Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 24

DISUSUN OLEH

: KELOMPOK 1

TUTOR

: Prof. dr. PM. Chattar, SpPK

Maria Lisa Wijaya

04011181320015

Eriza Dwi Indah Lestari

04011181320023

Nigasot Nur Nadya

04011181320073

Risti Maulani Sindih

04011181320097

Nurul Rizki Syafarina

04011181320105

Tri Kurniawan

04011281320019

R. A. Deta Hanifah

04011281320023

Stefanie Angeline

04011381320005

Naurah Nazhifah

04011381320011

Nur Haniyyah

04011381320021

M. Rizky Rasyadi

04011381320023

Christi Giovani Anggasta Hanafi

04011381320039

Lola Meristi

04011381320041

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan
hidayah-Nya lah penyusun bisa menyelesaikan tugas laporan tutorial ini dengan baik tanpa
aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas laporan tutorial skenario A
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok Hematologi dan Imunologi.
Terima kasih tak lupa pula kami sampaikan kepada Prof. dr. PM. Chattar, SpPK yang
telah membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik
dalam memberikan saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan
tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik yang membangun sangat kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi
penyusun dan perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 28 Januari 2016


Penyusun

Kelompok Tutorial I

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ 1
DAFTAR ISI...............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

I.1.

Latar Belakang....................................................................................

I.2.

Maksud dan Tujuan.............................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................

SKENARIO A....................................................................................

II.1. Klarifikasi Istilah..................................................................................

II.2. Identifikasi Masalah..............................................................................

II.3. Analisis Masalah...................................................................................

10

II.4. Hipotesis................................................................................................

23

II.5. Learning Issue........................................................................................

31

II.5.1. Anatomi Uterus dan Jalan Lahir................................................

31

II.5.2. Perdarahan Post Partum.............................................................

37

KERANGKA KONSEP.................................................................................................

44

BAB III PENUTUP........................................................................................................

45

III.1. KESIMPULAN..........................................................................................

45

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

46

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Blok Reproduksi dan Perinatologi adalah blok ke-24 semester VI dari Kurikulum
Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

I.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

BAB II
PEMBAHASAN
SKENARIO A
Mrs. Anita, a 40 years old women in her fifth pregnancy delivered her son
spontaneously 3 hours ago. She was helped by birth attendant in her village, about 1,5 hours
away from refferal hospital. He lived with her husband who is a becak driver and her
mother in law who is a birth attendant. She gave birth a male baby, weighed 4000 grams. The
placenta was delivered by birth attendant, she claimed it was delivered completely. Suddenly
after placenta was delivered, massive blood was came out from vagina. The birth attendant
called midwife and according to midwife, uterine contraction was poor and uterine fundal
could not be palpated at that time. She gave the mother intramuscular oxytocin injection 10
IU and reffered her to primary public health service (Puskesmas) which already got PONED
certification. Her antenatal care history was 2 times with midwife in this public health and
already diagnosed with mild anemia due to Fe serum deficiency (her last month Hb count
was 9 g/dl).
On arrival, as general practitioner public health service, you find the patient is
consciousness but drowsy and pale. You also find approximately 1000 ml of blood clot in her
pants.
In the examination findings:
Height 155 cm, weight 50 kg. Blood pressure 60/40 mmHg, heart rate 140 x/minute,
respiratory rate 36 x/minute, temperature 35oC. the peripheral extremities are cold. The
abdomen is otherwise soft and non tender. The uterus fundal can not be palpated, no uterine
contraction. On vaginal inspection there is blood clot in vagina an no portio laceration or
vaginal/perineal laceration are identified.
You do rescucitation on her, made her to become in Tredelenburg position, gave her
oxygen 6-8 L/minute, insert 2 venous line and folley catheter, do blood examination
including routine blood analysis, hemostatic analysis and serum blood analysis. You gave
2000 ml cristalloid fluid and 300 cc pack red cells, also oxytocin 20 IU in 500 ml cristalloid
fluid.
After 30 minutes, she become consciousness and not drowsy anymore. Blood pressure
become 100/70 mmHg, pulse 92 x/minute, respiratory rate 22x/minute, temperature 35,8 oC,
urine output 100 cc. You reexamine the patient again, uterine fundal still can not be palpated,
4

urine contraction is poor and vaginal bleeding is still coming out. You do bimanual interna
compression but still no uterine contraction. You gave her misoprostol 600 ug vaginally and
do abdominal aorta compression, but uterine contraction wont get better. You insert uterine
tamponade using Sayeba condom method, and plan to reffer her to RSMH, hospital nearby.
The laboratory result come out:
Hemoglobin

: 6,2 g/dl

White cell count

: 3.200/mm3
: 115.000/mm3

Platelet
INR

: 1,3

APTT

: 39

You finally reffer this after 1 hours treatment in your public health service to RSMH.
About 1 week later, you got refferal reply from RSMH which is describe the patient got
laparotomy subtotal hysterectomy.

II.1.

KLARIFIKASI ISTILAH

No.

Istilah

Definisi
Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar merupakan
pelayanan yang diberikan di Puskesmas induk dengan

1.

PONED certification

pengawasan petugas kesehatan yaitu dokter atau bidan


atau perawat dan tim PONED Puskesmas beserta
penanggung jawab yang terlatih.
Organ yang tumbuh di dalam rahim selama kehamilan

2.

Placenta

dan menghubungkan jalur pasokan darah dari ibu dan

3.

Antenatal

bayi.
Sebelum kelahiran.
Hormon yang berfungsi untuk merangsang kontraksi

4.

Oxytocin

yang kuat pada dinding rahim atau uterus sehingga

5.
6.
7.

Laceration portio
Laceration vaginal
Laceration perineal

8.

Trendelenburg position

mempermudah dalam membantu proses kelahiran.


Robekan jaringan di portio uteri.
Robekan jaringan di vagina.
Robekan jaringan antara vagina dan rektum.
Posisi berbaring pada tempat yang datar dimana kepala

9.

Uterine contraction

berada lebih rendah dari pelvis.


HIS adalah serangkaian kontraksi rahim yang teratur dan
bertahap yang akan mendorong janin melalui cervix dan
vagina sehingga janin keluar dari rahim ibu.
Tabung plastik flexible dengan balon di ujungnya yang

10.

Folley catheter

dimasukkan dalam kandung kemih untuk drainage kemih


terus-menerus.
Cairan yang mengandung air, elektrolit dan atau gula

11.

12.

Cristalloid fluid

Bimanual interna
compression

13.

Misoprostol

14.

Sayeba condom method

dengan berbagai campuran, sifatnya isotonik. Contoh:


saline 0,9% dan Ringer Laktat (RL)
Tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam vagina dan
sambil membuat kepala diletakkan pada fornix anterior
vagina.
Obat yang digunakan untuk induksi persalinan dengan
cara pematangan cervix.
Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut
untuk HPP dengan penyebab atonia uteri. Metode ini
digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama
sambil menunggu perbaikan keadaan umum atau

rujukan.
Upaya mengontrol perdarahan post partum karena atonia
uterus dengan prinsip kerjanya adalah menekan cavum
15.

Uterine tamponade

uteri dari sisi dalam ke arah luar dengan kuat sehingga


terjadi penekanan pada arteri sistemik serta memberikan
tekanan hidrostatik pada a. uterina.
Serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan

16.

Abdominal aorta
compression

perdarahan secara mekanik dengan aplikasi tekanan pada


korpus

uteri

sebagai

upaya

pengganti

kontraksi

myometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat


berkontraksi).
International Normalized Ratio yaitu suatu yang lazim

17.

18.

II.2.
No.

1.

