KUSTA
Disusun Oleh :
Devi Agustina
Dina Amalia
Dwarala Repya K.
Reta Destalia I.
Vike Poradwita
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Semarang,
April 2014
Mengetahui
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan rahmat
karunia dan hidayah, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Kejadian Penyakit Kusta Di Puskesmas Pandanaran Periode Januari 2014 April 2014.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat. Laporan ini memuat data tentang kasus Kusta di Puskesmas
Pandanaran, Kota Semarang.
Laporan ini dapat terselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk ini kami mengucapkan terima kasih sebesar - besarnya kepada yang
terhormat:
1. dr. Ophi Indria Desanti, MPH, kepala departemen IKM FK Unissula Semarang
2. Ibu Siti Thomas Zulaikah, SKM, M.Kes,, Koordinator Pendidikan IKM FK
3.
4.
5.
6.
Unissula Semarang
dr. Antonia Sadniningtyas, M.Kes, Kepala Puskesmas Pandanaran Semarang
dr. Djoko Sulistiono selaku pebimbing di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang.
Seluruh Staf Puskesmas Pandanaran Semarang
Semua pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan laporan kasus ini.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan Laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Oleh karena itu kritik dan saran
yang membangun guna kesempurnaan dan perbaikan laporan kasus ini agar lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran
Kota Semarang ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang,
April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas merupakan organisasi fungsional di bidang pelayanan kesehatan
dasar, yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pembinaan peran serta
masyarakat dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu, yang sesuai
dengan konsepnya bahwa Puskesmas bertanggungjawab atas wilayah kerja yang
ditetapkan ( DKK Semarang, 2012). Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi
dua yaitu upaya kesehatan wajib (meliputi promosi kesehatan, kesehatan lingkungan,
kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana, perbaikan gizi masyarakat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan) dan upaya kesehatan
pengembangan yaitu : Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Kesehatan Gigi dan Mulut,
Laboratorium Sederhana, Kesehatan Usia Lanjut, dan lain-lain.
Salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas adalah pemberantasan penyakit
menular yaitu penyakit kusta. Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat
menyebabkan kusta menjadi progresif, menyebabkan kerusakan permanen pada kulit,
saraf, anggota gerak dan mata (Dinkes, 2012).
Menurut World Health Organization (WHO) dalam Weekly Epidemiological
Record bahwa di Indonesia ditemukan 20.023 kasus kusta pada tahun 2011, terjadi
peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2010 ditemukan 17.012 kasus. Didunia kasus
yang dilaporkan sebanyak 219.075 untuk tahun 2011. (Weekly Epidemiological Record,
2012). Tahun 2006, The International Federations of Anti Leprosy Associations (ILEP)
dan WHO mengeluarkan strategi global untuk menurunkan beban penyakit dan
kesinambungan program pemberantasan penyakit kusta (tahun 2006-2010) (WHO,
2010). Sejak pertengahan tahun 2006 strategi tersebut dipakai dalam kebijakan
pemberantasan penyakit kusta di Indonesia. Menurut Weekly Epidemiology Record,
diperkirakan jumlah penderita kusta baru di dunia pada tahun 2011, terdapat 219.075
kasus dengan perincian regional Asia Tenggara 160.132 kasus, regional Afrika 12.673
kasus dan regional Amerika 36.832 kasus, sedangkan sisanya berada di regional
lainnya. Awal tahun 2012 (di luar regional Eropa) adalah sekitar 181.941 orang. Dari
jumlah tersebut terbanyak terdapat di regional Asia Tenggara 117.147 kasus, diikuti
regional Amerika 34.801 kasus, regional Afrika 15.006 kasus dan sisanya berada pada
regional lain di dunia
4
Dari daftar distribusi penyakit kusta selama tahun 2005 adalah 17 negara yang
melaporkan 1000 atau lebih penemuan kasus baru (case detection rate/CDR), dan negaranegara ini mempunyai kontribisi 94% dari seluruh penemuan kasus baru di Dunia. Dari 17
negara pelapor, Indonesia (19.695 kasus) menempati urutan kedua setelah Brazil (38.410
kasus) (P2 Kusta, 2005).
