adalah
respon
pertahanan
inherent
yang
secara
nonselektif
mempertahankan tubuh dari invasi benda asing atau abnormal dari jenis apapun,
walaupun baru pertama kali terpajan. Respon ini membentuk lini pertama pertahanan
terhadap berbagai faktor yang mengancam, termasuk agen infeksi, iritan kimiawi,
dan cedera jaringan yang menyertai trauma mekanis atau luka bakar termasuk dalam
menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Sistem ini disebut nonspesifik
karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu (Baratawidjaya, 2002).
Selain itu sistem imun ini memiliki respon yang cepat terhadap serangan agen
patogen atau asing, tidak memiliki memori immunologik, dan umumnya memiliki
durasi yang singkat (OGorman dan Albert, 2008).
untuk pertahanan melawan parasit, dan memainkan peran dalam reaksi alergi
(seperti asma). Setelah diaktivasi, eosinofil melepaskan protein yang sangat
beracun dan radikal bebas yang sangat efektif dalam membunuh bakteri dan
parasit, namun juga bertanggung jawab dalam kerusakan jaringan selama reaksi
alergi berlangsung. Aktivasi dan pelepasan racun oleh eosinofil diatur dengan
ketat untuk mencegah penghancuran jaringan yang tidak diperlukan.
Sel pembunuh alami
Sel pembunuh alami adalah komponen dari sistem imun turunan. Sel
pembunuh alami menyerang sel yang terinfeksi oleh mikroba, namun tidak
menyerang mikroba tersebut. Sel pembunuh menyerang dan menghancurkan sel
tumor, sel yang terinfeksi virus, dan sebagainya dengan proses yang disebut
dengan missing-self. Istilah ini muncul karena rendahnya jumlah penanda
(marker) permukaan sel yang disebut MHC I (major histocompatibility complex),
suatu keadaan yang muncul ketika terjadi infeksi. Mereka dinamai sel pembunuh
alami karena mereka bergerak tanpa membutuhkan aktivasi.
Pembagian Innate Immunity (Kekebalan Bawaan)
Innate immune atau kekebalan bawaan merupakan salah satu macam dari
kekebalan bawaan. Kekebalan bawaan merupakan mekanisme pertama pertahanan
bagi tubuh. Dan kekebalan bawaan ini di bagi lagi menjadi dua macam pertahanan,
pertahanan tingkat pertama dan pertahanan tingkat kedua.
Pertahanan pertama
Sistem pertahanan pertama pada kekebalan bawaan meliputi faktor fisik,
kimia dan flora normal tubuh (mikriba normal tubuh). Yang merupakan faktor fisik
adalah kulit, kelenjar air mata, kelenjar air lidah (saliva), kelenjar mukus, silia, dan
urine. Kulit yang tertutup merupakan pertahanan paling kuat. kulit yang tertutup
melindungi dari masuknya mikroba patogen. Air mata berperan dalam melindungi
mata dari mikroba patogen karena terdapat lisozim pada air mata yang merupakan
enzim yang mampu menghancurkan dinding bakteri. Saliva juga mempunyai enzim
lisozim ini untuk menghancurkan bakteri. Mukosa berperan dalam hal mencegah
invasi mikroba ke epitel dan jaringan sekitar bahkan sistemik. Bakteri mikroba yang
terperangkap dalam mukosa akan dikeluarkan melalui silia dari epitel dalam bentuk
batuk (pada saluran pernapasan) atau dengan aliran urine (pada saluran
dan
jalur
alternatif
tidak
membutuhkan
antibadi
untuk
lain
pneumonia,
bronkitis,
osteomyelitis, appendisitis,
tuberculosis,
Sumber:
1. Graneto, J.W. 2010. Pediatric Fever. Chicago College of
Osteopathic Medicine of Midweston
University.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/801598-
overview.
2. Davis, C.P., 2011. Fever in Adults. University of Texas Health Science
Center
at
San
Antonio.
Available
from:
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58831.
3. Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease: Fever without a
focus. In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman,
R.E., ed. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier, 459461.
4. Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington.
Available
from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm.
5. Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2767-2768
DBD (Patofisiologi)
primer antibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Diagnosis dini pada infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari
kelima, sedangkan pada infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan
adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat.
Trombositopenia merupakan kelainan hematologi yang sering ditemukan pada
sebagian besar kasus Demam Berdarah Dengue. Trombosit mulai menurun pada
masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit
secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai
pada 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.
Gangguan hemostasis melibatkan perubahan vaskuler, pemeriksaan tourniquet
positif, mudah mengalami memar, trombositopenia dan koagulopati. DBD
stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis, Disseminated
Intravaskular Coagulation (DIC) dapat dijumpai pada kasus yang berat dan
disertai syok dan secara potensial dapat terjadi juga pada kasus DBD tanpa syok.
Terjadinya syok yang berlangsung akut dapat cepat teratasi bila mendapatkan
perawatan yang tepat dan melakukan observasi disertai pemantauan perembesan
plasma dan gangguan hemostatis.