Anda di halaman 1dari 31

LI.

2 Memahami dan Menjelaskan Asma


LO.1.1 Definisi
Global Institute for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and
Blood Institute yang bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma Education
and Prevention Program (1997), mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut:
gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel
mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode
mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu
malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang
luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan
pengobatan.Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap
pelbagai rangsangan.
LO.1.2 Etiologi
Ada beberapa faktor pencetus yang erat hubungannya dengan serangan asma, yaitu
faktor alergen, keletihan, infeksi, ketegangan emosi, serta faktor lain seperti bahan iritan, asap
rokok, refluks gastroesofagal, rinitis alergi, obat dan bahan kimia, endokrin, serta faktor
anatomi dan fisiologi.

Alergen

Dikenal 2 macam alergen sebagai penyebab serangan asma, yaitu:


o Alergen makanan
Makanan sebagai penyebab atopi khususnya dermatitis atopik dan serangan asma banyak
ditemukan pada masa bayi dan anak yang masih muda. Pada bayi dan anak berumur di bawah
3 tahun terutama adalah alergi susu sapi, telur dan kedelai yang umumnya dapat mentolerir
kembali sebelum anak berumur 3 tahun. Pada anak besar dan dewasa penyebab utama adalah
ikan, kerang-kerangan, kacang tanah dan nuts dan penyebabnya ini sering menetap, walaupun
demikian dapat diprovokasi tiap 6 bulan.
o Alergen hirup
Dibagi atas 2 kelompok, yaitu:

Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing atau
binatang peliharaan lainnya.Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis, juga
terdapat di negara-negara dengan 4 musim.
Alergen di luar rumah (outdoors), seperti serbuk sari (pollen) khususnya di negara-negara 4
musim; tree pollen pada musim semi, grass pollenpada musim panas, jamur pada musim
panas dan gugur.
Tungau debu rumah
Tungau debu rumah (TDR), termasuk spesies laba-laba, banyak terdapat di dalam debu
rumah, dan di tempat tidur. Di negara tropis TDR adalah penyebab utama penyakit alergi,
khususnya asma bronkial, rinitis alergi dan belakangan ini diduga sebagai penyebab
dermatitis atopik.
TDR tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, bahkan dengan mikroskop pun sulit dilihat
tanpa sinar dari samping. Untuk hidup, TDR jenis Dermatophagoides pteronyssinus
diperlukan suhu sekitar 25-30oC, dengan kelembaban nisbi diatas 50% dan untuk jenis D.
farinae dapat bertahan hidup sampai suhu 15oC dan kelembaban nisbi 40%. Populasi TDR
banyak ditemukan pada permukaan kasur baik dari kapuk maupun dari busa, sebab untuk
makanan TDR diperlukan serpihan kulit manusia.

Infeksi saluran napas

Sekitar 42% eksaserbasi asma dihubungkan dengan infeksi virus, terbanyak respiratory
syncytial virus (RSV) pada masa bayi dan anak kecil dan parainfluenza virus pada anak yang
lebih besar.Akibat infeksi virus terjadi kerusakan sel epitel saluran napas dan pajanan alergen
pada reseptor aferen nervus vagus dan berakibat suatu bronkospasme dan serangan asma.
Mengi pertama pada bayi perlu dipertimbangkan antara bronkiolitis atau sebagai serangan
pertama asma. Keduanya bisa disebabkan oleh RSV dan sulit dibedakan satu dengan yang
lain. Demikian pula pada perjalanan penyakit selanjutnya, dimana penderita dengan
bronkiolitis mempunyai kemungkinan 3 kali lebih besar untuk berlanjut dengan mengi di
kemudian hari dibandingkan anak normal.Infeksi bakteri umumnya jarang ada hubungannya
dengan serangan asma.

Emosi

Emosi dapat meningkatkan aktivitas saraf parasimpatikus, sehingga terjadi pelepasan


asetilkolin dan mengakibatkan serangan asma.Faktor pencetus dapat bersumber dari masalah
antara kedua orang tua, antara orang tua dengan anak, atau masalah dengan guru di sekolah.

