Anda di halaman 1dari 43

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik

KEJADIAN PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS PANDANARAN


PERIODE JANUARI 2014 APRIL 2014
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS PANDANARAN
PERIODE 31 MARET 19 APRIL 2014
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Di Puskesmas Pandanaran KotaSemarang

KUSTA

Disusun Oleh :
Devi Agustina
Dina Amalia
Dwarala Repya K.
Reta Destalia I.
Vike Poradwita
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat


Puskesmas Pandanaran 31 Maret 19 April 2014
Telah Disahkan

Semarang,

April 2014

Mengetahui

Kepala Puskesmas Pandanaran

dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes

Kepala Departemen IKM

dr. Ophi Indria Desanti, MPH

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan rahmat
karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Kejadian Penyakit Kusta Di Puskesmas Pandanaran Periode Januari 2014 April 2014.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus Kusta di Puskesmas
Pandanaran, Kota Semarang.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya kepada yang
terhormat:
1. dr. Ophi Indria Desanti, MPH, kepala departemen IKM FK Unissula Semarang
2. Ibu Siti Thomas Zulaikah, SKM, M.Kes,, Koordinator Pendidikan IKM FK
3.
4.
5.
6.

Unissula Semarang
dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes, Kepala Puskesmas Pandanaran Semarang
dr. Djoko Sulistiono selaku pebimbing di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang.
Seluruh Staf Puskesmas Pandanaran Semarang
Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari kata

sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini agar lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran
Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang,

April 2014

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan organisasi fungsional di bidang pelayanan kesehatan
dasar, yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pembinaan peran serta
masyarakat dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, yang sesuai
dengan konsepnya bahwa Puskesmas bertanggungjawab atas wilayah kerja yang
ditetapkan ( DKK Semarang, 2012). Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi
dua yaitu upaya kesehatan wajib (meliputi promosi kesehatan, kesehatan lingkungan,
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan) dan upaya kesehatan
pengembangan yaitu : Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Kesehatan Gigi dan Mulut,
Laboratorium Sederhana, Kesehatan Usia Lanjut, dan lain-lain.
Salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas adalah pemberantasan penyakit
menular yaitu penyakit kusta. Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit,
saraf, anggota gerak dan mata (Dinkes, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Weekly Epidemiological
Record bahwa di Indonesia ditemukan 20.023 kasus kusta pada tahun 2011, terjadi
peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2010 ditemukan 17.012 kasus. Didunia kasus
yang dilaporkan sebanyak 219.075 untuk tahun 2011. (Weekly Epidemiological Record,
2012). Tahun 2006, The International Federations of Anti Leprosy Associations (ILEP)
dan WHO mengeluarkan strategi global untuk menurunkan beban penyakit dan
kesinambungan program pemberantasan penyakit kusta (tahun 2006-2010) (WHO,
2010). Sejak pertengahan tahun 2006 strategi tersebut dipakai dalam kebijakan
pemberantasan penyakit kusta di Indonesia. Menurut Weekly Epidemiology Record,
diperkirakan jumlah penderita kusta baru di dunia pada tahun 2011, terdapat 219.075
kasus dengan perincian regional Asia Tenggara 160.132 kasus, regional Afrika 12.673
kasus dan regional Amerika 36.832 kasus, sedangkan sisanya berada di regional
lainnya. Awal tahun 2012 (di luar regional Eropa) adalah sekitar 181.941 orang. Dari
jumlah tersebut terbanyak terdapat di regional Asia Tenggara 117.147 kasus, diikuti
regional Amerika 34.801 kasus, regional Afrika 15.006 kasus dan sisanya berada pada
regional lain di dunia
4

Dari daftar distribusi penyakit kusta selama tahun 2005 adalah 17 negara yang
melaporkan 1000 atau lebih penemuan kasus baru (case detection rate/CDR), dan negaranegara ini mempunyai kontribisi 94% dari seluruh penemuan kasus baru di Dunia. Dari 17
negara pelapor, Indonesia (19.695 kasus) menempati urutan kedua setelah Brazil (38.410
kasus) (P2 Kusta, 2005).

Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak
1.308 kasus, lebih rendah jika dibandingkan pada tahun 2011 (1.873 kasus) dan tipe
Pausi Basiler sebanyak 211 kasus, juga lebih rendah dibanding tahun 2011 (395 kasus)
dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Meski
secara signifikan terjadi penurunan angka prevalensi, namun kasus-kasus baru masih
selalu bermunculan. Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak
penderita yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai
diobati (Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya
cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru pengobatan
untuk penderita default. Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3 bulan dalam jangka
waktu 9 bulan sudah dianggap default. Ketentuan lama penderita disebut default kalau 3
bulan berturut-turut tidak minum obat. Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6
bulan dalam jangka waktu 18 bulan sudah disebut default. Ketentuan lama penderita
MB berturut-turut 6 bulan tidak berobat baru dikatakan default. (Dinkes, 2012).
Menurut data dari puskesmas pandanaran semarang pada tahun 2014 terdapat satu
penderita yang mengalami penyakit kusta dan saat ini telah mendapatkan pengobatan.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit kusta berdasarkan pendekatan H.L. Blum.
1.1.

Tujuan

1.1.1. Tujuan Umum :


Mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penemuan penyakit kusta berdasarkan pendekatan H.L. Blum.
1.1.2. Tujuan khusus
- Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang mempengaruhi
-

terjadinya penyakit kusta.


Untuk memperoleh informasi

mempengaruhi terjadinya penyakit kusta.


Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan kesehatan yang

mengenai

faktor

lingkungan

yang

mempengaruhi terjadinya penyakit kusta.

Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang mempengaruhi

terjadinya penyakit kusta.


