Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI FITOKIMIA


ISOLASI SENYAWA MURNI DARI RIMPANG BANGLE (Zingiber
purpureum Roxb.)

Disusun oleh:
(Kelompok 3 A)

Batari Wulanning D. S.

1113102000001

Ratih Dara Syadillah

1113102000003

Rahma Atikah Okdiza

1113102000021

Muhammad Akbar S.

1113102000022

Putri Agni Kreativita I.

1113102000023

Visilphy Dimalia

1113102000040

Silviana Adithya

1113102000043

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DESEMBER/2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 1
ABSTRAK .................................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 3
1.1.

Latar Belakang .............................................................................................................................. 3

1.2.

Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 4

1.3.

Tujuan ........................................................................................................................................... 4

1.4.

Manfaat ......................................................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................................... 5


2.1

Uraian Tanaman ............................................................................................................................ 5

2.2

Ekstraksi ........................................................................................................................................ 9

2.3

Partisi .......................................................................................................................................... 11

2.4

Kromatografi ............................................................................................................................... 13

METODOLOGI PRAKTIKUM ................................................................................................................. 31


3.1.

Waktu dan Tempat ...................................................................................................................... 31

3.1.

Alat dan Bahan ............................................................................................................................ 31

3.2.

Metode Praktikum ....................................................................................................................... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................................................... 38


4.1

Hasil ............................................................................................................................................ 38

4.2

Pembahasan................................................................................................................................. 44

PENUTUP .................................................................................................................................................. 61
5.1.

Kesimpulan ................................................................................................................................. 61

5.2.

Saran ........................................................................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 62

ABSTRAK

Bahan alam selama ini telah selalu menjadi hal yang menarik bagi dunia sains terutama
dunia farmasi sendiri. Berbagai penelitian terhadap bahan alam terus dilakukan, salah satunya
pada tanaman bangle. Bangle (Zingiber cassumunar) adalah salah satu tanaman obat tradisional
Indonesia. Isolasi senyawa dilakukan untuk mempelajari lebih lanjut senyawa-senyawa yang
terdapat dalam bahan alam. Praktikum ini dilakukan untuk mempelajari proses isolasi senyawa
dari bahan alam, salah satunya adalah pada rimpang bangle. Metode yang digunakan untuk
mengekstraksi senyawa metabolit sekunder rimpang bangle pada praktikum ini adalah maserasi
dengan menggunakan pelarut metanol menghasikan rendemen sebesar

0,941% dilanjutkan

partisi dengan n-heksan kemudian dipartisi kembali dengan etil asetat. Pemisahan dan pemurnian
dilakukan dengan Kromatografi Kolom (KK), Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan
Kromatografi Lapis Tipis (KLTP). Berdasarkan hasil KLT, dipilih fraksi N-Heksan untuk
dilanjutkan pemisahan dengan kromatografi kolom diperoleh 36 vial terbagi kedalam 7 fraksi
bereda dari hasil pemisahan dengan kromatografi kolom (n-heksan 100%, n-heksan: etil asetat
(9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6)). Fraksi yang digunakan untuk kromatografi lapis tipis preparatif
adalah fraksi 13 dan 14 menghasilkan 2 pita yang berfosforesensi pada UV 254 berwarna keabuabuan dan 1 pita berflourorsensi berwarna biru pada UV 365. Hasil uji kemurnian senyawa
terhadap 3 isolat yang didapatkan menggunkan KLT menunjukkan bahwa dari 3 isolat yang
didapat dengan proses kromatografi lapis tipis preparative, hanya 1 isolat yang sudah murni,
sedangkan isolat lainnya masih terdiri dari beberapa senyawa. Selain itu, dari 3 isolat tersebut
juga terdapat senyawa yang berfluoresensi pada 2 dari 3 isolat tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara yang sumber daya hayati terbesar yang tersebar
dari sabang hingga marauke, oleh karena itu, indonesia memiliki potensi yang sangat besar
dalam penyediaan bahan baku obat. Kekayaan alam tumbuhan obat Indonesia terdiri atas
30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat dan jumlah ini merupakan 90% dari
jumlah tumbuhan obat di kawasan asia (BPOM RI,2009: Nugroho,2010).
Bahan alam selama ini telah selalu menjadi hal yang menarik bagi dunia sains
terutama dunia farmasi sendiri. Berbagai penelitian terhadap bahan alam terus dilakukan,
salah satunya pada tanaman bangle. Bangle (Zingiber cassumunar) adalah salah satu
tanaman obat tradisional Indonesia. Masyarakat Indonesia sering menggunakan bangle
untuk pengobatan karena dipercaya memiliki khasiat sebagai obat penurun panas, sakit
kepala, masuk angin, batuk berdahak, konstipasi, dan perut nyeri.
Bangle digolongkan sebagai rempah-rempah yang memiliki khasiat obat. Masa
panen dilakukan setelah tanaman berumur satu tahun. Perkembangbiakan dengan stek
rimpang (Depkes RI, 1977).Tanaman ini diduga mengandung zat anti bakteri sehingga
dimungkinkan untuk digunakan sebagai pengganti antibiotika konvensional (Raharjoyo dan
Gunardi, 2009). Rimpang Bangle mengandung beberapa senyawa kimia antara lain alkaloid,
flavonoid, minyak atsiri, saponin, pati, tanin, steroid/triterpenoid, lemak dan gula
(Wijayakusuma et al., 1997). Alkaloid secara umum bersifat detoksifikasi yang dapat
menetralisir racun di dalam tubuh. Senyawa golongan flavonoid asal tanaman bangle
merupakan senyawa peluruh lemak melalui aktivitas lipase (Darusman et al., 2001).
Flavonoid berfungsi sebagai antioksidan, sistem kekebalan tubuh, melancarkan peredaran
darah ke seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah
(Harmanto, 2004). Saponin menjadi sumber antibakteri dan antivirus, meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula dalam darah (Robinson, 1995).

Dari hal tersebut, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui teknik isolasi senyawa
bahan alam yang terkandung dalam rimpang bangle (Zingiber cassumunar) antara lain
adalah senyawa fenilbutanoid.
Metode yang digunakan untuk mengekstraksi senyawa metabolit sekunder pada
rimpang bangle adalah maserasi dengan menggunakan pelarut metanol menghasikan
rendemen sebesar 0,941% dilanjutkan partisi dengan n-heksan kemudian dipartisi kembali
dengan etil asetat. Pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan Kromatografi Kolom (KK),
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), dan Kromatografi Lapis Tipis (KLTP). Berdasarkan hasil
KLT, dipilih fraksi N-Heksan untuk dilanjutkan pemisahan dengan kromatografi kolom
diperoleh 36 vial terbagi kedalam 7 fraksi bereda dari hasil pemisahan dengan kromatografi
kolom (n-heksan 100%, n-heksan: etil asetat (9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6)). Fraksi yang
digunakan untuk kromatografi lapis tipis preparatif adalah fraksi 13 dan 14 menghasilkan 2
pita yang berfosforesensi pada UV 254 berwarna keabu-abuan dan 1 pita berflourorsensi
berwarna biru pada UV 365.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana metode untuk melakukan isolasi senyawa murni pada tanaman Bangle (Zingiber
cassumunar)

1.3. Tujuan
1. Mampu melakukan isolasi senyawa murni dari tanaman Bangle (Zingiber cassumunar)
2. Mengetahui dan memahami teknik-teknik yang digunakan untuk mengisolasi senyawa
murni dari bahan alam, salah satunya rimpang tanaman Bangle (Zingiber cassumunar)

1.4. Manfaat
Mendapatkan senyawa murni hasil isolasi dari tanaman Bangle (Zingiber cassumunar)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman


2.1.1 Deskripsi Tanaman Bangle
Bangle tumbuh di daerah Asia tropis, dari India sampai Indonesia. Di Jawa
dibudidayakan atau ditanam di pekarangan dan pada tempat-tempat yang cukup mendapat
sinar matahari, mulai dari dataran rendah sampai 1.300 m d.p.l. Pada tanah yang
tergenang atau becek, pertumbuhannya akan terganggu dan rimpang cepat membusuk
(Depkes RI, 1977).
Bagian tanaman bangle yang umumnya digunakan oleh masyarakat yaitu daun dan
rimpang bangle. Bangle telah lama digunakan sebagai obat tradisional dalam bentuk jamu
dan dipercaya dapat menyembuhkan penyakit secara alami dan aman, dapat
melangsingkan perut. Rasa rimpangnya tidak enak, pedas dan pahit. Bangle digolongkan
sebagai herba yang memiliki khasiat obat. Panenan dilakukan setelah tanaman berumur
satu tahun. Perbanyakan dengan stek rimpang.
2.1.2 Morfologi dan Taksonomi Bangle
Bangle merupakan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 1 - 1,5 m, membentuk
rumpun yang agak padat, berbatang semu, terdiri dari pelepah daun yang di pinggir
ujungnya berambut sikat. Daun tunggal, letak berseling. Helaian daun lonjong, tipis,
ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, berambut halus, jarang, pertulangan menyirip,
panjang 23 - 35cm, lebar 20 - 40 mm, warna hijau. Bunganya bunga majemuk, bentuk
tandan, keluar diujung batang, panjang gagang sampai 20 cm. bagian yang mengandung
bunga bentuknya bulat telur atau seperti gelondong, panjang 6 - 10 cm, lebar 4 - 5 cm
(Depkes RI, 1977).
Bibir bunga bentuknya bundar memanjang, warnanya putih atau pucat. Bangle
mempunyai rimpang yang menjalar dan berdaging, bentuknya hampir bundar sampai
jorong atau tidak beraturan, tebal 2-5 mm. permukaan luar tidak rata, berkerut, kadangkadang dengan parut daun, berwarna cokelat muda kekuningan, bila dibelah berwarna
kuning muda sampai kuning kecokelatan. Rasanya tidak enak, pedas dan pahit. Bangle
digolongkan sebagai rempah-rempah yang memiliki khasiat obat. Masa panen dilakukan
5

setelah tanaman berumur satu tahun. Perkembangbiakan dengan stek rimpang (Depkes
RI, 1977).
Berikut merupakan taksonomi dari tanaman bangle:

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Bangsa

: Zingiberales

Suku

: Zingiberaceae

Marga

: Zingiber

Jenis

: Zingiber purpureum Roxb (Backer, 1968)

Sinonim

: Zingiber Cassumunar Roxb (Syamsuhidayat dan Hutapea,

(1991).

Nama Daerah

: mugle (Aceh), banlai (Minangkabau), bungle (Batak),

panglai (Sunda), kunyit bolai (Melayu), bengle (Jawa Tengah), unir pakei
(Ambon).

Nama Asing

: purple ginger (Inggris).

Gambar. 1 Rimpang dan Tanaman Bangle


(http:tanamanobatherbal.com/2009/06/bangle.html)

2.1.3 Kandungan Kimia dan Manfaat Bangle


Kandungan kimia dari rimpang bangle adalah minyak atsiri (sineol, pinen),
damar, pati dan tanin. Rimpang bangle mengandung saponin, flavonoid dan minyak atsiri
(DepKes RI, 1991). Kandungan minyak atsiri rimpang bangle berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Gunardi (2002) antara lain Pinen, terpinen, ocimen, terpinen-4ol-caren, Zingiberen dan trans fasnesen.
Rimpang Bangle berfungsi untuk mengobati demam, sakit kepala, batuk
berdahak, perut nyeri, masuk angin, sembelit, sakit kuning, cacingan, rheumatik, ramuan
jamu pada wanita setelah melahirkan, mengecilkan perut setelah melahirkan dan
kegemukan.
Zingiber cassumunar Roxb memiliki aktivitas sebagai Antimikroba, insektisida,
antikanker, anti oksidan, Anti inflamasi, dan Antikolinesterase. (Cb Singh, dkk. 2015)
Antimikrobial

Terpineol-4-ol

Sabinene
Zerumbone

Antikanker

(+/-)trans-3-(3,4-dimethoxyphenyl)-4- [(E) 3, 4 dimethoxystyryl] cyclohex-1-ene

Antioksidan

Cassumunarin A

Cassumunarin B

Cassumunarin C

Antiinflamasi

(E)-4-(4-Hydroxy-3- methoxyphenyl)
but-2-en-1-ol

(E)-1-(3, 4-Dimethoxyphenyl) butadiene,


DMPBD;

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman
obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam sel,
namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula ketebalannya, sehingga diperlukan
metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi adalah pemisahan satu atau beberapa bahan
dari suatu padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi juga merupakan proses
pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu campuran homogen menggunakan pelarut
cair (solven) sebagai separating agen. Pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang
berbeda dari komponen-komponen dalam campuran. Ekstraksi merupakan proses
pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling
larut yang berbeda (Rahayu, 2009).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat
dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya
dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan (Ditjen POM, 1995).
2.2.1 Metode Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi secara panas
dengan cara refluks dan penyulingan uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara
maserasi, perkolasi dan alat soxhlet. (Dirjen POM, 1986)
Adapun cara-cara ekstraksi, yaitu :
a. Ekstraksi secara soxhletasi Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara
berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan
naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan
penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari
mencapai sifon, maka seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnya 2 sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia
tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon.
9

b. Ekstraksi secara perkolasi Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian


simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian
cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari.
Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan
1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam
bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
c. Ekstraksi secara maserasi Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian
simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan
penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil
diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan
cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu
dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya,
setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.
d. Ekstraksi secara refluks Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi
berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari
dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan
sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan
dengan pendingin tegak dan akan kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut,
demikian seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali
diekstraksi selama 4 jam.
e. Ekstraksi secara penyulingan Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari
serbuk simplisia yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih
yang tinggi pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi
kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari dilakukan dengan
penyulingan. (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)
2.2.2 Maserasi
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperature
kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk kedalam sel tanaman melewati
dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
10

didala sel dengan diluar sel. Larutan yang konentrasinya tinggi akan terdeak keluar
dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut
akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan
diluar sel (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15 o-20o C dalam waktu selama 3
hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel, 1989). Pada umumnya maserasi
dilakukan dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok,
dimasukan kedalam bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari,
ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah cairan penyari
secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100
bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2
hari kemudian endapan dipisahkan.
Kelebihan maserasi dapat digunakan untuk jenis senyawa tahan panas ataupun
tidak tahan panas. Selain itu tidak diperlukan alat yang spesifik, dapat digunakan apa saja
untuk proses perendaman.
Kekurangan maserasi adalah membutuhkan waktu yang lama, biasanya paling
cepat 3 x 24jam, disamping itu membutuhkan pelarut dalam jumlah yang banyak.