Pada tahun 2012, dilaporkan terdapat kasus baru tipe Multi Basiler sebanyak
1.308 kasus, lebih rendah jika dibandingkan pada tahun 2011 (1.873 kasus) dan tipe
Pausi Basiler sebanyak 211 kasus, juga lebih rendah dibanding tahun 2011 (395 kasus)
dengan Newly Case Detection Rate (NCDR) sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Meski
secara signifikan terjadi penurunan angka prevalensi, namun kasus-kasus baru masih
selalu bermunculan. Cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak
penderita yang tidak berobat teratur atau penderita yang seharusnya sudah selesai
diobati (Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT. Rendahnya
cakupan penderita kusta RFT juga dikarenakan adanya ketentuan baru pengobatan
untuk penderita default. Penderita PB tidak minum obat lebih dari 3 bulan dalam jangka
waktu 9 bulan sudah dianggap default. Ketentuan lama penderita disebut default kalau 3
bulan berturut-turut tidak minum obat. Penderita MB tidak minum obat lebih dari 6
bulan dalam jangka waktu 18 bulan sudah disebut default. Ketentuan lama penderita
MB berturut-turut 6 bulan tidak berobat baru dikatakan default. (Dinkes, 2012).
Menurut data dari puskesmas pandanaran semarang pada tahun 2014 terdapat satu
penderita yang mengalami penyakit kusta dan saat ini telah mendapatkan pengobatan.
Dari uraian di atas, penulis bermaksud ingin mengetahui faktor faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit kusta berdasarkan pendekatan H.L. Blum.
1.1.
Tujuan
mengenai
faktor
lingkungan
yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Kosasih, 2008)
B. Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat
dibiakkan dalam media artifisial. M. Lepra berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x
0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram-positif (Kosasih,2008)
C. Patogenesis
Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M. Lepra pada kaki
mencit, dan berkembang biak di sekitar tempat suntikan. Dari berbagai macam
spesimen, bentuk lesi maupun negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan
spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan jumlah minimum M. Lepra yang disuntikkan
dan
kalau
melampaui
jumlah
maksimum
tidak
berarti
meningkatkan
perkembangbiakan.
Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti radiasi
(900r), sehingga kehilangan respon imun selularnya, akan menghasilkan granuloma
penuh basil terutama di bagian tubuh yang relatif dingin, yaituhidung, cuping
telinga, kaki dan ekor. Basil tersebut selanjutnya dapat diinokulasikan lagi, berarti
memenuhi salah satu postulat Koch, meskipun belum seluruhnya dapat dipenuhi.
Sebenarnya M. Lepra mempuyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,
sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan
gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan derajat infeksi
dengan derajat penyakit, tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda, yang
menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat
sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai
7
penyakit imunologik. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya
daripada intensitas infeksinya (Kosasih,2008).
D. Faktor-faktor yang menentukan sakit kusta
1. Penyebab
Waktu pembelahan M. Lepra sangat lama yaitu 12-14 hari. Diluar tubuh
manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari.
2. Sumber penularan
Sampai saat ini hanya manusia yang dianggap sebagai sumber penularan
3. Cara keluar dari tuan rumah
Kulit dan mukosa hidung diketahui sebagai sumber dari kuman.
4. Cara penularan
Kusta mempunyai masa inkubasi 2-5 tahun, akan tetapi dapat juga sampai
bertahun-tahun. Penularan terjadi apabila M. Lepra yang solid keluar dari
tubuh penderita dan masuk ke dalam tubuh orang lain. Secara teoritis
penularan ini dapat terjadi kontak yang erat dan lama dengan penderita.
Seorang penderita yang sudah minum obat sesuai regimen WHO tidak
menjadi sumber penularan kepada orang lain.