Untuk mencari solusi pada pasien kusta.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Kosasih, 2008)
B. Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat
dibiakkan dalam media artifisial. M. Lepra berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x
0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram-positif (Kosasih,2008)
C. Patogenesis
Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M. Lepra pada kaki
mencit, dan berkembang biak di sekitar tempat suntikan. Dari berbagai macam
spesimen, bentuk lesi maupun negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan
spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M. Lepra yang disuntikkan
dan

kalau

melampaui

jumlah

maksimum

tidak

berarti

meningkatkan

perkembangbiakan.
Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti radiasi
(900r), sehingga kehilangan respon imun selularnya, akan menghasilkan granuloma
penuh basil terutama di bagian tubuh yang relatif dingin, yaituhidung, cuping
telinga, kaki dan ekor. Basil tersebut selanjutnya dapat diinokulasikan lagi, berarti
memenuhi salah satu postulat Koch, meskipun belum seluruhnya dapat dipenuhi.
Sebenarnya M. Lepra mempuyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,
sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan derajat infeksi
dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang
menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat
sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
7

penyakit imunologik. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya
daripada intensitas infeksinya (Kosasih,2008).
D. Faktor-faktor yang menentukan sakit kusta
1. Penyebab
Waktu pembelahan M. Lepra sangat lama yaitu 12-14 hari. Diluar tubuh
manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari.
2. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia yang dianggap sebagai sumber penularan
3. Cara keluar dari tuan rumah
Kulit dan mukosa hidung diketahui sebagai sumber dari kuman.
4. Cara penularan
Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga sampai
bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Lepra yang solid keluar dari
tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis
penularan ini dapat terjadi kontak yang erat dan lama dengan penderita.
Seorang penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak
menjadi sumber penularan kepada orang lain.
5. Cara masuk ke dalam tubuh
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan
bagian atas.
6. Tuan rumah
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit penyakit kusta setelah kontak
dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas.
E. Diagnosis dan klasifikasi
1. Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda
utama (cardinal sign :
Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainana

kulit

dapat

berbentuk

bercak

keputih-putihan

(hipopigmentasi) atau kemerah-merahan (eritematous) yang mati


rasa (anaesthesi)

Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf


Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis
saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa :
Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
Gangguan fungsi motorik : kelemahan otot (parese) /
kelumpuhan (paralisis)
Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, pembengkakan
(edema,dll)
Basil tahan asam (BTA +)
Bahan pemeriksaan BTA diambil dari kerokan kulit (skin smear) asal
cuping telinga (rutin) dan bagian aktif suatu lesi kulit.
2. Untuk mendiagnosis penyakit kusta, minimal ditemukan 1 cardinal sign.
Tanpa adanya cardinal sign, kita hanya boleh menyatakan sebagai tersangka
(suspek) kusta.
3. Tanda-tanda tersangka kusta :
Suspek :
Tanda pada kulit :
a. Kelainan kulit berupa bercak merah atau putih atau
benjolan
b. Kulit mengkilap
c. Bercak yang tidak gatal
d. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau
tidak berambut
e. Lepuh tidak nyeri
Tanda pada saraf :
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota
badan atau muka
b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
c. Adanya cacat (deformitas)
d. Luka yang tidak sakit
Tanda-tanda tersebut jangan digunakan sebagai dasar diagnosis
penyakit kusta (Subdirektorat kusta dan frambusia, 2005). Bila ragu-ragu
orang tersebut dianggap sebagai kasus dicurigai (suspek) dan diperiksa ulang

dalam 3 bulan sampai diagnosis ditegakkan kusta atau penyakit lain (Depkes
RI, 1998).
F. Klasifikasi
Tabel 1. Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO
PB
1. Lesi kulit (makula

1-5 lesi

yang datar, papul Hipopigmentasi/eritem


yang

meninggi,infiltrat
,

plak

MB
> 5 lesi
Distribusi
lebih simetris

Distribusi tidak simetris

eritem,

nodus)
2. kerusakan

Hilangnya

saraf(menyebabka Hilangnya sensasi yang


n
hilangnya
jelas
senasasi/kelemaha Hanya
n
otot
yang
saraf
dipersarafi oleh
saraf

satu

sensasi
kurang jelas

cabang Banyak
cabang saraf

yang

terkena)
G. Terapi
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penderita Pauci Baciler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)
adalah :

2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Pengobatan harian: hari ke 2-28 :

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

blister untuk 1 bulan

Lama pengobatan : 6 blister diminum selama 6-9 bulan.


10

2. Penderita Multi Baciler (MB)


Dewasa
Pengobatan bulanan

: hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)

adalah :

2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)

3 tablet Lampren @ 100 mg (300 mg)

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Pengobatan harian: hari ke 2-28 :

1 tablet Lamprene 50 mg

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

1 blister untuk 1 bulan


Lama pengobatan : 12 blister diminum selama 12-18 bulan.
H. Pencegahan Kecacatan
Prinsip pencegahan bertambahnya cacat (3M) :
Melindungi mata, tangan dan kaki dari trauma fisik
Memeriksa mata, tangan dan kaki secara teratur
Melakukan perawatan diri
a. Untuk mata yang tidak dapat ditutup rapat :

Goresan kain baju, sarung bantal, tangan, daun, debu, rambut, asap, dll dapat
merusak mata akibatnya mata menjadi merah, meradang dan terjadi infeksi
yang mengakibatkan kebutaan.