2.3 Partisi
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan zat terlarut didalam 2 macam zat pelarut
yang tidak saling bercampur atau dengan kata lain perbandingan konsentrasi zat terlarut
dalam pelarut organik, dan pelarut air. Hal tersebut memungkinkan karena adanya sifat
senyawa yang dapat terlarut dalam air dan adapula senyawa yang dapat larut dalam pelarut
organik. Ekstraksi cair - cair adalah suatu metode ekstraksi yang menggunakan corong pisah
sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong pisah (Anonim, 2012). Alat yang
digunakan dalam ekstraksi cair-cair ini adalah corong pisah yang berfungsi untuk
memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara dua fase pelarut dengan
densitas yang berbeda yang tak tercampur.
Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola, mempunyai
penyumbat di atasnya dan di bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam
11

laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon.
Ukuran corong pemisah bervariasi antara 50 ml sampai 3 L. Dalam skala industri, corong
pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.

Gambar 2. Corong Pemisah


Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan kedalam
corong dari atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian ditutup dan digoyang
dengan kuat untuk membuat dua fase larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan
keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian
didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong
kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol keran corong.
Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa organik
lipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroforom, ataupun etil asetat. Kebanyakan
pelarut organik berada di atas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom dari unsur
halogen. Pemisahan ini didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan
berada pada bagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Tujuannya
untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain.
Senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan
masuk ke pelarut non polar.
Kata cair-cair berarti bahwa dua cairan yang dicampur di dalam proses ekstraksi. Ini
berarti bahwa kedua cairan itu akan membentuk dua lapisan ketika dicampur bersama
seperti air dan pelarut organik (dietil eter, diklorometan, nbutanol, dll.). Senyawa-senyawa

12

yang lebih larut dalam lapisan organik akan tertarik ke lapisan organik sedangkan senyawasenyawa yang lebih larut dalam lapisan air akan tertarik ke air. Jadi ekstraksi cair-cair
adalah suatu proses pemisahan yang didasarkan pada kelarutan relatif dan zat terlarut di
dalam dua pelarut yang tidak bercampur. Dua pelarut yang tidak bercampur dikocok di
dalam corong pisah hingga membentuk dua lapisan antarmuka dan pelarut. Tetesan-tetesan
kecil dan kedua pelarut akan menjadikan luas permukaan yang lebih besar dan mempercepat
terjadinya kesetimbangan zat terlarut antara dua sistem pelarut. Proses ini disebut ekstraksi
atau partisi sampel antara dua pelarut. Pengocokan dihentikan dan pelarut yang tidak
bercampur akan memisah. Dimana zat terlarut melarut dengan mudah dan menjadi lebih
pekat di dalam pelarut dimana kelarutannya lebih besar. Lapisan cairan yang berada di atas
dan yang berada di bawah itu bergantung kepada kerapatan relatif dan kedua pelarut. Pelarut
yang lebih ringan akan berada di lapisan atas (Misalnya eter) dan pelarut yang lebih berat
akan berada di lapisan bawah (Misalnya air).
Pemisahan sebagian terjadi ketika sejumlah zat terlarut mempunyai kelarutan relatif
yang berbeda di dalam dua pelarut yang digunakan. Koefisien distribusi menentukan
perbandingan konsentrasi dan zat terlarut di dalam masing - masing pelarut. Senyawa senyawa yang dipisahkan tetap kontak di dalam kedua pelarut dan terlarut di dalam masing masing pelarut sesuai dengan perbandingan yang ditentukan oleh koefisien distribusi
(Sudjadji, 1988).

2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan, yang pertama kali dipakai untuk
memisahkan zat-zat warna tanaman. Hal ini tersimpulkan dari istilah yang dipakai, kroma
adalah zat warna. Kromatografi adalah proses pemisahan berdasarkan pada perbedaan
distribusi campuran komponen antara fase gerak dan fase diam. Senyawa yang berinteraksi
lemah dengan fase diam akan bergerak lebih cepat melalui sistem kromatografi. Senyawa
dengan interaksi yang kuat dengan fase diam akan bergerak sangat lambat (Christian, 1994;
Skoog, 1993).
Pemisahan dengan teknik ini dijalankan dengan mengadakan mannipulasi atas dasar
perbedaan sifat-sifat fisik dari zat-zat yang menyusun suatu campuran. Sifat-sifat fisik
tersebut khususnya ialah :
13

1. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk larut dalam suatucairan.
2. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk dapat teradsorbsi pada butir-butir zat
padat yang halus dengan permukaan yang halus.
3. Adanya tendensi molekul dari suatu zat untuk masuk ke fase uap atau menguap.
Karena perbedaan satu atau lebih dari sifat-sifat fisik tadi, campuran berbagai zat
dapat dipisahkan dalam suatu system yang bergerak secara kontinyu.
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah salah satu contoh kromatografi planar. Fase diamnya
(Stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada gelas/kaca, plastik,
aluminium. Sedangkan fase geraknya (Mobile Phase) berupa cairan atau campuran
cairan, biasanya pelarut organi dan kadang-kadang juga air. Fase diam yang berupa
lapisan

tipis

ini

dapat

dibuat

dengan

membentangkan/meratakan

fase

diam

(adsorbent=penjerap=sorbent) diatas plat/lempeng kaca plastik ataupun aluminium.


1. Fase diam
Sifat fase diam yang satu dengan fase diam yang lain berbeda karena strukturnya,
ukurannya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dll. Fasa diam yang
digunakan TLC tidak sama dengan yang digunakan untuk kromatografi kolom,
terutama karena ukuran dan zat yang ditambahkan. Fase diam dijual dengan
spesifikasi tertentu, yaitu ukuran (diameter) dalam mesh dan untuk kegunaannya
(mis: untuk TLC atau kromatografi kolom).
Beberapa fase diam yang banyak dijual dipasaran :

Silika gel
Silika gel merupakan fase diam yang sering digunakan pada TLC. Dalam
perdagangan dijual dengan variasi ukuran (diameter) 10-40m. Makin kecil
diameter akan makin lambat kecepatan alir fase geraknya dengan demikian
mempengaruhi kualitas pemisahan. Luas permukaan silica gel bervariasi dari 3001000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat
air 7-20%. Macam-macam silka gel yang dijual dipasaran:
Silika gel dengan pengikat. Pada umumnya digunakan pengikat gypsum,
(CaSO4 5-15%). Jenis ini diberi nama Silika gel G. Ada juga menggunakan
pengikat pati (starch) dan dikenal Silika gel S, penggunaan pati sebagai
14

pengikat mengganggu penggunaan asam sulfat sebagai pereaksi penentuan


bercak.
Silika gel dengan pengikat dan indicator flouresensi. Jenis silica gel ini sama
seperti silika gel diatas dengan tambahan zat berfluoresensi bila diperiksa
dibawah lampu UV A, panjang atau pendek. Sebagai indicator digunakan
timahkadmium sulfida atau mangan-timah silikat. Jenis ini disebut Silika gel
GF atau Silika gel GF254 (berflouresensi pada 254 , nm).
Silika gel tanpa pengikat, dikenal dengan nama Silika gel H atau Silika gel N.
Silika gel tanpa pengikat tetapi dengan indicator flouresensi.
Silika gel untuk keperluan pemisahan preparative

Alumina
Banyak digunakan setelah silika gel, alumina termasuk kelompok fase diam yang
beraktifitas tinggi. Alumina yang digunakan TLC bersifat sedikit basa (pH 9), ada
juga yang bersifat netral (pH 7) dan alumina yang bersifat asam (pH 4). Juga
digunakan CaSO4 sebagai pengikat yang dapat menurunkan bebasaan pada
tinggkat tertentu. Sepertihalnya Silica gel, alumina dikenal dengan atau
tanpapengikat dan bahan indicator. Pemberian namapun identik dengan silika gel
dengan code G.H.P.F.

Selulosa
Menggunakan selulosa sebagai fase diam maka mekanisme pemisahannya sama
seperti mekanisme pemisahan pada kromatografi kertas. Perbedaannya hanya
serat selulosenya pada TLC/KLT lebih pendek dari pada serat selulosa
kromatografi kertas. Panjang serat bervariasi 2-20 . Serat lebih pendek
menyebabkan difusi rendah selama elusi dan menghasilkan bercak yang sempit
(lebih kecil). Selulosa untuk TLC terdapat dim bentuk selulosa serat asli
(contohnya MN 300) dan selulosa mikrokristal (contohnya Avicel). Fase diam
selulosa biasanya digunakan senyawa yang bersifat polar.

2. Fase gerak
Yang digunakan sebagai fase gerak biasanya adalah pelarut organic (tabel). Dapat
digunakan satu macam pelarut organic saja ataupun campuran. Bilamana fase gerak
merupakan campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah
15

partisi. Pemilihan pelarut organic ini sangat penting karena akan menentukan
keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai untuk
pemilihan pelarut. Senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang

bersifat polar dari pada fase gerak yang non polar. Sebaliknya, senyawa non polar
lebih mudah terelusi oleh fase gerak non polar dari pada fase gerak yang polar.
Tabel 1 : Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak
3. Penyiapan dan penotolan sampel
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai (hamper pelarut organik
dapat digunakan dan biasanya dipilih yang mudah menguap), air digunakan hanya
bila tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Untuk keperluan analisis
kuantitatif sample harus ditimbang demikian juga pelarut yang digunakan. Kemudian
larutan sample disimpan dalam wadah yang tertutup rapat untuk menghindari
penguapan. Pada umumnya ditotolkan 1-20 l larutan yang mengandung 50-100 g
sample tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5- 2Qg sample untuk
kromatografi partisi. Penotolan dapat dilakukan dengan gelas kapiler yang dibuat
sendiri atau dengan pipet mikro. Untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative
microsyringe. Kepada plat TLC konvensional (20X20 cm, 5 X 20 cm, tebal 0,2 mm)
sample ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis, 1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Untuk
16

memudahkan penotolan dibuat garis lemah dengan pensil, disebut garis awal. Pada
garis awal ini biasanya ditotolkan bercak-bercak dengan garis tengah 3-6 mm, bercakbercak tadi diusahakan diameternya seragam. Penotolan bercak pada plat TLC dapat
dilakukan berulang-ulang dan haras berhati-hati dijaga plat tidak rusak. Penotolan
sample yang terlalu banyak (over loaded) menyebabkan bercak hasil pengembangan
berbentuk tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Bila totolan sample sample
telah kering maka plat siap untuk dielusi / dikembangkan.
4. Pengembangan (Elusi)
Hampir semua TLC dikembangkan dengan cara menaik dalam bejana (chamber)
pengembang dari gelas. Di dalam bejana ini dimasukkan fase gerak hingga kedalaman
0,5 cm, pada dinding sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring setinggi 20 cm
yang ujung bawahnya tercelup fase diam. Fase diam akan merambat keatas
membasahi kertas saring, dengan demikianruangan dalam bejana tertutup ini akan
lebih cepat dijenuhi dengan uap pelarut. Setelah ruangan dalam bejana jenuh dengan
uap fase gerak (terjadi kesetimbangan), plat TLC dimasukkan dimulai pengembangan
atau elusi. Bercak sample pada garis awal jangan sampai tercelup dalam fase gerak.
Fase gerak akan merambat naik membawa komponen sample. Kecepatan merambat
tiap-tiap komponen berbeda tergantung kekuatan persaingan ikatan hydrogen yang
terjadi antara fase diam-senyawa (komponen)-fase gerak. Komponen yang
membentuk ikatan hydrogen lebih kuat dengan fase gerak akan terelusi lebih cepat
atau merambat lebih cepat. Sebaliknya kalau ikatan hidrogennya lebih kuat dengan
fase diam, komponen akan lebih lama tertahan fase diam atau merambat lambat.
Pengembangan dihentikan pada saat fase gerak mencapai jarak tertentu, biasanya 1
cm sebelum ujung akhir plat. Batas dicapainya fase gerak segera ditandai dengan
pensil sebagai garis akhir. Lebih baik batas akhir ini dibuat dahulu sebelum
pengembangan, bila pelarut mencapai garis akhir, plat segera diangkat dan
dikeluarkan dari bejana.
Cara-cara pengembangan yang lain adalah :

Pengembangan berulang, yaitu plat yang baru saja dielusi dikeringkan kemudian
dielusi kembali dengan fase gerak yang sama.

