Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

Bayi dengan Hyalin Membrane Disease (HMD)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners Departemen Pediatrik
di Ruang Perinatologi RSUD. Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH:
ADINDA MAWADA RAHMA
140070300011174

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit membran hialin (HMD) dikenal juga sebagai respiratory distress syndrome

(RDS) yang terjadi hampir sebagian besar pada bayi kurang bulan khususnya yang lahir
pada usia kehamilan 32 minggu. Ia mempunyai kaitan yang sangat erat dengan faktor
perkembangan paru. Angka kejadian penyakit tersebut akan meningkat terutama apabila
bayi tersebut lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama
kehamilan.1
Penyakit membran hialin merupakan salah satu penyebab kematian pada bayi baru
lahir. Kurang lebih 30% dari semua kematian pada neonatus disebabkan oleh HMD atau
komplikasinya. Pengenalan riwayat kehamilan, riwayat persalinan, serta intervensi dini
dalam pencegahan, diagnostik, dan penatalaksaan penderita dapat membantu menurunkan
angka kematian penyakit.1
HMD ditandai dengan adanya kesukaran bernafas (pernafasan cuping hidung, tipe
pernapasan dyspnea/takipnea, retraksi dada, dan sianosis) yang menetap atau menjadi
progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan
pola retikulogranuler yang uniform dan air bronchogram.
Pengenalan surfaktan eksogen sebagai pencegahan dan terapi telah merubah
keadaan klinik dari penyakit dan menurunkan morbiditas dan mortalitas dari penyakit.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana
surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Definisi
Hyaline membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan

pada bayi prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan
usia gestasi dibawah 32 minggu yang mempunyai berat badan dibawah 1500 gram.
Penyakit membran hialin atau hyaline membrane disease (HMD) juga dikenali
sebagai respiratory distress syndrome (RDS) adalah gangguan respirasi yang ditemukan
terutama pada bayi prematur akibat kurangnya surfaktan sehingga mengakibatkan
kolapsnya alveoli. Hyaline membrane disease merupakan perkembangan yang imatur
pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
Hyaline Membrane Disease (HMD) merupakan sindrom gawat napas yang
disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi
kurang.
Pada HMD dapat menyebabkan hipoksia yang menimbulkan kerusakan endotel
kapiler dan epitel duktus alveolus. Kerusakan ini menyebabkan terjadinya transudasi ke
dalam alveolus dan terbentuk fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin.
Jadi, Hyaline membrane disease merupakan hal yang paling sering terjadi pada
bayi premature yang disebabkan karena defisiensi surfaktan akibat perkembangan imatur
pada system pernafasan.
2.2

Epidemiologi
HMD merupakan penyebab kematian utama pada bayi prematur, di Amerika Serikat

sekitar 12% bayi lahir prematur, sekitar 10% bayi prematur menderita HMD setiap tahunnya.
Insiden meningkat pada negara berkembang.
Insiden HMD tertinggi terjadi pada bayi prematur, ras caucasian, laki-laki, riwayat
saudara sebelumnya yang menderita HMD, lahir melalui sectio sesaria, asfiksia dan ibu
diabetes melitus. Pada tahun 2003, di Amerika Serikat terdapat 4 juta kelahiran setiap
tahunnya, dan 6% kelahiran berkembang menjadi HMD. Pada tahun 2005 terjadi
peningkatan kasus HMD dari 11,6% menjadi 12,7%, mayoritas disebabkan karena kelahiran
kurang bulan.3,4
Berdasarkan penelitian di Rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2001,
dari 41 bayi yang lahir preterm, 14 bayi mengalami sindrom gawat nafas, dan 7 bayi
didiagnosa HMD. Semuanya lahir dari kehamilan kurang dari 32 minggu. Hal itu menunjukan
prevalensi HMD pada bayi preterm sebesar 17%.

2.3

Etiologi
Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari

HMD. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin), fosfatidilgliserol,


apoprotein (protein surfaktan SP-A, -B, -C, -D), dan kolesterol.
Dengan pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat
dan disimpan dalam sel alveolar tipe II. Bahan aktif permukaan ini akan dilepaskan ke dalam
alveoli, di mana mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu
mempertahankan stabilitas alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada
akhir ekspirasi. Jumlah yang dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pasca kelahiran karena immaturitas.
Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami
homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai permukaan paru-paru
sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28 dan 32 minggu.
Tingkat maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.6
Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi dalam terjadinya gangguan
pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen
bertanggungjawab untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3
[ABCA3]) berhubungan dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang
diturunkan.
Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres
dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh
konsentrasi

oksigen

yang

tinggi

dan

efek

dari

manajemen

respirator, sehingga

mengakibatkan pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.


2.4

Patofisiologi
Peranan surfaktan ialah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga

tidak terjadi kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi.
Defisiensi

substansi

surfaktan

yang

ditemukan

pada

penyakit

membrane

hialin

menyebabkan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya terganggu. Alveolus


akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk pernafasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar yang disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi
hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menimbulkan: (1) oksigenasi jaringan menurun sehingga akan terjadi
metabolisme anaerob dengan penimbunan asam laktat dan asam organik lainnya yang
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik pada bayi, (2) kerusakan endotel kapiler dan

epitel duktus alveolaris yang akan menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan
terbentuknya fibrin dan selanjutnya fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang
nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Asidosis dan atelektasis
juga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah dari dan ke jantung. Demikian pula aliran
darah paru akan menurun dan hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pembentukan
substansi surfaktan.
Penyebab utama HMD adalah defisiensi surfaktan di paru yang belum matang. Paruparu yang secara struktural belum matang dan defisiensi surfaktan memiliki compliance yang
rendah dan kecenderungan untuk atelektasis; faktor lain pada bayi prematur yang
meningkatkan risiko atelektasis adalah penurunan radius alveolar dan dinding dada yang
lemah. Dengan atelektasis, bagian paru dengan perfusi baik tetapi ventilasi yang buruk
mengarah ke ketidaksesuaian V/Q (dengan shunting intrapulmonal) dan hipoventilasi
alveolar dengan akibat hipoksemia dan hiperkarbia. Hipoksemia berat dan hipoperfusi
sistemik menyebabkan penurunan transportasi O2, metabolisme anaerob dan menyusulnya
asidosis laktat.
Hipoksemia dan asidosis lebih lanjut dapat memperburuk oksigenasi melalui
vasokonstriksi paru sehingga menyebabkan right-to-left shunt pada foramen ovale dan
duktus arteriosus. Faktor lain seperti barotrauma atau volutrauma dan FiO 2 tinggi mungkin
mengawali pelepasan sitokin dan kemokin inflamasi yang menyebabkan lebih banyak
kecederaan sel endotel dan epitel. Kecederaan ini mengurangkan sintesis dan fungsi
surfaktan serta peningkatan permeabilitas endotel yang mengarah ke edema pulmonal.
Kebocoran protein ke dalam ruang alveolar memperburuk lebih lanjut defisiensi surfaktan
dengan mengakibatkan inaktivasi surfaktan. Secara makroskopis, paru terlihat padat dan
atelektasis. Secara mikroskopis, dapat dilihat atelektasis alveolar difus dan edema pulmonal.