Mencegah kerusakan mata dengan


Hindari tugas-tugas yanga ada debu
Melindungi mata dari angin dan debu yang dapat mengeringkan mata
dengan memakai kacamata
Mencuci mata dengan air bersih
Waktu istirahat tutup mata dengan sepotong kain basah
Sering bercermin untuk melihat kemerahan atau benda yang masuk ke
mata

b. Untuk tangan yang mati rasa

Bisa terluka oleh :

11

Benda panas seperti gelas panas, ceret, kwali, rokok, api, knalpot, dll
Benda tajam
Gesekan dari alat kerja, tali pengikat, batu, dll
Pegangan terlalu kuat pada alat kerja

Mencegah luka :
Lindungi tangan dari benda panas, kasar, ataupun tajam dengan
menggunakan kaos tangan tebal atau alas kain.
Membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan tugas
yang berbahaya bagi tangan yang mati rasa
Sering berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti apakah ada luka
atau lecet yang sekecil apapun
Jika ada luka, memar, lecet rawat dan istirahatkan sampai sembuh.

c. Untuk kulit tangan yang kering

Kekeringan akan mengakibatkan luka-luka yang kemudian terinfeksi

Mencegah kekeringan
Rendam selama 20 menit setiap hari dalam air dingin, lalu diolesi
minyak (minyak kelapa, atau minyak lain) untuk menjaga
kelembaban kulit.

d. Untuk jari tangan yang bengkok

Kalau dibiarkan bengkok sendi menjadi kaku dan otot memendek sehingga
jari menjadi kaku dan tidak dapat digunakan serta menjadi luka.

Cegah agar tidak kaku dengan cara :


Sesering mungkin setiap hari memakai tangan lain untuk meluruskan
sendi-sendinya
Taruh tangan diatas paha, luruskan jari dan bengkokkan jari berulang
kali.
Pegang ibu jari dengan tangan lain dangerakkan sendi agar tidak
kaku

Kalau ada kelemahan membuka jari, kuatkan dengan :


Taruh di meja atau paha dan pisahkan dan rapatkan jari berulang kali
Ikat jari dengan 2-3 karet gelang lalu pisahkan lalu rapatkan jari
berulang kali

12

e. Untuk kaki yang semper

Kalau kaki semper dibiarkan tergantung otot pergelangan kaki bagian


belakang akan memendek sehingga kaki tidak bisa diangkat. Jari-jari kaki
akan terseret dan luka. Dan oleh karena kaki miring saat melangkah akan
mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki ke 4 dan 5.

Untuk mencegah agar kaki yang semper tidak bertambah parah maka :
Selalu pakai sepatu agar jari-jari tidak terseret dan luka
Angkat lutut lebih tinggi saaat berjalan
Pakai tali karet antara lutut dan sepatu untuk mengangkat kaki bagian
depan saat berjalan
Pakai plastik atau kertas keras dari betis sampai telapak kaki agar
kaki tidak jatuh.
Jaga supaya tidak menjadi kaku, dengan :

Duduk dengan kaki lurus ke depan. Pakai kain panjang atau


sarung yang disangkutkan pada bagian depan kaki dan tarik
kearah tubuh

Jika kaki semper tidak disertai luka maka dapat dilakukan


variasi latihan berikut. Latihlah kaki tersebut dengan berdiri
menghadap tembok dengan jarak 60 cm, lipat siku dan
sandarkan pada tembok. Dorong tubuh ke depan dengan tumit
tetap menapak ke lantai, dan tahan selama beberapa detik,
hingga terasa otot tertatik, kemudian dorong tubuh ke
belakang, lakukan beberapa kali.

Jika kelemahan saja yang terjadi maka :


Sering-seringlah mencoba mengangakt jari dan bagian depan kaki
tersebut
Ikat karet (dari ban dalam) pada tiang atau kaki meja dan tarik tali
karet dengan punggung kaki lalu tahan beberapa saat kemudian
ulangi beberapa kali

f. Untuk kulit kaki yang tebal dan kering\

Kulit yang kering mengakibatkan luka kecil yang terinfeksi

Mencegah kulit kering dengan :

13

Merendam kaki selama 20 menit setiap hari dalam air dingin.


Gosok bagian yang menebal dengan batu gosok
Diolesi minyak kelapa untuk kelembaban kulit
g. Untuk kaki yang mati rasa

Kaki bisa terluka :


Benda panas
Benda tajam
Gesekan septu atau sandal
Tekanan tinggi atau lama berdiri, berjalan jauh, jongkok lama

Cegah luka :
Lindungi kaki dengan alas kaki
Membagi tugas rumah tangga
Sering berhenti dan memeriksa kaki
Kalau ada luka, lecet atau memar segera diistirahatkan

Alas kaki yang cocok :


Empuk didalam
Keras di bagian bawah
Tidak mudah terlepas
Tidak ada sepatu khusus

h. Untuk kaki yang borok

Luka borok disebabkan karena menginjak benda tajam, panas atau kasar atau
memar yang tidak dihiraukan karen penderita tidak merasa sakit. Luka itu
terus terinjak karena BB penuh sampai kulit dan daging hancur. Luka
sebenarnya dapat sembuh sendiri apabila diistirahatkan beberapa minggu.
Perawatan yang tepat : bersihkan luka dengan sabun, rendam kaki dalam air
selama 20-30 menit, gosok pinggiran luka yang tebal dengan batu apung.
Setelah dikeluarkan dari air beri minyak di bagian yang tidak luka, balut lalu
istirahatkan kaki (jangan diinjakkan saat berjalan)

Jika ada penderita yang telah menyelesaikan pengobatan kemudian


mendapat luka atau borok pada kaki seringkali merasa penyakit kusta
kambuh, hal tersebut salah. Luka pada kaki yang mati rasa bukan karena M.
Lepra jadi jangan mengulangi pemberian MDT.
14

Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi berarti tidak ada infeksi sekunder
oleh bakteri lain, sehingga tidak perlu antibiotik (Subdirektorat kusta dan
frambusia, 2005).

I. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit kusta


1. Faktor Internal.
a.Umur.
Umur dimana kejadian penyakit kusta sering terkait dengan umur pada saat
diketemukan dari pada timbulnya penyakit, namun yang terbanyak adalah pada
umur muda dan produktif. Penyakit kusta jarang ditemukan pada bayi, angka
kejadian (Insidence Rate ) meningkat sesuai umur dengan puncak pada umur 10-20
tahun dan kemudian menurun Prevalensinya juga meningkat sesuai dengan umur
dengan puncak umur 30-50 tahun dan kemudian secara perlahan-lahan menurun
b.Jenis kelamin.
Jenis kelamin, kusta dapat mengenai laki-laki dan perempuan, menurut
catatan sebagian besar negara didunia kecuali dibeberapa negara di Afrika
menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak terserang dari pada wanita. Relatif
rendahnya kejadian kusta pada wanita kemungkinan karena faktor lingkungan atau
biologi seperti kebanyakan pada penyakit menular lainnya laki-laki lebih banyak
terpapar dengan faktor resiko sebagai akibat gaya hidupnya.
c.Daya tahan tubuh seseorang.
Daya tahan tubuh seseorang, apabila seseorang dengan daya tahan tubuh
yang rendah akan rentan terjangkit bermacam-macam penyakit termasuk kusta,
meskipun penularannya lama bila seseorang terpapar kuman penyakit sedangkan
imunitasnya menurun bisa terinfeksi, misalnya: kurang gizi/malnutrisi berat, infeksi,
habis sakit lama dan sebagainya.
d. Etnik/suku.
Etnik/suku, kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan
distribusi dapat dilihat karena faktor geografi. Namun jika diamati dalam satu
negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya ternyata perbedaan distribusi
dapat terjadi karena perbedaan etnik. Di Myanmar kejadian kusta lepromatosa lebih
sering terjadi pada etnik Burma dibandingkan etnik India, situasi di Malaysia juga

15

mengindikasikan hal yang sama, kejadian lepromatosa lebih banyak pada etnik cina
dibandingkan etnik Melayu atau India, demikian pula kejadian di Indonesia, etnik
Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa dan
Melayu .

2. Faktor Ekternal.
Kepadatan hunian
Penularan penyakit kusta bisa melalui droplet infeksi atau melalui udara,
dengan penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas udara, hingga bila
ada anggota keluarga yang menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan
tertular namun kuman kusta akan inaktif bila terkena cahaya matahari, sinar ultra
violet yang dapat merusak dan mematikan kuman kusta. Kepadatan hunian yang
ditetapkan oleh Depkes (2000), yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan di bagi
jumlah penghuni minimal 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan tidak
dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun. Kondisi rumah didaerah yang padat penghuninya juga
sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang , oleh karena itu didalam
membuat rumah harus memperhatikan persyaratan sebagai berikut :
1). Bahan bangunan memenuhi syarat :
a).Lantai tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim
hujan, karena lantai yang lembab merupakan sarang penyakit.
b).Dinding tembok adalah baik, namun bila didaerah tropis dan ventilasi
kurang lebih baik dari papan .
c).Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau asbes tidak
cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan
suhu panas di dalam rumah.
2). Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi adalah 15 % dari luas
Lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi menjaga agar udara di ruangan
rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum . Kelembaban
yang optimal (sehat ) adalah sekitar 40 70 % kelembaban yang lebih dari 70 %
akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara
didalam ruangan naik terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan

16

penyerapan . Kelembaban yang tinggi akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri patogen(bakteri penyebab penyakit).
3).Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya Matahari
ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca,suhu udara yang
ideal didalam rumah adalah 1830C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat
bervariasi, Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada suhu 37C. Paparan
sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium Leprae. Bacteri
ini tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangan bacteri lebih banyak
dirumah yang gelap.
4). Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup
sesuai dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ). Rumah yang
terlalu padat penghuninya tidak sehat , sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi O juga bila salah satu anggota keluarganya ada yang sakit
infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.Kepadatan
hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni
( sleeping density) dinyatakan baik bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7;
cukup bila kepadatan antara 0,50,7; dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5.
J. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kusta (Azwar, 2003)
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
mengindera terhadap obyek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap obyek diperoleh melalui


indera penglihatan.
Pengetahuan mempunyai enam tingkatan :
a. Tahu (know)
b. Memahami (comprehension)
c. Aplikasi (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
2. Sikap
17

Sikap adalah bentuk evaluasi atau perasaan seseorang terhadap suatu obyek
yaitu perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tertentu.
3. Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud di dalam suatu tindakan (over
behavior) karena untuk mewujudkan sikap menjadi perubahan nyata diperlukan
faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Adapun tahapan-tahapan
tindakan adalah :
a. Persepsi, artinya mengenal atau memilih berbagai obyek dengan
tindakan yang akan diambil adalah praktek tingkat pertama.
b. Respon terpimpin, adalah melalui sesuatu dengan urutan yang besar
sesuai dengan contoh atau merupakan indikator tingkat kedua.
c. Mekanisme, apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar
maka secara otomatis akan menjadi kebiasaan dan pencapaian praktek
tingkat ketiga.
d. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi.

18

BAB III
STATUS PRESENT
A. Data Penderita (Pasien )
ANAMNESIS
1. Identitas pasien
a) Nama
: Tn. S
b) Jenis kelamin
: laki laki
c) Umur
: 30 tahun
d) Agama
: Islam
e) Anak ke 4 dari 7 bersaudara
f) Alamat
: Gergaji Pelem RT 02/VI Mugasari,
g) Tanggal mulai berobat

Semarang.
: 3 Maret 2014

2. Keluhan Pasien
Muncul bercak coklat dan terasa kebas pada dahi, tangan kanan dan kiri;
dan tungkai kanan kiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mulai mendapatkan perawatan dan pemeriksaan rutin di
Puskesmas Pandanaran Semarang sejak 3 Maret 2014.