17

Pengembangan dua dimensi, yaitu plat dikembangkan seperti biasa, setelah itu
dikeringkan dan pelat diputar 90 kemudian dikembangkan dengan fase gerak
berbeda (pemisahan flavone "Harbone")

Pengembangan sirkular. Contoh cara pengembangan ini adalah pada kromatotorn,


sebenarnya termasuk kromatografi planar juga. Perbedaan dengan KLT adalah
cara pengembangannya yaitu kromatotorn dikembangkan dengan cara
dipusingkan pada kecepatan tertentu. Sampel ditotolkan pada daerah dekat sumbu
putar, kemudian sambil dipusingkan fase gerak diteteskan dan diatur
kecepatannya, fase gerak ini akan keluar menetes dibagian tepi pelat yang
dipusing tersebut.

5. Pengamatan (mendeteksi) bercak / visualisasi


Cara mengamati bercak pada TLC dapat digolongkan menjadi dua : Pertama dengan
cara merusakkan / mereaksikan komponen/senyawa yang ada bercak itu dan Kedua
tanpa merusakkan komponen / senyawa. Cara pertama dengan menyemprotkan
pereaksi penanda.
Banyak pereaksi-pereaksi yang digunakan dapat dilihat dalam literature dan dijual
dipasaran (niaga). Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik
adalah asam sulfat dalam metanol, selanjutnya bercak dipanaskan di dalam oven,
sebaiknya digunakan oven yang ada jendela kacanya sehingga dapat diikuti
perubahan bercak selama pemanasan menjadi bercak warna hitam.
Pada dasarnya adalah reaksi oksidasi pada senyawa organic oleh asam sulfat. Pereaksi
lain adalah dengan disemprot dengan larutan lodium dan paling mudah adalah dengan
memasukkan plat kedalam bejana yang berisi uap lodium (Kristal lodium diletakkan
dalam bejana, tidak merusak 75% senyawa). Contoh pereaksi semprot dan
penggunaannya dapat dilihat pada tabel.
Cara ke dua, yang tidak merusak komponen/ senyawa di bercak. Untuk senyawa
berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berfluoresensi) tidak ada masalah
menggunakan silika tanpa tambahan zat berpendar. Sedang untuk senyawa yang tidak
berpendar dibawah lampu UV digunakan fase diam dengan tambahan zat berpendar.

18

Tabel 2: Macam pereaksi warna / penanda dan penggunaannya


6. Analisis Kualitatif
KLT mempunyai kontribusi yang signifikan pada analisis kualitatif, walaupun masih
perlu data pendukung lainnya. Untuk analisis kualitatif diperlukan senyawa murni
pembanding. Sampel dan senyawa pembanding dilarutkan pada pelarut yang sama,
Kemudian laratan sampel ditotolkan pada ujung pelat KLT, 2 cm sejajar dengannya
ditotokan larutan senyawa murni dan disebelahnya lagi ditotolkan campuran sampel
dan senyawa pembanding. Kromatogram diangkat diberi tanda batas akhir yang
ditempuh fase gerak.
Diinventarisasi nilai Rf dan Rr. Senyawa yang mempunyai nilai Rf yang sama dengan
nilai Rf senyawa pembanding dan pada pengulangan elusi dengan sistim berbeda
tetap memberikan nilai Rf yang sama, maka dapat disimpulkan sementara senyawa
tersebut identik dengan senyawa pembanding.
Rf adalah jarak yang ditempuh senyawa (bercak) dibagi dengan jarak yang ditempuh
fase gerak. hRf adalah Rfx 100. Rr adalah jarak yang ditempuh senyawa sample
dibagi dengan jarak yang ditempuh senyawa pembanding menggunakan sistim yang
sama.

19

7. Analisis Kuantitatif
Ketepatan dan ketelitian KLT untuk analisis kuantitatif lebih rendah bila
dibandingkan dengan kromatografi gas dan kromatografi kinerja tinggi. Namun untuk
keperluan tertentu sudah memadahi. Dibedakan dua cara:

Bercak langsung diukur


Dengan dasar adanya hubungan antara luas bercak dengan banyaknya senyawa
terlarut maka senyawa dapat diukur kadarnya dengan mengukur luas bercak. Cara
dibedakan lagi:
a. Tanpa menggunakan kurva baku
Menurut Purdy & Truter: akar luas bercak berbanding lurus dengan
logaritma(lO) berat senyawa yang ada. Untuk menghitung dengan cara ini
maka perlu dibuat tetapan untuk senyawa pada sistem yang tertentu.
b. Menggunakan kurva baku
Dibuat kurva hubungan kadar dan luas bercak dari senyawa murni
pembanding.
Akan diperoleh persamaan garis lurus Y = bX + a. Selanjutnya luas bercak
sampel dapat dihitung. Adapun urutan kerja dapat disusun sbb :
1* Dibuat larutan mengandung senyawa murni yang akan dianalisis dengan 3
macam konsentrasi yang diketahui.
2* Dibuat larutan sample pada kadar tertentu sehingga setelah dielusi memberikan
bercak yang bulat (ideal).
3* Ke 4 larutan ( 1 sampel, 3 lart baku) ditotolkan secara duplo pada lempeng
yang sama (20X20 cm).
Perlu diperhatikan:
- penotolan tegak lurus dengan alat suntik mikro, gelas kapiler.
- banyak larutan 5-10 pi.
- sekali penotolan saja dengan volume yang sama.
4* Lempeng dielusi / dikembangkan sampai jarak yang telah ditentukan (1020cm) didalam bejana yang dijenuhi fase gerak. Kemudian ditampakkan/
divisualisasikan degan cara yang sesuai.

20

5* Luas bercak diukur pada alat densitometer. Dibuat kurva hubungan kadar dann
luas kemudian dibuat persamaan garis lurus. Kadar senyawa dalam dapat
ditetapkan.

Bercak diambil (dikerok)


Cara ini akan memberikan ralat yang timbul karena memindahkan / mengerok dan
elusi. Ditentukan letak bercak dengan cara yang tidak merusak, mengerok bercak
beserta fase diam, kemudian diekstraksi dengan alat yang diperoleh diukur
kadarnya dengan spektrometri atau cara lain yang sesuai. Urutan kerja dapat
disusun sebagai berikut:
1*Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, demikian juga senyawa murni
(pembanding) dilarutkan dalam pelarut yang sama dengan pelarut untuk sample.
2*Banyak sample yang ditotolkan harus diketahui dengan tepat.
3*Dikembangkan secara biasa dan divisualisasikan dengan cara yang tidak
merusak.
4*Bercak yang dikehendaki diberi tanda dengan alat tajam, dibandingkan dengan
bercak baku.
5*Bercak beserta fase diam dikerok kemudian dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai secara kuantitatif.
6*Larutan yang diperoleh bila perlu diuapkan dibawah rotary evaporator
dimasukkan ke dalam labutakar, ditetapkan kadarnya dengan cara yang sesuai.

2.4.2 Kromatografi Preparatif


Kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode
pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang sering
dipakai adalah 0,5 - 2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm. Pembatasan
ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat
dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika
gel.
Gambar di samping menunjukkan bahwa
silika gel (SiO2) merupakan rantai -O-Si-Odimana pada bagian permukaan silika berupa
gugus-gugus hidroksil -OH, oleh karena itu silika
21

gel relatif bersifat polar. Oleh karena itu, KLT preparatif umumnya menggunakan sistem
fase normal. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa dalam KLT preoaratif
digunakan sistem fase terbalik. Dalam hal ini permukaan silika gel terlebih dahulu
dimodifikasi agar tidak lagi mengandung gugus hidroksil, melalui reaksi silanisasi
menggunakan dichlorodimethyl silane seperti terlihat pada gambar berikut:

Semakin panjang rantai karbon yang diikatkan pada silika, maka akan semakin
hidrofobik.
Silika gel yang digunakan umumnya ditambah dengan binding agent / binder /
perekat untuk memberikan kekuatan pada lapisan, menambah adhesi terhadap
penyangga, dan membuat lapisan menjadi lebih kohesi. Binding agent yang banyak
digunakan yaitu kalsium sulfat, CaSO4. H2O 10 15 %, yang lebih dikenal sebagai
gipsum sehingga silika gel ini diberi kode G. Pengikat lain yang dapat dipakai yaitu pati
3% dan polimer organik, seperti polivinil alkohol. Lapisan yang tidak mengandung
pengikat dapat melekat dengan dukungan keseragaman ukuran partikel.
Selain itu silika gel juga sering ditambah dengan indikator luminescence
(fosforescence pada 254 nm ; fluorescence pada 366 nm) untuk membantu
penampakan bercak tak berwarna. Silika gel yang telah ditambah indikator luminescence
kemudian diberi kode F atau UV. Indikator luminescence merupakan senyawa yang
apabila dikenai radiasi elektromagnetik ultraviolet (UV) pada 254 nm atau 366 nm,
maka akan menyerap energi radiasi tersebut untuk mengeksitasikan elektron-elektronnya
ke tingkat energi yang lebih tinggi (exited state). Saat elektron-elektron yang tereksitasi
tersebut kembali ke tingkat energi dasar (ground state), maka akan mengemisikan
cahaya. Emisi cahaya dari senyawa yang menyerap energi radiasi dengan 254 nm
berupa peristiwa fosforescence, sedangkan emisi cahaya dari senyawa yang menyerap
energi dengan 366 nm berupa peristiwa fluorescence. Oleh karena itu silika gel yang
22

telah ditambah indikator luminescence akan berpendar dengan penampakan warna


tertentu. Jika di atas lempeng tersebut terdapat suatu noda / bercak senyawa yang
terlelusi, maka sinar UV tidak dapat mencapai indikator luminescence, sehingga indikator
luminescence yang berada di bawah noda tersebut tidak dapat menyerap energi radiasi
elektromagnetik yang mengenainya. Hal tersebut terjadi karena silika gel yang telah
mengandung indikator luminescence tertutup oleh noda. Akibatnya tidak terjadi eksitasi
elektron, yang secara otomatis tidak terjadi emisi cahaya. Dengan demikian pada bagian
tersebut akan tampak peredaman bercak, yaitu pada bagian bercak tampak gelap dengan
latar belakang yang berpendar. Hal inilah yang menjadi dasar deteksi bercak dengan
sinar ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
Sebelum digunakan untuk membuat lapisan pada penyangga, khususnya lempeng
KLT preparatif, adsorben harus terbebas dari cemaran / pengotor. Pengotor dapat
dihilangkan dengan mencuci adsorben dengan metanol. Pemurnian dapat dilakukan
dengan mendidihkan bubur adsorben dalam metanol beberapa menit, kemudian dibiarkan
beberapa jam pada suhu kamar. Setelah itu adsorben disaring, dikeringkan pada suhu
kamar, kemudian pada suhu 110C selama 1 jam. Selain itu penghilangan cemaran dapat
pula dilakukan dengan pra-elusi menggunakan eluen yang lebih polar daripada eluen
yang akan digunakan pada pemisahan, contoh : sebelum digunakan untuk pemisahan
senyawa, lempeng adsorben yang telah aktif dielusi dengan metanol untuk membawa
cemaran ke salah satu ujung, setelah itu diaktifkan kembali.
Penyangga yang digunakan dapat berupa kaca / gelas, logam, ataupun plastik.
Ukuran penyangga disesuaikan dengan jenis pemisahan yang hendak dilakukan dan
ukuran bejana yang digunakan. Bahkan untuk analisis kualitatif yang sederhana dapat
digunakan obyek glas. Kebanyakan penyangga yang dijual berupa lempeng kaca dengan
ukuran 20 x 20 cm, 20 x 10 cm atau 20 x 5 cm.
Sebelum digunakan, penyangga dicuci dengan detergen, dibilas dengan air,
kemudian dengan akuades dan keringkan. Bila perlu bilas pula dengan aseton atau
dibersihkan dengan tissue yang dibasahi aseton ataupun heksana untuk menghilangkan
lemak atau pengotor yang mungkin masih tertinggal. Selain itu, dengan aseton
permukaan penyangga akan semakin cepat kering. Suatu hal yang perlu diperhatikan
adalah jangan menyentuh permukaan penyangga yang telah bersih dengan jari-jari.
23

Ada 4 cara yang dapat digunakan untuk pembuatan lapisan tipis, yaitu penuangan,
penyemprotan, pencelupan, dan pembentangan, yang dapat dilakukan secara manual
ataupun machinal. Sebelum digunakan untuk membuat lapisan pada suatu penyangga,
adsorben harus dibuat bubur / slurry terlebih dulu. Kekentalan optimum bubur untuk
membuat lapisan adsorben tergantung pada metode yang digunakan untuk membuat
lapisan.
Jika adsorben sangat halus dan partikel-partikelnya homogen, dan jika tidak
menggunakan pengikat, maka bubur dapat dituang di atas lempeng hingga melapisinya.
Adsorben yang umum digunakan pada metode penuangan tersebut adalah alumina yang
dalam pembuatan bubur tidak menggunakan air, melainkan cairan volatil seperti etanol,
etil asetat.
Metode pembentangan umumnya digunakan untuk lempeng yang berukuran
sedang ataupun besar. Pembuatan bubur adsorben pada metode pembentangan umumnya
dilakukan dengan perbandingan x gram adsorben dan 2x ml air atau pelarut organik,
kemudian diaduk dan dilumatkan dalam mortir atau digojog perlahan hingga homogen
(hindari terbentuknya buih) dalam gelas piala bertutup. Jika mengandung gips, maka
makin lama makin kental. Oleh karena itu waktu pengocokan sebaiknya seragam 45
detik. Contoh : untuk membuat lapisan tipis pada 6 lempeng kaca berukuran 20 x 10 cm
dan 2 lempeng 20 x 5 cm dengan tebal lapisan 0,25 mm, dapat digunakan 30 g adsorben
yang dibuat bubur dengan 60 ml air. Perbandingan adsorben dan air untuk membuat
bubur adsorben pada metode pembentangan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Perbandingan adsorben dan air.

Jika diperlukan, perbandingan dapat diubah karena jumlah air yang tepat
tergantung pula pada jenis dan pra perlakuan pada adsorben. Karena lapisan dibuat dari
24

bubur adsorben dalam air, maka apabila mekanisme pemisahan yang diharapkan adalah
adsorpsi, lempeng KLT harus diaktifkan dahulu yaitu dengan pemanasan di dalam oven
pada suhu 100 110C selama 1 3 jam. Hal tersebut bertujuan untuk menghilangkan
molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan pada adsorben, yang
selanjutnya akan membuka pori-pori adsorben sehingga luas permukaan spesifiknya
meningkat. Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan yang diukur dalam meter
persegi tiap gram. Adsorben yang aktif dapat memiliki permukaan spesifik ratusan meter
persegi. Aktivitas tersebut berkaitan dengan kekuatan menyerap dari adsorben, yaitu
adsorben dengan luas permukaan yang besar akan menyerap dengan kuat. Adanya air
pada pusat-pusat serapan akan mengurangi kemampuan adsorpsi sehingga menghambat
tertambatnya komponen sampel ke dalam adsorben. Dengan demikian lamanya
pemanasan dan suhu yang digunakan akan menentukan mekanisme pemisahan, yaitu
adsorpsi atau partisi.
Jika suhu pengaktifan jauh di atas 110C dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi
yang ireversibel sehingga pemisahan justru menjadi tidak efektif. Lempeng yang telah
diaktifkan harus disimpan dalam lingkungan kering, yaitu desikator. Lempeng komersial
siap pakai, memiliki keaktifan yang beragam. Namun umumnya dapat digunakan
langsung atau dapat diaktifkan kembali dengan pemanasan.
Pada sistem partisi, lapisan diaktifkan pada suhu 100 110C selama 10 menit
sehingga memungkinkan masih tertinggalnya air di dalam lapisan. Selain itu, adanya air
di dalam lapisan tipis dapat diperoleh melalui proses dihidrasi. Dalam hal ini yang
berperan sebagai fase diam adalah air, sedangkan butir-butir lapisan tipis berperan
sebagai penyangga. Selain air, zat cair lain juga dapat digunakan sebagai fase diam, baik
zat cair polar, seperti formamida, etilen glikol; maupun zat cair nonpolar, seperti minyak
silikon, minyak parafin. Pada umumnya lapisan diaktifkan terlebih dahulu untuk
menghilangkan air dari lapisan, kemudian dicelupkan secara perlahan ke dalam larutan
zat cair 20% di dalam formamida atau etilen glikol di dalam aseton, minyak silikon 5%
dalam eter. Setelah itu lapisan dibiarkan mengering tanpa pemanasan.
Tebal lapisan merupakan faktor penting dalam KLT. Tebal standar adalah 250
mikron atau 0,25 mm, sedangkan lapisan yang lebih tebal (0,5 2,0 mm) digunakan
untuk pemisahan yang bersifat besar dengan jumlah adsorben hingga 250 mg untuk
25

lempeng berukuran 20 x 20 cm. Tebal optimum untuk lapisan KLT preparatif 1 1,5
mm. Lapisan tebal sulit untuk dibuat dan menghasilkan pemisahan yang relatif buruk.
Pada umumnya bubur adsorben yang digunakan untuk mencetak lapisan KLT preparatif
agak lebih kental daripada untuk KLT biasa. Pada lapisan yang mengandung perekat
kalsium sulfat, pengentalan dapat terjadi dengan membiarkan bubur lebih lama sebelum
lapisan dicetak. Cara lain harus digunakan adsorben lebih banyak dalam pembuatan
bubur. Salah satu kesulitan dalam penggunaan lapisan yang tebal yaitu tendensi
mengelupas bila telah kering. Oleh karena itu lapisan harus dibiarkan mengering selama
beberapa jam sebelum diaktifkan, sehingga dapat mencegah peretakan dan pengerasan
bagian luar. Dalam hal ini dianjurkan untuk menyimpan lapisan tanpa diaktifkan terlebih
dahulu, dan diaktifkan menjelang digunakan.
Pada KLT preparatif, cuplikan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi
lempeng besar, kemudian dielusi secara tegak lurus terhadap garis cuplikan sehingga
campuran memisah menjadi beberapa pita. Volume penotolan dapat mencapai 2 ml
dengan lebar 1 5 mm. Pita yang seragam dapat diperoleh dengan bantuan mikropipet
atau alat penotol berikut:

Jumlah cuplikan yang ditotolkan pada KLT preparatif dapat mencapai 50 mg pada
lapisan 20 x 20 cm tebal 1 mm untuk mekanisme adsorpsi, sedangkan untuk partisi 5 mg.
Lapisan dengan tebal 1cm panjang 1 m dapat digunakan untuk memisahkan cuplikan
hingga 100 g.

26

Cara ini digunakan untuk memisahkan campuran sehingga diperoleh senyawa


murni untuk analisis lebih lanjut, untuk meneliti bahan alam yang umumnya berjumlah
kecil dan campurannya kompleks, untuk memperoleh cuplikan murni guna mengkalibrasi
KLT uantitatif.
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit pelarut.
Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena pemisahan
tergantung pada lebar pita. Penotolan dapat dilakukan dengan pipet tetapi lebih baik
dengan penotol otomatis. Pelarut yang baik untuk melarutkan cuplikan adalah pelarut
yang atsiri. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan dalam bejana kaca yang dapat
menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan
bantuan kertas saring yang diletakkan berdiri disekeliling permukaan bagian dalam
bejana (Hostettmann, et al, 1995).
Deteksi bercak pada KLT preparatif tidak boleh merusak senyawa yang
dipisahkan, sehingga cara yang paling sesuai dalam hal ini adalah deteksi di bawah sinar
UV. Metode alternatif yaitu dengan menempelkan selotif pada lapisan sedemikian hingga
tegak lurus bercak pita. Saat diangkat, selotif akan membawa sedikit adsorben yang
mengandung pita senyawa yang selanjutnya dapat dideteksi dengan reagen warna.
Alternatif lain yaitu dengan menyemprot lapisan silika gel dengan air sehingga menjadi
tembus cahaya (bening) dan bercak pita terlihat sebagai daerah buram pada latar belakang
tembus cahaya.
Setelah pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak maka senyawa yang
tidak berwarna dengan penjerap dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk
memisahkan campuran beberapa senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, et
al, 1991).
Pada KLT preparatif, adsorben yang mengandung pita senyawa yang dianaslis
dikerok dengan spatula, silet, atau pengaduk karet pipih. Pengerokan yang lebih
sempurna dapat dihasilkan dengan bantuan alat sebagai berikut:

27

Hal ini diutamakan pada pekerjaan kuantitatif. Kemudian senyawa disari dari
adsorben dengan pelarut yang sesuai. Pada pekerjaan preparatif, setelah disari maka
pelarut diuapkan dan senyawa diisolasi. Sedangkan pada pekerjaan kuantitatif, pelarut
yang telah mengandung senyawa dimasukkan ke dalam labu dan diencerkan hingga
tanda, kemudian ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri.
2.4.3 Kromatografi Kolom
Pemisahan komponen campuran melalui kromatografi adsorpsi tergantung pada
kesetimbangan adsorpsi-desorpsi antara senyawa yang teradsorb pada permukaan dari
fase diam padatan dan pelarut dalam fase cair. Tingkat adsorpsi komponen tergantung
pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan polaritas fase gerak cair. Umumnya,
senyawa dengan gugus fungsional lebih polar akan teradsorb lebih kuat pada permukaan
fase padatan. Aktivitas adsorben tergantung komposisi kimianya, ukuran partikel, dan
pori-pori partikel.
1. Fase Gerak
Fase gerak adalah zat yang dapat mengelusi senyawa di dalam kolom.Solven murni
atau sistem solven tunggal dapat digunakan untuk mengelusi semua komponen.
Selain itu, sistem gradient solven juga digunakan. Pada elusi gradien, polaritas sistem
solven ditingkatkan secara perlahan dengan meningkatkan konsentrasi solven ke yang
lebih polar. Pemilihan solven eluen tergantung pada jenis adsorben yang digunakan
dan kemurnian senyawa yang dipisahkan. Solven harus mempunyai kemurnian yang
tinggi. Keberadaan pengganggu seperti air, alkohol, atau asam pada solven yang
kurang polar akan mengganggu aktivitas adsorben (Braithwaite and Smith, 1995).
28

Beberapa kombinasi heksana atau petroleum eter (40 60 oC, bp) dan dietil eter,
biasanya dengan asam asetat (90:10:1) atau diisopropil eter dan asam asetat (98,5:1,5)
umumnya digunakan untuk pemisahan lipida non polar. Mobilitas terbesar
ditunjukkan oleh ester kolesterol diikuti oleh triasilgliserol, asam lemak bebas,
kolesterol, diasilgliserol, monoasilgliserol (Holme, 1993)
Tabel 4. Urutan Kepolaran Eluen, Elusi Senyawa dan Adsorben

2. Fase Diam
Silika gel adalah fasa diam yang paling sering digunakan untuk pemisahan produk
alam. Silika gel memberikan area permukaan yang sangat luas. Rata-rata ukuran
partikel silika gel yang digunakan dalam kolom kromatografi adalah 40 200 m
dengan ukuran pori sebesar 40 hingga 300 (Cannel, 1998).

Gambar 3. Struktur Silika Gel


Permukaan silika gel mengandung gugus silanol. Gugus hidroksil ini adalah pusat
aktif dan berpotensi dapat membentuk ikatan hirogen yang kuat dengan senyawa
yang dipisahkan. Silika gel membentuk ikatan hidrogen terutama dengan donor H
29

seperti alkohol, fenol, amina, amida, dan asam karboksilat (Palleros, 2000). Pada
umumnya, semakin kuat kemampuan ikatan hidrogen suatu senyawa, semakin kuat
akan tertahan oleh silika gel. Seberapa kuat senyawa tertahan dalam silika gel
tergantung pada polaritas fase gerak. Semakin kuat kemampuan ikatan hidrogen suatu
solven, semakin baik eluen untuk mengelusi senyawa polar yang teradsorb pada
kolom silika gel. Pengembangan kolom biasanya meliputi peningkatan prosentase
polar solven selama kromatografi berlangsung (Cannel, 1998). Silika gel dapat
digunakan untuk identifikasi kelas-kelas lipida. Pemisahan didasarkan pada interaksi
(ikatan hidrogen, gaya van der waal, dan ikatan ionik) antara molekul lipida dan silika
gel. Fase gerak heksana atau petroleum eter sebagai komponen utama dan aseton atau
dietil eter sebagai modifikasi digunakan untuk pemisahan lipida sederhana. Retensi
lipida sederhana meningkat dengan dimulai dari sterol ester, metil ester,
triasilgliserol, asam lemak bebas, sterol, diasilgliserol dan monoasilgliserol
(Nikolova, 2002).

