bentuk bulat, deformitas (-), warna rambut hitam,
distribusi merata, tak mudah dicabut.
b) Wajah :
Ekspresi sakit sedang, pucat (-), kemerahan (-) sianosis (-), wajah
simetris.
c) Mata dan alis mata
:
Alis madarosis (-), alis hitam simetris. Xantelasma (-), ptosis (-),
lagophtalmos (-), udem palpebra (-), Pupil bulat reguler isokor (+/+),
Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), LP normal.
d) Hidung :
Bentuk normal, liang hidung lapang sama besar, Simetris, septum deviasi
(-), deformitas (-), sekret (-/-), hiperemis (-/-), darah (-/-), deviasi septum (-/-).
e) Telinga :
Telinga Normotia, liang telinga lapang, refleks cahaya membran timpani
(+/+), sekret/serumen/darah (-/-), benjolan dan nyeri tekan sekitar liang
telinga (-/-).
f) Mulut :
2

Bentuk normal, agak kering, kulit sekitar bibir normal, bibir simetris,
sianosis (-) Kering (-), sianosis (-), anemis (-), tonsil dan faring dalam

batas normal
Gigi dan gusi : oral higiene cukup baik, flek/bolong/karies gigi (-), gusi

warna pink, tanda inflamasi dan perdarahan gusi (-), lidah normoglossi
Mukosa faring dan tonsil : warna pink tanpa bercak. Ulkus palatum (-),

bau napas (-), detritus dan kriptus tonsil (-)


- Uvula : ditengah, warna pink, hiperemis (-), tonsil ukuran T1/T1
g) Leher :
bentuk & ukuran normal, deviasi trakea (-), KGB & kelenjar thyroid
normal, nyeri tekan (-), kaku kuduk (-). A. Carotis denyut teraba normal, JVP
normal,
h) Thoraks

Paru
Inspeksi : bentuk normal, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-), gibus (-),
warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), sinosis (-),
spider navy (-), roseola spot (-), dilatasi vena (-), sternum
normal datar, tulang iga & sela iga normal, Hemithoraks
simetris saat statis dan dinamis, tipe abdominotorakal, retraksi
sela iga (-).
Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri simetris saat inspirasi dan
expirasi,
Perkusi : Sonor. Batas paru dengan hepar, jantung kanan, lambung,
jantung kiri normal.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V, 1 cm medial linea


midclavicularis sinistra, thrill (-)

Perkusi

: sonor. batas jantung dengan paru kanan, paru kiri, batas atas
jantung normal.

Auskultasi: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-), BJ III (-). BJ IV (-), ES
(-), SC (-), OS (-)
i) Abdomen

Inspeksi : Normal, datar, simetris, buncit (-), skafoid (-), warna kulit sawo
matang, pucat (-), ikterik (-), sianosis (-), kemerahan (-), spider
navy(-), keriput (-), dilatasi vena (-),gerak dinding perut simetris,
tipe pernapasan abdominotorakal
Palpasi :

Supel, massa (-), turgor normal, retraksi (-), defence muskular (-),
rigiditas (-), NT (+), NL, hepar, lien, vesica vellea normal,
undulasi (-), ginjal ballotement (-)

Perkusi :

4 kuadran abdomen timpani, batas atas dan bawah hepar normal,


shifting dullnes (-), nyeri ketok sudut kostofrenikus (-/+)

Auskultasi: Bising usus (+) normal


j) Ekstremitas
Atas
Inspeksi : Bentuk, Kulit, Bulu rambut, Jari, Kuku, Telapak tangan, Punggung
tangan Normal
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri, rigiditas & atrofi otot (-), kekuatan otot
baik, Flapping tremor (-), tremor (-) hangat (+/+), oedem (-/-), CRT
<2
Pemeriksaan reflex fisiologis: Biceps dan triceps (+)
Bawah
Inspeksi : bentuk, kulit, bulu rambut, jari, kuku, telapak kaki normal,
kelemahan otot (-), koordinasi gerakan baik
Palpasi : Suhu, Kelembaban, nyeri normal, rigiditas & atrofi otot (-),
kekuatan otot baik, Akral hangat (+/+), oedem (-/-)
D. Pemeriksaan Penunjang
- Tidak dilakukan
E. Diagnosis
Dispepsia
F. Diagnosis Banding
- Gastritis
- GERD
G. Penatalaksanaan
- Inj hiosin butyl bromida 1 amp
4