Gambar 1. Patofisiologi penyakit membran hialin


2.5

Diagnosis

2.5.1

Gejala Klinis

Penyakit membran hialin sering terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000
gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan
lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda
gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernafasan mulai tampak 6-8 jam
pertama setelah kelahiran dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama.3,8
Gangguan pernafasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi
paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau
hiperpnea, sianosis karena saturasi O2 yang menurun, retraksi suprasternal, retraksi
interkostal dan expiratory grunting. Selain tanda gangguan pernafasan, ditemukan gejala lain
misalnya bradikardia (sering ditemukan pada penderita HMD berat), hipotensi, kardiomegali,
pitting edema terutama di daerah dorsal tangan atau kaki, hipotermia, tonus otot yang
menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi. Scoring system yang sering

digunakan pada bayi preterm dengan HMD adalah Silverman-Anderson score atau skor
Downes.

Gambar 2. Silverman-Anderson scoring system


Skor 10

= Severe respiratory distress

Skor 7

= Impending respiratory failure

Skor 0

= No respiratory distress
Tabel 1. Skor Downes.

Score
Frekuensi nafas (x/menit)

0
<60

1
60 -80

2
>80

Sianosis

None

In room air

In 40% oxigen

Retraksi

None

Merintih

None

Mild
Audible with

Moderate-severe
Audible without
stethoscope

Air entry

Clear

stethoscope
Delayed /

Skor : <6 = Respiratory distress


>6 = Inpending respiratory failure

2.5.2

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan gas darah

decrease

Barely audible

Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis respiratorik dan asidosis metabolik dengan
hipoksia. Asidosis respiratorik terjadi karena atelektasis dari alveoli dan atau overdistensi
dari bronkiolus (terminal airways). Asidosis metabolik yang terjadi pada HMD dawali dengan
asidosis laktat sebagai akibat dari menurunnya perfusi ke jaringan sehingga tubuh
menggunakan jalur anaerob untuk metabolisme. Hipoksia pada HMD ini terjadi dari right-toleft shunting melalui pembuluh dari pulmonal, patent ductus artreriosus (PDA), dan atau
foramen ovale tidak menutup.7
Pulse Oximetry
Pulse oximetry adalah tindakan non-invansif yang digunakan untuk memantau saturasi
oksigen dalam darah, dimana saturasi dipertahankan pada nilai 90-95%. Akan tetapi alat ini
tidak dapat mendeteksi terjadinya hiperoksia. Pada metode konvensional digunakan metode
monitoring in-line arterial PaO2 dan monitoring transkutaneus. Monitoring transkutaneus CO2
seharusnya dgunakan pada infant dengan HMD untuk memonitor ventilasi yang
berhubungan dengan PaCO2.7
Gambaran radiologis
Diagnosis yang tepat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat
penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala
yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika, dan lainlain.
a. Foto toraks posisi AP dan lateral (bila diperlukan serial)
Gambaran radiologis memberi gambaran penyakit membran hialin. Gambaran yang
khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan ground glass appearance, disertai
dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).10
Terdapat 4 stadium:

Stadium 1: pola retikulogranular (ground glass appearance)


Stadium 2: stadium 1 + air bronchogram
Stadium 3: stadium 2 + batas jantung - paru kabur
Stadium 4: stadium 3 + white lung appearance

Gambar 3. HMD dengan granular appearance pada kedua paru

Gambar 4. HMD dengan granular appearance dan air broncogram

Gambar 5. HMD dengan gambaran batas jantung-paru kabur (kiri)

Gambar 6. white lung appearance (kanan)

Gambar 7. HMD pada bayi prematur

Gambar 8. HMD pada bayi yang sudah mendapat terapi surfaktan. Tampak gambaran
gelembung udara pada lobus atas11
Selama perawatan, diperlukan foto toraks serial dengan interval sesuai indikasi. Pada
pasien dapat ditemukan pneumotoraks sekunder karena pemakaian ventilator, atau terjadi
bronchopulmonary dysplasia (BPD) setelah pemakaian ventilator jangka lama.

Uji Kematangan Paru


Tes yang dipercaya saat ini untuk menilai kematangan paru janin adalah tes kematangan
paru yang biasanya dilakukan pada bayi prematur yang mengancam jiwa untuk mencegah
terjadinya Neonatal Respiratory Distress Syndrome (RDS).

Tes biokimia (Rasio lecithin-sphingomyelin)


Paru-paru janin berhubungan dengan cairan amnion, maka jumlah fosfolipid dalam

cairan amnion dapat untuk menilai produksi surfaktan, sebagai tolok ukur kematangan paru,
dengan cara menghitung rasio lesitin dibandingkan sfingomielin dari cairan amnion.
Tes ini merupakan salah satu tes yang sering digunakan dan sebagai standarisasi tes
dibandingkan dengan tes yang lain. Sfingomyelin merupakan suatu membran lipid yang
secara relatif merupakan komponen non spesifik dari cairan amnion. Gluck menemukan
bahwa L/S untuk kehamilan normal adalah <0.5 pada saat gestasi 20 minggu dan meningkat
secara bertahap. Rasio L/S = 2 dicapai pada usia gestasi 35 minggu dan secara empiris
disebutkan bahwa neonatal HMD sangat tidak mungkin terjadi bila rasio L/S >2. 12 Dengan
rasio 1.5-1.9, ada kemungkinan bahwa 50% bayi dapat berlanjut ke HMD. Pada rasio <1.5,
risiko meningkat sampai 73%. Adanya mekonium dapat mempengaruhi hasil interpretasi dari
tes ini.10

Gambar 9. Grafik perbandingan L/S dengan usia gestasi

Tes biofisika (Shake test)


Shake test ini bardasarkan sifat dari permukaan cairan fosfolipid yang membuat dan

menjaga agar gelembung tetap stabil. Pada janin, cairan paru biasanya ditelan sehingga
aspirasi dari cairan lambung dalam 30 menit setelah lahir sebagian besar terdiri dari cairan
paru yang ditelan atau cairan amnion. Oleh karena itu, aspirasi dari cairan lambung dapat
digunakan untuk evaluasi apabila surfaktan terdapat pada paru-paru janin sewaktu lahir.