5. Cara masuk ke dalam tubuh
Tempat masuk kuman kusta ke dalam tubuh sampai saat ini belum dapat
dipastikan. Diperkirakan cara masuknya adalah melalui saluran pernafasan
bagian atas.
6. Tuan rumah
Hanya sedikit orang yang akan terjangkit penyakit kusta setelah kontak
dengan penderita, hal ini disebabkan karena adanya imunitas.
E. Diagnosis dan klasifikasi
1. Diagnosis penyakit kusta hanya dapat didasarkan pada penemuan tanda
utama (cardinal sign :
Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainana
kulit
dapat
berbentuk
bercak
keputih-putihan
dalam 3 bulan sampai diagnosis ditegakkan kusta atau penyakit lain (Depkes
RI, 1998).
F. Klasifikasi
Tabel 1. Perbedaan tipe PB dan MB menurut klasifikasi WHO
PB
1. Lesi kulit (makula
1-5 lesi
meninggi,infiltrat
,
plak
MB
> 5 lesi
Distribusi
lebih simetris
eritem,
nodus)
2. kerusakan
Hilangnya
satu
sensasi
kurang jelas
cabang Banyak
cabang saraf
yang
terkena)
G. Terapi
Regimen pengobatan MDT di Indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang
direkomendasikan oleh WHO Regimen tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penderita Pauci Baciler (PB)
Dewasa
Pengobatan bulanan : hari pertama (dosis yang diminum di depan petugas)
adalah :
adalah :
1 tablet Lamprene 50 mg
Goresan kain baju, sarung bantal, tangan, daun, debu, rambut, asap, dll dapat
merusak mata akibatnya mata menjadi merah, meradang dan terjadi infeksi
yang mengakibatkan kebutaan.
11
Benda panas seperti gelas panas, ceret, kwali, rokok, api, knalpot, dll
Benda tajam
Gesekan dari alat kerja, tali pengikat, batu, dll
Pegangan terlalu kuat pada alat kerja
Mencegah luka :
Lindungi tangan dari benda panas, kasar, ataupun tajam dengan
menggunakan kaos tangan tebal atau alas kain.
Membagi tugas rumah tangga supaya orang lain mengerjakan tugas
yang berbahaya bagi tangan yang mati rasa
Sering berhenti dan memeriksa tangan dengan teliti apakah ada luka
atau lecet yang sekecil apapun
Jika ada luka, memar, lecet rawat dan istirahatkan sampai sembuh.
Mencegah kekeringan
Rendam selama 20 menit setiap hari dalam air dingin, lalu diolesi
minyak (minyak kelapa, atau minyak lain) untuk menjaga
kelembaban kulit.
Kalau dibiarkan bengkok sendi menjadi kaku dan otot memendek sehingga
jari menjadi kaku dan tidak dapat digunakan serta menjadi luka.
12
Untuk mencegah agar kaki yang semper tidak bertambah parah maka :
Selalu pakai sepatu agar jari-jari tidak terseret dan luka
Angkat lutut lebih tinggi saaat berjalan
Pakai tali karet antara lutut dan sepatu untuk mengangkat kaki bagian
depan saat berjalan
Pakai plastik atau kertas keras dari betis sampai telapak kaki agar
kaki tidak jatuh.
Jaga supaya tidak menjadi kaku, dengan :
13
Cegah luka :
Lindungi kaki dengan alas kaki
Membagi tugas rumah tangga
Sering berhenti dan memeriksa kaki
Kalau ada luka, lecet atau memar segera diistirahatkan
Luka borok disebabkan karena menginjak benda tajam, panas atau kasar atau
memar yang tidak dihiraukan karen penderita tidak merasa sakit. Luka itu
terus terinjak karena BB penuh sampai kulit dan daging hancur. Luka
sebenarnya dapat sembuh sendiri apabila diistirahatkan beberapa minggu.
Perawatan yang tepat : bersihkan luka dengan sabun, rendam kaki dalam air
selama 20-30 menit, gosok pinggiran luka yang tebal dengan batu apung.