- Inj ranitidin 2 ml
- Gitas plus 3x1 tab
- Domperidon 3x10mg
- Ranitidin 2x 150mg
- Antasid 3x
H. Saran Pemeriksaan
- Pemeriksaan lab darah rutin
- Pemeriksaan serologi (H.pylori)
- Pemeriksaan radiologi (barium meal)
- Pemeriksaan USG
- Endoskopi

1. BAB II
2. TINJAUAN PUSTAKA
3.
1. Dispepsia
A. Definisi
4.

Dispepsia merupakan sindrom atau kumpulan gejala atau

keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung,
mual, muntah,

sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh atau

begah.1
5.

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-) berarti sulit,

dan (Pepse) berarti

pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan

kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut
bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks
gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.3
6.

Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang

dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang


terdiri dari keluhan - keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus digestivus
bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung, dysphagia,
rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan suatu
sindrom klinik yang bersifat kronik.2
7.

Dalam klinik tidak jarang para dokter menyamakan dispepsia

dengan gastritis. Hal ini sebaiknya dihindari karena gastritis adalah suatu
diagnosa patologik, dan tidak semua dispepsia disebabkan oleh gastritis dan
tidak semua kasus gastritis yang terbukti secara patologi anatomik disertai gejala
dispepsia. Karena dispepsia dapat disebabkan oleh banyak keadaan maka dalam
menghadapi sindrom klinik ini penatalaksanaannya seharusnya tidak seragam.3
8.

Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

9.

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik


sebagai
penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata
terhadap

organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,

radang

pankreas, radang empedu, dan lain-lain.1,6

10.

2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia non


ulkus, bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
kelainan atau

gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium,

radiologi, dan endoskopi setelah 3 bulan dengan gejala

dispepsia.7
B. Etiologi
11.

Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh


berbagai penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional.
Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau
pirosis, yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak
dimasukkan dalam sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2001).

12.
Tabel 2.1. Penyebab
Dispepsia
16.
Dalam lumen saluran cerna
18. - Tukak peptik
20. - Gastritis
22. - Keganasan
14.

24.
26.

Gastroparesis
Obat-obatan
28. - Anti inflamasi non steroid
30. - Teofilin

32. - Digitalis
34. 36.
Hepato
38. - hepatitis
40. - kolesistitis
42. - kolelitiasis
44. - keganasan
7

13.
17.
Pankreas
19. - Pankreatritis
21. - Keganasan
23.
Keadaan sistemik
25. - Diabetes
mellitus
27. - Penyakit tiroid
29. - Gagal ginjal
31. - Kehamilan
33. - Penyakit
jantung
35.
37. Gangguan fungsional
39. - dispepsia
fungsional
41. - sindrom kolon
iritatif
43.
45.
15.

46. - disfungsi spinchter odli


47.
48.
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (2008)
C. Epidemiologi
49.

Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas


diketahui. Suatu
anak

penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17%

dan remaja mengalami

nyeri perut setiap minggunya dan

dalam penelitian lain juga dilaporkan berkisar 8% dari seluruh anak dan
remaja rutin

memeriksakan tentang keluhan nyeri perut

yang

dialaminya ke dokter.1,2. Rerksppaphol mengemukakan pada anak


remaja berusia di atas 5 tahun

yang mengeluhkan sakit perut, rasa tidak

nyaman, dan mual setidaknya


62%

dalam waktu satu bulan, dijumpai

merupakan dispepsia fungsional

dan

mukosa. 4 Seiring dengan bertambah majunya ilmu


alat-alat kedokteran terutama

Helicobacter

diperkirakan makin banyak kelainan organik


Suatu

studi

karakteristik gejala sakit


pylori dengan

melaporkan

peradangan

pengetahuan

dan

pylori,

maka

yang

dapat

tidak dijumpai perbedaan

perut pada kelompok yang terinfeksi H.

yang tidak. Pada

besar disebabkan kelainan

35%

endoskopi dan diketahuinya penyakit

gastroduodenum yang disebabkan


ditemukan.

dan

anak di bawah 4 tahun sebagian

organik,

sedangkan pada usia di

atasnya kelainan fungsional merupakan penyebab

terbanyak. 7

50.