Pasien rutin

memeriksakan diri sejak 2 bulan yang lalu, dan mendapat pengobatan


MDT. Pada awalnya terdapat bercak merah pada dahi sebanyak 3 buah
kemudian muncul di tangan dan kaki. Bercak terasa kebas sehingga
penderita langsung memeriksana diri ke Puskesmas Pandanaran.
4.

Riwayat keluarga
Ibu mertua pasien juga mengalami sakit kusta sejak 1 tahun yang lalu
dan sudah sembuh setelah pengobatan selama 1 tahun di RSUD Kota
Semarang.

19

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja di bengkel, pendapatan per minggu sebesar Rp 200.000,-.
Di keluarga pasien yang bekerja adalah pasien dan mertua pasien
membantu biaya kehidupan sehari-hari dengan berjualan nasi kucing.
Pasien berobat ke Puskesmas menggunakan Jamkesmas.
Keadaan saat ini :
Pasien masih

menjalani

pengobatan di Puskesmas

Pandanaran

Semarang. Bercak coklat pada dahi, tangan kanan kiri dan tungkai kanan
kiri tidak mengganggu aktifitas sehari-hari dan pekerjaannya. Beberapa
bercak di tangan dan tungkai sudah mulai terasa apabila tergores, namun
ada beberapa bercak yang masih terasa kebas di bagian tangan.
6. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
a. Kesadaran : Composmentis
b. Suhu : 36,7 C
c. Nadi : 88 x per menit
d. Pernafasan : 18 x per menit
: Mesocephal
Kepala
: Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (- )
Leher
: CA -/-, SI -/-, strabismus (-), lagofthalmus (-)
Mata
: Sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Hidung
Telinga: Gangguan pendengaran (-)
: Bibir kering (-), sianosis (-)
Mulut
: terdapat bercak coklat pada dahi sebanyak 3 buah
Kulit
Thorak :
Paru
:
Inspeksi

: gerak simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: gerakan dada tidak ada yang tertinggal

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan.

Jantung

Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba, tidak kuat angkat

Perkusi

: dalam batas normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II regular

Abdomen : inspeksi : buncit


20

Palpasi

: supel

Perkusi

: thympani

Auskultasi : peristaltik usus(+) normal

Ekstremitas : Bercak pada tangan kanan kiri dan


tungkai kanan kiri, tidak didapatkan kecacatan pada
jari-jari kaki dan tangan.

Cardinal Sign : neuritis perifer (-)

7. Diagnosa
Kusta Tipe MB
8. Terapi
Pengobatan bulanan
Terapi hari pertama:

2 kapsul Rifampisin @ 300 mg (600 mg)

3 tablet Lampren @ 100 mg (300 mg)

1 tablet Dapsone/DDS 100 mg

Terapi hari 2-28 :


1 tablet Lamprene 50 mg
1 tablet Dapsone/DDS 100 mg
B. Data Perkesmas
1. Lingkungan
a. Individu / keluarga
- Berdasarkan data hasil laporan kasus didapatkan luas tanah rumah
pasien 3m x 8 m = 24m2 yang dihuni oleh 5 orang sehingga
didapatkan kepadatan rumah 4,8 m2/orang.
- Ventilasi rumah pasien berupa jendela di bagian depan rumah
sebanyak 6 buah @50cm x 30cm, 1 jendela terbuat dari papan di
dapur namun jarang dibuka, dan 2 pintu di depan rumah. Terdapat
lubang angin sebanyak 8 buah, tetapi tidak dapat berfungsi karena
tertutup oleh bangunan di belakangnya
- Atap terbuat dari seng dan sebagian asbes sehingga udara dalam
ruangan terasa panas..
- Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah.
- Terdapat 1 tempat MCK
- Lantai rumah : lantai rumah terbuat dari keramik, di bagian dapur
terbuat dari plesteran.
b. Ekonomi

21

Pasien adalah seorang pekerja di bengkel yang bekerja setiap hari


senin-jumat dengan penghasilan Rp 200.000,00/minggu
Ibu Mertua pasien bekerja sebagai penjual nasi kucing yang
setiap harinya nasi tersebut dititipkan ke warung-warung di
sekitar rumah dengan penghasilan Rp 200.000,00/minggu
Sumber penghasilan keluarga bergantung kepada pasien dan ibu
mertuanya.
2. Data Perilaku
a. Individu / Keluarga
Pengetahuan mengenai kusta pada keluarga pasien masih
kurang. Keluarga pasien juga kurang mengetahui pentingnya
penataan rumah yang baik. Hal ini terlihat dengan penataan
barang- barang yang kurang baik di dalam rumah sehingga
rumah terasa sempit. Konsumsi makanan bergizi pada keluarga
pasien sangat kurang. Pasien biasa makan daging 1 x dalam
seminggu, sayuran setiap hari, susu 3 x dalam seminggu, dan
buah setiap hari. Dalam sehari pasien mandi 3 x. Handuk setiap
orang satu handuk. Pasien jarang mengganti baju, biasanya ganti
baju hanya satu minggu sekali. Pasien rajin berolah raga 1 x
dalam seminggu berupa lari. Keluarga pasien mencuci baju
dengan cara menyatukan pakaian pasien dengan pakaian
keluarga lainnya. Pasien adalah seorang perokok, mengkonsumsi
sekitar 6 batang setiap harinya dan sudah berlangsung selama 5
tahun.
b. Masyarakat
Belum ada penyuluhan tentang penyakit kusta di daerah
setempat.
3. Data Pelayanan Kesehatan yang Terdekat

Promotif
Puskesmas
Preventif
Puskesmas
Kuratif
Dokter praktik swasta
Puskesmas
Rumah Sakit Swasta
RSUD

: (+)
: (+)
: (+)
: Puskesmas Pandanaran
: RSIA Hermina
: RSUD Dr Kariadi

22

- Apotek
Rehabilitatif
- Puskesmas
- RSUD

: (-)
: Puskesmas Pandanaran
: RSUD Dr Kariadi.