30

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilakukan dimulai pada tanggal 15 September sampai 24 November
2015 pukul 11.00 WIB di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Lantai 3, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Jakarta.
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1.Alat

Pisau

KLT Silika gel 60 F254 (5x3cm

Papan Potong

Pipa kapiler

Blender

Pensil

Timbangan

Sumber sinar UV

Kertas HVS

Hot Plate

Wadah kayu

Oven

Sikat halus

Plat kaca

Botol gelap sebagai wadah maserasi

Batang pengaduk

Seperangkat alat Rotary evaporator

Vial

Kertas saring

Alat-alat gelas

Chamber

Kertas saring

Pinset

Kaca penutup Chamber

Botol sirup bekas

Corong Pisah

Corong

Kapas

3.1.2.Bahan

Rimpang Zingiber purpureum Roxb

Aquadest

Pelarut metanol

HSO

Sampel uji : hasil fraksi kolom kromatografi

Ekstrak Bangle fraksi N-heksan

Ekstrak tanaman Bangle

Ekstrak Bangle fraksi Metanol

Godin

Ekstrak Bangle fraksi Etil Asetat


31

KLT yang sudah ditotolkan ekstrak

Pelarut etil asetat

KLT yang sudah di elusi

Fraksi Ekstrak Bangle hasil kromatografi kolom dengan nomor vial ganjil

Isolat dari hasil kromatografi kolom preparative

Pelarut n-heksana

3.2. Metode Praktikum


3.2.1.Preparasi Sampel
Proses Pembersihan
1. Rimpang Zingiber purpureum Roxb ditimbang sebanyak 2Kg
2. Sampel kemudian dicuci bersih menggunakan air mengalir dan sikat halus
3. Setelah dicuci, sampel ditiriskan hingga kering
4. Setelah kering, sampel dipotong menggunakan pisau
5. Sampel yang sudah dipotong kemudian diletakkan pada wadah kayu yang telah
dilapisi kertas HVS
6. Sampel dikeringanginkan pada suhu ruang hingga kering sempurna.
Proses Pengecilan Ukuran Simplisia
1. Sampel yang telah kering sempurna kemudian ditimbang kembali.
2. Sampel yang telah ditimbang kemudian dihaluskan menggunakan blender hingga
didapatkan bentuk serbuk simplisia.
3. Setelah semuanya dihaluskan, serbuk yang didapatkan kemudian ditimbang kembali
3.2.2.Ekstraksi
1. Serbuk simplisia yang telah dihaluskan dengan cara diblender sampai didapatkan
bentuk serbuk selanjutnya ditimbang yaitu didapatkan berat sampel sebesar 300 mg.
2. Selanjutnya serbuk simplisia bangle dimasukkan ke botol gelap dan diberi pelarut
metanol.
3. Metanol sebagai pelarut diberikan sampai serbuk simplisia terendam hingga lapisan
pelarut berada 2 jari di atas serbuk simplisia di dalam wadah botol gelap.
4. Tutup botol tersebut.
5. Lakukan maserasi simplisia selama 3 hari sambil sesekali di aduk ,ulangi maserasi
sebanyak 2 kali.
32

6. Setelah proses maserasi telah selesai,selanjutnya saring hasil maserasi menggunakan


kertas saring dan corong lalu masukkan hasil penyaringan ke wadah penyimpanan
sementara hasil saringan(filtrat) .
7. Filtrat yang didapat selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan menggunakan Vacuum
Rotary Evaporator sampai didapatkan ekstrak yang kental.
8. Ekstrak kental yang didapatkan selanjutnya ditimbang dan ditentukan rendemennya.
3.2.3.Partisi
I. Partisi dengan n-heksana
1. Ekstrak metanol Rimpang Bangle diencerkan dengan 20 ml metanol sehingga
dapat dituang kedalam corong pisah.
2. Masukkan n-heksana sebanyak 20 ml ke dalam corong pisah yang telah berisi
ekstrak Rimpang Bangle, goncang selama beberapa menit dengan sesekali
membuka katup corong pisah untuk mengeluarkan gas yang terkumpul
didalamnya. Biarkan beberapa lama sampai terlihat bidang batas antara pelarut nheksana dan metanol.
3. Pisahkan dua pelarut terpisah tersebut dengan mengambil terlebih dahulu lapisan
bawah dengan membuka kran corong pisah.
4. Lapisan atas yaitu n-heksana dan lapisan bawah ekstrak metanol Rimpang
Bangle.
5. Tampung n-heksana dengan beaker glass, pekatkan dengan Rotatory Evaporator
hingga diperoleh ekstrak kental fraksi n-heksana.
6. Lakukan partisi n-heksana sebanyak 5 kali, sampai pelarut n-heksana yang
dihasilkan bening dimana mengindikasikan bahwa tidak ada lagi senyawa non
polar yang bisa larut kedalam pelarut tersebut.
II. Partisi dengan Etil Asetat
1. Lapisan metanol yang tersisa tambahkan dengan pelarut etil asetat.
2. Lakukan pemisahan komponen dalam ekstrak dengan cara yang sama dengan cara
pemisahan dengan n-hekasana. Sehingga didapatkan ekstrak senyawa semipolar
yang terdapat dalam pelarut etil asetat.
3. Sisa dari partisi merupakan senyawa yang larut dalam pelarut polar.

33

4. Setiap ekstrak hasil partisi n-heksana, etil asetat dan sisa partisi kemudian
diuapkan dengan menggunakan Rotatory Evaporator sehingga mendapatkan 3
ekstrak kental yaitu ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol.
3.2.4.Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 1)
1. Preparasi Fase Gerak & Chamber
Persiapan chamber diawali dengan mencuci bersih chamber dan dikeringkan sehingga
chamber tidak lagi mengandung air. Kemudian dilakukan penjenuhan chamber
dengan memasukkan fase gerak berupa campuran N-Heksan 8 mL dan Etil Asetat 2
mL (4:1) ke dalam chamber. Celupkan ujung kertas saring ke dalam chamber dan
tutup chamber. Chamber dinyatakn telah jenuh ketika kertas saring sudah terbasahi
oleh fase gerak yang merambat ke atas kertas saring.
2. Preparasi Fase Diam & Sampel
Persiapan fase diam dilakukan dengan memberi garis batas bawah dan garis batas atas
pada KLT sebesar 1 cm menggunakan pensil dan diberi tanda penotolan farksi
metanol, etil asetat dan n-heksan. Encerkan ekstrak Bangle dari fraksi metanol
dengan menggunakan pelarut metanol, ekstrak Bangle dari fraksi etil asetat dengan
menggunakan pelarut etil asetat, ekstrak Bangle dari fraksi n-heksan dengan
menggunakan pelarut n-heksan. Kemudian dilakukan penotolan masing-masing fraksi
yang sudah diencerkan pada KLT yang sudah diberi tanda.
3. Proses Elusi
Proses elusi dilakukan dengan memasukkan plat KLT yang sudah ditotolkan ekstrak
ke dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase gerak. Posisikan plat secara tegak
dengan letak totolan diatas permukaan fase gerak. Tutup chamber dan tunggu hingga
fase gerak merambat naik melewati KLT dan mencapai batas atas KLT.
4. Proses Penampakan Bercak
Proses penampakan bercak diawali dengan melihat bercak KLT secara fisika yaitu
dengan menggunakan sinar UV. Tandai bercak yang muncul dengan menggunakan
pensil ketika diamati melalui sinar UV. Kemudian dilakukan penampakan bercak
secara kimia dengan meneteskan HSO secara merata pada permukaan KLT. Keringanginkan KLT dan teteskan pereaksi Godin secara merata pada plat KLT dan
kemudian panaskan KLT menggunakan hot plate hingga warna bercak muncul.
34

3.2.5.Kromatografi Kolom
1. Preparasi Kolom Kromatorgrafi
Preparasi kolom diawali dengan membersihkan kolom dengan menggunakan pelarut
n-heksan. Kemudian Kolom disumbat ujungnya dengan menggunakan kapas. Fase
diam dibuat dengan mencampurkan 25g serbuk silika dengan n-heksan hingga serbuk
silika terendam, kemudian diaduk hingga konsistensi menjdai bubur. Bubur silika
kemudian dimasukan ke dalam kolom dan ditambahkan pelarut n-heksan. Kolom
diketuk-ketuk hingga

silika gel menjadi padat dan mampat. Pelarut n-heksan

ditampung dan dimasukan kembali kedalam kolom hingga konsistensi silika gel
padat.
2. Pembuatan Sistem Pelarut
Sistem pelarut sebagai fase gerak dibuat dengan mencampurkan pelarut dengan
tingkat kepolaran tertentu. Pelarut dimulai dari pelarut n-heksan 100%, kemudian
dibuat campuran pelarut n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 9:1; 8:2; 7:3;
6:4; 5:5 dan 4:6.Pelarut dibuat sebanyak 100ml.
3. Proses Isolasi Senyawa
Fraksi n-heksan Ekstrak Metanol Rimpang Bangle dimasukan kedalam kolom dengan
menggunakan pipet sedikit demi sedikit. 100ml Pelarut/Fase gerak dimasukan
kedalam kolom dimulai dari n-heksan 100% kemudian kepolaran fase gerak
ditingkatkan dengan perbandingan tertentu. Pelarut yang keluar dari kolom
ditampung dengan vial yang telah diberi nomor tertentu. Eluat kemudian dilakukan
Kromatografi Lapis Tipis(KLT)
3.2.6.Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 2)
1. Persiapan Chamber
Chamber dicuci bersih dan dikeringkan sehingga tidak ada air di dalamnya.
2. Penyiapan Eluen (Fase Gerak)
Mencampurkan N-Heksan 9 mL dan Etil Asetat 1 mL (9:1) ke dalam chamber.
3. Penjenuhan Eluen
Mencelupkan ujung kertas saring ke dalam chamber dan tunggu hingga eluen menjadi
jenuh yang ditandai dengan terbasahinya kertas saring.

35

4. Penyiapan KLT
Menyiapkan 5 lembar KLT ukuran 5x4 kemudian memberi batas bawah sebesar 0,5
cm dan batas atas sebesar 0,3 cm.
5. Penyiapan Fraksi Ekstrak
Dari 36 vial fraksi yang didapatkan hasil kromatografi kolom, diambil vial dengan
nomor ganjil saja, sehingga terdapat 18 fraksi yang di klt. Masing-masing vial fraksi
dilarutkan dengan 2 tetes n-heksan
6. Penotolan Fraksi Ekstrak
Menotolkan masing-masing fraksi pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler.
Masing-masing plat terdapat 3-4 fraksi yang ditotolkan
7. Pemisahan
Memasukkan plat KLT yang sudah diberi totolan ekstrak dalam keadaan tegak ke
dalam chamber yang sudah jenuh dengan menggunakan pinset. Tunggu hingga fase
gerak naik melewati KLT hingga mencapai batas atas KLT. Setelah KLT sudah
terlewati fase gerak, keluarkan KLT dari chamber dan kering anginkan.
8. Deteksi Bercak KLT secara Fisika
Hasil KLT diamati dan ditandai dengan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm.
3.2.7.Kromatografi lapis Tipis Preparatif
1. Timbang silica gel sebanyak 30 gram,masukkan ke dalam gelas beaker 250 ml
2. Masukkan aquadest dua kali bobot silica(60 ml)
3. Campurkan silica dalam aquadest ,aduk rata,kemudian kocok kuat hingga membentuk
suspense
4. Tuangkan suspensi silica di atas kaca Diratakan dengan batang pengaduk.Bagian
yang belum rata ,diratakan lagi dengan tangan sambil ditepuk-tepuk.
5. Keringkan pada suhu ruang
6. Masukkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 110C.
3.2.8.Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 3)
1. Persiapan Chamber
Chamber dicuci bersih dan dikeringkan sehingga tidak ada air di dalamnya.
2. Penyiapan Eluen (Fase Gerak)
Mencampurkan N-Heksan 9 mL dan Etil Asetat 1 mL (9:1) ke dalam chamber.
36

3. Penjenuhan Eluen
Mencelupkan ujung kertas saring ke dalam chamber dan tunggu hingga eluen menjadi
jenuh yang ditandai dengan terbasahinya kertas saring.
4. Penyiapan KLT
Menyiapkan KLT ukuran 5x5 kemudian memberi batas bawah sebesar 0,5 cm dan
batas atas sebesar 0,2 cm.
5. Penyiapan Isolat Ekstrak
Masing-masing vial isolat yang telah mengering dilarutkan dengan 2 tetes n-heksan
6. Penotolan Fraksi Ekstrak
Menotolkan masing-masing isolat pada plat KLT dengan menggunakan pipa kapiler.
7. Pemisahan
Masukkan plat KLT yang sudah diberi totolan ekstrak dalam keadaan tegak ke dalam
chamber yang sudah jenuh dengan menggunakan pinset. Tunggu hingga fase gerak
naik melewati KLT hingga mencapai batas atas KLT. Setelah KLT sudah terlewati
fase gerak, keluarkan KLT dari chamber dan kering anginkan.
8. Deteksi Bercak KLT secara Fisika
Hasil KLT diamati dan ditandai dengan sinar UV pada panjang gelombang 365 nm
dan 254 nm

37

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Ekstraksi Rimpang Bangle (Zingeber purpureum Roxb.)
Pengamatan
Jumlah sampel awal (sebelum diekstraksi)
Serbuk simplisia bangle yang didapatkan
setelah melalui proses penghalusan
Jumlah cairan penyari /jumlah metanol
(pelarut) yang digunakan untuk proses maserasi

Jumlah
1 kg
300 mg

2100 ml

Berat ekstrak kental yang didapat

4,481 g

Rendemen ekstrak

1,493 %

4.1.2 Partisi

Partisi dengan pelarut Non


Polar N-heksana 20 ml

Fraksi n-heksan dan etil


asetat rimpang Bangle

38

4.1.3 Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 1)


Penampak Bercak Fisika

Penampak Bercak Kimia

Keterangan

Jumlah bercak yang


teramati:
Metanol
: 9 bercak
Etil asetat
: 8 bercak
N-heksan
: 3 bercak

Fraksi

Nilai Rf

Metanol

Bercak 1 2,7/3,5 = 0,77


Bercak 2 2,5/3,5 = 0,71
Bercak 3 2,1/3,5 = 0,60
Bercak 4 1,7/3,5 = 0,48
Bercak 5 1,5/3,5 = 0,42
Bercak 6 1,1/3,5 = 0,31
Bercak 7 1,0/3,5 = 0,28
Bercak 8 0,6/3,5 = 0,17
Bercak 9 0,3/3,5 = 0,08

Etil Asetat

Bercak 1 2,4/3,5 = 0,68


Bercak 2 2,0/3,5 = 0,57
Bercak 3 1,6/3,5 = 0,45
Bercak 4 1,3/3,5 = 0,37
Bercak 5 1,0/3,5 = 0,28
Bercak 6 0,7/3,5 = 0,20
Bercak 7 0,5/3,5 = 0,14
Bercak 8 0,3/3,5 = 0,08

N-Heksan

Bercak 1 3,3/3,5 = 0,94


Bercak 2 2,3/3,5 = 0,65
Bercak 3 0,9/3,5 = 0,25

39

4.1.4 Kromatografi Kolom

Persiapan Kolom Kromatografi

Proses Pemisahan Dengan


Kromatografi Kolom

Fraksi n-heksan Ekstrak Metanol


Rimpang Bange di dalam
Kromatografi Kolom

Tahap Akhir Pemisahan


dengan Kromatografi Kolom

40

Hasil Kromatografi Kolom, 36


Vial terbagi kedalam 7 Fraksi
Tabel 2. Tabel Hasil Pemisahan Senyawa Fraksi n-heksan Ekstrak Metanol Rimpang Bangle
dengan Kromatografi Kolom

Pelarut/Eluen

Perbandingan

Volume

Vial Ke

N-heksan

100%

100ml

1-5

N-heksan : Etil asetat

9:1

100ml

6-11

N-heksan : Etil asetat

8:2

100ml

12-18

N-heksan : Etil asetat

7:3

100ml

19-26

N-heksan : Etil asetat

6:4

50ml

27-29

N-heksan : Etil asetat

5:5

50ml

30-32

N-heksan : Etil asetat

4:6

50ml

33-36

Kromatografi Kolom fraksi n-heksan ekstrak metanol rimpang bangle menghasilkan 36 vial yang terbagi
menjadi 7 fraksi dengan warna cairan bening seluruhnya.