Setelah dikeluarkan dari air beri minyak di bagian yang tidak luka, balut lalu
istirahatkan kaki (jangan diinjakkan saat berjalan)
Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi berarti tidak ada infeksi sekunder
oleh bakteri lain, sehingga tidak perlu antibiotik (Subdirektorat kusta dan
frambusia, 2005).
15
mengindikasikan hal yang sama, kejadian lepromatosa lebih banyak pada etnik cina
dibandingkan etnik Melayu atau India, demikian pula kejadian di Indonesia, etnik
Madura dan Bugis lebih banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa dan
Melayu .
2. Faktor Ekternal.
Kepadatan hunian
Penularan penyakit kusta bisa melalui droplet infeksi atau melalui udara,
dengan penghuni yang padat maka akan mempengaruhi kualitas udara, hingga bila
ada anggota keluarga yang menderita kusta maka anggota yang lain akan rentan
tertular namun kuman kusta akan inaktif bila terkena cahaya matahari, sinar ultra
violet yang dapat merusak dan mematikan kuman kusta. Kepadatan hunian yang
ditetapkan oleh Depkes (2000), yaitu rasio luas lantai seluruh ruangan di bagi
jumlah penghuni minimal 10 m2/orang. Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan tidak
dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak
dibawah umur 5 tahun. Kondisi rumah didaerah yang padat penghuninya juga
sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang , oleh karena itu didalam
membuat rumah harus memperhatikan persyaratan sebagai berikut :
1). Bahan bangunan memenuhi syarat :
a).Lantai tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim
hujan, karena lantai yang lembab merupakan sarang penyakit.
b).Dinding tembok adalah baik, namun bila didaerah tropis dan ventilasi
kurang lebih baik dari papan .
c).Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau asbes tidak
cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal juga menimbulkan
suhu panas di dalam rumah.
2). Ventilasi cukup, yaitu minimal luas jendela /ventilasi adalah 15 % dari luas
Lantai, karena ventilasi mempunyai fungsi menjaga agar udara di ruangan
rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum . Kelembaban
yang optimal (sehat ) adalah sekitar 40 70 % kelembaban yang lebih dari 70 %
akan berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara
didalam ruangan naik terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
16
penyerapan . Kelembaban yang tinggi akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri patogen(bakteri penyebab penyakit).
3).Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya Matahari
ini dapat diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca,suhu udara yang
ideal didalam rumah adalah 1830C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat
bervariasi, Mycobacterium Leprae tumbuh optimal pada suhu 37C. Paparan
sinar matahari selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium Leprae. Bacteri
ini tahan hidup pada tempat gelap, sehingga perkembangan bacteri lebih banyak
dirumah yang gelap.
4). Luas bangunan rumah cukup, yaitu luas lantai bangunan rumah harus cukup
sesuai dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding
dengan penghuninya akan menyebabkan berjubel ( over crowded ). Rumah yang
terlalu padat penghuninya tidak sehat , sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi O juga bila salah satu anggota keluarganya ada yang sakit
infeksi akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.Kepadatan
hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi dengan jumlah penghuni
( sleeping density) dinyatakan baik bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7;
cukup bila kepadatan antara 0,50,7; dan kurang bila kepadatan kurang dari 0,5.
J. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kusta (Azwar, 2003)
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
mengindera terhadap obyek tertentu. Penginderaan dapat terjadi melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
Sikap adalah bentuk evaluasi atau perasaan seseorang terhadap suatu obyek
yaitu perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung
atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tertentu.
3. Tindakan
Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud di dalam suatu tindakan (over
behavior) karena untuk mewujudkan sikap menjadi perubahan nyata diperlukan
faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Adapun tahapan-tahapan
tindakan adalah :
a. Persepsi, artinya mengenal atau memilih berbagai obyek dengan
tindakan yang akan diambil adalah praktek tingkat pertama.
b. Respon terpimpin, adalah melalui sesuatu dengan urutan yang besar
sesuai dengan contoh atau merupakan indikator tingkat kedua.
c. Mekanisme, apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar
maka secara otomatis akan menjadi kebiasaan dan pencapaian praktek
tingkat ketiga.
d. Adaptasi, adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi.