INR

digunakan untuk pemantauan pemakaian antikoagulan

Laparotomy subtotal

oral.
Operasi pengangkatan uterus tanpa pengangkatan cervix,

hysterectomy

tuba fallopi dan ovarium.

IDENTIFIKASI MASALAH
Identifikasi Masalah
Keluhan Utama:
Patient is consciousness but drowsy and pale. You also find
approximately 1000 ml of blood clot in her pants.

Problem

Concern

Riwayat Persalinan:
Mrs. Anita, a 40 years old women in her fifth pregnancy
delivered her son spontaneously 3 hours ago. She was helped by
birth attendant in her village, about 1,5 hours away from refferal
hospital. He lived with her husband who is a becak driver and
her mother in law who is a birth attendant. She gave birth a male
baby, weighed 4000 grams. The placenta was delivered by birth
2.

attendant, she claimed it was delivered completely. Suddenly

after placenta was delivered, massive blood was came out from
vagina. The birth attendant called midwife and according to
midwife, uterine contraction was poor and uterine fundal could
not be palpated at that time. She gave the mother intramuscular
oxytocin injection 10 IU and reffered her to primary public
health service (Puskesmas) which already got PONED
certification.
Riwayat Penyakit Dahulu:
3.

Her antenatal care history was 2 times with midwife in this

public health and already diagnosed with mild anemia due to Fe


serum deficiency (her last month Hb count was 9 g/dl).
Pemeriksaan Fisik:
Height 155 cm, weight 50 kg. Blood pressure 60/40 mmHg,
heart rate 140 x/minute, respiratory rate 36 x/minute,
4.

temperature 35oC. the peripheral extremities are cold. The


abdomen is otherwise soft and non tender. The uterus fundal can

not be palpated, no uterine contraction. On vaginal inspection


there is blood clot in vagina an no portio laceration or
5.

vaginal/perineal laceration are identified.


Tatalaksana Awal:

You do rescucitation on her, made her to become in


Tredelenburg position, gave her oxygen 6-8 L/minute, insert 2
venous line and folley catheter, do blood examination including
routine blood analysis, hemostatic analysis and serum blood
analysis. You gave 2000 ml cristalloid fluid and 300 cc pack red
cells, also oxytocin 20 IU in 500 ml cristalloid fluid. After 30

minutes, she become consciousness and not drowsy anymore.


Blood pressure become 100/70 mmHg, pulse 92 x/minute,
respiratory rate 22x/minute, temperature 35,8oC, urine output
100 cc. You reexamine the patient again, uterine fundal still can
not be palpated, urine contraction is poor and vaginal bleeding is
still coming out. You do bimanual interna compression but still
no uterine contraction. You gave her misoprostol 600 ug
vaginally and do abdominal aorta compression, but uterine
contraction wont get better. You insert uterine tamponade using
Sayeba condom method, and plan to reffer her to RSMH,
hospital nearby.
Pemeriksaan Laboratorium:

6.

Hemoglobin

: 6,2 g/dl

White cell count

: 3.200/mm3

Platelet

7.

: 115.000/mm

INR

: 1,3

APTT
Tindakan operatif:

: 39

The patient got laparotomy subtotal hysterectomy.

II.3.

ANALISIS MASALAH

1. Patient is consciousness but drowsy and pale. You also find approximately 1000 ml of
blood clot in her pants.
a. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme:
-

Penurunan kesadaran dan pucat


Mekanisme: Perdarahan post partum berupa kehilangan darah melebihi 500 ml
(pervaginal persalinan) akan membuat penurunan jumlah sel darah merah,
sehingga menggangu distribusi oksigen ke seluruh tubuh. Hal ini didasari atas
9

peran dari sel darah merah mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Saat
distribusi oksigen menurun, maka akan menyebabkan pasien terlihat pucat dan
mengantuk.
Drowsy: kehilangan banyak vol. darah suplai darah ke jaringan
pembentukan ATP DAN O2 drowsy
Kepucatan: kehilangan banyak vol. darah mempertahankan perfusi ke organ
vital suplai darah kepermukaan kulit tampak pucat
-

Perdarahan post partum


Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum
sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu
uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan
pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian
menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan. (Muhaj, 2009)
Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral miometrium dan

vena desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus


plasenta.Karena kontraksi pada rahim yang sebagian kosong menyebabkan
pemisahan plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut hingga otot rahim
berkontraksi di sekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologianatomi.Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri)
mengakibatkan perdarahan yang terlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001).
b. Bagaimana klasifikasi HPP berdasarkan klinis pasien?
Klasifikasi perdarahan pasca persalinan:
- PPP primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh
atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, sisa sebagian plasenta dan dalam kasus
yang jarang bisa karena inversio uteri. Jika perdarahan > 500 cc, namun telah
menyebabkan syok hipovolemia, tetap dikatakan perdarahan pasca persalinan
-

primer.
PPP sekunder, yang terjadi setelah 24 jam, namun masih dalam 6 minggu awal
setelah persalinan. Penyebab tersering akibat sisa plasenta. Perdarahan dikatakan

masif jika darah yang hilang 1000, 1500 atau 2500 cc.
Berdasarkan kasus, perdarahan post partum yang dialami Mrs. Anita termasuk
kedalam klasifikasi primer.

10

2. Mrs. Anita, a 40 years old women in her fifth pregnancy delivered her son spontaneously
3 hours ago. She was helped by birth attendant in her village, about 1,5 hours away from
refferal hospital. He lived with her husband who is a becak driver and her mother in law
who is a birth attendant. She gave birth a male baby, weighed 4000 grams. The placenta
was delivered by birth attendant, she claimed it was delivered completely. Suddenly after
placenta was delivered, massive blood was came out from vagina. The birth attendant
called midwife and according to midwife, uterine contraction was poor and uterine fundal
could not be palpated at that time. She gave the mother intramuscular oxytocin injection
10 IU and reffered her to primary public health service (Puskesmas) which already got
PONED certification.
a. Bagaimana hubungan usia dan paritas pada kasus?
Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko
terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal.
Hal ini dikarenakan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar
(Faisal, 2008). Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan
postpartum primer. Pada wanita, semakin sering ia mengalami kehamilan dan
melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko
komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998). Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari
tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi
paritas, lebih tinggi kematian maternal.
b. Bagaimana fisiologi persalinan?
Tanda-tanda masuknya persalinan (in partu) adalah timbulnya rasa sakit oleh adanya
his yang datang lebih kuat, sering dan teratur, keluar lendir bercampur darah (bloody
show) yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks, kadang-kadang
ketuban pecah dengan sendirinya dan pada pemeriksaan dalam terdapat serviks
mendatar dan pembukaan telah ada. Terdapat empat kala persalinan:
-

Kala I (Kala Pembukaan): telah tercapainya kontraksi uterus dengan frekuensi,


intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan dilatasi serviks yang
progresif. Kala satu persalinan sellesai ketika serviks sudah membuka lengkap
(sekitar 10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat. Kala I terbagi
menjadi dua fase:
11

Fase laten: fase yang diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang
teratur yang menghasilkan perubahan pada serviks dan meluas sampai
permulaan fase aktif persalinan (dilatasi serviks 3-4 cm). Pada ibu yang belum
pernah melahirkan (nullipara), fase laten biasanya kurang dari 20 jam dan
pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan (multipara), fase laten kurang
dari 14 jam.

Fase aktif: fase aktif ditandai dengan dilatasi servisk yang terus-menerus
sanpai serviks terdilatasi penuh. Pada nullipara, dilatasi serviks sampai 1,2 cm
setiap jam dan multipara 1,5 cm setiap jam.