41

4.1.5 Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 2)

1-3-5-7

17-19-21-23

9-11-13-15

25-27-29

31-33-35

42

4.1.6 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


Terbentuk 3 pita.
Pita 1 terlihat pada panjang gelombang 365 nm berwarna biru.
Pita 2 & 3 terlihat pada panjang gelombang 254 nm berwarna keabu-abuan

4.1.7 Kromatografi Lapis Tipis (Bagian 3)

365 nm

254 nm

43

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah rimpang Zingiber purpureum
Roxb atau yang lebih dikenal dengan bangle. Bangle dipilih karena secara empiris memiliki
khasiat sebagai obat penurun panas, sakit kepala, masuk angin, batuk berdahak, konstipasi,
dan perut nyeri.
4.2.1 Preparasi Sampel
Pada persiapan sampel, langkah pertama yang dilakukan adalah penimbangan
sampel. Sampel bangle ditimbang sebanyak 2Kg, hal ini diharapkan dapat memperoleh
ekstrak kental yang banyak. Kemudian setelah penimbangan, rimpang kemudian dicuci
bersih dan ditiriskan. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan kotoran atau bekas tanah
yang ada dari sampel. Kemudian setelah ditiriskan, sampel kemudian dipotong tipis-tipis
dan diletakkan di wadah kayu yang telah dilapisi kertas HVS. Setelah itu,
dikeringanginkan pada suhu ruang hingga kering sempurna. Pada penempatan sampel,
sampel harus diberi jarak agar sampel dapat kering sempurna. Selama proses
pengeringan, kertas yang digunakan berfungsi sebagai penyerap air. Sampel yang masih
memiliki kadar air yang cukup banyak dapat menimbulkan jamur yang dapat
menyebabkan senyawa yang akan diisolasi didenaturasi oleh enzim yang dihasilkan oleh
jamur tersebut. Pengeringan cukup dilakukan pada suhu ruang karena bila dikeringkan
dibawah sinar matahari, senyawa yang akan diisolasi dapat rusak oleh sinar UV yang
terpancar bersama sinar matahari. Kerusakan senyawa dapat disebabkan oleh pemanasan
pada suhu tinggi, terpapar sinar UV, dan infeksi dari jamur atau mikroorganisme lain.
Proses selanjutnya sampel yang telah kering kemudian dikumpulkan. Untuk
kering sempurna, sampel memerlukan waktu kurang lebih 5 hari pengeringan dalam suhu
ruang. Dan sampel yang telah kering kemudian ditimbang dan didapatkan total 300gram
dari 2Kg bangle utuh. Setelah penimbangan, sampel dihaluskan dengan menggunakan
blender. Penghalusan sampel dilakukan secara sedikit demi sedikit dengan kecepatan
rendah. Pada penghalusan, digunakan kecepatan rendah pada kecepatan ini, sampel dapat
halus secara merata dan meminimalisir rusaknya senyawa yang akan diisolasi terhadap
panas yang dihasilkan dari blender. Pada blender, dinamo dari mesin akan berputar yang
menimbulkan gesekan antara dinamo dengan magnet penghantar listrik. Gaya gesek yang
terjadi dapat menimbulkan panas tinggi. Panas pada mesin blender dapat mengalir kepada
44

pisau blencer yang terbuat dari stainless Steel yang bersifat konduktor panas. Semakin
tinggi kecepatan yang digunakan, gaya gesek yang dihasilkan akan lebih besar, dan panas
yang dihasilkan akan semakin besar. Setelah semua sampel kering dihaluskan, kemudian
serbuk kering dipindahkan ke wadah kedap udara dan kemudian ditimbang. Dan serbuk
bangle yang didapatkan sebanyak 300gram. Proses penghaluskan sampel bertujuan yntuk
mengecilkan ukuran partikel. Bila ukuran partikel kecil, partikel tersebut memiliki luas
permukaan kontak yang besar. Sehingga pelarut yang digunakan dapat menarik semua
senyawa yang terkandung dalam bangle secara sempurna.
4.2.2 Ekstraksi
Pada praktikum farmakognosi fitokimia 3 ini salah satu proses yang dilakukan
adalah proses ekstraksi. Ekstraksi adalah tahap awal yang penting dalam proses isolasi
senyawa dari tumbuhan.
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian atau penarikan senyawa kimia yang
terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut
dan metode yang tepat. Ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi
merupakan bahan alam, dimana ektraksi memiliki prinsip umum yaitu difusi dan
osmosis.
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian
tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan termasuk biota laut. Komponen kimia
yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik (Adrian, 2000)..
Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi ke
dalam pelarut dan setelah pelarut diuapkan maka zat aktifnya akan diperoleh (Adrian,
2000).Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi
keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara
konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000).

45

Tujuan dilakukan percobaan ekstraksi ini adalah untuk memperoleh ekstrak kental
metanol senyawa yang terkandung pada sampel percobaan kali ini yaitu rimpang bangle
yang selanjutnya akan digunakan dalam praktikum berikutnya.
Cara ekstraksi kandungan kimia dari tumbuhan dapat dibedakan atas cara
ekstraksi tradisional dan cara ekstraksi modern. Dalam metode ekstraksi cairan
tradisional dapat dibedakan lagi menjadi cara dingin dan cara panas. Metode dengan cara
dingin, diantaranya maserasi dan perkolasi. Sedangkan dengan cara panas diantaranya
yaitu soxhletasi,refluks,serta destilasi uap air.
Dan untuk percobaan kali ini digunakan cara tradisional dengan metode ekstraksi
dingin yaitu maserasi. Alasan memilih metode maserasi dikarenakan metode ini
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut
dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin,
stiraks dan lilin. Alasan lain mengapa memilih

metode maserasi

adalah karena

pengerjaan yang dilakukan sederhana begitu juga alat alat yang digunakan.
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya (Ditjen POM : 1986). Prinsip maserasi
adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari
cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses
maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan
yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan
dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang
dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup
dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil
berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung,
46

kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk
kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan
disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Adrian, 2000).
Pada proses ekstraksi menggunakan suatu pelarut/cairan penyari , pertimbangan
dalam memilih cairan penyari yaitu tingkat kepolaran dari jenis senyawa yang akan
ditarik atau kandungan kimia pada zat aktif dan cairan penyari yang digunakan (pelarut
yang digunakan), murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi
netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yakni hanya menarik zat
berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh
peraturan. Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran yang sama
akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang
sama.
Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang dapat menyari sebagian besar
metabolit sekunder yang diinginkan dalam simplisia (Depkes RI, 2008).
Pada percobaan ini menggunakan cairan penyari yaitu metanol. Metanol
merupakan pelarut yang bersifat universal sehingga dapat melarutkan analit yang bersifat
polar dan nonpolar. Metanol dapat menarik alkaloid, steroid, saponin, dan flavonoid dari
tanaman (Thompson, 1985).
Digunakan metanol karena efektif dalam proses ekstraksi dibandingkan dengan
yang lain. Sebenarnya metanol ini bersifat toksik tapi karena tanaman tersebut dalam hal
ini rimpang bangle tidak diketahui kandungan senyawanya maka digunakan metanol
karena metanol bersifat semi polar karena zat aktif yang akan diambil komponen
kimianya belum diketahui sifat kepolarannya apakah polar ataukah non polar maka
dengan itu digunakan metanol. Efektif dalam hal ini bahwa ekstrak metanol mampu
menarik komponen kimia pada zat aktif melalui prinsip ekstraksi yaitu difusi-osmosis
atau osmosis-difusi. Dimana cairan penyari masuk ke dalam zat aktif pada suatu wadah
yang diberikan tekanan dalam hal ini pengadukan maka cairan penyari berosmosis
masuk ke dalam sel pada zat aktif sehingga terjadi perbedaan konsentrasi didalam sel dan
diluar sel, sehingga konsentrasi didalam sel lebih tinggi sehingga komponen kimianya
47

terdesak keluar maka cairan penyari yang bersatu dengan zat aktif akan keluar sehingga
disini terjadi proses difusi.
Pada percobaan ini menggunakan simplisia rimpang bangle yang diperoleh dari
pasar parung seberat 1 kg,namun ketika dihaluskan berat nya berkurang yaitu menjadi
300 mg.Pengurangan bobot kemungkinan dikarenakan banyak serbuk yang menempel
pada alat pengalus (blender) ketika proses penghalusan ,sehingga bobot nya berkurang.
Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien namun makin
halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan
filtrasi. Selanjutnya pada proses ekstraksi serbuk simplisia bangle dimasukkan ke wadah
gelap,tujuan dimasukkan ke dalam wadah gelap karena agar terlindung dari cahaya
karena dikhawatirkan jika terkena cahaya,cahaya tersebut

dapat merusak senyawa-

senyawa kimia pada ekstrak.


Selanjutnya memasukkan pelarut metanol kurang lebih sampai 2 jari diatas serbuk
simplisia yang dimasukkan ke wadah gelap,tujuan dimasukkan pelarut melebihi serbuk
simplisia adalah agar serbuk simplisia dapat terendam sempurna sehingga dapat menarik
senyawa kimia dari serbuk simplisia rimbang bangle dan ekstraksi dapat berjalan dengan
baik.
Setelah itu tutup botol tersebut dan lakukan maserasi selama 3 hari dan sesekali
sambil di aduk/dikocok ,tujuan pengadukan yaitu untuk mempercepat proses pelarutan
komponen kimia yang terdapat dalam sampel.
Setelah proses maserasi telah selesai,selanjutnya saring hasil maserasi
menggunakan kertas saring dan corong lalu masukkan hasil penyaringan ke wadah/botol
bening penyimpanan sementara hasil saringan(filtrat).Tujuan disaring adalah untuk
mendapatkan maseratnya,lalu ampas nya dimasukkan kembali ke wadah maserasi(wadah
gelap) lalu ekstraksi ulang dengan memberikan pelarut metanol lagi.Tujuan dilakukan
ekstraksi pengulangan adalah agar sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai
sampai pelarut pada sampel berwarna bening.
Filtrat yang didapat selanjutnya diuapkan pelarutnya dengan menggunakan
Vacuum Rotary Evaporator sampai didapatkan ekstrak yang kental.Tujuan diuapkan
adalah untuk membebaskan maserat dari pelarut.Prinsip alat Vacuun Rotary Evaporator
adalah Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
48

dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10 C di
bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan
bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung
dalam labu alas bulat penampung.
Setelah didapatkan ekstrak kental maka timbang ekstrak kental yang didapat dan
hitung rendemen yang diperoleh.Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang
diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI,2000).Rendemen ekstrak dapat digunakan
sebagai parameter standar mutu ekstrak pada tiap bets produksi

maupun paremeter

efiesiensi ekstraksi. Rendemen yang diberikan dari ekstrak metanol rimpang bangle
adalah 0,941 %. Besar rendemen ini menunjukkan metabolit sekunder dalam rimpang
bangle ini cukup kecil.
4.2.3 Ekstraksi Cair-Cair
Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi cair-cair (partisi) dengan sampel yang
berasal dari hasil ekstraksi maserasi terhadap rimpang dari tumbuhan Bangle (Zingiber
purpureum). Hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Kemudian alat tersebut dibersihkan dengan air kran dan dibilas dengan
alkohol. Tujuannya yaitu untuk menghilangkan kotoran, lemak dan mikroba yang
menempel pada alat tersebut.
Ekstraksi cair-cair merupakan cara pemisahan satu atau lebih senyawa dengan
menggunakan dua pelarut yang tidak bercampur dimana senyawa tersebut akan
terdispersi di antara dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya sehingga masing-masing
jenuh dengan perbandingan konsentrasi tertentu menyebabkan terjadinya pemisahan.
Selanjutnya masuk pada proses partisi dari hasil ekstraksi maserasi terhadap
rimpang dari tumbuhan Bangle (Zingiber purpureum) dengan menggunakan pelarut yang
bersifat polar yaitu metanol dan yang bersifat nonpolar yaitu n-heksana. Langkah pertama
yang dilakukan yaitu dimasukkan ekstrak ke dalam gelas kimia, kemudian diencerkan
dengan metanol sebanyak 20 ml. Tujuan dilarutkannya ekstrak rimpang Bangle kedalam
metanol sebagai pelarut pertama adalah sebagaipembawasenyawa-senyawa yang
terdapatpadaekstraktersebut.

Olehkarenaitu,

metanolselainpelarut

polar,

jugatermasukpelarut semi polar yang dapat membawa semua senyawa tersebut.