Latihan jasmani

Asma yang diinduksi latihan jasmani (Exercise Induced Asthma = EIA) dapat terjadi akibat
lari bebas di udara yang dingin dan kering. Bila berlari di udara yang hangat dan lembab, EIA
jarang timbul. Setelah berlari 2 menit umumya terjadi dilatasi bronkus dan anak merasa lebih
enak, tetapi setelah berlari antara 5-8 menit terjadilah konstriksi bronkus (respons dini), dan
pada beberapa pasien juga dapat diikuti dengan respons lambat antara 4-6 jam sesudah
konstriksi bronkus yang pertama.

Faktor lain

Bahan iritan.Iritan sebagai pencetus asma mencakup bau cat, hair spray, parfum, udara dan
air dingin, juga ozon dan bahan industri kimia yang dapat menimbulkan hiperreaktivitas
bronkus dan inflamasi.
Asap rokok. Asap rokok mengandung beberapa partikel yang dapat dihirup, seperti
hidrokarbon polisiklik, karbonmonoksida, nikotin, nitrogen dioksida, dan akrolein. Asap
rokok atau asap obat nyamuk bakar dapat menyebabkan kerusakan epitel bersilia,
menurunkan klirens mukosiliar, dan menghambat aktivasi fagosit serta efek bakterisid
makrofag, sehingga terjadi hiperreaktivitas bronkus.
Refluks gastroesofagu. Refluks isi lambung ke saluran napas dapat memperberat asma pada
anak dan merupakan salah satu penyebab asma nokturnal.
Obat dan bahan kimia. Aspirin dapat sebagai pencetus serangan asma melalui proses alergi
dan non alergi. Angka kejadiannya pada orang dewasa adalah antara 4-28%, tetapi jarang
pada anak.Obat lain yang perlu diperhatikan sebagai pencetus serangan asma adalah obat
antiiflamasi seperti indometasin, ibuprofen, fenilbutason, asam mefenamat, dan b-bloker.Bagi
penderita yang alergi terhadap aspirin, mempunyai kemungkinan besar juga alergi terhadap
bahan-bahan kimia seperti tartrazin (pewarna kuning untuk kapsul obat) dan sodium benzoat
sebagai pengawet makanan atau minuman.

Hormon. Asma dapat timbul atau diperberat oleh menstruasi, segera sebelum atau setelah
menstruasi.Pemakaian pil KB, terkadang dapat memperberat asma.
LO.1.3 Epidemiologi
Angka kejadian asma pada masa anak-anak berkisar antara 1,4-11,4% dan di Amerika
Serikat antara 8-13% dengan peningkatan sebesar 50% antara tahun 1964-1980 atau
peningkatan prevalensi asma pada anak umur antara 6-11 tahun dari 4,5% antara tahun 19711974 menjadi 6,8% antara tahun 1976-1980, suatu peningkatan sebesar hampir 60%. Hal ini
disebabkan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor modernisasi dan urbanisasi, misalnya
menurunnya pemberian ASI ekslusif, pemberian makanan padat yang lebih awal, pemukiman
yang makin padat, dan paparan alergen yang baru. Selain itu angka perawatan di rumah sakit
meningkat, di AS sekitar 200% pada tahun 1983 dibandingkan tahun 1965, atau kenaikan
sekitar 4,5% per tahun, tertinggi pada usia 0-4 tahun.
LO.1.4 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang
tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.

3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

Berdasarkan Keparahan Penyakit


1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam
atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru
normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF)
dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%
2. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi
mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1
bulan, PEF dan PEV1 > 80%
3. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma
malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis
kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
4. Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari
sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV < 60%

LO.1.5 Patogenesis dan Patofisiologi

PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang
terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus danbronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin,
zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus
yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter
bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena
peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama
selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

PATOGENESIS
Asma terjadi akibat status inflamasi subakut yang persisten pada saluran pernapasan.
Bahkan pada pasien yang asimptomatik, saluran pernapasan dapat menjadi edematus dan
diinfiltrasi oleh eosinofil, neutrofil, dan limfosit, dengan atau tanpa peningkatan komposisi
kolagen pada membran basalis epitelial. Secara keseluruhan, terdapat peningkatan selularitas
berhubungan dengan meningkatnya kepadatan kapiler. Mungkin juga terdapat hipertrofi

kelenjar dan penggundulan epitel. Perubahan ini dapat bersifat persisten tergantung dari
penanggulangan dan seringkali tidak berhubungan dengan derajat penyakit ini.
Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel
radang yang berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin.
Sel yang memiliki peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil,
limfosit, dan sel epitel saluran napas. Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator
dan sitokin untuk menginisiasi dan mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan
patologis dalam jangka panjang. Mediator yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang
cepat dan hebat melibatkan konstriksi bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema,
meningkatkan produksi mukus, dan menghambat transport mukosiliaris. Reaksi cepat
tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis. Gabungan lain dari faktor-faktor kemotaktik
(faktor anafilaksis eosinofil dan neutrofil dan leukotrien B4) juga membawa eosinofil,
platelet, dan leukosit polimorfonuklear ke lokasi reaksi. Epitel saluran napas merupakan
target dan kontributor dalam rangkaian proses radang. Jaringan ini mengamplifikasi
konstriksi bronkus dan meningkatkan vasodilatasi dengan melepaskan nitrogen oksida,
prostaglandin E2, faktor stimulasi granulosit-koloni makrofag, interleukin 1, faktor
pertumbuhan epidermal, IGF (insulin-like growth factor), PDGF (platelet derived drowth
factor).
Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5
menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, selsel ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas
derivat oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial
dalam bentuk badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan
tersebut merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih
lanjut.
Limfosit T juga memiliki peran penting dalam respon radang. TH2 teraktifasi
ditemukan meningkat pada saluran napas dan menghasilkan sitokin seperti IL1-4 yang
menginisiasi respon imun humoral (IgE). Menurut data yang telah dikumpulkan, asma
mungkin memiliki hubungan dengan ketidakseimbangan antara respon imun TH1 dengan
TH2, tetapi kesimpulan yang pasti belum ditetapkan.

Pertimbangan Genetik
Pemindaian terhadap keluarga untuk kandidat gen telah mengidentifikasi beberapa
bagian kromosom yang berhubungan dengan atopi, peningkatan kadar IgE, dan saluran napas
yang hiperresponsif. Kromosom 5q mengandung klaster sitokin (IL1-4, IL-5, IL-9, dan IL13). Bagian lain dari kromosom 5q mengandung reseptor -adrenergik dan glukokortikoid.
Kromosom 6p memiliki bagian yang penting dalam penyajian antigen dan mediasi respon
radang. Kromosom 12q mengandung dua gen yang berpengaruh pada atopi dan hiperresponsi
saluran napas, termasuk nitrit oksida sintase
LO.2.6 Manifestasi Kinis
Gejala dan tanda klinis sangat dipengaruhi oleh berat ringannya asma yang diderita. Bisa saja
seorang penderita asma hampir-hampir tidak menunjukkan gejala yang spesifik sama sekali,
di lain pihak ada juga yang sangat jelas gejalanya. Gejala dan tanda tersebut antara lain:
-

Batuk
Nafas sesak (dispnea) terlebih pada saat mengeluarkan nafas (ekspirasi)
Wheezing (mengi)
Nafas dangkal dan cepat
Ronkhi
Retraksi dinding dada
Pernafasan cuping hidung (menunjukkan telah digunakannya semua otot-otot bantu

pernafasan dalam usaha mengatasi sesak yang terjadi)


Hiperinflasi toraks (dada seperti gentong)

Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada
saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga
ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Gejala klasik dari asma ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian
penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai
bersamaan.
Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain :
silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, takikardi dan pernafasan cepat
dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari.

