Anda di halaman 1dari 2

FungsiHaditsTerhadap

AlQur'an
Minggu, 28 Oktober 2012

"Secara universal, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an adalah merupakan penjabaran makna tersurat dan
tersirat dari isi kandungan Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah:

Artinya:
"Keterangan-keterangan (mu'jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an,
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan." (Q.S. 16. An-Nahl, A. 44).
Namun kemudian para 'ulama hadits merincinya menjadi 4 fungsi hadits terhadap Al-Qur'an yang intinya
adalah sebagai penjabaran, dalam bahasa ilmu hadits disebut sebagai bayan, simak penjelasan berikut."
(Mas Gun).
Fungsi hadits terhadap Al-Qur'an secara detail ada 4, yaitu:
1. Sebagai Bayanul Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat keterangan dari ayat-ayat AlQur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci apa yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, seperti hadits
tentang sholat, zakat, puasa dan haji, merupakan penjelasan dari ayat sholat, ayat zakat, ayat puasa dan
ayat haji yang tertulis dalam Al-Qur'an.
2. Sebagai Bayanul Tafsir
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai tafsir terhadap Al-Qur'an terbagi
setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:
2.1. Sebagai Tafshilul Mujmal
Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat
universal, sering dikenal dengan istilah sebagai bayanul tafshil atau bayanul tafsir. Contoh: ayat-ayat AlQur'an tentang sholat, zakat, puasa dan haji diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini
hadits merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat umat Muhammad dapat
melaksanakannya seperti yang dilaksanakan oleh Nabi.
2.2. Sebagai Takhshishul 'Amm
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat umum, dalam ilmu hadits sering
dikenal dengan istilah bayanul takhshish. Contohnya: Dalam Q. S. 4. An-Nisa', A. 11 Allah berfirman
tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain hadits menjabarkan ayat ini secara lebih khusus

lagi tanpa mengurangi haq-haq waris yang telah bersifat umum dalam ayat tersebut.
2.3. Sebagai Bayanul Muthlaq
Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum), maka dalam hal ini hadits
membatasi kemutlakan hukum dalam Al-Qur'an. Contoh: Dalam Q. S. 5. Al-Maidah, A. 38 difirmankan
Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa membatasi batas tangan yang harus
dipotong, maka hadits memberi batasan batas tangan yang harus dipotong.
3. Sebagai Bayanul Naskhi
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai pendelete (penghapus) hukum yang diterangkan dalam Al-Qur'an.
Contoh: Dalam Q. S. 2. Al-Baqarah, A. 180 Allah mewajibkan kepada orang yang akan wafat memberi
wasiat, kemudian hadits menjelaskan bahwa tidak wajib wasiat bagi waris.
4. Sebagai Bayanul Tasyri'
Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an.
Contoh: Dalam Al-Qur'an tidak dijelaskan tentang kedudukan hukum makan daging keledai, binatang
berbelalai dan menikahi wanita bersama bibinya, maka hadits menciptakan kedudukan hukumnya
dengan tegas.
Sumber materi: Al-Ustadz Drs. P.M. Gunawan Nst. (Dosen Pengasuh mata kuliah 'Ulumul Hadits di
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Muhammadiyah Sibolga).
Diposkan oleh Syahrul Saipudin di 16.10 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
Arsip Blog

2012 (1)
Oktober (1)

"Secara universal, fungsi hadits terhadap Al-Qur'a...

Mengenai Saya

Syahrul Saipudin
Lihat profil lengkapku
Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai