Anda di halaman 1dari 14

BAB VII WAKTU GEOLOGI

BAB VII
WAKTU GEOLOGI
Ketika kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-harinya memikirkan waktu dengan
rentang beberapa jam, hari, bulan, dan tahun, geologis melihat rentang waktu tersebut dari sudut
pandang yang berbeda. Penentuan rentang waktu yang digunakan sangat jauh dari usia manusia,
yaitu ratusan, jutaan hingga milyaran tahun yang lalu. Usia Bumi diperkirakan berusia 4.6 Milyar
tahun yang lalu sedangkan manusia baru diketahui keberadaannya paling tidak pada 2.6 juta
tahun yang lalu. Lalu bagaimanakah geologis dapat menghitung waktu hingga milyaran tahun?
Metode dan alat apa saja yang digunakan untuk mencapai suatu kesimpulan tersebut?
Para ilmuwan kebumian mampu menghitung waktu melalui tiga cara, yaitu secara
penanggalan relative, semi-mutlak dan mutlak. Penanggalan relatif mampu memperkirakan
urutan kejadian mana saja yang mungkin terjadi lebih dahulu dengan mempelajari prinsip
stratigrafi dan fosil, sedangkan penanggalan mutlak mampu mengetahui kapan suatu kejadian
terjadi dan menghitung besaran waktu yang telah terlampaui melalui peluruhan radioaktif.
7.1. Penanggalan Relatif
Sebelum berkembangnya teknik peluruhan radioaktif, ilmuwan tidak memiliki cara untuk
menentukan umur mutlak dan hanya berpegang kepada metode penanggalan relatif. Penanggalan
relatif menempatkan berbagai proses geologi dalam urutan kronologis/waktu tertentu, namun
tidak dapat mengetahui kapan suatu proses terjadi di masa lampau.
Penanggalan umur relatif dilakukan berdasarkan pengamatan batuan maupun fosil di
lapangan. Batu-batuan tersebut memiliki perlapisan dan proses pembentukan yang berbeda-beda
antara satu batuan dengan batuan lainnya. Ilmu yang mempelajari hal tersebut dinamakan dengan
stratigrafi.
Dalam mempelajari stratigrafi, terdapat 6 prinsip dasar yang dapat digunakan dalam
penanggalan relatif, yaitu:
a) Superposisi (Nicholas Steno, 1638 1686)
The Lower is the older and the Upper is the younger yang artinya pada sekuen
lapisan yang belum terganggu, batuan yang tertua atau yang terendapkan paling awal
akan berada di paling bawah dan batuan yang termuda atau yang terendapkan paling
akhir akan berada di atas, kecuali pada lapisan-lapisan yang telah mengalami
pembalikan (overtuned).

Gambar 7.1. Superposisi menempatkan batuan tertua di bagian terbawah (Thompson and Turk, 1997).

BAB VII WAKTU GEOLOGI


b) Hukum Datar Asal (Original Horizontality; Nicholas Steno, 1638 1686)
Prinsip ini manyatakan bahwa material sedimen yang dipengaruhi oleh gravitasi
akan membentuk lapisan yang mendatar (horizontal). Implikasi dari pernyataan ini
adalah lapisan-lapisan yang miring atau terlipatkan, terjadi setelah proses
pengendapan. Namun terdapat pengecualian pada keadaan tertentu (contohnya pada
lingkungan delta dan pantai) yang menyebabkan pengendapan miring atau disebut
kemiringan asli (original dip).