4. Data Genetika
Tidak diketahui adanya pengaruh genetika pada pasien ini.
DIAGRAM KELUARGA TN.SURIPNO

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Sakit Kusta
: dalam satu rumah
2. DATA RIWAYAT PENYAKIT
Pasien diketahui menderita kusta sejak tanggal 3 Maret 2014 setelah
menyadari terdapat bercak merah pada dahi, tangan dan tungkai yang
terasa kebas. Puskesmas memantau pemakaian obat dan perbaikan
keadaan pasien sejak Maret 2014 dengan pemberian MDT.
3. HASIL PEMERIKSAAN.
Terlampir

23

BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan pasien dengan usia 30 tahun dengan
keluhan berupa bercak merah pada dahi, lengan dan tungkai yang sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu, dan bercak tersebut terasa kebas. Sehingga pasien
didiagnosa sebagai penderita kusta tipe MB.

24

Lingkungan
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kusta pada kasus ini:
a.

Kepadatan hunian
-

Teori : Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan


menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni
yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas
lantai dengan jumlah penghuni 10 m2/ orang.

Pembahasan : Berdasarkan data hasil laporan kasus didapatkan luas


tanah pasien luasnya 3m x 8 m = 24m 2 yang dihuni oleh 5 orang
sehingga didapatkan kepadatan rumah 4,8m2/orang. Hal ini
menunjukkan kepadatan rumah dalam kasus ini tidak memenuhi
syarat yang seharusnya sehingga dengan penghuni yang padat maka
akan mempengaruhi kualitas udara. Jika ada anggota keluarga yang
menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan tertular.

b.
-

Ventilasi rumah pasien


Teori : Ventilasi yang cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi
adalah 15 % dari luas Lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi
menjaga agar udara di ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban

(humidity) yang optimum .


Pembahasan : Ventilasi rumah pasien berupa jendela di bagian depan
rumah sebanyak 6 buah @50cm x 30cm, 1 jendela terbuat dari
papan di dapur namun jarang dibuka, dan 2 pintu di depan rumah.

c.
-

Hal ini menunjukkan ventilasi di rumah pasien cukup.


Cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah.
Teori : Cahaya matahari dapat diperoleh dari ventilasi maupun
jendela/genting kaca,suhu udara yang ideal didalam rumah adalah
1830C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,
Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada suhu 37C. Paparan
sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium
Leprae. Bakteri ini tahan hidup pada tempat gelap, sehingga

perkembangan bacteri lebih banyak dirumah yang gelap.


Pembahasan : Kurangnya cahaya matahari yang masuk ke dalam
rumah menyebabkan keadaan di dalam rumah pasien gelap sehingga

d.

Mycobacterium leprae mudah berkembang di dalam rumah pasien.


Atap rumah

25

Teori Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal

juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah.:


Pembahasan : Atap rumah pasien terbuat dari seng dan sebagian
asbes sehingga udara dalam ruangan terasa panas..
Kebersihan lingkungan

e.

Pasien tinggal di daerah padat penduduk dimana tingkat kebersihan


lingkungan kurang baik dengan kesadaran kebersihan dan kesehatan
penduduknya kurang baik. Mertua pasien juga menderita sakit yang sama
dan anak pasien juga menderita TB namun sudah sembuh. Hal ini
menyebabkan keinginan untuk memperbaiki untuk keadaan kebersihan
rumah dan kesehatan keluarga agar lebih baik tidak ada.

Perilaku
a. Pengetahuan pasien
Teori : Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
mengindera terhadap obyek tertentu. Pengetahuan ini akan menimbulkan sikap dari
pasien pada penyakit kusta dan mewujudkannya menjadi sebuah tindakan dalam
menyikapi penyakit kusta.

Pembahasan : Pengetahuan pasien mengenai penyakit kusta, cara penularan,


pencegahan, dan terapi kurang. Hal ini terlihat dari data kuesioner yang
diberikan sebelum dan sesudah dilakukan edukasi sehingga pasien pernah
salah minum obat dan terlambat kontrol ke Puskesmas Pandanaran.
b. Sosial ekonomi

- Teori : Keadaan sosial ekonomi sangat erat dengan keadaan rumah,


kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat
tinggal yang buruk dapat dikaitkan dengan pendapatan keluarga sangat erat
juga dengan penularan kusta karena pendapatan yang kurang akan
menyebabkan orang menjadi tidak peduli untuk hidup yang lebih bersih dan
sehat.
- Pembahasan : Pasien tinggal di rumah bersama empat anggota keluarga yang
lain, diantaranya istrinya, satu orang anaknya dan dua orang mertunya . Hasil
pengamatan terhadap kebersihan pasien dan masing-masing anggota
keluarga menunjukan bahwa masing-masing orang kurang paham mengenai
higiene perorangan. Hal ini ditunjukkan oleh keadaan rumah yang tidak rapi
dan cenderung berantakan. Sehingga keadaan di dalam rumah pasien menjadi
26

lebih sempit. Keluarga pasien mencuci baju dengan cara menyatukan pakaian

pasien dengan pakaian keluarga lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghemat
pengeluaran biaya detergen yang digunakan.