49

Selanjutnya diaduk hingga larut dan homogen. Setelah itu, disaring menggunakan corong
pisah dan ditambahkan 20 ml n-heksana kemudian dikocok dan didiamkan selama
beberapa menit sampai terjadi pemisahan.

Dalam proses pemisahan ini, senyawa yang bersifat nonpolar akan berada dalam
fase atas sedangkansenyawa yang bersifat polar berada dalam fase bawah. Hasil
menunjukkan bahwa lapisan atas adalah n-heksana dan lapisan bawah adalah ekstrak
metanol rimpang Bangle. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis antara
methanol

dan

n-heksana.

Berat jenis n-heksana yaitu

0,654

g/ml

lebih

kecil

dibandingkan dengan metanol 0,79 g/ml.


Setelah terjadi pemisahan, pelarut tersebut dikeluarkan dari corong pisah dengan
mendahulukan pelarut yang berada dibagian bawah dan dimasukkan kedalam gelas kimia
yang berbeda. Ditampung n-heksana dengan beaker glass, kemudian dipekatkan dengan
Rotatory Evaporator hingga diperoleh ekstrak kental fraksi n-heksana.
Partisi dengan n-heksana dilakukan sebanyak 5 kali, bertujuan untuk
mendapatkan semua komponen dalam ekstrak dengan hasil yang optimal. Apabila pelarut
n-heksana yang dihasilkan sudah bening, ini mengindikasikan bahwa tidak ada lagi
senyawa non polar yang bisa larut kedalam pelarut tersebut. Selanjutnya, dilakukan
pemisahan komponen senyawa dalam ekstrak rimpang Bangle dengan cara yang sama
50

seperti pada pemisahan dengan n-hekasana. Sisa metanol yang melarutkan ekstrak
ditambahkan dengan pelarut semi polar etil asetat, sehingga didapatkan ekstrak senyawa
semipolar yang terdapat dalam pelarut etil asetat.
Pada saat melakukan partisi ekstrak metanol rimpang Bangle dengan pelarut etil
asetat, proses pemisahan sangat lama terjadi. Sehingga ditambahkan dengan 20 ml
aquadest. Setelah penambahan aquadest, terjadi pemisahan secara perlahan-lahan. Pada
partisi metanol dan etil asetat, pelarut etil asetat berada dibawah karena memiliki berat
jenis yang lebih besar dibanding metanol yaitu 0,898 g/ml. Selanjutnya, ditampung etil
asetat dalam beaker glass dan diuapkan dengan Rotatory Evaporator dan diperoleh
ekstrak kental fraksi etil asetat. Partisi dengan etil asetat hanya dilakukan sekali.Setiap
ekstrak hasil partisi n-heksana, etil asetat dan sisa partisi kemudian diuapkan dengan
menggunakan Rotatory Evaporator sehingga didapatkan 3 ekstrak kental yaitu ekstrak nheksana, etil asetat dan metanol.Setelah semua fraksi diperoleh, ekstrak kental yang
bersifat polar, semi polar dan nonpolar kemudian diuji denganmetode kromatografi lapis
tipid (KLT) untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa yang terdapat dalam fase polar dan
dalam fase nonpolar (Watson, 2005).
Untuk persentase hasil rendemen (% b/v) dari rimpang Bangle tidak dapat
diketahui karena saat sebelum melakukan partisi kami tidak melakukan penimbangan
ekstrak metanol rimpang Bangle. Jumlah simplisia kering yang kami peroleh hanya
sebesar 300 gram.
4.2.4 Kromatografi Lapis Tipis (Bagian I)
Kromatografi adalah prinsip pemisahan campuran senyawa atas komponenkomponen berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen diantara
dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Ketika pelarut mulai membasahi lempengan,
pelarut pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan
pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan
kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Cepatnya senyawa-senyawa
dibawa bergerak ke atas pada lempengan, tergantung pada kelarutan senyawa dalam
pelarut, hal ini bergantung pada bagaimana besar atraksi antara molekul-molekul
senyawa dengan pelarut. Serta bagaimana senyawa melekat pada fase diam, dalam hal ini
gel silika, tergantung pada bagaimana besar atraksi antara senyawa dengan gel silika.
51

Secara kasat mata, umunya hasil KLT tidaklah nampak, makadari itu perlu
dilakukan proses penampakan bercak. Adapun untuk menampakkan bercak KLT, dapat
dilakukan dua cara yaitu:
a. Deteksi bercak cara fisika (Sinar UV)
Sejumlah senyawa alam akan berflouresensi yaitu memancarkan cahaya tampak
saat dikenai sinar UV atau mengabsorpsi sinar UV. Senyawa yang mengabsorpsi
sinar UV akan tampak sebagai daerah gelap di bawah UV. Oleh kerana itu digunakan
sinar UV dengan tujuannya untuk mendeteksi senyawa yang dapat berfluoresensi,
dimana senyawa tersebut memiliki gugus khromofor. Gugus khromofor merupakan
gugus yang dapat memberi atau menghasilkan warna. UV digunakan dengan panjang
gelombang 254 nm dan 365 nm. Panjang gelombang 254 nm tujuannya untuk
menampakkan solut sebagai bercak yang gelap. Sedangkan jika dibawah panjang
gelombang 365 nm untuk menampakkan bercak yang berfluoresensi sehingga pada
pengamatan terlihat

bercak berpendar (memancarkan cahaya).

Keuntungan

menggunakan UV ialah karena sinar UV tidak merusak senyawa yang dideteksi,


sehingga hasil kromatografi dapat kembali digunakan.
b. Deteksi bercak cara kimia (HSO& Godin)
Untuk memperjelas bercak yang tidak tampak pada komatogram. Pada
pendeteksin secara kimia digunakan Godin sebagai penampak bercak dan dilakukan
pemanasan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang tampak sebagai bercak
hitam kecoklatan. Adanya warna hitam kecoklatan menunjukkan adanya senyawa
organik pada sampel. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi senyawa karbon. Hal ini
dibuktikan dengan munculnya warna coklat kehitaman. HSO memutuskan ikatan
rangkap reduktor, sehingga yang terlihat adalah karbonnya, merusak gugus kromofor
sehingga panjang gelombang akan bergerak dari UV ke Vis.
Berdasarkan hasil, diperoleh jumlah bercak pada fraksi metanol 9 bercak, fraksi
etil asetat 8 bercak dan fraksi N-Heksan 3 bercak. Setelah noda dikembangkan dan
divisualisasikan, identitas noda dinyatakan dengan harga Rf (Retordation Factor)
yang didefinisikan sebagai rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen
terhadap titik awal. Secara matematis dapat ditulis:

52

Keterangan
l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan
h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen.
Harga Rf berkisar antara 0-0,999 dan harga Rf yang baik berkisar antara 0,2-0,8.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, didapatkan nilai Rf yang kurang dari 0,2 dan lebih
dari 0,8 hal ini dapat dikarenakan pemilihan fase gerak yang kurang optimal, namun
dalam pemisahan senyawa, bercak yang timbul dapat dikatakan baik karena dapat
terpisah dengan jelas. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT
yang juga mempengaruhi harga Rf menurut Hardjono Sastromidjoyo (1991) adalah :

Struktur senyawa yang sedang dipisahkan.

Sifat adsorben dan derajat aktivitasnya. Perbedaan adsorben memberikan


perbedaan yang besar terhadap harga Rf.

Tebal dan kerataan lapisan adsorben.

Pelarut fasa gerak (dan tingkat kemurnianya).

Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.

Teknik percobaan.

Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan jumlah cuplikan yang berlebihan


memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya
ekor.

Suhu, untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang


disebabkan oleh penguapan-penguapan atau perubahan-perubahan fasa.
Sehingga berdasarkan hasil KLT, dipilih fraksi N-Heksan untuk dilanjutkan

pemisahan dengan kromatografi kolom. Hal dikarenakan pemisahan pada farksi Nheksan, terbentuk pola bercak besar dan pemisahan 3 bercak yang dimana hal ini
dianggap bahwa pada fraksi N-Heksan merupakan komponen major dari ekstrak
Bangle. Sedangkan pada metanol dan etil asetat mengalami pemisahan yang terlihat
jelas tetapi bercak yang timbul sangat lah banyak yaitu 9 bercak dan 8 bercak pada
penampakan KLT sehingga dianggap bahwa di dalam fraksi tersebut bukanlah

53

komponen major dari ekstrak bangle yang dimana dapat terdiri dari lebih banyak
senyawa.
4.2.5 Kromatografi Kolom
Pada teknik kromatografi kolom ini, pembuatan silika dilakukan dengan
menggunakan tehnik basah, yaitu dengan mencampurkan serbuk silika dengan n-heksan
hingga menjadi bubur. Bubur silika dimasukan secara hati-hati ke dalam kolom agar
tidak terbentuk gelembung udara karena gelembung udara dapat merusak fase diam
sehingga dapat memutus penyerap dalam kolom. Kolom kemudian diketuk-ketuk dengan
selang untuk membantu memampatkan silika dan menghindari terbentuknya gelembung.
Pada penelitian ini, silika gel yang dibuat mengalami cracking saat dimampatkan.
Untuk mencegah cracking yang semakin memburuk dan untuk memulihkan keadaan
silika gel maka kolom dibalut dengan kapas yang telah dibasahi aseton. Kolom yang
rusak dapat memberikan hasil pemisahan yang kurang baik.
Pelarut yang digunakan sebagai fase gerak dibuat dengan tingkat kepolaran yang
berbeda-beda. Pada penelitian ini digunakan pelarut dari yang tingkat kepolarannya lebih
rendah terlebih dahulu yaitu n-heksan, tujuannya yaitu agar seluruh senyawa yang
bersifat kurang polar akan keluar dari kolom terlebih dahulu, kemudian senyawa yang
bersifat lebih polar akan tertahan di fase diam dan akan keluar secara perlahan. Sehingga
pemisahan yang dihasilkan akan efektif.
Pelarut atau eluen yang digunakan dimulai dengan menggunakan n-heksan 100%,
kemudian kepolaran ditingkatkan dengan mencampurkan pelarut n-heksan dan etil asetat
mulai dari perbandingan 9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6 sebanyak kurang lebih 100ml. Alasan
digunakan pelarut yang bersifat kurang polar terlebih dahulu yaitu untuk menghindari
tertariknya senyawa non polar pada ekstrak oleh pelarut polar sehingga menyebabkan
senyawa non polar dapat tidak ada yang tertarik lagi pada akhir penarikan apabila
menggunakan senyawa non polar diakhir.
Proses isolasi

dimulai dengan memasukan fraksi n-heksan Ekstrak Metanol

Rimpang Bangle kedalam kolom yang telah disiapkan secara perlahan-lahan dengan
menggunakan pipet. Metode basah digunakan dalam perlakuan sampel kedalam kolom
kromatografi. Metode basah dipilih karena ekstrak Metanol Rimpang Bangle fraksi nheksan ini memiliki konsistensi yang cair sehingga mudah untuk dituang ke dalam kolom
54

hanya dengan menggunakan pipet. Kemudian pelarut/eluen dimasukan kedalam kolom


dimulai dari tingkat kepolaran yang rendah hingga ke tingkat kepolaran yang tinggi (nheksan 100%, n-heksan: etil asetat (9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6)).
Fase gerak dikeluarkan perlahan-lahan dan kolom dipertahankan agar tetap
terendam pelarut tujuannya yaitu untuk mencegah kolom menjadi kering dan pecah.
Kemudian hasil eluat ditampung kedalam vial.
Proses kromatografi kolom dihentikan saat silika gel/kolom sudah kembali
berwarna putih, hal ini menunjukan bahwa seluruh senyawa telah tertarik dan dipisahkan.
Hasil akhir dari kromatografi kolom ini yaitu diperoleh 36 vial terbagi kedalam 7
fraksi bereda dari hasil pemisahan dengan kromatografi kolom (n-heksan 100%, nheksan: etil asetat (9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6)). Fraksi-fraksi tersebut kemudian
digunakan untuk proses KLT. KLT dilakukan terhadap vial dengan nomor ganjil, untuk
dilihat pola KLT dari setiap fraksi.
4.2.6 Kromatografi Lapis Tipis (Bagian II)
Proses kromatografi lapis tipis pada tahapan ini dilakukan untuk melihat pola
pemisahan dari senyawa-senyawa yang terdapat pada fraksi-fraksi hasil kromatografi
kolom. Selain itu dapat menunjukkan fraksi mana yang memilikisenyawa dalam jumlah
yang paling banyak diantara fraksi-fraksi lainnya. Informasi ini yang dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam proses isolasi selanjutnya yaitu kromatografi lapis tipis
preparatif sehingga dapat mengilsolasi senyawa murni dari fraksi yang digunakan pada
kromatografi lapis tipis preparative
Prinsip pengerjaannya sama dengan proses kromatografi lapis tipis sebelumnya.
Hanya terdapat beberapa perbedaan kondisi diantaranya :

Objek(sumber senyawa yang akan dipisahkan). Pada tahapan ini objek yang
digunakan adalah fraksi ekstrak bangle hasil kromatografi kolom dengan nomor vial
ganjil

Eluen (pelarut / campuran pelarut fase gerak). Eluen yang digunakan adalah
campuran n-heksan dan etil asetat 9 : 1

Jumlah dan ukuran plat yang digunakan lebih banyak dan sedikit lebih besar dari
KLT yang pertama dilakukan