Gambar 7.2. Hukum datar asal memperlihatkan pengaruh gravitasi pada butiran sedimen yang pada
akhirnya membentuk lapisan mendatar (horizontal). Batuan pada gambar juga memperlihatkan prinsip
kesinambungan lateral dimana tidak terlihat adanya suatu keadaan yang memotong lapisan batuan
tersebut.

c) Kesinambungan lateral (Lateral Continuity; Nicholas Steno, 1638 1686)


Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan berkesinambungan sampai batas
cekungan sedimentasinya. Penerusan bidang perlapisan adalah penerusan bidang
persamaan waktu atau merupakan dasar dari prinsip korelasi stratigrafi. Dalam
keadaan normal suatu lapisan sedimen tidak mungkin terpotong secara lateral dengan
tiba-tiba, kecuali oleh beberapa hal yang menyebabkan terhentinya kesinambungan
lateral, yaitu:
pembajian, yaitu kondisi dimana lapisan batuan di tepi cekungan sedimen menipis
perubahan fasies, yaitu perbedaan sifat litologi dalam suatu garis waktu
pengendapan yang sama, atau perbedaan lapisan batuan pada umur yang sama.
pemotongan karena ketidakselarasan, yaitu dimana urutan batuan di bawah bidang
ketidakselarasan membentuk sudut dengan batuan di atasnya Pemotongan ini
terjadi pada lapisan batuan di bawah bidang ketidakselarasan.
Pergeseran lapisan batuan karena terjadinya sesar/patahan

BAB VII WAKTU GEOLOGI


d) Azas Pemotongan (Cross-cutting Relationship; James Hutton, 1726-1797)
Intrusi batuan beku atau sesar harus lebih muda daripada batuan yang
diterobosnya.

Gambar 7.3. Intrusi dike memotong tubuh batuan di sekitarnya. Lokasi di Spanyol.

e) Inclusion
Suatu inklusi (fragmen suatu batuan di dalam tubuh batuan lain) harus lebih tua
daripada batuan yang mengandungnya tersebut.

Gambar 7.4. Prinsip inklusi: a) granit lebih muda daripada batupasir karena batupasir terpanggang pada
bidang kontaknya dengan granit dan granit mengandung inklusi batupasir; b) inklusi granit di dalam
batupasir menunjukkan granit lebih tua daripada batupasir.

f) Faunal Succession (Wiliam smith, 1769-1839)


Sisa dari suatu organisme atau sesuatu bukti yang menunjukkan kehidupan pada
masa lampau dapat menjadi fosil yang terawetkan di dalam suatu perlapisan batuan.
Kenampakan fisiknya berubah secara bertahap dan teratur sejalan dengan waktu dan
menjadi pertanda kehidupan suatu zaman yang dapat digunakan untuk
menghubungkan suatu sistem pengendapan dengan sistem yang lain.

BAB VII WAKTU GEOLOGI

Dalam penanggalan relatif, startigrafi dan fosil menjadi instrumen utama yang dapat
memudahkan pekerjaan geologis. Kedua hal tersebut memiliki ciri khas tersendiri yang mampu
membedakan suatu kejadian dengan kejadian lainnya, yaitu kontak stratigrafi dan fosil.
7.1.1. Kontak Stratigrafi
Untuk mengetahui urutan proses terjadinya batuan, stratigrafi mempelajari beberapa unsurunsur seperti batuan, perlapisan, dan struktur sedimen. Ketiga unsur tersebut dapat menentukan
batuan mana saja yang terbentuk pada tahap awal dan akhir. Hubungan perlapisan batuan yang
satu dengan yang lain dapat diamati melalui kontak (setuhan) stratigrafi.
Ketika batuan terendapkan mulai dari bawah hingga ke atas tanpa adanya selang waktu
ataupun gangguan, maka kontak stratigrafi tersebut adalah selaras (conformable). Keselarasan ini
dapat bersifat tegas, berangsur (gradation) maupun membaji (intercalation). Namun, jika proses
pengendapan batuan mendapatkan gangguan, maka kontak tersebut menjadi tidak selaras.
Ketidakselarasan yang paling umum dijumpai adalah diastem, dimana siklus sedimentasi tidak
menerus yang disebabkan oleh adanya erosi. Selain itu juga ada peristiwa hiatus, yaitu waktu
dimana tidak terdapatnya proses sedimentasi.
Ketidakselarasan yang terjadi dapat terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:
a) Angular unconformity; lapisan bawah dan atas tidak sejajar (membentuk sudut) dan
mempunyai strike dan dip yang berbeda.