Menurut pendekatan HL. Blum dan data-data yang diperoleh, didapatkan :

LINGKUNGAN
Keadaan rumah pasien yang
sempit, pengap dan gelap.
Kebersihan lingkungan baik di
dalam rumah maupun di luar
kurang.

PERILAKU

Pengetahuan pasien dan keluarga


yang kurang
Kurangnya pola hidup bersih pasien
dan keluarga
Pasien terlambat kontrol dan salah
cara minum obat.

KUSTA

PELAYANAN KESEHATAN

GENETIKA

Tidak ada

Tidak ada

27

BAB V
MASALAH
NO.

MASALAH
LINGKUNGAN
- Keadaan

PEMECAHAN MASALAH

Edukasi pada keluarga untuk memperbaiki kondisi

rumah

pasien

lingkungan rumah sehingga tercipta rumah sehat.

yang sempit, gelap dan

Yaitu dengan cara memperbaiki tatanan rumah agar

pengap.
- Kebersihan

di

rumah

hari.
Barang-barang yang tidak dibutuhkan atau kurang

maupun

lingkungan rumah yang


kurang.

bermanfaat dikeluarkan dari rumah.

Kebersihan rumah dan lingkungan selalu dijaga.

PERILAKU
Pengetahuan tentang kusta
Pola hidup bersih yang
kurang
lingkungan

(ganti

baju,

di

dalam

rumah, mencuci baju)


Pasien pernah terlambat
kontrol

lebih rapi, dan membuka ventilasi saat pagi dan siang

dalam

karena

Edukasi kepada keluarga mengenai


kusta, penularannya, pencegahan, dan pengobatan.

Meningkatkan pola hidup bersih


bagi setiap anggota keluarga.

Keluarga pasien diharap agar


membantu pasien dalam proses pengobatan dan
mengingatkan pasien untuk kontrol rutin ke

sibuk
28

bekerja, dan pernah salah

puskesmas.

cara meminum obat.


PELAYANAN
KESEHATAN
Tidak ada
GENETIKA
Tidak ada

29

BAB VI
SARAN
1. Untuk keluarga
Memotivasi keluarga untuk memperbaiki kondisi lingkungan rumah sehingga
tercipta rumah sehat. Yaitu dengan cara memperbaiki tatanan rumah agar lebih rapi.
Memotivasi keluarga untuk selalu menjaga kebersihan rumah.
Memotivasi keluarga untuk lebih menjaga kesehatan individu.
Memotivasi keluarga untuk membantu dalam proses pengobatan pasien agar pasien
lebih teratur dalam mengkonsumsi obat dan kontrol ke puskesmas.
2. Untuk Puskesmas
Melakukan pencegahan meluasnya kasus dengan lebih meningkatkan koordinasi
lintas program dan lintas sektor. Memberikan edukasi lebih sering terhadap
masyarakat mengenai kusta.
Memberikan penanganan yang terbaik terhadap penderita kusta.

BAB VII
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

30

I.

Implementasi oleh keluarga


Tanggal

Implementasi

Evaluasi

14 April 2014

Kesadaran penderita dan

Kesadaran

keluarga pasien mengenai

dan keluarga penderita

penyakit kusta.

mengenai

penderita
penyakit

kusta kurang.
II.

Implementasi oleh Puskesmas

Waktu
Penderita penyakit 5, 7, 14 April

Implementasi
Agar lebih

Hasil Evaluasi
Kegiatan kunjungan

Kusta.

meningkatkan kegiatan

rumah telah dilaksanakan

kunjungan rumah yang

oleh dokter muda pada

dirasa efektif untuk

tanggal 5, 7, 14 April 2014

2014

meningkatkan
pengetahuan dan
kesadaran keluarga
mengenai penyakit
kusta, pencegahan dan
Lingkungan :
Keadaan

14 April 2014
di

dalam

rumah

pasien

yang

sempit, gelap dan


pengap.
- kebersihan
dalam

di

maupun

penanganannya.
Edukasi pada pasien

Terdapat perubahan

tentang keadaan rumah

perilaku keluarga pasien

yang baik untuk dihuni

untuk merapikan rumah.

dan kebersihan di dalam

Yang didapatkan bukti

rumah dan lingkungan

berupa foto yang

di sekitar rumah yang

terlampir.

perlu dijaga.

lingkungan rumah
yang kurang.

31

Perilaku

14 April 2014

Edukasi pada pasien dan Pengetahuan mengenai

- pengetahuan

keluarga

yang kurang

perilaku yang menjaga banyak. Hasil tersebut

-Pola

hidup

bersih

yang

tentang kusta sudah semakin

kebersihan

dan didapat melalu kuesioner

kesehatan keluarga.

sebelum dan sesudah

kurang.

Edukasi pada pasien dan

dilakukan edukasi.

-Pasien terlambat

keluarga agar membantu

Bukti berupa pola hidup

kontrol

pasien dalam proses

bersih yang semakin baik

pernah salah cara

pengobatan dan kontrol

adalah berupa foto.

meminum obat.

rutin di puskesmas.

dan

BAB VIII
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilakukan selama kunjungan Perkesmas pada pasien Tn.
Suripno dengan usia 30 tahun dengan keluhan berupa bercak merah pada dahi, lengan dan
tungkai yang sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, dan bercak tersebut terasa kebas.
32

Sehingga pasien didiagnosa sebagai penderita kusta tipe MB, maka dapat diambil
kesimpulan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Lingkungan

Keadaan rumah pasien yang sempit, gelap dan panas.


Kebersihan di dalam rumah maupun lingkungan rumah yang kurang.