51. Klasifikasi Dispepsia Berdasarkan Etiologi


52. A. Organik
1. Obat-obatan
53.

Obat

Anti

Inflamasi

Non

Steroid

(OAINS),

Antibiotik

(makrolides, metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol),


Kortikosteroid,

Levodopa,

Niacin,

Gemfibrozil,

Narkotik,

Quinidine,

Theophiline.8-10
2. Intoleransi makanan
a. Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk
kedelai dan beberapa jenis buah-buahan
b. Non-alergi

Produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein.

Bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam benzoat, nitrit,


nitrat.10

3. Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia


Akhalasia
Obstruksi esophagus

b. Penyakit gaster dan duodenum

Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh OAINS dan


sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma,

shock
Ulkus gaster dan duodenum
Karsinoma gaster

c. Penyakit saluran empedu

Kholelitiasis dan Kholedokolitiasis


Kholesistitis

d. Penyakit pankreas

Pankreatitis
Karsinoma pankreas

e. Penyakit usus

Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten
Sindrom kolon iritatif
Angina abdominal
Karsinoma kolon

4. Penyakit metabolik / sistemik


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tuberculosis
Gagal ginjal
Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
Diabetes melitius
Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
Ketidakseimbangan elektrolit

g. Penyakit jantung kongestif


D. Patofisiologi
54.
Faktor Genetik
55.
Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan

gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin


antiinflamasi (Il-10, TGF-). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat
menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme
genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin
serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas
dari usus.

5,13

Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional

gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik. Perbedaan pada


kelenjar axis hipotalamus pituitary adrenal menjadi hasil temuan yang
menarik.

Pada

pasien

gangguan

gastrointestinal

fungsional

terjadi

hiperaktifitas dari axis hypothalamus pituitarity adrenal.5,13

56.
57. Faktor Psikososial
58.
59.
Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres
adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang
labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal
ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga
dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui
E.

13,26,27

mekanisme-neuroendokrin.
60.
Pada beberapa literatur menyebutkan bahwa anak-anak dengan gangguan
fungsi gastrointestinal lebih lazim disebabkan oleh karena kecemasan pada
diri mereka dan orang tuanya terutama ibu. Satu studi menyatakan bahwa
pada stres atau kecemasan dapat mengaktifkan reaksi disfungsi otonomik
traktus gastrointestinal yang dapat menyebabkan gejala sakit perut
26,27

berulang.
61. Pengaruh Flora Bakteri
62.
63.
Infeksi Helicobacter pylori (Hp) mempengaruhi terjadinya dispepsia
fungsional. Penyelidikan epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp
pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan
pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui
bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin
menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat
13,26,27

somatostatin.
64. Gangguan motilitas dari saluran pencernaan
65.
10

66.

Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Pada pasien


dispepsia fungsional terjadi gangguan motilitas dibandingkan dengan control
yang sehat, dari 17 penelitian kohort yang di teliti pada tahun 2000
menunjukkan keterlambatan esensial dari pengosongan lambung pada 40%
pasien dispepsia fungsional. Gastric scintigraphy ultrasonography dan
barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam
lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah
dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah
keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana
terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari

aktivitas gerakan gastrointestinal.


67. Hipersensitivitas viseral
68.
69.
Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat
gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu
hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Fenomena ini berdasarkan
mekanisme

perubahan

perifer.

Sensasi

viseral

ditransmisikan

dari

gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan


persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus.
70.
Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkan disfungsi
pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabut aferen
lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia. Dispepsia
fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelah rangsangan
kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan penurunan
F.

motilitas duodenum.
71.
Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme
sentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak
yang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit
yang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa
perubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme
sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting
dalam persepsi stimuli periperal.

G. Manifestasi Klinis

11

72.

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala

yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
73.
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan
gejala:
a.
b.
c.
d.
74.