Kala II (Kala Pengeluaran Janin): dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap
dan berakhir ketika janin sudah lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada
ibu yang pertama kali melahirkan (primipara) dan 1 jam pada ibu yang sudah
beberapa kali melahirkan (multipara). Pada proses ini, his terkoordinir, kuat, cepat
dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun, masuk ruang
panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa
seperti ingin buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala
janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his
mengedan yang terpimpin akan melahirkan kepala, diikuti oleh seluruh badan
janin. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan anggota badan

bayi secara lengkap.


Kala III (Kala Pengeluaran Uri): dimulai segera setelah janin lahir dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin. Waktu untuk pelepasan dan
pengeluaran uri dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang
berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat
sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi
plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Dalam waktu 5-10 menit seluruh
plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan
sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Pada saat plasenta lahir pada
umumnya otot-otot uterus berkontraksi, pembuluh-pembuluh darah akan terjepit
dan perdarahan akan segera berhenti. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30
menit setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah
sekitar 100-200cc.

12

Kala IV (Kala Pengawasan): mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam dimana
dilakukan pengamatan keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post
partum. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada kala IV ini adalah:
kontraksi uterus harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genital
lainnya, plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap, kandung kemih
harus kosong, luka-luka pada perineum terawat dengan baik, bayi dan ibu dalam
keadaan baik.

c. Berapa berat badan bayi baru lahir yang normal?


Berat Badan Bayi Baru Lahir dengan persalinan normal atau Caesar yang sudah
cukup umur (37 minggu sampai 42 minggu), memiliki berat 2500 gram - 3500 gram.
d. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme perdarahan post partum pada kasus?
Multi faktorial (makrosomia) regangan rahim berlebihan, anemia defisiensi besi,
kehamilan multipara) lemahnya tonus

atau kontraksi rahim tidak mampu

menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta perdarahan massif per
vaginam

e. Apa saja faktor resiko perdarahan post partum?


-

Usia. Wanita yang melahirkan anak pada usia lebih dari 35 tahun dan usia kurang
dari 20 tahun merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan
dibandingkan fungsi reproduksi normal. Sedangkan pada usia dibawah 20 tahun
fungsi reproduksinya belum siap dan bisa menyebabkan pendarahan dan robekan

pada serviks.
Paritas. Salah satu penyebab perdarahan post partum adalah multiparitas.Paritas
menunjukan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan.Primipara adalah seorang yang telah pernah melahirkan satu kali
satu janin atau lebih yang telah mencapai batas viabilitas, oleh karena itu
berakhirnya setiap kehamilan melewati tahap abortus memberikan paritas pada
ibu.Seorang multipara adalah seorang wanita yang telah menyelesaikan dua atau
13

lebih kehamilan hingga viabilitas. Hal yang menentukan paritas adalah jumlah
kehamilan yang mencapai viabilitas, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Paritas
tidak lebih besar jika wanita yang bersangkutan melahirkan satu janin, janin
kembar, atau janin kembar lima, juga tidak lebih rendah jika janinnya lahir
mati.Uterus yang telah melahirkan banyak anak, cenderung bekerja tidak efisien
-

dalam semua kala persalinan.


Anemia. Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan
nilaihemoglobin di bawah nilai normal, dikatakan anemia jika kadar hemoglobin
kurang dari 11g/dL. Kekurangan hemoglobin dalam darah dapat menyebabkan
komplikasi lebih serius bagi ibu baik dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
Oksigen yang kurang pada uterus akan menyebabkan otot-otot uterus tidak
berkontraksi dengan adekuat sehingga dapat timbul atonia uteri yang

mengakibatkan perdarahan post partum.


Riwayat persalinan. Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan
dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang
lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam
persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa
abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan
sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan ante partum

dan post partum.


Bayi makrosomia. Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000
gram. Menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia
kalau beratnya melebihi 4500 gram. Kesukaran yang ditimbulkan dalam
persalinan adalah karena besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan
dinding rahim oleh anak yang sangat besar dapat menimbulkan inertia dan

kemungkinan perdarahan postpartum lebih besar.


Kehamilan ganda. Kehamilan ganda dapat menyebabkan uterus terlalu meregang,
dengan overdistensi tersebut dapat menyebabkan uterus atonik atau perdarahan
yang berasal dari letak plasenta akibat ketidakmampuan uterus berkontraksi
dengan baik.

f. Apa tujuan diberikan oxytocin pada kasus?


Obat oksitosin memiliki fungsi serupa dengan hormon oksitosin alami yang
diproduksi tubuh. Obat ini berfungsi memicu atau memperkuat kontraksi pada otot

14

rahim. Karena itu oksitosin dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan setelah
persalinan seperti pada kasus.
g. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme kontraksi uterus lemah pada kasus?
Ny. Anita yang mengalami overdistensi uterus akibat janin yang dikandungnya
makrosomia berpotensi menyebabkan kelelahan pada myometrium sehingga
kemampuannya untuk berkontraksi pun jadi menurun.
3. Her antenatal care history was 2 times with midwife in this public health and already
diagnosed with mild anemia due to Fe serum deficiency (her last month Hb count was 9
g/dl).
a. Bagaimana hubungan antara HPP dengan ADB yang sebelumnya dialami Ny. Anita?
Anemia menyebabkan darah mempertahankan perfusi ke organ vital seperti otak,
jantung, paru, dll. Sementara organ lain seperti uterus juga membutuhkan darah untuk
dapat melakukan tugasnya, salah satunya berkontraksi, terutama saat proses
persalinan. Kurangnya darah/ anemia dalam hal ini menyebabkan pasokan ke uterus
juga berkurang sehingga uterus tidak dapat berkontraksi (tidak ada energi), atonia.
Atonia uteri menyebabkan arteri uterina yang seiring dengan kontraksi uterus akan
terjepit, menjadi tidak terjepit sehingga terjadi perdarahan.
4. Height 155 cm, weight 50 kg. Blood pressure 60/40 mmHg, heart rate 140 x/minute,
respiratory rate 36 x/minute, temperature 35oC. the peripheral extremities are cold. The
abdomen is otherwise soft and non tender. The uterus fundal can not be palpated, no
uterine contraction. On vaginal inspection there is blood clot in vagina an no portio
laceration or vaginal/perineal laceration are identified.
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik pada kasus?
Pemeriksaan Fisik

Nilai Normal

Interpretasi

Tinggi badan: 155 cm


Berat badan: 50 kg

Kurang: <18.5
Normal: 18.5-22.9
Preobes: 23-24.9
Obesitas I: 25-29.9
Obesitas II: >30

IMT:

Mekanisme Abnormal

20.81
(Normal)
Tekanan Darah: 60/40 120/80 mmHg

Tidak

mmHg

Normal

Kehamilan makrosomia

15

Hiperdistensi

uterus

atonia uteri Perdarahan


postpartum Aliran balik
ke jantung menurun
Cardiac output menurun
BP menurun.
HR: 140 x/menit

60-100 x/menit

Tidak

Kehamilan makrosomia

Normal

Hiperdistensi

uterus

atonia uteri Perdarahan


postpartum Aliran balik
ke jantung menurun
Cardiac output menurun
kompensasi tubuh HR
meningkat
RR: 36 x/menit

16-20 x/menit

Tidak

Kehamilan makrosomia

Normal

Hiperdistensi

uterus

atonia uteri Perdarahan


postpartum Aliran balik
ke jantung menurun
Cardiac output menurun
kompensasi tubuh RR
meningkat
Temperatur: 35oC

36.5-37.5oC

Tidak

Hal ini disebabkan oleh

Normal

adanya

perdarahan,

sehingga sel mengalami


kekurangan oksigen. Hal
ini

akan

menyebabkan

metabolisme
salah

sel

satunya

yang
berguna

untuk pembentukan panas


terganggu.
Ekstremitas: dingin

Tidak dingin

Tidak

Pada

pasien

yang
16

Normal

mengalami

perdarahan

berat, terjadi penurunan


volume intravaskular yang
menyebabkan
jaringan

perfusi

juga

menurun.