Gambar 7.5. Angular unconformity di Portugal.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


b) Paraconformity; lapisan atas dan bawah relatif sejajar, namun dipisahkan oleh bidang
erosi yang beraturan.

Gambar 7.6. Paraconformity memisahkan batuan dengan bidang erosi yang beraturan.

c) Disconformity; sama seperti paraconformity, ramun bidang erosi yang memisahkannya


relatif tidak beraturan.

Gambar 7.7. Proses terbentuknya disconformity.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


d) Nonconformity; permukaan erosi memisahkan batuan kristalin (intrusi batuan beku
atau kompleks metamorf) dari batuan sedimen di atasnya.

Gambar 7.8. Noncoformity antara batupasir (bagian atas) dan granit (bagian bawah).

7.1.2. Fosil
Fosil berasal dari bahasa latin, yaitu fodere (menggali). Fosil tidak hanya mencakup fauna,
tetapi juga flora yang telah musnah pada masa lampau yang terawetkan dalam lapisan bumi,
terjadi secara alami dan mempunyai umur geologi lebih dari 10.000 tahun yang lalu (kala
Holosen). Salah satu cabang geologi yang mempelajari fosil adalah paleontologi dan
mikropaleontologi. Keilmuan ini mempelajari klasifikasi, identifikasi, dan cara hidup fosil.

Gambar 7.9. Fosil Trilobita yang berumur 300 juta tahun yang lalu.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


Fosil memiliki keanekaragaman bentuk dan ukuran, ada yang dapat langsung dilihat
dengan mata namun ada juga yang harus diamati melalui mikroskop. Berdasarkan ukurannya,
fosil terbagi menjadi:
a) Macrofossil (fosil besar), dapat dilihat tanpa menggunakan mikroskop.
b) Microfossil (fosil kecil), dilihat dengan menggunakan mikroskop
c) Nanofossil (fosil nano), fosil sangat halus yang berukuran nanometer dan dipelajari
dengan mikroskop elektron atau yang lebih canggih.

A1

A2

Gambar 7.10. A1). Fosil Mikro (Foraminifera); A2). Nanno Fosil.

Ketika sisa makhluk hidup menjadi fosil, bentuk fosilnya akan menyesuaikan dengan
kondisi fisik dari organismenya. Berikut adalah bentuk-bentuk fosil berdasarkan tipe
pengawetannya:
a) Bentuk organisme sebenarnya, yaitu kondisi dimana bentuk fosil tidak berubah dan
dijumpai pada kondisi tertentu. Contoh: mammoth yang terawetkan dalam es.
b) Fosil berupa fragmen yang terdiri dari bagian bagian kerangka keras yang terawetkan,
sedang bagian yang lunak hampir seluruhnya larut. Contoh: fragmen cangkang
moluska, fragmen tulang atau rangka vertebrata.
c) Fosil sisa pengisian (termineralisasi) adalah suatu proses pengisian dimana setiap
lubang kecil yang terdapat dalam tulang atau dalam kulit kerang terisi oleh mineral
baru, namun material semula yang menyusun organisme tersebut tidak berubah.
Contoh: brachiopoda yang diisi oleh kalsit, chepalopoda yang diisi oleh limonit.
d) Fosil sisa penggantian (replacement), yaitu seluruh material penyusun organisme telah
mengalami penggantian oleh mineral baru selama sedimentasi. Contoh: gastropoda
yang diganti oleh agate.
e) Lapisan tipis karbon, yaitu seluruh material penyusun organisme terurai karena
keluarnya gas-gas atau zat lain yang mudah menguap, akibat tekanan pada
sedimentasi. Maka terjadi pengumpulan zat karbon, berupa lapisan tipis karbon yang
menyelubungi organisme yang tertindih tadi. Contoh: Graptolit, fosil daun Pecopteris.
f) Fosil sisa tumbuh-tumbuhan, yaitu tumbuh-tumbuhan terutama kayu mengalami
penggantian total molekul-molekul jaringan tumbuh-tumbuhan oleh mineral baru yang
meresap pada saat diendapkan. Contoh: Petrified wood, yang meresap silika.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