Dengan mengocok cairan aspirat lambung 0.5 cc, NaCl 0.9% 0.5 cc dan alkohol 1 cc
lalu dikocok dengan keras dan didiamkan selama 15 menit. Dengan mengocok cairan
amnion dengan alkohol akan terjadi hambatan pembentukan gelembung oleh unsur yang
lain dari cairan amnion seperti protein, garam empedu dan asam lemak bebas. Pada alkohol
dengan konsentrasi 47.5%, stable bubble yang dibentuk oleh karena pengocokan akan
menetap oleh karena adanya lechitin.
Bila didapatkan ring yang utuh dengan pengenceran lebih dari 2 kali (cairan amnion:
alkohol) atau hasil positive gelembung (+), maka merupakan indikasi maturitas paru janin.5,12

Gambar.10. Cara melakukan shake test


Pemeriksaan fungsi paru
Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan tim yang berpengalaman. Peningkatan
frekuensi pernafasan pada penyakit ini akan memperlihatkan perubahan pada fungsi paru
lainnya seperti tidal volume menurun, lung compliance berkurang, penurunan functional
residual capacity disertai vital capacity yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan
perfusi paru akan terganggu.
Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperlihatkan beberapa perubahan dalam fungsi
kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke
kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
Gambaran patologi/histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di
dalam alveolus atau duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang
mengalami emfisema. Membran hialin yang ditemukan terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik
yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel alveolus yang nekrotik.
2.6

Diagnosis Banding

Tabel 2. Perbedaan sindrom gawat nafas3


Penyakit
HMD

Gejala
Sianosis, apnea, pernafasan

Radiologi
Ateletaksis, air broncogram,

cuping hidung

infitrat granular
Hiperekspansi perihiler

Transient Tachypnoea

Takipnea segera setelah lahir,

of the Newborn (TTN)

retraksi, merintih

pulmonal, peningkatan
corakan vaskuler pulmonal,
infitrat sudut costofrenikus
tumpul

Takipnea, nafas cuping hidung,


Aspirasi Mekonium

retraksi, sianosis, mekonium


stained skin

Infitrat kasar bilateral,


hiperinflasi paru

1. Transient Tachypnoea of the newborn (TTN)


Peningkatan kadar epinefrin pada fetus pada saat partus umumnya mengurangi
produksi cairan paru dan mengaktivasi channel natrium yang menimbulkan terjadinya
reabsorbsi. Gagalnya untuk membersihkan paru dari cairan paru ini menyebabkan terjadinya
TTN. Faktor risiko terjadi TTN termasuk kelahiran preterm, kelahiran dengan sectio caesaria,
dan bayi dengan jenis kelamin laki-laki.
TTN juga dihubungkan dengan maternal asma. Pada gejala awal, TTN sulit untuk
dibedakan dengan penyakit membran hialin. Diagnosis TTN hanya dapat ditegakkan dengan
foto rontgen paru yaitu adanya opasitas paru yang berbentuk streaky, ditemukannya cairan
pada fisura transversalis, dan biasanya disertai dengan kardiomegali. TTN terjadi pada 5 dari
1000 bayi cukup bulan. Gejala TTN ialah adanya takipnea yang parah (frekuensi nafas
>60x/menit) dan terjadinya hiperinflasi, tetapi jarang disertai dengan grunting. TTN
merupakan diagnosis eksklusi, dimana diagnosis sindrom gawat nafas, sepsis dan gagal
jantung sudah disingkirkan.13

Gambar 11. Transient tachypnoea of the newborn dengan gambaran cairan pada
fisura transversalis dan hiperekspansi paru.
2. Meconium aspiration syndrome

Aspirasi mekonium jarang terjadi pada bayi kurang bulan. Sindrom aspirasi
mekonium terjadi apabila janin mengeluarkan mekonium ke dalam cairan amnion ketika
masih berada dalam kandungan, dan cairan amnion yang terkontaminasi mekonium
teraspirasi oleh bayi. Aspirasi mekonium menyebakan obstruksi mekanis pada paru
sehingga menyebabkan terperangkapnya udara dan mengakibatkan atelektasis dan
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. Secara klinis, bayi tampak berwarna kuning kehijauan
atau lebih dikenali sebagai meconium-stained skin.
Penegakkan diagnosis aspirasi mekoneum dapat dilakukan dengan kombinasi foto
rontgen dengan gambaran bercak-bercak konsolidasi atau atelektasis, infiltrat kasar di kedua
lapangan paru, dan hiperinflasi karena terperangkapnya udara.

Gambar 12. Foto thoraks sindrom aspirasi mekonium


3. Pneumotoraks
Kekurangan surfaktan yang relatif pada bayi yang lahir dengan usia gestasi 32-34
minggu menghasilkan paru-paru yang kurang compliance sehingga meningkatkan risiko
terjadinya pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pneumotoraks kecil umumnya dapat
sembuh secara spontan. Selama ini, oksigen 100% digunakan sebagai penanganan
pneumotoraks kecil, akan tetapi efektivitasnya belum terbukti dan dengan risiko terjadinya
toksisitas oksigen, maka penanganan ini sudah tidak lagi dilakukan.
Penanganan yang sedang berkembang ialah penggunaan kateterisasi pigtail yang
dimasukan dengan teknik Seldinger. Keuntungan tindakan ini ialah tindakannya yang cepat
dan mudah, serta sedikitnya skar yang ditimbulkan dibandingkan dengan traditional chest
tubes.