Seharusnya ketika terjadi


penurunan

volume

intravaskular maka akan


terjadi

peningkatan

aktivitas simpathoadrenal
yang

akan

cardiac

mengatur

output

dan

menjaga stabilitas tekanan


darah. Akan tetapi, pada
perdarahan

berat

mekanisme

pengaturan

aktivitas simpathoadrenal
tersebut tidak lagi dapat
dilakukan secara efektif
karena

terjadinya

peningkatan

resistensi

vaskular, cardiac output


lebih

didistribusikan

jantung

dan

ke
otak

sedangkan jaringan lain


seperti kulit dan viscera
merupakan

prioritas

rendah.

Hal

itu

menyebabkan ekstremitas
perifer terasa dingin.
Abdomen: lembek dan

Normal

tidak tegang
Uterus:

tidak

dapat Uterus

1-2

cm Tidak

Makrosomia

17

teraba,

tidak

ada dibawah umbilicus Normal

kontraksi

overdistensi

uterus

dan keras, teraba

atoni uteri gangguan

kontraksi.

penutupan pembuluh darah


di

tempat

implantasi

plasenta perdarahan di
kavum

uterus

menumpuknya
darah

koagulasi

uterus gagal

berinvolusi

uterus

teraba setinggi umbilikus


dan

lembut,

abdomen

lembut dan tidak tegang.


Inspeksi vagina: tidak
ada

bekuan

Normal

darah,

tidak ada laserasi


5. You do rescucitation on her, made her to become in Tredelenburg position, gave her
oxygen 6-8 L/minute, insert 2 venous line and folley catheter, do blood examination
including routine blood analysis, hemostatic analysis and serum blood analysis. You gave
2000 ml cristalloid fluid and 300 cc pack red cells, also oxytocin 20 IU in 500 ml
cristalloid fluid. After 30 minutes, she become consciousness and not drowsy anymore.
Blood pressure become 100/70 mmHg, pulse 92 x/minute, respiratory rate 22x/minute,
temperature 35,8oC, urine output 100 cc. You reexamine the patient again, uterine fundal
still can not be palpated, urine contraction is poor and vaginal bleeding is still coming out.
You do bimanual interna compression but still no uterine contraction. You gave her
misoprostol 600 ug vaginally and do abdominal aorta compression, but uterine
contraction wont get better. You insert uterine tamponade using Sayeba condom method,
and plan to reffer her to RSMH, hospital nearby.
a. Apa indikasi dan tujuan dilakukan atau diberikan:
-

Tredelenburg position
Indikasi:
Pasien syok
Pasien hipotensi
Pasien dengan pemeriksaan tertentu misalnya broncoscopy.
18

Tujuan:
Supaya darah lebih banyak mengalir ke daerah kepala.
Memudahkan operasi di daerah perut.
-

Folley catheter
Pemasangan kateter urin merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan
membantu memenuhi kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan
pemeriksaan (Hidayat, 2006). Dalam kasus ini, pemasangan kateter bertujuan
untuk mengosongkan kantong kemih sehingga uterus dapat dipalpasi dan
kontraksi uterus dapat dirasakan. Hal ini akan memudahkan dalam pemeriksaan
dan diagnosis atonia uteri dapat ditegakkan.

Blood examination
Indikasinya adalah pada pasien yang dicurigai ada gangguan hemostasis.
Tujuan:
Mendeteksi kelainan hematologi dimana diduga terdapat kelainan jumlah dan
fungsi dari sel-sel darah.
Mendeteksi penyakit perdarahan yang menunjukkan kelainan faal
hemostasis.
Membantu diagnosis penyakit infeksi dengan melihat kenaikan atau
penurunan jumlah leukosit serta hitung jenisnya.
Mengetahui kelainan sistemik pada hati dan ginjal yang dapat memengaruhi
sel darah baik bentuk maupun fungsinya.

2000 ml cristalloid fluid


Indikasi:
Resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan intravaskular yang berat
(misalnya, syok hemoragik) sambil menunggu darah untuk transfusi.
Resusitasi cairan pada keadaan hipoalbuminemia berat atau kondisi yang
berhubungan dengan kehilangan protein yang besar seperti luka bakar. Pada
pasien luka bakar, koloid juga harus dipertimbangkan jika cedera melibatkan

19

lebih dari 30% dari luas permukaan tubuh atau jika lebih dari 3-4 L kristaloid
telah diberikan selama 18-24 jam setelah kejadian.
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru
dan keringat
-

Oxytocin 20 IU in 500 ml cristalloid fluid


Indikasi:
Pecah ketuban sebelum waktunya, keluar plasenta sebelum waktunya, pre
eklamsia serta pada transfusi
Kelemahan kontraksi selama proses melahirkan
Tujuannya sebagai uterotonika, memacu uterus agar dapat berkontraksi.

b. Apa indikasi dan tujuan dilakukan:


-

Bimanual interna compression


Indikasi pada pasien perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri
Tujuannya untuk mengganti secara mekanik kontraksi myometrium yang
terganggu.

Abdominal aorta compression


Indikasinya adalah perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.
Tujuannya untuk menekan aorta abdominalis sehingga aliran darah ke a. uterina
cabang dari a. ovarika yang merupakan cabang langsung dari aorta abdominalis
jadi menurun dan dapat menurunkan perdarahan.

Sayeba condom method


Indikasi: Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri.
Tujuannya untuk menggantikan tampon uterovaginal yang digunakan agar
perdarahan uterus berhenti.

6. Hemoglobin: 6,2 g/dl, white cell count: 3.200/mm 3, platelet: 115.000/mm3, INR: 1,3,
APTT: 39
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan lab pada
kasus?
20

Hasil Pemeriksaan

Nilai Normal

Interpretasi

Mekanisme Abnormal

Hb: 6.2 gr/dL

12 14 gr/dL

Tidak

Perdarahan akut pasca

Normal

persalinan menyebabkan
hilangnya darah > 500 ml
(termasuk
ertirosit)

komponen
sehingga

Hb

turun.
WBC: 3.200/mm3

5000-11000/mm3

Tidak

Perdarahan akut pasca

Normal

persalinan menyebabkan
hilangnya darah >500 ml
(termasuk

komponen

WBC).
Platelet:

250.000-400.000/mm3

115.000/mm3

Tidak

Perdarahan akut pasca

Normal

persalinan menyebabkan
hilangnya darah >500 ml
(termasuk

komponen

platelet).
INR: 1,3

0.9-1.3

Normal

Untuk
DD

menyingkirkan
faktor

thrombin

sebagai penyebab PPH.


APTT: 39

20-45

Normal

Untuk
DD

menyingkirkan
faktor

thrombin

sebagai penyebab PPH.

7. The patient got laparotomy subtotal hysterectomy.


a. Apa indikasi dan tujuan dilakukan laparotomy subtotal hysterectomy pada kasus?
Indikasi:
Uterus hipotonik yang menyolok dan tidak bereaksi terhadap uterotonika,
prostaglandin dan pemijatan.
Tujuan sebagai keputusan akhir untuk mengatasi kelainan atau gangguan pada organ
atau fungsi reproduksi yang terjadi pada wanita.

21

II.4.

HIPOTESIS
Ny. Anita 40 tahun mengalami perdarahan pasca persalinan.

Analisis Template:
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
- Anamnesis
Tanyanyakan identitas, faktor resiko, riwayat penyakit, riwayat persalinan.
- Pemeriksaan Fisik
Fisik Umum: IMT, vital sign
Fisik Khusus: Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda
komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:
Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta

tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).