2. Perilaku

Pengetahuan tentang kusta


Pola hidup bersih yang kurang (ganti baju, lingkungan di dalam rumah,
menyapu dan mengepel, perilaku mencuci baju)

Pasien pernah terlambat kontrol karena sibuk bekerja, dan pernah salah cara

meminum obat.
3. Pelayanan Kesehatan : 4. Genetik :-

BAB IX
PENUTUP
Demikianlah hasil laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang. Dalam penulisan laporan tentu masih terdapat banyak kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis
berharap semoga laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

33

BAB X
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 1998. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Depkes : Jakarta
2. Dinkes. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinkes :
Semarang.
3. DKK Semarang. 2012. Kinerja 2012 dan RTP 2013. DKK Semarang : Semarang.
4. Kosasih et all. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta
5. Subdirektorat Kusta dan Frambusia. 2005. Modul Pelatihan Program P2 Kusta Bagi
UPK. Bhakti Husada : Jakarta
6. Weekly Epidemiological Record. 2012. Global leprosy situation 2012. Dalam :
http://www.who.int/wer. Dikutip tanggal 9 April 2014.
7. WHO. 2010. Sustainability of leprosy control: the role of the International
Federation

of

Anti-Leprosy

Associations

(ILEP).
34

http://lepra.org.uk/platforms/lepra/files/Ir/Dec10/Lep290-291.pdf. Dikutip tanggal 9


April 2014

35

LAMPIRAN

36

37

Keterangan gambar :
1. Tn. Suripno
2. Ventilasi rumah yang jarang dibuka
3. Lingkungan didalam rumah tempat Tn. Suripno tinggal
4. Ventilasi dan pencahayaan rumah Tn. Suripno yang kurang dimaksimalkan

38

Keterangan :
39

5. Tn. Suripno berperilaku hidup bersih


6. Pencahayaan dalam rumah yang lebih baik
7. Kerapian dalam rumah
8. Ventilasi yang sudah terbuka

KUESIONER PENELITIAN
Identitas Responden
Nama

: Tn. Suripno

Umur

: 30 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Gergaji Pelem RT 02/VI Mugasari, Semarang.

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Bengkel

Lama menderita kusta : 3 bulan


Tanggal Wawancara : 14 April 2014
Sumber Informasi
1. Dari mana informasi tentang penyakit kusta yang pernah saudara peroleh ?
Televisi, Radio, Majalah, petugas kesehatan
2. Informasi apa saja yang pernah anda peroleh?
Tentang penyakit kusta dan penularannya
Tidak tahu tentang penyakit kusta. Penularan melalui keringat
Cara pencegahan penyakit kusta
Tidak tahu
Tahapan tahapan pengobatan kusta
Dalam sehari minum 2 obat, ambil di puskesmas setiap bulan.
Pengetahuan
1. Menurut saudara apakah penyakit kusta itu ?
a. Penyakit menular dan menahun

(3)

b. Penyakit menular

(2)

c. Penyakit kutukan dan keturunan

(1)

40

d. Tidak tahu

(0)

Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3
2. Menurut saudara apa penyebab penyakit kusta ?
a. Mycobacterium lepra

(3)

b. Kuman tahan asam

(2)

c. Kuman

(1)

d. Tidak tahu

(0)

Jawaban pasien sebelum edukasi (c) skor 1, setelah edukasi (b) skor 2
3. Apa tanda-tanda penyakit kusta yang saudara ketahui ?
c. Bercak putih tipis seperti panu dan mati rasa

(3)

d. Bercak putih tipis seperti panu dan semakin melebar

(2)

e. Bercak putih tipis-tipis terasa gatal dan tidak mati rasa

(1)

f. Tidak tahu

(0)

Jawaban pasien sebelum edukasi (d) skor 0, setelah edukasi (a) skor 3
4. Apakah penyakit kusta dapat menular ?
a. Ya

(2)

b. Tidak

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 2, setelah edukasi (a) skor 2
5. Jika dapat menular, menurut saudara bagaimana cara penularannya ?
a. Bersentuhan dengan penderita kusta dalam waktu lama

(3)

b. Menggunakan bekas peralatan penderita kusta

(2)

c. Bercakap-cakap dengan penderita kusta

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (b) skor 2, setelah edukasi (3)


6. Apakah saudara tahu akibat yang ditimbulkan oleh penyakit kusta ?
a. Kecacatan

(3)

b. Penderita tidak sembuh

(2)

c. Kematian

(1)

d. Tidak tahu

(0)

Jawaban pasien sebelum edukasi (d) skor 0, setelah edukasi (a) skor 3
7. Apakah penyakit kusta dapat disembuhkan ?
a. Ya

(2)

b. Tidak

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 2, setelah edukasi (a) skor 2
8. Jika ya, berapa lama pengobatan kusta sampai sembuh ?
41

a. Dalam waktu 6-12 bulan

(3)

b. Dapat sembuh setelah minum obat

(2)

c. Sangat lama

(1)

d. Tidak tahu

(0)

Jawaban pasien sebelum edukasi (b) skor 2, setelah edukasi (a) skor 3
9. Apa akibat apabila tidak menyelesaikan pengobatan ?
a. Penyakitnya kambuh kembali dan bertambah parah

(3)

b. Penyakitnya kambuh kembali dan tidak bertambah parah

(2)

c. Tidak bisa diobati lagi

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (c) skor 1, setelah edukasi (a) skor 3
10. Apakah saudara tahu pengobatan kusta dengan MDT ?
a. Tahu

(2)

b. Tidak tahu

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (b) skor 1, setelah edukasi (a) skor 2
11. Kapan saja penderita kusta harus mengambil obat ?
a. Setiap bulan

(3)

b. 2 minggu sekali

(2)

c. Setiap 2 bulan

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3
12. Dari mana penderita kusta mendapatkan obat selama ini ?
a. Puskesmas dan RS

(3)

b. Praktek dokter

(2)

c. Apotik

(1)

Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3

42

Anda mungkin juga menyukai