LO.1.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


DIAGNOSIS
Anamnesa
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak
yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat
episodic dan reversible. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau
penyakit alergi yang lain.
PemeriksaanFisik
Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman
dalam posisi duduk
Jantung

: Pekak jantung mengecil, takikardi

Paru
Inspeksi

: Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah

Auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang


Perkusi

: Hipersonor

Palpasi

: Fremitus vokal kanan sama dengan kiri

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkhus
Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug
Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana
menandakan terdapatnya suatu infeksi

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari IgE pada waktu
serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan
Pemeriksaan Penunjang Lain
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang
bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah
sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah

Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan


semakin bertambah

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,


maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru

2. Pemeriksaan Tes Kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi
menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema
paru, yaitu:

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan
clock wise rotation

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right


bundle branch block)

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES


atau terjadinya depresi segmen ST negative

4. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang
paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan
dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah
pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma
yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang
sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.
Gambaran Klinis Status Asmatikus

Penderita tampak sakit berat dan sianosis

Sesak nafas, bicara terputus-putus

Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita


sudah jatuh dalam dehidrasi berat

Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat
laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke
dalam koma

DIAGNOSIS BANDING

BronkitisKronis
Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun
paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di

pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada
stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

EmfisemaParu
Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi
jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema
biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan
aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas,
hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di
dapat adanya hiperinflasi.

Gagal Jantung Kiri


Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai
paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya kardiomegali dan udem paru.

Emboli Paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan
tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri
pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat
ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan
hipertensi.

LO.1.8 Tatalaksana dan Pencegahan


Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat
mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit
asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang
terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.

Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan


gejala-gejala yang berupa sesak, batuk, atau mengi. Keadaan yang sudah bebas gejala
penyakit asma ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma jangan
datang kembali.
Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala
asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala
maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah
obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini
digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas.
Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak
ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip
penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.

Obat obat Pereda (Reliever)


1. Bronkodilator
a. Short-acting 2 agonist
Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada
anak.Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, selsel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.
Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi
cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan
terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier,
penurunan permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast.
Epinefrin/adrenalin
Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis
selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan sehingga
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia,
tremor, dan hipertensi.
Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek
bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama
pada jantung dan CNS.

2 agonis selektif(12)
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral
: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral
: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi
: 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum
5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5
mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi
: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.
Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak
dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak
dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.
Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini
obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping
takikardi lebih sering terjadi.
Dosis salbutamol IV
: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB
setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan
dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.
Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi,
palpitasi, dan takikardi.

b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena
efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan
pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick.
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor
adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah
pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan
karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan
dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak
mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh

tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama
melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam
> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam
Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala.Pada konsentrasi yang
lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

1. Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi
2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1
cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia
diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya
adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak
direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

2. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :
Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang

cukup lama.
Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid

hirupan sebagai kontroler.


Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai
perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral
yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1
2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari.
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini
bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat
sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain
di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi


kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek
mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1
mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6
jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari
setiap 6 8 jam.
Obat obat Pengontrol
Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik
glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin,
cromones, dan long acting oral 2-agonist.
1. Inhalasi glukokortikosteroid
Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan
direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan
penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam
pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi
pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejalagejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di
rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif
bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.
Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah
terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down
regulation receptor 2 agonist.Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari
(respire anak).Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan
sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut
2.

Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)


Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin
hasilnya lebih baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang
membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai

LTRA adalah sebagai berikut :


LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan

leukotriane;
Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;
Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

cystenil

Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,
penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat

montelukast ini belum ada di Indonesia;


Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan
meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming
growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis,
hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan
fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.
Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast
Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali
sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)
b. Zafirlukast
Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun dengan
dosis 10 mg 2 kali sehari.
Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan
asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat
mengganggu

fungsi

hati

(meningkatkan

transaminase)

sehingga

perlu

pemantauan fungsi hati.