Sistem vaskuler. (1) Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1,
kemudian tiap 8 jam berikutnya. (2) Tensi diawasi tiap 8 jam. (3) Tanda-tanda
trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah. (4) Haemorroid diobservasi tiap 8
jam terhadap besar dan kekenyalan. (5) Riwayat anemia kronis, konjungtiva
anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni

purpura.
Sistem Reproduksi. (1) Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari
post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri
dan posisinya serta konsistensinya. (2) Lochea diobservasi setiap 8 jam
selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau. (3) Perineum diobservasi tiap
22

8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada
jahitannya yang lepas. (4) Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak. (5)
Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum. (6) Tinggi fundus
atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan
(sub involusi). (7) Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari
pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain. (8) Traktur
gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi. (9) Integritas
-

ego seperti mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.


Pemeriksaan penunjang
Golongan darah: menentukan Rh, ABO dan percocokan silang.
Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16 gr/dl, saat hamil:
10-14 gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%. Total SDP
saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).
Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.
Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang
tertahan.

b. Apakah diagnosis banding pada kasus?

23

c. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus?


- Golongan darah: menentukan Rh, ABO dan percocokan silang.
Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah
sel darah putih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16 gr/dl, saat hamil: 10-14 gr/dl.
Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%. Total SDP saat tidak hamil
4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).
- Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.
- Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi:
menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
d. Apakah diagnosis pada kasus?
Ny. Anita 40 tahun mengalami perdarahan pasca persalinan (Hemorraghic Post Partum).
e. Apakah definisi dari diagnosis pada kasus?

24

Secara tradisional, perdarahan pascapartum didefinisikan sebagai kehilangan 500 ml atau


lebih darah setelah persalinan pervaginam atau 1000 ml atau lebih setelah sesar
mengakibatkan ketidakstabilan hemodinamik.
f. Bagaimana epidemiologi dari diagnosis pada kasus?
Frekuensi perdarahan postpartum 15%25% dari seluruh persalinan.

Bedasarkan

penyebabnya:
- Atoni uteri (50 60%).
- Retensio plasenta (16 17%).
- Sisa plasenta (23 24%).
- Laserasi jalan lahir (4 5%)
- Kelainan darah (0,5-0,8%).
Di Inggris, separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Apabila terjadi perdarahan berlebihan, harus dicari etiologi yang spesifik.
Atonia uteri, retensi plasenta, termasuk plasenta akreta dan yang semacamnya, serta
laserasi traktus genitalia. Atonia uteri merupakan salah satu penyebab terjadinya kematian
ibu setelah proses persalinan bayi dan plasenta, dimana atonia uteri terjadi pada sekitar
80-90% kasus perdarahan postpartum dan terjadi pada sekitar 2-5% persalinan per
vaginam. Hal tersebut menyebabkan atonia uteri menjadi indikasi utama dilakukannya
histerektomi atau transfusi darah postpartum.
g. Apakah etiologi dari diagnosis pada kasus?
Etiologi PPH tersering adalah: (4 T)
Tonus: tonus pada uteri atonia uteri, 70% penyebab PPH
Tissue/jaringan: bekuan darah/sisa jaringan, biasanya plasenta kelahiran plasenta
yang telat (terlambat), gangguan pada implantasi plasenta
Trauma: laserasi, ruptur uteri, inversi episiotomy, hematoma, inversi uteri, dan

ruptur uteri
Thrombin: koagulopati, gangguan pada pembekuan darah terjadi gangguan
koagulopati, tetapi sangat jarang ditemukan

h. Apakah faktor resiko dari diagnosis pada kasus?

Kontraksi uterus
abnormal (Tone)/Atonia
Uteri

Etiologi

Faktor Resiko

Overdistensi uterus

Polihidramnion
Kehamilan ganda
Makrosomia

Kelelahan otot uterus

Persalinan yang cepat


Persalinan lama
25

Paritas tinggi
Infeksi intramnion

Demam
Ketuban pecah

Kelainan funsional atau


anatomi uterus

Uterus fibroid
Plasenta previa
Anomaly uterus

Sisa konsepsi (Tissue)

Luka jalan lahir/Trauma


genitalia (Trauma)

Sisa konsepsi (retained


Placenta Fragments)

Plasenta lahir tidak lengkap

Plasenta yang abnormal

Jaringan parut/sikatriks/scar
uterus akibat operasi
sebelumnya

Sisa kotiledon atau lobus


suksenturiata

Paritas tinggi

Sisa bekuan darah

Atonia uteri

Laserasi cervix, vagina atau


perineum

Persalinan presipitatus

Perpanjangan laserasi saat SC

Malposisi

Abnormal plasenta saat


USG

Persalinan pervaginan
operatif

Deep engagement
Ruptura uteri

Operasi uterus sebelumnya

Inversio uteri

Paritas tinggi
Fundal plasenta

Gangguan koagulasi/
koagulopati/ (Thrombin)

Kelainan yang telah ada


sebelumnya:

Riwayat koagulopati
herediter

Hemofilia A

Riwayat gangguan hepar

Penyakit Von
Willebrand

Memar

Didapat saat kehamilan:


-

ITP

Trombositopenia

Peningkatan tekanan darah


IUFD
Demam, peningkatan
26

pada PEB

leukosit

DIC

HAP

Preeklampsia

Kolaps

IUFD

Riwayat bekuan darah

Infeksi berat

Solusio plasenta

Emboli cairan
ketuban

Terapi antikoagulan

i. Bagaimana patofisiologi dan patogenesis dari diagnosis pada kasus?


Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan
sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu
menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya
perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka
pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan (Faisal,
2008). Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan.
Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah.
Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah
serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot
seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya
pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008)
j. Apakah gejala klinis dari diagnosis pada kasus?
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total
tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah
sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah
bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu
penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin,
dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).
k. Bagaimana penatalaksanaan dari diagnosis pada kasus?
27

Penatalaksanaan pada perdarahan pasca persalinan harus sesuai dengan penyebab yang
mendasari perdarahan tersebut. Pada kasus ini, Mrs. Anita mengalami perdarahan pasca
persalinan akibat atonia uteri.
Tatalaksananya:
Banyaknya darah yang hilang akan memengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada umumnya
dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut:
Sikap Trendelenburg, memasang venous line dan memberikan oksigen.
Merangsang kontraksi uterus dengan cara:
Masase fundus uteri dan merangsang puting susu.
Pemberian oksitoksin dan turunan ergot melalui suntikan secara im, iv atau sc.
Memberikan derivat prostaglandin F2 (carboprost tromethamine) yang kadang
memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris dan

takikardia.
Pemberian misoprostol 800-1000g per-rektal.
Kompresi bimanual eksternal dan atau internal.
Kompresi aorta abdominalis.
Pemasangan tampon kondom, kondom dalam kavum uteri disambung dengan
kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi dengan cairan infus 200ml yang

akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif.


Catatan: tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan
hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rumah sakit rujukan.
Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif
laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau
melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa:
Ligasi arteria uterina atau arteria ovarika.
Operasi ransel B Lynch.
Histerektomi supravaginal.
Histerektomi total abdominal.
l. Bagaimana cara pencegahan dari diagnosis pada kasus?
Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan
secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam
pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit
4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali
pada trimester III. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batasbatas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio
28

plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum,


persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik,
keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim
(uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus
dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan
sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995). Dalam kala III uterus jangan dipijat
dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin
sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin
diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadangkadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus
uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan.
m. Apakah komplikasi dari diagnosis pada kasus?
Anemia
Syok hemorraghic
DIC
Kegagalan fungsi organ
Kematian
n. Bagaimana prognosis dari diagnosis pada kasus?
Quo Ad vitam: dubia ad bonam
Quo Ad fungsionam : dubia ad malam
o. Bagaimana SKDI dari diagnosis pada kasus beserta aplikasinya?
3B. Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah
keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

29

II.5.