Gambar 13. Pneumotoraks pada paru sisi kanan

Gambar 14. Penggunaan kateter pigtail1

2.7

Penatalaksanaan

2.7.1

Perawatan Antenatal
Intervensi untuk mencegah terjadinya HMD harus dimulai sebelum kelahiran dan

melibatkan bagian anak dan kebidanan. Secara umum sekresi surfaktan meningkat selama
proses persalinan, oleh karena itu operasi sectio caesaria elektif tidak dianjurkan. Bayi
preterm yang berisiko untuk terjadinya HMD seharusnya dilahirkan di tempat yang memiliki
tenaga ahli dan fasilitas yang dilengkapi dengan Continuous Positive Airway Pressure
(CPAP) dan ventilator mekanik.
Untuk bayi yang usia gestasi kurang dari 27 minggu, kemungkinan untuk meninggal
pada tahun pertama kehidupan berkurang bila dilahirkan di rumah sakit yang memiliki
Neonatal Intensif Care Unit (NICU). Pemanfaan obat tokolitik dapat digunakan untuk

menunda persalinan sementara agar ibu dapat dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
NICU.14,15
2.7.2

Pemberian Kortikosteroid pada Ibu


Steroid antenatal diberikan pada ibu untuk menurunkan risiko kematian pada

neonatal. Keberhasilan pemberian steroid hanya terlihat pada bayi preterm yang ibunya
menerima dosis pertama steroid 1-7 hari sebelum persalinan. Betamethason dan
dexamethason digunakan untuk meningkatkan pematangan paru janin. Pemberian steroid
antenatal direkomendasikan pada semua kehamilan yang berisiko terjadinya persalinan
preterm. Dosis tunggal pemberian betamethason adalah 12 mg. Interval optimal untuk
memulai terapi berdasarkan taksiran persalinan adalah >24 jam dan <7 hari. Tidak ada bukti
yang jelas menunjukkan pemberian dosis ulangan dapat meningkatkan keberhasilan efek
kortikosteroid.4,14,15
2.7.3

Stabilisasi Kamar Bersalin


Bayi dengan defisiensi surfaktan mengalami gangguan dalam mencapai kapasitas

residu fungsional yang adekuat dan memastikan pengaliran udara di alveolar terus menerus.
Dulu kebanyakan bayi preterm, tali pusat dipotong segera setelah lahir agar dapat
dipindahkan ke lingkungan hangat dengan cepat untuk memudahkan proses resusitasi.
Prosedur mengklem tali pusat dengan cepat dipersoalkan baru-baru ini. Lebih kurang
setengah dari volume darah dari bayi preterm terkandung dalam tali pusat plasenta, dengan
menunda pengkleman tali pusat selama 30-45 detik dapat mengakibatkan peningkatan
volume darah sebanyak 8-24% terutama pada persalinan spontan, sehingga terjadinya
peningkatan kadar hematokrit, berkurangnya keperluan untuk transfusi dan berkurangnya
insiden perdarahan intraventrikuler.
Saturasi oksigen optimal yang diperlukan ketika meresusitasi bayi preterm masih
belum diketahui, tetapi terdapat banyak bukti meresusitasi dengan konsentrasi oksigen
murni 100% dibandingkan dengan udara ruangan dihubungkan dengan peningkatan kadar
mortalitas. Adanya bukti biokimia tentang toksisitas oksigen yang terjadi akibat pemberian
oksigen murni.
Penggunaan oksigen murni 100% tidak lagi diperlukan, sekarang pencampur
oksigen-udara ruangan seharusnya tersedia di kamar bersalin untuk membolehkan titrasi
oksigen sesuai kondisi bayi. Pulse oximetry dapat digunakan untuk membantu pemberian
oksigen murni. Oleh sebab itu penggunaan oksigen murni untuk meresusitasi haruslah
terkontrol dengan pencampur oksigen-udara ruangan. Pemberiannya dimulai dengan
konsentrasi oksigen yang paling rendah, biasanya konsentrasi sebanyak 30%. Saturasi
normal bayi preterm yang baru lahir semasa proses transisi adalah 40-60% dan mencapai
50 - 80% setalah usia 5 menit dan mencapai >85% setelah usia 10 menit.

Pemberian rutin ventilasi tekanan positif (bagging) tidak sesuai bagi preterm yang
belum nafas spontan. Jika ventilasi tekanan positif diperlukan untuk menstabilkan bayi,
hindari volume tidal yang berlebihan dengan menggunakan alat resusitasi yang bisa
mengukur atau melimitasi peak inspiratory pressure (PIP) dan waktu yang sama dapat
mempertahankan positive end-expiratory pressure (PEEP) semasa ekspirasi. Contoh alatnya
adalah Neopuff.
Hanya sebagian kecil bayi memerlukan intubasi di kamar bersalin. Bayi-bayi ini
adalah yang menerima surfaktan dan yang tidak menunjukkan respon pada pemberian
CPAP. Jika intubasi diperlukan, posisi benar tuba endotraakeal diketahui dengan
menggunakan alat yang mendeteksi CO2 kolorimetrik, sebelum pemberian surfaktan dan
penggunaan ventilator.15
2.7.4

Penatalaksanaan Umum

Dasar tindakan ialah mempertahankan bayi dalam suasana fisiologis agar bayi mampu
melanjutkan perkembangan paru dan organ lain sehingga dapat mengadakan adaptasi
sendiri terhadap sekitarnya.8 Tindakan yang perlu dikerjakan ialah:
1. Memberikan lingkungan yang optimal
Suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5-37C)
dengan meletakkan bayi di dalam inkubator. Humiditas ruangan juga harus adekuat (7080%). Semua usaha meresusitasi bayi haruslah dengan langkah mencegah terjadinya
hipotermia untuk meningkatkan angka kehiudpan. Selain radiant warmer, menyelubungi bayi
dengan plastik polietilen dapat menurunkan insiden hipotermia, terutama pada bayi preterm.
2. Pemberian cairan dan nutrisi
Pada fase akut, harus diberikan melalui intravena. Cairan yang diberikan harus cukup
untuk menghindarkan dehidrasi dan mempertahankan homeostasis tubuh yang adekuat.
Pada hari-hari pertama diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan
umur dan berat badan (60-125 ml/kgbb/hari). Asidosis metabolik pada penderita, harus
segera diperbaiki dengan pemberian NaHCO3 secara intravena. Pemeriksaan keseimbangan
asam-basa tubuh harus diperiksa secara teratur agar pemberian NaHCO 3 dapat disesuaikan
dengan mempergunakan rumus: kebutuhan NaHCO3 (mEq) = deficit basa x 0,3 x berat
badan bayi. Pada pemberian NaHCO 3 ini bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara
7,35-7,45. Pada asidosis yang berat, penilaian klinis yang teliti harus dikerjakan untuk
menilai apakah basa yang diberikan sudah cukup adekuat.4,8
Bila bayi sudah tidak lagi sesak, minimal enteral feeding dengan air susu dapat
diinisiasikan sesegera mungkin, dengan jumlah <20ml/kgBB/hari untuk membantu maturasi
dan meningkatkan fungsi saluran pencernaan bayi, meningkatkan berat badan bayi dan
memperpendek waktu perawatan di rumah sakit.