18
BAB III
STATUS PRESENT
A. Data Penderita (Pasien )
ANAMNESIS
1. Identitas pasien
a) Nama
: Tn. S
b) Jenis kelamin
: laki laki
c) Umur
: 30 tahun
d) Agama
: Islam
e) Anak ke 4 dari 7 bersaudara
f) Alamat
: Gergaji Pelem RT 02/VI Mugasari,
g) Tanggal mulai berobat
Semarang.
: 3 Maret 2014
2. Keluhan Pasien
Muncul bercak coklat dan terasa kebas pada dahi, tangan kanan dan kiri;
dan tungkai kanan kiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mulai mendapatkan perawatan dan pemeriksaan rutin di
Puskesmas Pandanaran Semarang sejak 3 Maret 2014.
Pasien rutin
Riwayat keluarga
Ibu mertua pasien juga mengalami sakit kusta sejak 1 tahun yang lalu
dan sudah sembuh setelah pengobatan selama 1 tahun di RSUD Kota
Semarang.
19
menjalani
pengobatan di Puskesmas
Pandanaran
Semarang. Bercak coklat pada dahi, tangan kanan kiri dan tungkai kanan
kiri tidak mengganggu aktifitas sehari-hari dan pekerjaannya. Beberapa
bercak di tangan dan tungkai sudah mulai terasa apabila tergores, namun
ada beberapa bercak yang masih terasa kebas di bagian tangan.
6. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital
a. Kesadaran : Composmentis
b. Suhu : 36,7 C
c. Nadi : 88 x per menit
d. Pernafasan : 18 x per menit
: Mesocephal
Kepala
: Pembesaran KGB (-), Deviasi trakea (- )
Leher
: CA -/-, SI -/-, strabismus (-), lagofthalmus (-)
Mata
: Sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Hidung
Telinga: Gangguan pendengaran (-)
: Bibir kering (-), sianosis (-)
Mulut
: terdapat bercak coklat pada dahi sebanyak 3 buah
Kulit
Thorak :
Paru
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Palpasi
: supel
Perkusi
: thympani
7. Diagnosa
Kusta Tipe MB
8. Terapi
Pengobatan bulanan
Terapi hari pertama:
21
Promotif
Puskesmas
Preventif
Puskesmas
Kuratif
Dokter praktik swasta
Puskesmas
Rumah Sakit Swasta
RSUD
: (+)
: (+)
: (+)
: Puskesmas Pandanaran
: RSIA Hermina
: RSUD Dr Kariadi
22
- Apotek
Rehabilitatif
- Puskesmas
- RSUD
: (-)
: Puskesmas Pandanaran
: RSUD Dr Kariadi.
4. Data Genetika
Tidak diketahui adanya pengaruh genetika pada pasien ini.
DIAGRAM KELUARGA TN.SURIPNO
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Sakit Kusta
: dalam satu rumah
2. DATA RIWAYAT PENYAKIT
Pasien diketahui menderita kusta sejak tanggal 3 Maret 2014 setelah
menyadari terdapat bercak merah pada dahi, tangan dan tungkai yang
terasa kebas. Puskesmas memantau pemakaian obat dan perbaikan
keadaan pasien sejak Maret 2014 dengan pemberian MDT.
3. HASIL PEMERIKSAAN.
Terlampir
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan didapatkan pasien dengan usia 30 tahun dengan
keluhan berupa bercak merah pada dahi, lengan dan tungkai yang sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu, dan bercak tersebut terasa kebas. Sehingga pasien
didiagnosa sebagai penderita kusta tipe MB.
24
Lingkungan
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya kusta pada kasus ini:
a.
Kepadatan hunian
-
b.
-
c.
-
d.