g) Fosil berupa jejak/bekas, yaitu:
Cetakan (Mold), cetakan bagian luar yang mempunyai relief tinggi, Contoh:
Brachiopoda.
Hasil cetakan, yaitu cetakan bagian dalam berupa mineral-mineral yang mengisi
mold atau dapat pula terjadi karena proses replacement pada kulit kerang yang utuh,
kemudian kulit kerangnya larut. Contoh: Pelecypoda.
Cetakan jejak, yaitu jejak organisme yang terbentuk pada batuan sedimen lunak.
Contoh: cacing.
Cetakan relief rendah, yaitu cetakan organisme yang mempunyai relief rendah.
Contoh: bekas daun yang jatuh di lumpur.
Bekas kotoran (coprolith).
h) Bentuk seperti organisme, yaitu bahan bahan organik yang terbentuk oleh alam
mempunyai bentuk tumbuh-tumbuhan atau hewan. Contoh: Dedrites berupa lapisan
tipis kristal Mn02.

Gambar 7.11. Macam macam pengawetan fosil.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


Syarat suatu organisme menjadi fosil setelah mati, yaitu:
a) Fauna atau flora tersebut harus segera tertutup oleh sedimen dimana oksigen tidak
dapat masuk.
b) Fauna atau flora tersebut harus jatuh pada suatu keadaan dimana proses proses bakteri
pembusuk tidak dapat bekerja (karena tidak ada oksigen).
c) Fauna atau flora tersebut harus mempunyai kerangka yang kuat.
Faktor yang mempenganuhi pemfosilan adalah:
a) Tempat atau lingkungan dimana hewan atau tumbuhan itu akan menjadi fosil serta
keadaan lapisan tanah yang membungkus fosil.
b) Hewan atau tumbuhan yang mati tidak boleh terkena proses pembusukan, misalnya:
oksidasi, dirusak oleh bakteri pembusuk, dan proses penghancuran kimia, fisika, dan
biologi lainnya.
c) Hewan atau tumbuhan yang mati tidak boleh dimakan atau menjadi mangsa berbagai
binatang yang masih hidup.
d) Setelah hewan atau tumbuhan mati hendaknya terbungkus oleh lapisan terrain atau
sedimen yang dapat melindungi dari proses yang merusakkan.
e) Sedapat mungkin mereka mempunyai bagian tubuh atau batang yang keras dan kuat
seperti terdiri dari mineral atau zat tanduk untuk memudahkan perubahan menjadi
fosil.
f) Satelah hewan atau tumbuhan itu menjadi fosil, maka fosil itu tidak boleh dirusak oleh
daya pelapukan, pengikisan, orogenesis, metamor-fosis, diagenesis, dan lain lain.
Mungkinkah fosil bisa terdapat di semua jenis batuan? Secara umum fosil sering dijumpai
pada batuan sedimen. Pada batuan beku fosil tidak dapat dijumpai karena proses
pembentukannya melibatkan magma, sehingga fosil akan hancur. Namun tidak menutup
kemungkinan pada batuan beku memiliki cetakan (mold) fosil. Sama halnya pada batuan
metamorf, fosil tidak mungkin dapat terawetkan karena proses pembentukan batuan metamorf
sealu melibatkan tekanan dan suhu yang tinggi, mengakibatkan organisme yang menjadi fosil
menjadi rusak.
Pada masa hidupnya, organisme makhlup hidup yang akan menjadi calon fosil memiliki
lingkungan tertentu untuk berkembang biak. Beberapa tempat yang sering dijumpai fosil adalah:
a) Terestrial (daratan)
Ada beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya fosil di darat:
Di dalam lapisan es seperti fosil mammoth yang ditemukan utuh di daerah Siberia.
Di dalam lapisan loss seperti yang terjadi di Gurun Gobi yang sering dilanda
angin ribut.
Di dalam damar, seperti fosil serangga yang ditemukan di daerah Baltik.
Di sekitar gunungapi, terjadi sewaktu erupsi, seperti di Pulau Jawa pada Zaman
Pleistosen.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