Analisis gas darah dilakukan berulang untuk manajemen respirasi. Tekanan parsial
O2 diharapkan antara 50-70 mmHg. PaCO 2 antara 45-60 mmHg (permissive hypercapnia).
pH diharapkan tetap diatas 7,25 dengan saturasi oksigen antara 88-92%.
3. Pemberian oksigen
Oksigen mempunyai pengaruh yang kompleks terhadap bayi yang baru lahir.
Pemberian O2 yang terlalu tinggi dapat menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan seperti
fibrosis

paru

(bronchopulmonary

dysplasia

(BPD)),

kerusakan

retina

(fibroplasi

retrolental/retinopathy of prematurity (ROP)) dan lain-lain. Untuk mencegah timbulnya


komplikasi ini, pemberian O2 sebaiknya diikuti dengan pemeriksaan saturasi oksigen,
sebaiknya diantara 85-93% dan tidak melebihi 95% untuk mengurangi terjadinya ROP dan
BPD.15
Terapi oksigen sesuai dengan kondisi:

Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang cukup untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg untuk distres

pernafasan ringan.13,17
Jika PaO2 tidak dapat dipertahankan diatas 50 mmHg pada konsentrasi oksigen
inspirasi 60% atau lebih, penggunaan NCPAP (Nasal Continuous Positive Airway
Pressure) terindikasi. NCPAP merupakan metode ventilasi yang noninvasif.
Penggunaan NCPAP sedini mungkin untuk stabilisasi bayi dengan berat lahir sangat
rendah (1000-1500 gram) di ruang persalinan juga direkomendasikan untuk
mencegah kolaps alveoli. Penggunaan humidified high flow nasal cannula therapy
(HHFNC) sebagai pengganti NCPAP sedang digalakkan di beberapa negara karena
memiliki keefektivitasan yang sama dengan NCPAP serta dapat digunakan untuk bayi
dengan semua usia gestasi.13

2.7.5

Ventilator mekanik
Tujuan penggunaan ventilator adalah untuk memastikan perfusi pulmonal yang

berkesinambungan sehingga menurunkan resiko terjadinya trauma paru, dan menurunkan


work of breathing pasien. Kesulitannya adalah dalam menentukan ventilator yang paling
sesuai untuk menangani gagal nafas neonatus.16 Ventilator mekanis dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Non invasif
Continuous positive airway pressure (CPAP) adalah memberikan tekanan yang
berkesinambungan pada alveoli sepanjang siklus respirasi, memastikan alveolar terus inflasi
dan mencegahnya dari kolaps, terutama pada akhir ekspirasi. Dulu CPAP digunakan melalui
selang endotrakeal, tapi kini CPAP bisa diberikan secara nasal. Keuntungan dalam
penggunaan CPAP adalah menghasilkan pola pernafasan yang regular, terutama pada bayi
preterm. CPAP terdiri atas tiga komponen, yaitu:

a. Sirkuit yang mensuplai gas inspirasi yang harus dalam keadaan hangat dan lembap
secara terus menerus.
b. Komponen yang menghubungkan komponen pertama dengan jalan nafas bayi. Yang
sering digunakan sekarang adalah selang binasal.
c. Komponen terakhir adalah alat yang menghasilkan tekanan positif.
2. Invasif
Dibagi menjadi dua yaitu:
a. Konvensional
i.
Intermittent Mandatory Ventilation (IMV)
Dengan IMV tenaga medis dapat menentukan kadar di mana ventilator
mekanis memberikan nafas mekanis pada bayi, dimana ada interval
regularnya. Ini membolehkan bayi bernafas spontan antara dua jarak nafas
buatan. Kekurangannya adalah bayi sering bernafas tidak teratur dengan
penggunaan IMV. Pertukaran gas sangat bervariasi pada IMV, tergantung
kondisi bayi bernafas dengan atau melawan ventilator. Selain menyebabkan
tidak effisiensinya proses pertukaran gas tapi juga bisa mengakibatkan
ii.

terperangkapnya udara.
Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV)
Pada SIMV, onset dari nafas buatan ditentukan berdasarkan onset dari nafas
spontan jika terjadi dalam timing window. Contohnya, jika kadar SIMV
berdasarkan frekuensi nafas 30 kali/menit, siklus ventilator akan terjadi setiap
2 detik. Pada setiap kali ventilator seharusnya memulai nafas buatan, ia akan
menunggu nafas spontan terlebih dahulu, jika nafas spontan didapatkan

iii.

dalam timing window


Assist/Control Ventilation (A/C)
Pada A/C semua nafas spontan yang melebihi ambang batas akan
menghasilkan nafas buatan pada onset inspirasi (assist/membantu). Jika
terjadi henti nafas atau ketidakmampuan paru dalam menghasilkan nafas
spontan maka nafas buatan akan diberikan dengan kadar yang ditetapkan

oleh tenaga medis (kontrol).


b. Non Konvensional
Disebut juga dengan High-Frequency Ventilation (HFV), yaitu ventilator nontidal
dimana volume pemberian gas lebih rendah dari anatomic dead space dan diberikan dengan
kadar yang sangat cepat. Keuntungan dari penggunaan HFV adalah pemberian volume gas
yang rendah pada kadar yang cepat menghasilkan tekanan alveolar yang lebih rendah dan
menurunkan risiko terjadinya trauma paru akibat pemberian volume dan tekanan yang
eksesif. Pada ventilator konvensional, jantung dapat mengkompensasi dengan pengisian
cepat saat tekanan intrathoraks berada pada nilai paling rendah (PEEP). Pada HFV, tekanan
nafas rata-rata meningkat oleh itu, aliran balik vena menurun sehingga jantung harus bekerja
lebih kuat untuk menigkatkan volume inputnya.