25
Teori Atap genting cocok untuk daerah tropis, sedang atap seng atau
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan karena disamping mahal
e.
Perilaku
a. Pengetahuan pasien
Teori : Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
mengindera terhadap obyek tertentu. Pengetahuan ini akan menimbulkan sikap dari
pasien pada penyakit kusta dan mewujudkannya menjadi sebuah tindakan dalam
menyikapi penyakit kusta.
lebih sempit. Keluarga pasien mencuci baju dengan cara menyatukan pakaian
pasien dengan pakaian keluarga lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghemat
pengeluaran biaya detergen yang digunakan.
LINGKUNGAN
Keadaan rumah pasien yang
sempit, pengap dan gelap.
Kebersihan lingkungan baik di
dalam rumah maupun di luar
kurang.
PERILAKU
KUSTA
PELAYANAN KESEHATAN
GENETIKA
Tidak ada
Tidak ada
27
BAB V
MASALAH
NO.
MASALAH
LINGKUNGAN
- Keadaan
PEMECAHAN MASALAH
rumah
pasien
pengap.
- Kebersihan
di
rumah
hari.
Barang-barang yang tidak dibutuhkan atau kurang
maupun
PERILAKU
Pengetahuan tentang kusta
Pola hidup bersih yang
kurang
lingkungan
(ganti
baju,
di
dalam
dalam
karena
sibuk
28
puskesmas.
29
BAB VI
SARAN
1. Untuk keluarga
Memotivasi keluarga untuk memperbaiki kondisi lingkungan rumah sehingga
tercipta rumah sehat. Yaitu dengan cara memperbaiki tatanan rumah agar lebih rapi.
Memotivasi keluarga untuk selalu menjaga kebersihan rumah.
Memotivasi keluarga untuk lebih menjaga kesehatan individu.
Memotivasi keluarga untuk membantu dalam proses pengobatan pasien agar pasien
lebih teratur dalam mengkonsumsi obat dan kontrol ke puskesmas.
2. Untuk Puskesmas
Melakukan pencegahan meluasnya kasus dengan lebih meningkatkan koordinasi
lintas program dan lintas sektor. Memberikan edukasi lebih sering terhadap
masyarakat mengenai kusta.
Memberikan penanganan yang terbaik terhadap penderita kusta.
BAB VII
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
30
I.
Implementasi
Evaluasi
14 April 2014
Kesadaran
penyakit kusta.
mengenai
penderita
penyakit
kusta kurang.
II.
Waktu
Penderita penyakit 5, 7, 14 April
Implementasi
Agar lebih
Hasil Evaluasi
Kegiatan kunjungan
Kusta.
meningkatkan kegiatan
2014
meningkatkan
pengetahuan dan
kesadaran keluarga
mengenai penyakit
kusta, pencegahan dan
Lingkungan :
Keadaan
14 April 2014
di
dalam
rumah
pasien
yang
di
maupun
penanganannya.
Edukasi pada pasien
Terdapat perubahan
terlampir.
perlu dijaga.
lingkungan rumah
yang kurang.
31
Perilaku
14 April 2014
- pengetahuan
keluarga
yang kurang
-Pola
hidup
bersih
yang
kebersihan
kesehatan keluarga.
kurang.
dilakukan edukasi.
-Pasien terlambat
kontrol
meminum obat.
rutin di puskesmas.
dan
BAB VIII
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilakukan selama kunjungan Perkesmas pada pasien Tn.
Suripno dengan usia 30 tahun dengan keluhan berupa bercak merah pada dahi, lengan dan
tungkai yang sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, dan bercak tersebut terasa kebas.
32
Sehingga pasien didiagnosa sebagai penderita kusta tipe MB, maka dapat diambil
kesimpulan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Lingkungan
2. Perilaku
Pasien pernah terlambat kontrol karena sibuk bekerja, dan pernah salah cara
meminum obat.