b) Akustik (di air)
Air payau: tidak baik untuk proses pemfosilan, karena sedimen yang diendapkan
berbutir kasar.
Air asin: disini banyak sekali kemungkinan untuk mendapatkan fosil, yaitu di
dalam pasir, lumpur, napal, atau kapur organik.
Air tawar: fosil tidak begitu banyak di sini dibandingkan dengan di air asin, yaitu
terdapat di Fluviatil (sungai), Limnis (danau), dan Paralis (rawa).
Klasifikasi fosil dikenal dengan nama taksonomi (pengelompokan organisme baik flora
maupun fauna). Urutan taksonomi adalah sebagai berikut:
KINGDOM PHYLUM CLASS ORDO FAMILY - GENUS SPESIES
Cara penamaan dan penulisan (Nomenklatur) fosil adalah dengan memberian dua nama
pada setiap organisme. Nama genus ditulis di awal dengan huruf besar dan spesies ditulis
setelahnya dengan huruf kecil. Penulisan nama fosil harus miring atau digarisbawahi dan setelah
nama spesies harus dituliskan siapa penemu fosil tersebut (menggunakan huruf kapital tebal dan
dalam kurung). Contohnya adalah Globorotalia menardii (D'ORBIGNY). Groborotalia adalah
genus dan menardii adalah spesies, sedangkan D'ORBIGNY adalah nama orang yang
menemukan fosil tersebut.
Fosil diketahui dapat menentukan penanggalan relatif batuan dengan cara
mengklasifikasikan beberapa jenis fosil yang sama ke dalam satu tabel umur hidup fosil tersebut.
Fosil yang ditemukan dalam batuan dianggap mempunyai umur yang sama dengan batuan
tempat fosil tersebut dijumpai.
Tabel 7.1. Penentuan umur batuan berdasarkan kandungan fosil.

Selain menentukan umur relatif batuan, fosil juga dapat digunakan untuk mengetahui
lingkungan purba tempat dimana organisme tersebut berada. Fauna-fauna yang hidup di laut

BAB VII WAKTU GEOLOGI


terikat oleh suatu zona tertentu, yaitu zona lithoral (0-20 meter), zona neritic (20-200 meter),
zona batyal (200-2000 meter), dan zona abysal (> 2000 meter).

Gambar 7.12. Zona batimetri lautan.

Fosil juga biasanya dijadikan suatu pembanding perlapisan batuan atau dikenal dengan
istilah korelasi. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan ciri lapisan batuan yang sama
dengan lapisan lainnya. Teknik pengkorelasian berdasarkan kandungan fosil ini biasa dinamakan
dengan biostratigrafi.

Gambar 7.13. Korelasi batuan dengan menggunakan kandungan fosil atau lebih dikenal dengan biostratigrafi. Jenis
fosil A, B, dan C pada batuan nomor 3 tidak ditemukan. Hal tersebut dikarenakan fosil tersebut tidak diendapakan di
sana atau telah mengalami erosi. (Thompson and Turk, 1997)

Penentuan umur dengan penanggalan relatif tidak lepas dari metode penentuan umur
melalui fosil yang dibantu melalui skala waktu geologi. Skala waktu geologi ini dibikin oleh
International Commission on Statigraphy berdasarkan waktu dan stratigrafi pada masa lalu yang
dapat dibuktikan dengan kehidupan purba, iklim, dan bentang alam pada masa tertentu.

BAB VII WAKTU GEOLOGI

Gambar 7.14. Skala waktu geologi.