3. Long acting 2 Agonist (LABA)


Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian
ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan,
FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan
airway remodeling.Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu
kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan
formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam
DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan
memakai obat.
4. Teofilin lepas lambat
Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang
bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan
glukokortikosteroid.Tapi

efikasi

teofilin

glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.

lebih

rendah

daripada

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan
SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan
lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh
karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap
diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.
Terapi Suportif
a. Terapi oksigen
Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker
atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur
dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).
b. Campuran Helium dan oksigen
Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan
pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol
dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus,
meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat
memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah
aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai
alveoli.
c. Terapi cairan
Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan
cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.
Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi
Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan
tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya
edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.
Cara Pemberian Obat
UMUR
< 2 tahun
2-4 tahun

5-8 tahun

>8 tahun

ALAT INHALASI
Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler)
dengan alat perenggang (spacer)
Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler,
Rotahaler, Turbuhaler)
Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)

Alat Hirupan Bubuk


Autohaler
Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut
(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi
efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek
terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler,
Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya
bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer
(Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi
dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu
dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.
Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma
salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan
asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada prinsipnya tata cara pengobatan asma dibagi atas:
1. Pengobatan Asma Jangka Pendek
2. Pengobatan Asma Jagka Panjang
Pengobatan Asma Jangka Pendek
Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai
serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan
yang menyempit.
Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput
lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah:

A. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas


Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat
bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:

Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)

Golongan Simpatomimetika

Golongan Antikolinergik

Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh
penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya
penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

B.

Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas


Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup
berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi
sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga
dipakai kelompok Kromolin.

C.

Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.


Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan
dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang
banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol
atau Carbo Cystein untuk membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang


Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk
pencegahan serangan asma.

Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur. Penghentian pemakaian obat ditentukan
oleh dokter yang merawat.
Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan
yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi
terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan
diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau
mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi).
Dalam mengatasi dan mencegah asma paling tidak meminimalisir terjadinya serangan asma
secara tiba-tiba, kita perlu mengetahui bagaimana tata pelaksanaan dalam menanggani asma
PENCEGAHAN
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika
faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa
dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.
Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan
penyakit asma, antara lain :

Menjaga kesehatan
Menjaga kebersihan lingkungan
Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma
Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan. Tetapi bila gejalagejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk menghilangkan gejala
dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.
LO.1.9 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks

5. Emfisema
6. Deformitas thoraks
7. Gagal nafas

LO.1.10 Prognosis

Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal tersebut dikarenakan asma
merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, apabila tidak
dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data
yang diperoleh dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000
didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi dinegara berkembang.

LO. 2. MM PRINSIP TERAPI PADA ANAK


Definisi serangan asma
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak
napas, mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma
biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang, atau adanya pajanan
dengan pencetus, dan serangan asma merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di
ruang gawat darurat.
Faktor Pencetus Serangan Asma
Pemicu mengakibatkan terganggunya saluran pernafasan dan mengakibatkan
penyempitan dari saluran pernafasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan
peradangan. Banyak kalangan kedokteran yang menganggap pemicu dan bronkokonstriksi
adalah gangguan pernafasan akut, yang belum berarti asma.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu timbul seketika,
berlangsung dalam waktu pendek dan lebih mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun
saluran pernafasan akan bereaksi lebih cepat bila sudah ada atau terjadi peradangan.
1. Faktor pada pasien
o Aspek genetik
o Kemungkinan alergi
o Saluran napas yang memang mudah terangsang
o Jenis kelamin
o Ras/etnik
2. Faktor lingkungan
o Bahan-bahan di dalam ruangan :

Tungau debu rumah

Binatang, kecoa

o Bahan-bahan di luar ruangan :