55

1. Pemilihan Eluen
Pada proses kolom kromatografi sebelumnya, senyawa cenderung terpisahkan
dengan perbandingan pelarut n-heksan yang lebih banyak dibandingkan etilasetat,
sehingga senyawa akan dipisahkan telah terlewati seluruhnya sebelum digunakan
perbandingan pelarut dengan jumlah etil asetat yang lebih tinggi. Dengan demikian
dipilih perbandingan pelerut n-heksan yang lebih besar karena dianggap
pemisahannya yang paling baik pada fraksi hasil kolom kromatografi tersebut.
2. Penjenuhan
Penjenuhan dilakukan untuk menyamakan kondisi keseluruhan bagian chamber.
3. Pemilihan Fraksi Ekstrak
Karena dari proses KLT ini hanya diharapkan gambaran secara umum pemisahan
pada fraksi-fraksi yang telah didapatkan, maka hanya dipilih vial fraksi bernomor
ganjil dengan asumsi bahwa pola pemisahan pada vial fraksi bernomor genap tidak
akan berbeda jauh dengan vial fraksi ganjil disekitarnya.
4. Penyiapan Fraksi Ekstrak
Sebelum ditotolkan pada plat KLT, senyawa dari masing-masing vial yang akan
diuji di larutkan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan kerena senyawa dalam keadaan
kering setelah diuapkan selama seminggu. Sehingga untuk mempermudah penotolan
diperlukan pelarutan kembali senyawa.
5. Pemilihan Pelarut
Hal yang mendasari pertimbangan dalam pemilihan pelarut untuk melarutkan
senyawa dalam vial sebelum ditotolkan tidak berbeda jauh dengan pertimbangan
pemilihan eluen. Selain itu, alasan lainnya adalah karena ekstrak awal yang di kolom
adalah ekstrak yang berasal dari fraksi n-heksan, sehingga dianggap paling cocok
melarutkan senyawa hasil kolom tersebut.
Dari pola kromatografi yang terbentuk, beberapa fraksi menunjukkan terjadinya
tailing, namun beberapa menunjukkan pemisahan yang baik dimana terbentuk spot-spot
yang jelas antar senyawa yang terpisah.
Pola kromatografi juga menunjukkan beberapa fraksi dengan kandungan senyawa
yang sedikit bahkan tidak terdapat senyawa dan beberapa fraksi dengan kandungan
senyawa yang besar/mayor.
56

Pola pemisahan yang ditunjukkan berdasarkan dengan tingkat kelarutan masingmasing senyawa dengan perbedaan komposisi eluen yang digunakan pada proses
kromatografi kolom.
Fraksi-fraksi dengan komposisieluen yang sama cenderung memiliki pola
kromatogram yang mirip karena senyawa yang tertarik oleh eluennya umumnya
merupakan senyawa yang sama.
Perbedaan komposisi eluen pada proses kolom sebelumnya menunjukkan
keberagaman pola kromatogram pada proses KLT nya.
Pola kromatogram yang muncul dalam bentuk tailing biasanya disebabkan karena
senyawa yang terdapat pada fraksi tersebut beragam namun memiliki sifat kepolaran
yang hampir mirip sehingga terlihat saling bersambung. Selain itu bisa disebabkan karena
kurang selektifnya proses pemisahan yang terjadi yang diakibatkan oleh jumlah senyawa
yang terdapat pada fraksi tersebut cukup besar. Senyawa yang terdapat dalam jumlah
besar ditunjukkan dengan pola kromatogramnya yang memiliki daerah yang cukup luas.
Pola kromatogram yang muncul dalam bentuk spot-spot terpisah memiliki
pemisahan yang baik dengan eluen pembawanya. Fraksi dengan pemisahansenyawa
seperti ini cenderung digunakan untuk proses isolasi lanjutan karena antar senyawanya
akan lebih mudah terpisah.
4.2.7 Kromatografi Preparatif
Pada Praktikum ini dilakukan identifikasi sampel ektrak bangle menggunakan
metode kromatografi lapis tipis preparatif. KLT preparatif pada dasarnya sama dengan
kromatografi lapis tipis biasa, namun perbedaan yang nyata ialah pada KLT preparatif
menggunakan lempeng kaca dengan ketebalan 0,5 dan sampel ditotolkan berupa garis
lurus pada salah satu sisi lempeng. Dan pada bagian langkah akhir silica akan dikeruk
yang mana disebut sebagai isolate.
Penjerab (adsorben) yang digunakan, yaitu silika gel. Silika gel umumnya
mengandung zat tambahan kalsium sulfat yang lebih dikenal sebagai gipsum sehingga
silika gel ini diberi kode G. Binding agent / binder / perekat dapat memberikan kekuatan
pada lapisan, menambah adhesi terhadap penyangga, dan membuat lapisan menjadi lebih
kohesi. Silika gel juga mengandung indikator luminescence ( fosforesence pada 254 nm
; fluorescence pada 366 nm) untuk membantu penampakan bercak tak berwarna,
57

mendeteksi letak pita yang terpisah pada senyawa yang menyerap sinar ultraviolet. Silika
gel yang telah ditambah indikator luminescence kemudian diberi kode F atau UV.
N-hexan : etil asetat (9: 1) sebanyak 20 ml dipilih sebagai eluen. Eluen yang
digunakan merupakan campuran non polar dan semi polar. Alasannya, jika digunakan nheksan saja (eluen tunggal) kemungkinan akan menggerakkan bercak terlalu jauh atau
bahkan tidak dapat menggerakkan. Oleh karena itu seringkali harus mencampur eluen
untuk memperoleh kepolaran yang diinginkan. Campuran yang baik akan menghasilkan
eluen yang memiliki kekuatan bergerak sedang.Eluen harus murni dan sangat mudah
menguap tanpa meninggalkan residu / sisa / noda sehingga tidak mengganggu dalam
pendeteksian bercak. Karena mudah menguap, maka komponen sampel akan cepat
mencapai kesetimbangan distribusi di dalam fase gqerak dan fase diam.
Metode Pembuatan Plat KLTP menggunakan Metode Pembentangan Manual.
Metode pembentangan umumnya digunakan untuk lempeng yang berukuran sedang
ataupun besar. Pembuatan bubur adsorben pada metode pembentangan umumnya
dilakukan dengan perbandingan x gram adsorben dan 2x ml air atau pelarut organik,
kemudian diaduk dan digojog perlahan hingga homogen (hindari terbentuknya buih)
dalam gelas piala bertutup. Dimana pada praktikum, ditimbang 30 gram silika halus dan
sejumlah aquadest yang digunakan adalah dua kali bobot silika (60 mL). Campurkan
silika dalam aquadest di erlenmeyer 250 mL, aduk rata, kemudian kocok kuat hingga
membentuk suspensi dan jangan sampai terbentuk gumpalan. Ditaburkan silika tadi di
atas kaca.
Cuplikan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi lempeng besar menggunakan
pipa kapiler kemudian dielusi secara tegak lurus terhadap garis cuplikan sehingga
campuran memisah menjadi beberapa pita. Cuplikan yang ditotolkan berasal dari vial
(fraksi) 13 & 14. Berdasarkan penampakan noda pada percobaan fraksinasi yang telah
dilakukan sebelumnya, pemisahan pada fraksi 13 dengan KLT terlihat cukup baik dan 13
menunjukkan pola dengan daerah yang paling luas, yang mengindikasikan jumlah
senyawa yang besar. Jumlah senyawa yang besar ini dapat mempermudah isolasi
senyawa dari fraksi tersebut.
Fraksi tersebut sebelum ditotolkan dilarutkan1 mL n-dan sedikit etil asetat. Pada
awalnya kami hanya melarutkan dengan menggunakan n-heksan tetapi, setelah dilihan di
58

bawah UV tidak terlihat pita yang terbentuk. Maka kami tambahkan sedikit etil asetat
karena kemungkinan senyawa yang terkandung merupakan senyawa yang tidak terlalu
non polar.
Penjenuhan bejana menggunakan kertas saring yang berfungsi sebagai Parameter
tingkat kejenuhan bejana terhadap uap eluen. Kejenuhan atmosfer dalam bejana oleh uap
eluen harus senantiasa dipertahankan selama elusi karena akan mempengaruhi
kesetimbangan distribusi. Suatu gejala apabila atmosfer dalam bejana tidak dengan uap
eluen yaitu terjadinya pengembangan dengan permukaan eluen yang berbentuk cekung
dimana eluen bagian tepi lebih cepat bergerak daripada bagian tengah.
Pada KLT preparatif pendeteksian bercak tidak boleh merusak senyawa yang
dipisahkan, sehingga cara yang paling sesuai dalam hal ini adalah deteksi di bawah sinar
UV. Sinar UV yang digunakan yaitu, UV 254 dan UV 365.
Hasil yang diperoleh dari proses isolasi dengan KLT Preparatif terbentuk 3 pita. Pita 1
berflouresensi berwarna biru pada panjang gelombang 365 nm sedangkan pita 2 dan 3
berwarna abu-abu pada panjang gelombang 254 nm. Pita yang dihasilkan ini kemudian
dikeruk dan dapat diekstraksi untuk proses analisis lebih lanjut, untuk meneliti bahan
alam yang umumnya berjumlah kecil dan campurannya kompleks, untuk memperoleh
cuplikan murni guna mengkalibrasi KLT kuantitatif.
4.2.8 Kromatografi Lapis Tipis III
Proses kromatografi lapis tipis pada tahapan ini dilakukan untuk melihat
kemurnian senyawa dari hasil isolasi melalui kromatografi kolom lapis tipis preparatif.
Eluen yang digunakan disesuaikan dengan eluen yang digunakan pada
kromatografi lapis tipis preparatif sebelumnya yaitu campuran n-heksan : etilasetat 9:1.
Hal yang mendasari pertimbangan dalam pemilihan pelarut untuk melarutkan
senyawa dalam vial sebelum ditotolkan tidak berbeda jauh dengan pertimbangan
pemilihan eluen. Selain itu, alasan lainnya adalah karena ekstrak awal yang di kolom
adalah ekstrak yang berasal dari fraksi n-heksan, sehingga dianggap paling cocok
melarutkan senyawa hasil kolom tersebut.
Dari pola kromatografi yang terbentuk, menunjukkan bahwa dari tiga isolat yang
telah diisolasi, hanya isolat nomor 1 yang menunjukkan satu spot. Isolat nomor 2
membentuk spot yang agak menumpuk, sedangkan isolat nomor 3 menunjukkan
59

beberapa spot yang saling terpisah cukup jauh. Hal menujukkan bahwa isolat nomor 1
lebih murni dibandingkan isolat nomor 2 dan 3.
Spot yang terbentuk pada isolat nomor 2 cukup besar menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki senyawa yang cukup mayor. Isolat nomor 3 berpotensi untuk di isolasi
lebih lanjut karena pola pemisahan senyawanya yang cukup baik pada uji klt analitis.
Ketika dilihat pada panjang gelombang 365 nm, terlihat pendar pada isolat 1 dan 3.
Pendar yang sangat intens terlihat pada isolat 1 menandakan bahwa senyawa isolat nomor
1 merupakan senyawa yang dapat berfluoresensi.

60

BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dalam praktikum farmakognosi dan fitokimia III ini
dihasilkan kesimpulan bahwa Isolasi senyawa dari Ekstrak Metanol Rimpang Bangle
(Zingiber purpureum) pada fraksi n-heksan yang dilakukan dengan cara ekstraksi, fraksinasi
dan kromatografi, dihasilkan isolat yang diduga terdapat senyawa berwujud minyak.
Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk memperoleh senyawa murni berwujud minyak
di dalam ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum)

5.2. Saran
1. Dapat dilakukan isolasi lebih lanjut terhadapa hasil fraksi yang belum murni.
2. Senyawa murni yang telah didapat dapat dilanjutkan untuk proses identifikasi senyawa
menggunakan instrument-instrumen yang mendukung analisa senyawa.

61

DAFTAR PUSTAKA

Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Pusat
Penelitian Universitas Negeri Andalas : Padang.
Basset. J., R.C. Denny, G.H. Jeffrey, J. Mendham. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
EGC : Jakarta.
Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar :
Yogyakarta.
Harborne. I.B. 1987. Metode Fitokimia, terjemahan K. Radmawinatadan I. Soediso. Penerbit ITB
: Bandung.
Hostettmann, K., Mariston A. and Hostetmann, M., 1997, Preparative Chromatography
Techniques, Application in Natural Produl Isolation, Spinger, Berlin.
Hostettmenn, K., dkk. 2006. Cara Kromatografi Preparatif. ITB : Bandung
Khopkar, S.M. 2008. Dasar-dasar kimia analitik. Erlangga : Jakarta
Kowalska T, Sherma J., 2006. Preparative Layer Chromatography. Taylor & Franchis, Boca
Raton.
Noviyani, Lenia. 2010.Modifikasi Tehnik Kromatografi Kolom Untuk Pemisahan Trigliserida
Dari Ekstrak Buah Merah
Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identivikasi senyawa flavonoid dari Biji Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata L.). Universitas Brawijaya: Malang.
Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Kanisius: Yokyakarta
http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/12/jhptump-a-sugiarti-599-2-babii.pdf diakses pada Sabtu, 12
Desember 2015 pukul 13.00 WIB
http://elisa.ugm.ac.id BAB III Kromatografi Lapis(an) Tipis (KLT) diakses pada 23 Desember
2015 pukul 08.06 WIB

62

Anda mungkin juga menyukai