Nyeri epigastrium terlokalisasi


Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
Nyeri saat lapar
Nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like

dyspesia), dengan gejala:


a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
75. 3.Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).2
76. Dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan gejala atau

keluhan:
8,11
77. a. Postprandial Distress Syndrome
78.
Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi
biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu.
Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskan
79.
80.
makanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu.
8,11
81. b. Epigastric Pain Syndrome
82.
Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat keparahan
sedang yang dialami minimal sekali seminggu.
Nyeri interimiten.
83.
Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus.
84.
Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu.
85.
86.
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat
akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman
pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus
yang keras (borborigmi.)

9,10

Pada beberapa penderita, makan dapat

memperburuk nyeri, sedangkan pada penderita lainnya, makan bisa


mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun,

12

mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap
selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap
pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak
biasa seperti adanya alarm symtoms, maka penderita harus menjalani
5,6

pemeriksaan .
87. Tabel 2.1. Alarm symptoms sakit perut berulang disebabkan kelainan
31
organik .
88.
89.
Nyeri terlokalisir,jauh dari umbilikus
90.
Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah)
91.
Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari
92.
Nyeri timbul tiba-tiba
93.
Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan
94.
Disertai gangguan motilitas(diare, obstipasi, inkontinensia)
95.
Disertai perdarahan saluran cerna
96.
Terdapat disuria
97.
Berhubungan dengan menstruasi
98.
Terdapat gangguan tumbuh kembang
99.
Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun
100.
Terjadi pada usia < 4 tahun
101.
Terdapat organomegali
102.
Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi
103.
Kelainan perirektal: fisura, ulserasi
104.
105.

H. Diagnosis
106.

Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak

dapat membedakan

antara dispepsia

fungsional

Diagnosis dispepsia

fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana

pertama sekali

penyebab

kelainan

organik

dan
atau

dispepsia

organik.

struktural

harus

disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak


membantu adalah

pemeriksaan endoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan

ini dapat terlihat

kelainan di oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti

dengan USG (Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran

13

bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan perubahan
anatomis.

Pemeriksaan

mengungkapkan penyebab

hematologi

dan

kimia

darah

akan

dapat

dispepsia seperti diabetes, penyakit tyroid dan

gangguan saluran bilier. Pada

karsinoma

saluran

pencernaan

perlu

diperiksa pertanda tumor.1,5


I. Diagnosis Banding
107.

Dispepsia adalah merupakan simptom atau kelompok

gejala dan bukan

merupakan suatu diagnosis. Sangat penting mencari clue

atau penanda akan

gejala dan keluhan yang merupakan etiologi yang bisa

ditemukan berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik. 50%60%

kasus, didapati tidak ada penyebab

yang terdeteksi di mana pasien dikatakan

merupakan dispepsia fungsional.

Prevalensi ulkus peptikum adalah 15%-

25% dan prevalensi esofagitis adalah

5%-15%. Kanker digestif bagian

atas < 2%. Disebabkan kanker digestif bagian

atas jarang pada umur <50

tahun, pemeriksaan endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50


tahun. Juga direkomendasi pada pasien yang

mangalami

penurunan berat badan yang signifikan, terjadi pendarahan, dan

muntah yang

terlalu teruk.2
108.
Diagnosis banding dispepsia
Dispepsia non ulkus
Gastro-oesophageal reflux disease.
Ulkus peptikum.
Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemen kalium,

digoxin.
Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).
Cholelithiasis or choledocholithiasis.
Pankreatitis Kronik.
Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism, connective

J.

tissue disease).
Parasit intestinal.
Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik).
109.
110.
111.
Pemeriksaan Penunjang

14

112.

Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya

kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa


bagian:
113.
1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika ditemukan
leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau
banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia ulkus sebaiknya
diperiksa derajat keasaman lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat
diperiksa tumor marker seperti CEA (dugaan karsinoma kolon), dan CA 19-9
(dugaan karsinoma pankreas).
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan
lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori,
urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.
K. Penatalaksanaan
114.

Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan

yang mengganggu,

diet

tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok.

Selain itu, makanan kecil rendah lemak

dapat

membantu

intensitas gejala. Ada juga yang merekomendasikan

untuk

mengurangi
menghindari

makan yang terlalu banyak terutama di malam hari dan membagi asupan
makanan sehari-hari menjadi beberapa

makanan

pengobatan yang lain termasuk hipnoterapi, terapi


perilaku.

kecil.