3. Pelayanan Kesehatan : 4. Genetik :-
BAB IX
PENUTUP
Demikianlah hasil laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran Kota
Semarang. Dalam penulisan laporan tentu masih terdapat banyak kekurangan
sehingga diharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini. Penulis
berharap semoga laporan kasus Kusta di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
33
BAB X
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. 1998. Buku Pedoman Pemberantasan Penyakit Kusta. Depkes : Jakarta
2. Dinkes. 2012. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Dinkes :
Semarang.
3. DKK Semarang. 2012. Kinerja 2012 dan RTP 2013. DKK Semarang : Semarang.
4. Kosasih et all. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FKUI : Jakarta
5. Subdirektorat Kusta dan Frambusia. 2005. Modul Pelatihan Program P2 Kusta Bagi
UPK. Bhakti Husada : Jakarta
6. Weekly Epidemiological Record. 2012. Global leprosy situation 2012. Dalam :
http://www.who.int/wer. Dikutip tanggal 9 April 2014.
7. WHO. 2010. Sustainability of leprosy control: the role of the International
Federation
of
Anti-Leprosy
Associations
(ILEP).
34
35
LAMPIRAN
36
37
Keterangan gambar :
1. Tn. Suripno
2. Ventilasi rumah yang jarang dibuka
3. Lingkungan didalam rumah tempat Tn. Suripno tinggal
4. Ventilasi dan pencahayaan rumah Tn. Suripno yang kurang dimaksimalkan
38
Keterangan :
39
KUESIONER PENELITIAN
Identitas Responden
Nama
: Tn. Suripno
Umur
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Bengkel
(3)
b. Penyakit menular
(2)
(1)
40
d. Tidak tahu
(0)
Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3
2. Menurut saudara apa penyebab penyakit kusta ?
a. Mycobacterium lepra
(3)
(2)
c. Kuman
(1)
d. Tidak tahu
(0)
Jawaban pasien sebelum edukasi (c) skor 1, setelah edukasi (b) skor 2
3. Apa tanda-tanda penyakit kusta yang saudara ketahui ?
c. Bercak putih tipis seperti panu dan mati rasa
(3)
(2)
(1)
f. Tidak tahu
(0)
Jawaban pasien sebelum edukasi (d) skor 0, setelah edukasi (a) skor 3
4. Apakah penyakit kusta dapat menular ?
a. Ya
(2)
b. Tidak
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 2, setelah edukasi (a) skor 2
5. Jika dapat menular, menurut saudara bagaimana cara penularannya ?
a. Bersentuhan dengan penderita kusta dalam waktu lama
(3)
(2)
(1)
(3)
(2)
c. Kematian
(1)
d. Tidak tahu
(0)
Jawaban pasien sebelum edukasi (d) skor 0, setelah edukasi (a) skor 3
7. Apakah penyakit kusta dapat disembuhkan ?
a. Ya
(2)
b. Tidak
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 2, setelah edukasi (a) skor 2
8. Jika ya, berapa lama pengobatan kusta sampai sembuh ?
41
(3)
(2)
c. Sangat lama
(1)
d. Tidak tahu
(0)
Jawaban pasien sebelum edukasi (b) skor 2, setelah edukasi (a) skor 3
9. Apa akibat apabila tidak menyelesaikan pengobatan ?
a. Penyakitnya kambuh kembali dan bertambah parah
(3)
(2)
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (c) skor 1, setelah edukasi (a) skor 3
10. Apakah saudara tahu pengobatan kusta dengan MDT ?
a. Tahu
(2)
b. Tidak tahu
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (b) skor 1, setelah edukasi (a) skor 2
11. Kapan saja penderita kusta harus mengambil obat ?
a. Setiap bulan
(3)
b. 2 minggu sekali
(2)
c. Setiap 2 bulan
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3
12. Dari mana penderita kusta mendapatkan obat selama ini ?
a. Puskesmas dan RS
(3)
b. Praktek dokter
(2)
c. Apotik
(1)
Jawaban pasien sebelum edukasi (a) skor 3, setelah edukasi (a) skor 3
42