2.7.6

Terapi Surfaktan

Terapi surfaktan sudah digunakan selama lebih dari dua dekade. Dapat digunakan sebagai
pencegahan dan pengobatan pada bayi dengan risiko HMD, untuk mengurangi resiko
timbulnya pneumotoraks dan timbulnya kematian.
Surfaktan profilaksis, atau preventif merupakan pemberian surfaktan secara
intratrakeal pada bayi dengan risiko tinggi untuk terjadinya gawat nafas setelah resusitasi
dini dalam 10-30 menit setelah kelahiran. Pemberian surfaktan rescue dibagi lagi menjadi 2
yaitu, rescue dini yaitu pemberian surfaktan dalam 1-2 jam setelah kelahiran dan rescue
lambat yaitu pemberian lebih dari 2 jam setelah kelahiran. Bayi yang lahir dengan usia
gestasi <30 minggu memberikan perbaikan setelah diberikan surfaktan profilaksis dan
rescue. Akan tetapi, bayi prematur yang diterapi dengan surfaktan profilaksis terbukti
memiliki insidensi yang lebih rendah dalam terjadinya sindrom gawat nafas.20,25
Dosis total 4ml/kgBB dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama kehidupan
dengan interval minimal 6 jam antara pemberian. Bayi tidak perlu dimiringkan ke kanan dan
ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena surfaktan akan menyebar sendiri melalui pipa
endotrakeal. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi obstruksi jalan nafas yang
disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.
Terdapat beberapa jenis preparat surfaktan yang dapat diberikan untuk neonates
dengan sindrom gawat nafas, antara lain surfaktan sintetik (protein-free) dan natural (diambil
dari paru hewan). Surfaktan natural lebih baik dari preparat sintetik dalam mengurangi
pulmonary air leaks dan mortalitas. Surfaktan natural merupakan terapi pilihan di Eropa.15
Terapi surfaktan selama lebih dari beberapa hari pertama kehidupan bayi
memberikan respons langsung dan tidak terbukti adanya perbedaan pada efek jangka
panjang.
2.7.7 Pemberian antibiotika
Setiap penderita penyakit membran hialin perlu mendapat antibiotika untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Pemberian antibiotik dimulai dengan spektrum luas, biasanya
dimulai dengan ampisilin 50mg/kgBB intravena setiap 12 jam dan gentamisin 3mg/kgBB
untuk bayi dengan berat lahir kurang dari 2 kilogram. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian
antibiotika dihentikan.
Selain itu, pneumonia congenital juga bisa menyerupai HMD. Oleh karena itu,
dianjurkan semua bayi dengan sindroma distres pernafasan untuk menjalani kultur darah,
dan mencari tanda-tanda sepsis lain seperti neitropenia atau meningkatnya protein C reaktif.
Regimen yang sering dipakai adalah penisilin atau ampisilin dan dikombinasikan dengan

aminoglikosida, namun setiap rumah sakit mempunyai protocol tersendirinya berdasarkan


profil pathogen yang ditemukan di daerahnya.4,15
2.7.8 Tatalaksana dan pencegahan duktus arteriosus persisten (PDA)
Insiden PDA tinggi pada bayi prematur dan sering menimbulkan masalah dalam penanganan
HMD. Pemberian indomethacin profilaksis dapat menurunkan resiko terjadinya PDA.
Indomethacin atau ibuprofen dapat digunakan untuk menstimulasi penutupan duktus
arteriosus. Tanda PDA adalah hipotensi (terutama tekanan darah diastolic yang amat
rendah).
2.8

Komplikasi

Perdarahan sistem saraf pusat (SSP), perdarahan intraventrikular (IVH) dan duktus
arteriosus paten (PDA) merupakan masalah klinis signifikan yang mempengaruhi perawatan
bayi dengan HMD. Duktus arteriosus paten dan gagal jantung kongestif serta edema
pulmonal memperburuk fungsi pernafasan dengan lebih lanjut, menurunkan compliance paru
dan mungkin mengnonaktifkan surfaktan paru.
Diagnosis segera dan pengobatan medis atau bedah pada PDA diindikasikan
pada pengobatan HMD. Perdarahan SSP akut sering dikaitkan dengan syok, gangguan paru
dan perdarahan pulmonal. Fluktuasi pada status pernafasan dapat menyebabkan IVH dan
dapat diminimalkan dengan perhatian khusus terhadap perawatan pernafasan dan
penggunaan sedasi yang bijaksana. Cairan intravena dan pemberian per oral harus
disesuaikan dengan baik selama perawatan akut pada bayi dengan HMD. Pemberian cairan
berlebihan merusak fungsi paru dan meningkatkan risiko PDA.
2.9

Prognosis

Prognosis sindrom ini tergantung dari tingkat prematuritas dan beratnya penyakit. Pada
penderita yang ringan penyembuhan dapat terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan pada hari
ke-7 terjadi penyembuhan sempurna. Pada penderita yang lanjut mortalitas diperkirakan 2040%. Dengan perawatan yang intensif dan cara pengobatan terbaru mortalitas ini dapat
menurun. Prognosis jangka panjang sulit diramalkan. Kelainan yang timbul di kemudian hari
lebih cenderung disebabkan komplikasi pengobatan yang diberikan dan bukan akibat
penyakitnya sendiri. Pada fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi yang dapat hidup
dari HMD, prognosisnya sangat baik.1
Keseluruhan mortalitas bayi BBLR yang dirujuk ke pusat perawatan intensif maupun
secara mantap; sekitar 75% dari mereka yang berada di bawah 1000 gram bertahan hidup,
dan mortalitas secara progresif menurun pada berat badan yang lebih tinggi, dengan lebih
dari 95% bayi sakit yang bertahan hidup beratnya lebih dari 2500 gram. Walaupun 85-90%
dari semua bayi HMD yang bertahan hidup setelah mendapat dukungan ventilasi dengan
respirator adalah normal, harapan yang ada pada mereka yang beratnya diatas 1500 gram
adalah jauh lebih baik; sekitar 80% dari mereka yang beratnya dibawah 1500 gram tidak

mengalami sekuele neurologis atau mental. Prognosis jangka panjang untuk tercapainya
fungsi paru yang normal pada kebanyakan bayi HMD yang bertahan hidup adalah sangat
baik. Namun bayi yang berhasil bertahan hidup dari kegagalan pernapasan neonatus yang
berat dapat mengalami gangguan paru dan perkembangan saraf yang berarti.6
2.10