LEARNING ISSUE
II.5.1. Anatomi Terus dan Jalan Lahir
Organ reproduksi perempuan terbagi atas:
Organ genitalia eksterna, dan vagina adalah bagian untuk senggama.
Organ genitalia interna adalah bagian untuk ovulasi, tempat pembuahan sel
telur, transportasi blastokis, implantasi, dan tumbuh kembang janin.
Organ Genitalia Eksterna
Vulva (pukas/pudenda), meliputi mons veneris, labia mayora dan labia minora,
klitoris, selaput dara, vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur
vaskular.
Mons pubis/mons veneris: bagian yang menonjol di atas simfisis dan
tertutup oleh rambut kemaluan (setelah pubertas)
Labia mayora: analog dengan skrotum pada pria, bagian yang terdiri dari
bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan
lemak, ke belakang labia mayora bertemu membentuk komisura posterior.
Labia minora (nymphae): suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir
besar. Ke depan bertemu membentuk preputium klitoris dan di bawahnya
frenulum klitoris. Ke belakang bertemu membentuk fossa navikulare.
Kulitnya banyak mengandung glandula sebasea dan ujung saraf sehingga
sangat sensitif.
Klitoris: bagian sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium klitoris dan
terdiri atas glans klitoris, korpus klitoris, dan dua krura yang
menggantungkan klitoris pada os pubis.
Vestibulum, dibatasi di depan oleh klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir
kecil, dan di belakang oleh perineum. Kurang lebih 1-1.5 cm di bawah
klitoris ditemukan orifisium uretra eksternum yang tidak jauh darinya di
kiri kanan dapat ditemukan saluran Skene yang analog dengan kelenjar
prostat pada laki-laki.Kelenjar Bartolin dapat ditemukan di kanan kiri
dekat fossa navikulare.
Bulbus vestibuli sinistra et dextra, pengumpulan vena terletak di bawah
saluran lendir vestibulum, dekat ramus ossis pubis, mengandung banyak
pembuluh darah yang sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus
dan muskulus konstriktor vagina.
Introitus vagina, ditutupi oleh selaput dara yang berbeda-beda tiap
individu.
30

Perineum, terletak antara vulva dan anus, didukung oleh diafragma pelvis
(otot levator ani dan otto koksigis posterior serta fasia yang menutupi
kedua otot) dan diafragma urogenitalis (muskulus transversus perinei
profunda, otot konstriktor uretra, dan fasia internal dan eksternal yang
menutupinya).Pasokan darah diperoleh dari arteri pudenda interna dan
cabang-cabangnya, Persarafan terutama oleh nervus pudenda dan cabangcabangnya.

Organ Genitalia Interna


Vagina. Penghubung antara introitus vagina dan uterus. Bentuk vagina
bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae, di tengahnya da bagian yang
lebih keras disebut kolumna rugarum.Epitel vagina terdiri atas epitel
gepeng tidak bertanduk, tanpa kelenjar sekresi, di bawahnya terdapat
jaringan ikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Di bawah
jaringan ikat terdapat otot-otot dengan susunan sesuai dengan susunan otot
usus.

Bagian

dalam

muskulus

sirkularis,

bagian

luar

muskulus

longitudinalis. Di sebelah luar terdapat fasia/jaringan ikat.


Septum vesikovaginalis memisahkan dinding vagina dengan uretra dan
kandung kemih. Sedangkan septum rektovaginalis memisahkan dinding
vagina bagian bawah dan rektum.Kavum Douglasi merupakan kantong
rektouterina yang memisahkan seperempat bagian atas dinding vagina
belakang dengan rektum. Dinding vagina kanan kiri berhubungan dengan
muskulus levator ani. Di puncak vagina dipisahkan oleh serviks.Terbentuk
forniks anterior, posterior, lateralis kanan dan kiri. Vagina diperdarahi oleh:
31

Arteria uterina, yang melalui cabangnya ke serviks dan vagina


memberikan darah ke vagina bagian sepertiga atas.

Arteria vesikalis inferior, yang melalui cabangnya memberi darah ke


vagina bagian sepertiga tengah.

Arteria hemoroidalis mediana dan arteria pudendus intera, yang


memberikan darah ke vagina bagian sepertiga bawah.

Darah kembali melalui pleksus vena yang ada, antara lain pleksus
pampiniformis ke vena hipogastrika dan vena iliaka ke aas. Getah bening
yang berasal dari 2/3 bagian atas vagina akan melalui kelenjar getah
bening di daerah vasa iliaka, sedangkan yang berasal dari 1/3 bawah akan
melalui kelenjar getah bening di regio inguinalis.
Uterus. Letaknya anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk
sudut denan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan membentuk
sudut dengan serviks uteri). Terdiri atas:
o Fundus uteri. Bagian uterus proksimal di mana kedua tuba Falloppii
masuk ke uterus.
o Korpus uteri. Bagian uterus yang terbesar.Fungsinya sebagai tempay
di mana janin berkembang saat kehamilan.Rongga yang terdapat di
dalamnya disebut kavum uteri.
o Serviks uteri. Terdiri dari pars vaginalis servisis uteri dinamakan
porsio, pars supravaginalis servisis uteri yang berada di atas vagina.
Saluran yang terdapat dalam serviks disebut kanalis servikalis, dilapisi
kelenjar-kelenjar serviks berbentuk sel torak bersilia dan fungsinya
sebagai reseptakulum seminis.Pintu saluran serviks sebelah dalam
disebut ostium uteri internum dan pintu di vagina disebut ostium uteri
eksternum. Secara histologik dari dalam ke luar, uterus terdiri dari:
Endometrium di korpus uteri dan endiserviks di serviks uteri.
Terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan
banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Melapisi seluruh
kavum uteri dan berperan saat proses menstruasi
Otot-otot polos. Berbentuk sirkular pada bagian dalam dan
berbentuk longitudinal di bagian luar.Diantaranya terdapat otot
oblik, berbentuk anyaman.
32

Lapisan serosa. Ligamen yang memfiksasi uterus adalah (1)


Ligamentum kardinal (Mackenrodt) kiri dan kanan, yakni
ligamentum yang terpenting mencegah agar uterus tidak turun.
Terdiri atas jaringan ikat tebal yang berjalan dari serviks dan
puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya
terdapat arteri dan vena uterine. (2) Ligamentum sakrouterina kiri
dan kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus supaya tidak
banyak bergerak. Berjalan dari serviks belakang kiri dan kanan ke
arah sakrum kiri dan kanan. (3) Ligamentum rotundum kiri dan
kanan, yakni ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi.
Berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal
kiri dan kanan. (4) Ligamentum latum kiri dan kanan, yakni
ligamentum yang meliputi tuba. Berjalan dari uterus ke arah
lateral. Tidak banyak mengandung jaringan ikat. Di bagian dorsal
ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dextrum). (5)
Ligamentum infundibulo-pelvikulum kiri dan kanan, yakni
ligamentum yang menahan Tuba Faloppii. Berjalan dari arah
infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat
syaraf, saluran limfe, arteria, dan vena ovarika. Di samping sudut
kiri dan kanan belakang fundus uteri terdapat liamentum ovarii
proprium kiri dan kanan yang menahan ovarium.
Uterus diperdarahi oleh arteria uterina kiri dan kanan yang terdiri atas
ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari
arteria iliaka interna (hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks. Pembuluh darah yang lain adalah
arteria ovarika kiri da kanan yang berjalan dari lateral dinding pelvis,
melalui ligamentum infundibulo-pelvikum mengikuti Tuba Falloppii,
beranastomosis dengan ramus asendens arteria uterina di sebelah lateral,
kanan dan kiri uterus.
Getah bening berasal daris erviks akan mengalir ke daerah obturatorial
dan inguinal, selanjutnya ke daerah vasa iliaka. Dari korpus uteri seluran
getah bening akan menuju ke daerah paraaorta atau paravertebra dalam.

