Anda di halaman 1dari 3

TEORI SITUASIONAL DAN MODEL KONTIJENSI

Dimulai pada sekitra tahun 1940-an ahli ahli psikologi sosial memulai meneliti beberapa
variable situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan, dan
perilakunya, berikut pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya. Berbagai variable
situassional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh teori situasional ini. Kemudian
sekitar tahun 1967. Fred Fiedler mengusulkan suatu model berdasarkan situasi untukefektivitas
kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam bukunya yang terkenal

A Theory of

Leadership Effeciiveness.
Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya kepemimpinan.
Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yang dapat menunjukan Dugaan
Kesamaan di antara Keberlwanan ( Assumed Similarity between Opposites, ASO ) dan Teman
Kerja yang Paling sedikit Disukai ( Least Proferred Coworker, LPC ). ASO memperhitungkan
derajat kesamaan di antara perepsi persepsi pemimpin mengenai kesenangan yang paling
banyak dan paling sidikit tentang kawan kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang digunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan gaya
kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut.
1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak ( lenient ) dihubungkan pemimpin yang
tidak melihat perbedaan yang besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling
sedikit disukai ( ASO ) atau memberikan suatu gambaran yang relatife menyenangkan
kepada teman kerja yang paling sedikit di senangi ( LPC ).
2. Gaya yang berorientasi tugas atau hard nosed dihubungkan dengan pemimpin yang
melihat suatu perbedan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit
disenangi ( ASO ) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan
pada teman kerja yang paling sedikit diskusi ( LPC )
Lewat usaha yang bertahun tahun, baik di laboratorium maupun pada berbagai kelompok
nyata ( misalnya tim bola basket, anggota perkumpulan para pemuda, tim tim survey, penjaga
anak anak, serikat serikat buruh dan lain sebagainya ). Fiedler menghubungkannya dengan
gaya kepemimpinan seperti yang diuraikan di atas. Hasilnya agak mendorong, akan tetapi tidak
ada hubungan antara gaya kepemimpinan sebagaimana ditentukan oleh skor ASO dan LPC nya
pemimpin, dengan mengembangkan pelaksanaan kerja kelompok. Oleh karena itu, Fiedler
menyimpulkan bahwa harus diberikan perhatian yang besar terhadap variable variable
situasional. Maka sadarlah ia bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan situasi
akan mampu menentukan keberhasilan pelaksanaan kerja.

MODEL KEPEMIMPINAN KONTIJENSI DARI FIEDLER


Untuk menguji hipnotis yang telah dirumuskan dari penelitian penelitiannya terdahulu,
Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan Model Kontijensi Kepemimpinan yang
Efektif ( A Contigency Model of Leadership Effectiveness ).
Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam
hubungannya dengan dimensi dimensi empiris berikut :
1. Hubungan pemimpin anggota. Hal ini merupakan variable yang paling penting di
dalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.
2. Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat penting kedua,
dalam menentukan sitasi yang menyenangkan.
3. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini merupakan
dimensi yang amat penting ketiga di dalam situasi yang menyenangkan.
Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi di atas mempunyai
derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan menyenangkan jika :

Pemimpin diterima oleh para pengikutnya ( derajat dimensi pertama tinggi );


Tugas tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas (derajat

dimensi kedua tinggi);. Dan


Penggunaan otoritas dn kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin
(derajat ketiga juga tinggi).

Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut Fiedler akan tercipta suatu situasi yang tidak
menyenangkan bagi pemimpin. Seperti yang disebutkan di muka, bahwa Fiedler benar benar
yakin bahwa kombinasi antara situasi yang menyenangkan dengan gaya kepemimpinan akan
menentukan efektivitas kerja.
Lewat hasil hasil penemuannya, Fiedler menyatakan seperti yang dilukiskan dalam
gambar 4.1, bahwa dalam situasi yang sangat menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan,
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau yang hard nosed adalah sangat efektif.
Dan ketika situasinya di tengah tengah atau moderat antara menyenangkan dan tidak
menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang menekankan pada hubungan kemanusiaan atau
yang lunak ( ilententi ) sangat efektif.
Demikan juga ebagai contoh mengapa pemimpin yang berorientasi pada tugas akan berhasil
dalam kondisi sangat tidak menyenangkan, Fiedler menyatakan sebagai berikut :
The dislike charman of a volunteer committee which is asked to plan the office picnic on a
beautiful Sunday. If the leader asks too many questions about what the group ought to do
how he should proceed, he is likely to betold that we ougt to go home.

(Seseorang ketua panitia kerja sukarela yang tidak disenangi yang diminta untuk
merencanakan piknik di hari minggu yang cerah. Jika ketua terlalu banyak bertanya
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh kelompok, atau bagaimana dia harus
mengerjakaanya, itu sama halnya dia harus dinasehati sebaiknya kita semua pulang ke
rumah masing masing).
Seseorang pemimpin yang membuat keputusan salah dalam keadaan yang sangat tidak
menguntungkan itu lebh baik daripada pemimpin yang tidak membuat keputusan apa pun.

Anda mungkin juga menyukai