Cairan Surfaktan
Surfaktan paru merupakan materi kompleks yang terdiri dari lipid dan protein

yang disekresi oleh pneumosit tipe II yang melapisi alveoli. Sel ini mulai muncul pada sekitar
usia kehamilan 21 minggu dan mulai memproduksi surfaktan pertamakali antara minggu ke
28 dan 32 kehamilan. Surfaktan memegang peranan penting dalam fisiologi paru.. Fosfolipid
utama penyusun surfaktan adalah fosfatidilkolin (disebut juga lesitin) dan fosfatidilgliserol.
Protein komponen penyusun surfaktan terdiri dari empat surfactant-related proteins, yaitu
dua protein hidrofilik (SP-A dan SP-D) dan dua protein hidrofobik (SP-B dan SP-C).
Fungsi utama dari lapisan surfaktan ini adalah menurunkan tegangan
permukaan pada antar-muka air udara lapisan cairan alveoli, sehingga mekanisme normal
pernapasan dapat terus berlangsung. Kedua, adalah mempertahankan stabilitas alveoli dan
mencegah alveoli menjadi kolaps. Ketiga, surfaktan dapat mencegah terjadinya udem paru.
Fungsi tambahan lain adalah berkaitan dengan imunologi yaitu melindungi paru dari cedera
dan infeksi yang disebabkan oleh partikel atau mikroorganisme yang terhirup saat bernafas.
Defisiensi atau disfungsi surfaktan menyebabkan penyakit pernapasan yang
berat. Respiratory distress syndrome (RDS) pada neonatus merupakan bentuk penyakit
akibat defisiensi surfaktan yang sering ditemukan dan ini berkaitan erat dengan prematuritas.
RDS merupakan suatu kondisi pada bayi premature yang memberi gambaran klinis berupa
peningkatan usaha napas, penurunan komplians paru, atelektasis yang nyata (kolaps
alveoli) dengan gambaran penurunan FRC, gangguan pertukaran gas dan udem interstisial
yang luas.
Terapi surfaktan secara cepat meningkatkan jumlah baik alveoli maupun
jaringan interstisial sekitarnya. Surfaktan eksogen yang diberikan akan diambil oleh sel tipe II
dan kemudian diproses untuk kemudian diresekresi. Surfaktan eksogen yang diberikan akan
bertahan di paru dan tidak cepat mengalami degradasi. Dosis terapi surfaktan eksogen yang
diberikan tidak menyebabkan umpan balik negatif berupa hambatan sintesis fosfatidilkolin
ataupun protein surfaktan endogen.Hingga saat ini tidak ditemukan adanya konsekuensi
metabolik atau perubahan fungsi paru dengan pemberian terapi surfaktan.
2.11

Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Riwayat maternal

Menderita penyakit seperti diabetes mellitus


Kondisi seperti perdarahan placenta
Tipe dan lamanya persalinan
Stress fetal atau intrapartus
Status infant saat lahir
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
Cardiovaskular
Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
Murmur sistolik
Denyut jantung dalam batas normal
Integumen
Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi periferal
Pitting edema pada tangan dan kaki
Mottling
Neurologis
Immobilitas, kelemahan, flaciditas
Penurunan suhu tubuh
Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 100 x )
Nafas grunting
Nasal flaring
Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan dengan persentase
desaturasi hemoglobin
Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
STATUS BEHAVIORAL
Lethargy
STUDY DIAGNOSTIK
Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma
dengan overdistensi duktus alveolar
Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
Data laboratorium
Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk

janin yang mempunyai predisposisi RDS)


Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio
2 : 1 atau lebih mengindikasikan maturitas paru
Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
Tingkat phosphatydylinositol
Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,

saturasi oksigen 92% - 94%, pH 7,31 7,45


Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kolaboratif problem : Insufisiensi respiratory berhubungan dengan penurunan volume
dan komplians paru, perfusi paru dan vintilasi alveolar
Tujuan 1 : Tanda dan gejala disstres pernafasan, deviasi dari fungsi dan resiko infant
terhadap RDS dapat teridentifikasi
Intervensi
1. Kaji infant yang beresiko mengalami RDS

Rasional
Pengkajian

diperlukan

untuk

menentukan

yaitu :
intervensi secepatnya bila bayi menunjukkan
Riwayat ibu dengan daibetes mellitus atau adanya tanda disstres nafas dan terutama
perdarahan placenta
untuk memperbaiki prognosa
Prematuritas bayi
Hipoksia janin
Kelahiran melalui operasi caesar
2. Kaji perubahan status pernafasan termasuk : Perubahan tersebut mengindikasikan RDS
3.
telah terjadi, panggil dokter untuk tindakan
Takipnea (pernafasan diatas 60 x per
secepatnya
menit, mungkin 80 100 x)
Pernafasan bayi meningkat karena
Nafas grunting
peningkatan kebutuhan oksigen
Suara ini merupakan suara keran penutupan
glotis untuk menghentikan ekhalasi udara
Nasal flaring

dengan menekan pita suara


Merupakan keadaan untuk menurunkan

Retraksi intercostal, suprasternal atau

resistensi dari respirasi dengan membuka lebar

substernal dengan penggunaan otot bantu jalan nafas


nafas
Cyanosis
Episode apnea, penurunan suara nafas

Retraksi mengindikasikan ekspansi paru yang


tidak adekuat selama inspirasi

dan adanya crakles


Cyanosis terjadi sebagai tanda lanjut dengan
PO2 dibawah 40 mmHg
Episode apneu dan penurunan suara nafas
Kaji tanda yang terkait dengan RDS

menandakan distress nafas semakin berat


Tanda-tanda tersebut terjadi pada RDS

Pallor dan pitting edema pada tangan dan Tanda ini terjadi karena vasokontriksi perifer

kaki selama 24 jam


Kelemahan otot

dan penurunan permeabilitas vaskuler


Tanda ini terjadi karena ekshaution yang
disebabkan kehilangan energi selama

Denyut jantung dibawah 100 x per menit


pada stadium lanjut
Nilai AGD dengan PO2 dibawah 40
mmHg, pco2 diatas 65 mmHg, dan pH

kesulitan nafas
Bradikardia terjadi karena hipoksemia berat
Tanda ini mengindikasikan acidosis
respiratory dan acidosis metabolik jika bayi
hipoksik

dibawah 7,15
Monitor PO2 trancutan atau nilai pulse

Nilai PO2 traskutan dan pulse oksimetri non

oksimetri secara kontinyu setiap jam

invasif menunjukkan prosentase oksigen saat


inspirasi udara.