33

Inervasi uterus terdiri atas sistem saraf simpatik dan untuk sebagian
sisstem parasimpatetik dan serebrospinal.Sistem parasimpatetik berada di
dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf
sakral 2, 3, 4, yang selanjutnya memasuki pleksus Frankenhauser.Sistem
simpatetik masuk rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui
bifurkasio aorta dan promontorium terus ke bawah menuju ke pelsus
Frankenhauser.Saraf simpatetik menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi,
sedangkan

parasimpatetik

mencegah

kontraksi

dan

menilbulkan

vasodilatasi (bekerja antagonis).


Saraf dari torakal 11, 12 mengandung saraf sensorik dari uterus dan
meneruskan perasaa sakit dari uterus ke pusat saraf (cerebrum).Saraf
sensorik dari serviks dan bagian atas vagina melalui saraf sakral 2.3, dan 4,
sedangkan dari yang bawah vagina melalui nervus pudendus dan nervus
ilioinguinalis.
Tuba Falloppii. Terdiri atas:
o

Pars interstisialis, bagian yang terdapat di dinding uterus

Pars ismika, bagian medial tuba yang sempit seluruhnya

Pars ampullaris, bagian yang berbentuk sebagai saluran agak lebar,


tempat konsepsi terjadi

Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan


mempunyai fimbria yang bertugas untuk menangkap telur dan
selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba.

Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viscerale yang merupakan bagian
dari ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri tas (dari luar ke dalam)
otot longitudinalis dan otot sirkular. Lebih dalam lagi terdapat slaput
berlipat-lipat dengan sel-sel bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi
untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan
arus yang ditimbulkan oleh getaran rambut getar tersebut.
Ovarium (Indung Telur). Struktur ovarium terdiri atas:
o

Korteks, bagian luar yang diliputi epitelium germinativum berbentuk


kubik dan di dalamnya terdiri atas stroma serta folikel folikel
primordial.

34

Medulla, bagian di sebelah dalam korteks tempat terdapatnya stroma


dengan pembuluh darah, serabut saraf, dan sedikit otot polos.

Diperkirakan ada 100.000 folikel primer, yang tiap bulannya akan keluar
satu atau dua folikel. Folikel-folikel ini terdapat dalam korteks ovari
dengan tingkat perkembang yang berbeda dari satu sel yang dikelilingi
oleh satu lapisan sel saja sampai menjadi folikel de Graaf yang matang
terisis dengan likuor folikuli, mengandung estrogen dan siap berovulasi.
Folikel de Graaf yang matang terdiri atas:
o

Ovum, suatu sel besar dengan diameter 0.1 mm yang mempunyai


nukleus dengan anyaman kromatin yang jelas sekali dan satu
nukleolus.

Stratum granulosum, terdiri atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat


kecil dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum,
pada perkembangan lanjut di bagian tengah akan terisi likuor follikuli.

Teka interna, lapisan yang melingkari stratum granulosum dengan sel


lebih kecil daripada sel granulosa.

Teka eksterna, di luar teka interna yang terbentuk oleh stroma


ovarium yang terdesak.

II.5.2. Perdarahan Post Partum


a. Definisi

35

Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah


kala III selesai (setelah plasenta lahir). Menurut waktu terjadinya
perdarahan post partum dibagi atas dua bagian:
Perdarahan postparum primer (early postpartum hemorraghea) yang
terjadi dalam 24 jam setelah anak lahir.
Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorraghea) yang
terjadi setelah 24 jam biasanya antara hari ke 5-15 postpartum.
b. Epidemiologi dan insiden
Perdarahan postpartum (HPP) tetap merupakan komplikasi obstetrik
yang sering terjadi dan bertanggung jawab terhadap sekitar 13% dari
kematian ibu. HPP juga merupakan satu dari tiga penyebab kematian ibu
paling banyak di Amerika Serikat. Resiko kematian akibat HPP adalah
sekitar 1 dalam 100.000 persalinan di AS dan Inggris, dan 100 kali lebih
tinggi di negara-negara berkembang.
HPP juga dapat menyebabkan komplikasi maternal yang serius yang
seringkali membutuhkan penanganan bedah dan mengakibatkan infertilitas
involunter pada pasien yang dilakukan histerektomi. Insidens HPP sangat
bervariasi

tergantung

pada

krteria

yang

digunakan

untuk

mendefinisikannya, dimana estimasinya berkisar antara 3,9% sampai 18%


dari seluruh kehamilan.
c. Klasifikasi
Secara klasik, HPP dinyatakan primer bila terdapat kehilangan darah
lebih dari 500 mL dalam 24 jam pertama dan dinyatakan sekunder bila
jumlah kehilangan yang sama terjadi antara 24 jam sampai 7 hari
postpartum.
d. Etiopatogenesis
Secara normal, wanita hamil akan mengalami hipervolemia yang
diinduksi oleh kehamilan itu sendiri. Terdapat kenaikan volume darah
sebanyak 30-60% dimana rata-rata itu berjumlah 1-2 liter. Sehingga
konsekuensinya, bila terjadi perdarahan, wanita itu akan bisa mentoleransi
kehilangan darah sebanyak penambahan yang terjadi selama kehamilan
tersebut tanpa penurunan yang bermakna dari hematokrit postpartum.
Sehingga perlu diperhatikan jumlah darah yang hilang selama operasi.
Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah darah yang
36

diperkirakan hilang, pada kenyataannya hanya setengah dari jumlah


sebenarnya yang hilang.
Diperkirakan sekitar 600 ml darah per menit mengalir di intervillous
space. Akibat terlepasnya plasenta, maka banyak arteri dan vena uterina
yang membawa darah dari dan ke plasenta terputus. Pada tempat
menempelnya plasenta, hal terpenting untuk terjadinya hemostasis adalah
kontraksi dan retraksi dari miometrium untuk menekan pembuluh darah
sehingga menyempitkan lumen pembuluh tersebut. Adanya bagian
plasenta yang masih melekat atau gumpalan darah yang besar akan
menghambat terjadinya kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif.
Sehingga pada akhirnya akan mengganggu proses hemostasis di situ.
Perdarahan postpartum yang fatal dapat terjadi akibat uterus yang hipotoni
walaupun mekanisme pembekuan darah ibu normal. Begitu pula
sebaliknya, jika miometrium di tempat menempelnya plasenta dan
sekitarnya bisa berkontraksi dengan baik, maka perdarahan hebat dari
tempat menempelnya plasenta jarang berakibat fatal walaupun mekanisme
pembekuan darah ibu terganggu.
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan postpartum adalah atonia uteri,
retensio plasenta, sisa plasenta, perlukaan jalan lahir dan kelainan darah.
Tabel 1. Etiologi Perdarahan Post Partum
Faktor
Penyebab
Faktor Resiko Klinis
Abnormalitas kontraksi Over
distensi Polyhydramnion
uterus

uterus

Multipel gestasi

(Tone)

Macrosomia
otot Persalinan lama

Kelelahan
uterus

Paritas yang tinggi


intra Demam

Infeksi

amniotik
Fungsional/anatomi Fibroid uterus
k distorsi uterus
Sisa produk dari hasil