BAB VII WAKTU GEOLOGI


7.2. Penanggalan Mutlak
Geologis telah menemukan proses alam yang berlangsung pada laju konstan dan
mengakumulasikannya dalam rekaman tersendiri, rekaman tersebut adalah peluruhan radioaktif
yang ada pada setiap batuan. Setiap batuan memiliki waktu luruh yang berbeda-beda sehingga
diperlukan pemahaman mengenai sifat-sifat radioaktif.
Sebuah atom terdiri dari nucleus yang kecil dan padat, dikelilingi oleh elektron. Nukleus
memiliki proton bermuatan positif dan neutron yang bermuatan netral. Seluruh atom pada
elemen tertentu memiliki jumlah proton yang sama dalam nucleus. Namun, jumlah neutron bisa
bervariasi. Isotop adalah atom pada elemen yang sama dengan jumlah neutron yang berbeda.
Sebagai contoh seluruh isotop potassium memiliki 19 proton, tetapi ada isotop yang memiliki 21
neutron dan yang lainnya memiliki 20 neutron. Setiap isotop namanya akan diikuti dengan total
jumlah proton ditambah dengan neutron pada nukleusnya. Jadi, potassium-40 mengandung 19
proton dan 21 neutron. Potassium-39 memiliki 19 proton tetapi hanya memiliki 20 neutron.
Banyak isotop bersifat stabil dan tidak berubah seiring waktu. Potassium-39 sebagai
contohnya tidak pernah berubah selama 10 Milyar tahun. Namun, ada juga isotop yang tidak
stabil atau radioaktif dikarenakan nukleusnya secara tiba-tiba terpecah. Potassium-40 meluruh
secara alamiah untuk membentuk dua jenis isotop lainnya, yaitu argon-40 dan calcium-40. Isotop
radioaktif seperti potassium-40 dikenal dengan isotop induk (parent isotop), sedangkan isotop
yang dihasilkan oleh radioaktif seperti argon-40 atau calcium-40 disebut dengan isotop anak
(daughter isotope).

Gambar 7.15. Isotop induk Potassium-40 meluruh menjadi isotop anak Argon-40 dan Calcium-40. (Thompson and
Turk, 1997).

Setiap atom memiliki kecenderungan tertentu untuk meluruh pada waktu tertentu. Ratarata, setengah atom dari setiap sampel potassium-40 akan meluruh dalam 1.3 milyar tahun. Paruh
waktu adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh atom pada sampel untuk meluruh. Waktu

BAB VII WAKTU GEOLOGI


paruh potassium-40 adalah 1.3 milyar tahun. Maka, jika 1 gram potassium-40 diletakkan pada
sebuah wadah, 0.5 gram akan tersisa setelah 1.3 milyar tahun, o.25 setelah 2.6 milyar tahun, dan
seterusnya. Setiap isotop radioaktif memiliki waktu paruh tersendiri, beberapanya adalah dalam
detik dan lainnya diukur dalam milyaran tahun.
Peluruhan radioaktif muncul pada laju yang konstan dan diketahui. Ketika isotop induk
meluruh, maka isotop anak akan terkumpul di batuan. Semakin lama batuan tersebut , maka
semakin banyak isotop anak terkumpul. Proses tersebut dikenal dengan Radiometric dating,
dimana proses penentuan umur batuan, mineral, dan fosil dilakukan dengan mengukur induk dan
isotop anak.
Gambar 7.16 menunjukkan hubungan antara umur dan jumlah relative induk dan isotop
anak. Pada akhir dari paruh waktu, 50 % dari induk atom telah meluruh menjadi isotop anak.
Ketika akhir dari dua paruh waktu, komposisinya adalah 25% induk dan 75% isotop anak. Untuk
menentukan umur batuan, geologis mengukur proporsi isotop induk dan anak dalam sebuah
sampel dan membandingkan rasionya terhadap grafik pada Gambar 7.16 Misalkan pasangan
isotop induk-anak memiliki waktu paruh 1 juta tahun. Jika sebuah batuan mengandung 25%
isotop induk dan 75% isotop anak, maka Gambar 7.16 memperlihatkan umur dua paruh waktu,
atau 2 juta tahun.

Gambar 7.16. Grafik peluruhan radioaktif isotop induk menjadi isotop anak. (Thompson and Turk, 1997).

Anda mungkin juga menyukai