Tujuan 2. Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi pulmonal


Intervensi
Berikan kehangatan dan oksigen sesuai

Rasional
Untuk mencegah terjadinya hipotermia dan

dengan sbb

memenuhi kebutuhan oksigen tubuh

Oksigen yang dihangatkan 31,7C 33,9C


Humidifikasi 40% - 60%
Beri CPAP positif
Beri PEEP positif
Berikan pancuronium bromide (Pavulon)

Obat ini berguna sebagai relaksan otot untuk


mencegah injury karena pergerakan bayi saat

Tempatkan bayi pada lingkungan dengan

ventilasi
Lingkungan dengan suhu netral akan

suhu normal serta monitor temperatur aksila

menurunkan kebutuhan oksigen dan

setiap jam
Monitor vital signs secara kontinyu yaitu

menurunkan produksi CO2.


Perubahan vital signs menandakan tingkat

denyut jantung, pernafasan, tekanan darah,

keparahan atau penyembuhan

serta auskultasi suara nafas


Observasi perubahan warna kulit,

Karena perubahan warna kulit, pergerakan dan

pergerakan dan aktivitas

aktivitas mengindikasikan peningkatan


metabolisme oksigen dan glukosa. Informasi
yang penting lainnya adalah perubahan
kebutuhan cairan, kalori dan kebutuhan

Pertahankan energi pasien dengan

oksigen.
Mencegah penurunan tingkat energi infant

melakukan prosedur seefektif mungkin.


Monitor serial AGD seperti PaO2, PaCo2,

Perubahan mengindikasikan terjadinya acidosis

HCO3 dan pH setiap hari atau bila

respiratorik atau metabolik

dibutuhkan
Diagnosa keperawatan : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menghisap, penurunan motilitas usus.
Tujuan : Mempertahankan dan mendukung intake nutrisi
Intervensi
Rasional
Berikan infus D 10% W sekitar 65 80 ml/kg Untuk menggantikan kalori yang tidak didapat
bb/ hari

secara oral

Pasang selang nasogastrik atau orogastrik

Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak

untuk dapat memasukkan makanan jika

mungkin dilakukan.

diindikasikan atau untuk mengevaluasi isi


lambung
Cek lokasi selang NGT dengan cara :

Untuk mencegah masuknya makanan ke

Aspirasi isi lambung

saluran pernafasan

Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi


masuknya udara pada lambung
Letakkan ujung selang di air, bila masuk
lambung, selang tidak akan memproduksi
gelembung
Berikan makanan sesuai dengan prosedur

Memberikan makanan tanpa menurunkan

berikut :

tingkat energi bayi

Elevasikan kepala bayi


Berikan ASI atau susu formula dengan
prinsip gravitasi dengan ketinggian 6 8
inchi dari kepala bayi
Berikan makanan dengan suhu ruangan
Tengkurapkan bayi setelah makan sekitar 1
jam
Berikan TPN jika diindikasikan

TPN merupakan metode alternatif untuk


mempertahankan nutrisi jika bowel sounds
tidak ada dan infants berada pada stadium
akut.

Diagnosa keperawatan : Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan sensible dan insesible
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Intervensi
Rasional
Pertahankan pemberian infus Dex 10% W 60 Penggantian cairan secara adekuat untuk
100 ml/kg bb/hari
Tingkatkan cairan infus 10 ml/kg/hari,

mencegah ketidakseimbangan
Mempertahankan asupan cairan sesuai

tergantung dari urine output, penggunaan

kebutuhan pasien. Takipnea dan penggunaan

pemanas dan jumlah feedings

pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan

Pertahankan tetesan infus secara stabil,

cairan
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan

gunakan infusion pump

cairan. Kelebihan cairan dapat menjadi

Monitor intake cairan dan output dengan

keadaan fatal.
Catatan intake dan output cairan penting untuk

cara :

menentukan ketidak seimbangan cairan

Timbang berat badan bayi setiap 8 jam

sebagai dasar untuk penggantian cairan

Timbang popok bayi untuk menentukan urine


output
Tentukan jumlah BAB
Monitor jumlah asupan cairan infus setiap
hari
Lakukan pemeriksaan sodium dan

Peningkatan tingkat sodium dan potassium

potassium setiap 12 atau 24 jam

mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan


potensial ketidakseimbangan elektrolit

Diagnosa keperawatan : Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas,


perasaan bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan mendukung bounding
antara orangtua dan infant
Intervensi
Kaji respon verbal dan non verbal orangtua

Rasional
Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan

terhadap kecemasan dan penggunaan

membangun strategi koping yang efektif

koping mekanisme
Bantu orangtua mengungkapkan

Membuat orangtua bebas mengekpresikan

perasaannya secara verbal tentang kondisi

perasaannya sehingga membantu menjalin

sakit anaknya, perawatan yang lama pada

rasa saling percaya, serta mengurangi tingkat

unit intensive, prosedur dan pengobatan

kecemasan

infant
Berikan informasi yang akurat dan konsisten Informasi dapat mengurangi kecemasan
tentang kondisi perkembangan infant
Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk

Memfasilitasi proses bounding

mengunjungi dan ikut terlibat dalam


perawatan anaknya
Rujuk pasien pada perawat keluarga atau

Rujukan untuk mempertahankan informasi

komunitas

yang adekuat, serta membantu orangtua


menghadapi keadaan sakit kronis pada
anaknya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Asril Aminullah & Arwin Akib. Penyakit membran Hialin, dalam Markum (editor), Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303306.
2. Asril Aminullah. Gangguan Pernapasan, dalam Rusepno Hassan & Husein Alatas
(editor), Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian IKA FKUI, Jakarta, 1985, hal. 1083-1087.
3. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi
Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.
126-45.
4. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Available from: www.pediatrik.com/buletin/0622411390576sial.doc

29

Anda mungkin juga menyukai