Alternatif

relaksasi dan terapi

2,9,12

115.
Helicobacter pylori

Berdasarkan

Konsensus

Nasional

Penanggulangan

1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang

15

dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau


internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di
masyarakat.
116.
117.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:


1. Antasid

118.

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid

akan menetralisir

sekresi

asam

lambung.

Antasid

biasanya

mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian


antasid jangan terus- menerus,

sifatnya

hanya

simtomatis,

untuk

mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat

dipakai dalam waktu lebih lama,

juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga

bersifat nontoksik, namun dalam

dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Sering
digunakan adalah gabungan Aluminium

hidroksida

hidroksida.Aluminum hidroksida boleh

menyebabkan

dan

magnesium

konstipasi

dan

penurunan fosfat; magnesium hidroksida bisa

menyebabkan BAB encer.

Antacid yang sering digunakan adalah seperti

Mylanta,

merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium

Maalox,
hidroksida.

Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena


menyebabkan

bisa

hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan kronik

neurotoksik pada pasien tersebut.15


119.

2. Antikolinergik
120.

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik.

Obat yang agak

selektif

muskarinik yang

dapat menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%.

Pirenzepin juga

memilikiefek sitoprotektif.10

121.

yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor

3. Antagonis reseptor H2
122.

dispepsia organik

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati


atau

esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk

16

golongan antagonis

reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan

famotidin.10,15
123.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).


124.

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada

stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk

golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh


PPI adalah

18jam ; jadi, bisa dimakan antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid

gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal,


digunakan sebelum makan yaitu sebelum sarapan pagi kecuali
omeprazol.15
125.

5. Sitoprotektif
126.

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan

enprostil (PGE2).

Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam

lambung oleh sel

parietal.

Sukralfat

prostoglandin endogen, yang selanjutnya

berfungsi

meningkatkan

memperbaiki

sekresi

mikrosirkulasi,

meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,


serta membentuk lapisan protektif

(site protective), yang bersenyawa dengan

protein sekitarlesi mukosa saluran

cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini

jarang, bisa menyebabkan konstipasi (23%). Kontraindikasi pada pasien gagal


ginjal kronik. Dosis standard adalah 1
127.

g per hari.15

6. Golongan prokinetik
128.

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,

domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk

mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah


refluks dan memperbaiki

bersihan asam lambung (acid clearance).10

17

129.
130.

7. Antibiotik untuk infeksi Helicobacter pylori


Eradikasi bakteri Helicobacter pylori membantu mengurangi

simptom pada

sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi

antibiotik seperti amoxicillin

(Amoxil),

metronidazole (Flagyl) dan

tetracycline (Sumycin).6

131.

Kadang

kala

juga

clarithromycin

dibutuhkan

(Biaxin),

psikoterapi

dan

psikofarmakoterapi (obat anti-

depresi dan cemas) pada pasien dengan

dispepsia fungsional, karena

tidak jarang

berhubungan dengan faktor kejiwaan

keluhan

yang

seperti

cemas

muncul
dan

depresi.2,6-12
132.
L. Pencegahan
Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan
yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan
pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara
memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan

lakukan dengan santai.


Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan

mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.


Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung,
membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga
meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan
merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat
berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan

dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk berhenti merokok.
Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan
pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga

membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.


Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke,
menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan
kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan
kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari,

18

maka kuncinya adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang

bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan OAINS,
obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan
membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan

penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.


Ikuti rekomendasi dokter.6-11
M. Prognosis
134.
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia
mempunyai ulkus

peptikum, 20% mengidap Irritable Bowel Syndrome,

kurang daripada 1% pasien

terkena kanker, dan dispepsia fungsional dan

dyspepsia non ulkus adalah 5-

40%.17

135.

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah

serius, contohnya

penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia

disebabkan karena

kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius.

Ada beberapa hal penting

yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu

dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat badan tanpa
disengaja, kesulitan menelan,

terkadang mual-muntah, buang air besar

tidak lancar dan merasa penuh di

daerah perut.

136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
143.
144.

19

146.

145. BAB III


PEMBAHASAN

147.
148.