Tepung sari bunga

Jamur

o Makanan-makanan tertentu, bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan


o Obat-obatan tertentu
o Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray )
o Ekspresi emosi yang berlebihan
o Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
o Polusi udara dari luar dan dalam ruangan
o Infeksi saluran napas
o Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktivitas fisik tertentu
o Perubahan cuaca

Penilaian Derajat Serangan Asma Pada Anak

2.1 MM PRINSIP TERAPI PADA ANAK


ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi

Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

Alur TatalaksanaSerangan Asma pada Anak


Klinik / IGD

Nilai derajat serangan(1)


(sesuai tabel 3)

Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)
nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan Serangan
ringan
sedang
(nebulisasi 1-3x,
respons baik,
(nebulisasi
1-3x,gejala hilang)

Serangan berat

(nebulisasi 3x,

respons buruk)
observasi 2 jam
respons parsial)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
jika efek bertahan,boleh pulang
berikan oksigen (3)
pasang jalur parenteral
jika gejala timbul
lagi, perlakukan
sebagai serangan
sedang
nilai kembali
derajat serangan,jika
sesuai dgn
serangan
sedang,
observasi
di Ruang
Rawat
Sehari/observasi
nilai ulang
klinisnya,
jika sesuai
dengan
serangan
berat, rawat di R
pasang jalur parenteral
foto Rontgen toraks

RuangBoleh
Rawat
pulang
Sehari/observasi

Ruang Rawat Inap

oksigen teruskan
oksigen
bekali
teruskan
obat -agonis (hirupan / oral)atasi dehidrasi dan asidosis jika ada
berikanjika
steroid
sudah
oral
ada obat pengendali, teruskan
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi
jika tiap
infeksi
2 jam
virus sbg. pencetus, dapat
diberi tiap
steroid
nebulisasi
1-2oral
jam
bila dalam
dalam
1224-48
jam perbaikan
jam kon-trol
klinis
ke stabil,
Klinik R.Jalan,
boleh pulang,
untuk reevaluasi
tetapi jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alihrawat ke Ruang
aminofilin IV awal, lanjutkan rumatanjika membaik dalam 4-6x nebulisasi, interva
jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkantimbul Ancaman henti

tatan:
menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik
a terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
uk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

2.2 MM JENIS TERAPI PADA ANAK


Terapi Serangan Asma Akut
Derajat
Serangan

Ringan

Terapi

Lokasi

Drug of choice: Agonis beta 2 inhalasi

Rumah

diulang setiap 1 jam


Alternatif: Agonis beta 2 oral 3x2 mg
Drug of choice:Oksigen 2-4 liter/menit dan Puskesmas
agonis beta 2 inhalasi
Alternatif: Agonis beta 2 IM atau adrenalin

Sedang

subkutan dengan Aminofilin 5-6 mg/kgbb

Klinik rawat jalan


IGD
Praktek dokter umum
Rawat inap jika tidakada
respons dalam 4 jam

Berat

Drug of choice:

IGD

Oksigen 2-4 liter/menit

Rawat inap apabila dalam 3

Agonis beta 2 nebulasi diulang s.d 3 kali


dalam 1 jam pertama
Aminofilin IV dan infus

jam belum ada perbaikan


Pertimbangkan masuk ICU
jika keadaan memburuk
progresif

Steroid IV diulang tiap 8 jam


Drug of choice:
Mengancam Lanjutkan terapi sebelumnya
Jiwa

Pertimbangkan intubasi dan ventilasi


mekanik

ICU

Tujuan terapi edukasi kepada pasien atau keluarga:


-

Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendiri)


Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri atau

asma mandiri)
Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Buku Kedokteran Dorlan edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta
Gunawan,Sulistia Gan,DKK.2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI
PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan Di Indonesia, 2004
Price, Shirley Lorane M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsp Klinis Proses Penyakit edisi 4.
Jakarta : ECG.
Sudoyo, Aru W,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Buku Ajar Respirologi Anak
http://medicastore.com/neo_napacin/asma_bronkial.htm
http://medicastore.com/asma/pengobatan_asma.php
http://www.who.int/

Anda mungkin juga menyukai