Produk-

konsepsi

produk

(Tissue)

yang

Plasenta previa
Anomali uterus
- Plasenta
inkomplet
-

Operasi
37

tertahan

uterus

Abnormal

sebelumnya

plasenta
-

Sisa

Paritas tinggi

lobus

kotiledon,
lobus
suksenturiat

Trauma jalan lahir

a
Bekuan darah yang -

Atonia uterus

tertinggal
Laserasi

Persalinan presipitus

(Trauma)
Abnormalitas koagulasi

(Thrombin)

cervik, -

vagina, perineum

Persalinan

secara

Laserasi saat SC
Ruptur uterus

operatif
Malposisi
Riwayat

operasi

Inverse uterus

uterus
Paritas tinggi

Sebelum

Fundal plasenta
Riwayat
penyakit

kehamilan:

herediter

Hemophilia
penyakit

(koagulopati)

Von -

Riwayat

penyakit

Willebrands

liver

Saat

Tampak memar

ITP,

kehamilan: DIC,

eclampsia,

A,

pre- fetus

Elevasi

tekanan

darah

mati dalam rahim, -

Kematian fetus

infeksi

berat, -

Demam

abrupsi

plasenta, -

Antepartum

emboli

cairan

haemorrhagi

amniotik
Pemakaian

terapi

Kolaps tiba-tiba

anti koagulan
e. Diagnosis
38

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan


banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu
lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelu ia
tampak pucat. Nadi dan pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah
menurun.seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah
sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinis;
gejal-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan
berlangsung terus dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan post partum
dipermudah bila bila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara
rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan 1 jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan melahirkan plasenta dengan segera. Bila plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan perdarahan akibat atonia uteri dimana uterus membesar
dan lembek pada palpasi atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir
dimana uterus berkontraksi dengan baik dan perlu diperiksa lebih lanjut
tentang adanya dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir tersebut.
Disamping meyebabkan kematian, perdarahan post partum
memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita
berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa mnyebabkan sindrom Sheehan
sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior.
f. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium

yang

dapat

dilakukan

pada

kasus

perdarahan post partum, yaitu:


Pemeriksaan darah lengkap (Ht, Hb, AT)
Protombin time (PT), actived partial tromboplastin time (aPTT)
digunakan untuk melihat gangguan pembekuan darah
Kadar fibrinogen untuk penderita koagulopati
USG, untu melihat kelainan di kavum uteri, occult hematoma
Angiografi, untuk kemungkinan ada emboli di pembuluh darah
g. Penatalaksanaan dan Pencegahan Perdarahan Postpartum
Tindakan pada perdarahan postpartum mempunyai dua tujuan, yaitu:
Mengganti darah yang hilang. Menghentikan perdarahan. Pada
umumnya kedua tindakan dilakukan secara bersama-sama, tetapi
apabila keadaan tidak mengijinkan maka penggantian darah yang
hilang yang diutamakan. Usaha-usaha awal untuk menghentikan
perdarahan postpartum seharusnya mencakup pemijatan uterus untuk
39

memacu involusi. Terapi obat bisa mencakup oksitosin (Pitocin),


metilergonovin

(Methergine),

atau

prostaglandin.

Bila

perlu,

penggunaan cairan secara bersamaan dan penggantian darah mendasar


sifatnya. Penting untuk mempertahankan volume plasma pasien dan
kemampuan mengangkut oksigen selama suatu episode perdarahan
akut. Walaupun pengembangan volume bisa dipertahankan larutan
kristaloid, koloid namun darah masih merupakan solusi terbaik untuk
mengembalikan kapasitas pengangkutan oksigen pasien. Dalam situasi
darurat, darah lengkap adalah produk yang harus paling cepat tersedia.
Dalam situasi dimana kehilangan darah diantisipasi dan terus
berlanjut, sel darah merah terpadatkan memberikan konsentrasi sel
darah merah tertinggi pertransfusi.
h. Penatalaksanaan Kala III Secara Aktif
Penatalaksanaan kala tiga persalinan secara aktif, yaitu berikan
suntikan dengan menggunakan oksitosika profilaksi, pemijatan uterus,
lakukan traksi terkendali, telah dipergunakan secara luas dengan tujuan
untuk pencegahan perdarahan postpartum dan retensi plasenta. Uterotonika
profilaksi menurunkan resiko perdarahan postpartum sekitar 60%.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi ergometrin dan
oksitosin lebih baik dibandingkan dengan penggunaan oksitosin 5 IU saja.
Perbedaan oksitosin dan ergometrin yaitu jika oksitosin maka kontraksi
yang ditimbulkan bersifat ritmis, reaksi cepat dengan durasi cepat,
sedangkan ergometrin, kontraksi yang ditimbulkan bersifat tonus, reaksi
lambat dan durasi lama. Urutan penanganan perdarahan postpartum yaitu:
Profilaksi dan infus disiapkan.
Setelah plasenta lengkap keluar dan belum ada kontraksi dilakukan
massage uterus sampai teraba adanya kontraksi.
Massage dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian oksitosika
dan dipasang infus.
Bila tidak berhasil, dilakukan kompresi bimanual ditahan 15 menit
sampai perdarahan berhenti.
Bila tidak berhasil dipasang tampon yang baik dan benar (jangan
sampai ada ruangan yang tidak tertutup).
Bila tidak berhasil, dilakukan pengikatan a. hipogastrika atau a.
uterina atau histerektomi bila tidak ingin punya anak lagi atau
40

penekanan aorta abdominalis sambil mengganti darah yang keluar


(blood replacement).
Bila plasenta dalam setengah jam setelah anak lahir belum
memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan
plasenta manual, Jika terjadi perdarahan banyak, maka plasenta
dilepaskan secara manual dulu, tetapi dalam hal ini atas indikasi
perdarahan, bukan atas indikasi retensi plasenta.
Teknik pelepasan plasenta secara manual yaitu alat kelamin luar pasien
didesinfeksi, begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah
tangan memakai sarung tangan, maka labia dibeberkan dan tangan kanan
masuk secara obstetris kedalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri.
Tangan dalam sekarang menyusur tali pusat yang sedapat-dapatnya
diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka
tangan pergi kepinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir
yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking,
plasenta dilepaskan antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding
rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta
terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik
keluar.
i. Komplikasi
Penyakit koagulopati
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Kegagalan organ multipel yang berhubungan dengan sirkulasi yang
kolaps dan penurunan perfusi organ
Histerektomi dan tidak bisa hamil lagi

41

II.6.

KERANGKA KONSEP

Ny. Anita 40 tahun

Kehamilan ke-5

Bayi 4 kg

Overdistended uterus

ADB

Nutrisi ke
jaringan

Fungsi uterus

Bersalin dengan dukun


beranak

Manipulasi salah

ATP

Atonia
uterus

Hemorrhagic
post partum
BAB III
PENUTUP

42

III.1

Kesimpulan
Ny. Anita 40 tahun mengalami post partum hemorrhagic et causa atonia uteri.

DAFTAR PUSTAKA
Brown, John Stuart. 1995. Bedah Minor: Buku Ajar dan Atlas. Jakarta: EGC.

43

Cunningham, F. Gary, et al. 2003. Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Nelson GS, Birch C. Compression jahitans for uterine atony and hemorrhage following
Sesareaean delivery. Int J Gynecol Obstet 2006; 92:248250.
Prawiroardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. 2009. Jakarta: PT Bina Pustaka.
Sherris, Jacqueline (Ed.). 2002. Out Look: Mencegah Perdarahan Pasca Persalinan:
Menangani Persalinan Kalai Tiga. Indonesia: Program for Appropriate
Technology in Health (PATH)
Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS. Gynecology and Obstetrics: Post Partum
Hemorrhage. In: Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th Ed.
New York: McGraw Hill; 2004;682.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., dan Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Willson, Lorraine McCarty. 2003. Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

44

Anda mungkin juga menyukai