Diagnosis dispepsia pada pasien ini didasarkan pada anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri perut sebelah
kiri, nyeri perut dirasa seperti diremas-remas dan kram, nyeri perut menjalar
sampai ke ulu hati, pasien merasa ulu hati terasa perih dan panas, dada terasa
sesak dan panas pada dada. Pasien juga merasa mual dan muntah, keluhan
muncul saat pagi hari, pasien mengaku belum makan sejak malam. Keluhan
dirasakan hilang timbul, keluhan bertambah saat pasien tidur dan bertambah saat
bergerak. Pasien mengaku belum minum obat apapun hanya diberi minyak kayu
putih yang digosok diperutnya namun keluhan belum berkurang. Keluhan lain
yang berupa BAB sulit sejak 1 hari, BAK (+) lancar.
149.

Pemeriksaan fisik didapatkan hasil, keadaan umum pasien sedang

dan tampak kesakitan, pasien sadar penuh. Vital sign dalam batas normal,
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan pada epigastrium tepat pada ulu
hati. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah
rutin untuk mengetahui adanya infeksi atau tidak, pemeriksaan penunjang lain
berupa barium enenema, kemudian endoskopi dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis.
150.

Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi gejala berupa

rasa tidak nyaman diperut, mual dan muntah. Pasien diberikan injeksi gitas 1
ampul, ranitidin 1 ampul, kemudian diberi terapi peroral berupa gitas plus 3x1
tab, ranitidi 3x1 tab p.c, asitral 3x1 tab a.c, domperidone 3x1 tab a.c. Pasien
diberi edukasi berupa mengatur pola makan dengan menghindari makanan
pedas, asam, bersantan, mengandung banyak lemak, kopi, alkohol, soda. Pasien
dianjurkan makan tidak berlebih, sering dengan porsi kecil. Olahraga teratur dan
menghindari stres juga dapat membantu dalam pencegahan penyakit.
151.
152.
153.
154.
155.

20

157.

156. BAB V
KESIMPULAN

158.
159.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, pasien tersebut terdiagnosis dispepsia . Untuk memastikan diagnosis


tersebut disarankan untuk dilakukan pemeriksaan darah rutin dan endoskopi.
Terapi yang diberikan berupa terapi konservatif.
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
180.
181.
182.
183.
184.
185.
DAFTAR PUSTAKA
186.
1. Djojoningrat D. Pendekatan klinis penyakit gastrointestinal. Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam, Ed. IV, 2007. Indonesia; Balai Penerbit FKUI. H. 285
2. Jones MP. Evaluation and treatment of dyspepsia. Post Graduate Medical
Journal. 2003;79:25-29.
3. Tack J, Nicholas J, Talley, Camilleri M, Holtmann G, Hu P, et al. Functional
Gastroduadenal. Gastroenterology. 2006;130:1466-1479.
4. Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap Di RS Martha Friska Medan
Tahun

2007.

Edisi

2010.

Diunduh

dari,

http://library.usu.ac.id/index.php/index.php?option=com_journal_review&id.
21

5. Citra JT. Perbedaan depresi pada pasien dispepsia organik dan fungsional.
Bagian Psikiatri FK USU 2003.
6. Dyspepsia. Edition 2010. Available from: http://www.mayoclinic.org/dyspepsia/.
7. Talley N, Vakil NB, Moayyedi P. American Gastroenterological Association
technical review: evaluation of dyspepsia. Gastroenterology. 2005;129:1754
8. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach). Edition 2010. Available from:
http://www.medicinenet.com/dyspepsia/article.htm, 5 Juni 2010.
9. Dyspepsia, What It Is and What to Do About It? Edition 2009. Available from:
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/disorders/474.
html.
10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online Medical Library. 2008
March. Available from: http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
11. Delaney BC. 10 Minutes consultation dyspepsia. BMJ. 2001. Available from:
http://www.bmj.com/cgi/content/full/322/7289/776.
12. Ringerl Y. Functional dyspepsia. UNC Division of Gastroenterology and
Hepatology. 2005;1:1-3.
13. Glenda NL. Gangguan lambung dan duodenum. Patofisiologi. Edisi ke-6. EGC;
2006.h.417-19.

22

Anda mungkin juga menyukai