DAFTAR TABEL......................................................................................v
DAFTAR GAMBAR................................................................................vi
BAB I.........................................................................................................7
1.1
Latar Belakang............................................................................7
1.2
Identifikasi Masalah..................................................................10
1.3
Tujuan Penelitian......................................................................10
Kerangka Pemikiran.................................................................11
1.5
Manfaat.....................................................................................12
1.5.1 Institusi.................................................................................12
1.5.2 Mahasiswa............................................................................12
1.5.3 Masyarakat...........................................................................12
BAB II......................................................................................................13
2.1
Definisi Tidur...............................................................................13
2.2
2.3
Fisiologi Tidur..............................................................................15
2.3.1 Tidur NonRapid Eye Movement........................................16
3
Bahan/Subjek Penelitian...........................................................31
3.1.1
Subjek Penelitian.................................................................31
3.1.2
3.1.3
Kriteria Seleksi....................................................................33
3.2
Metode Penelitian....................................................................34
REFERENSI............................................................................................37
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan tidur berdasarkan kelompok usia............................7
Tabel 1.2 Tabel perbandingan kriteria perilaku saat
bangun, Tidur NREM, tidur REM..........................................15
Tabel
1.3
Persentase
tahapan
tidur
NREM
dan
REM...............................17
Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International
Classification
of
Sleep
Disorder..............................................28
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1
Kerangka
Pemikiran...........................................................................11
Gambar 1.2 Gambaran EEG pada saat bangun, tidur NREM, dan tidur REM....19
Gambar 1.3 Anatomi terkait regulasi tidur...........................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tidur merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia
dan dapat digambarkan dengan beberapa hal yakni hilang atau terbatasnya
gerakan tubuh, berkurangnya respon terhadap stimulus dari luar, posisi tubuh
dalam keadaan berbaring, mata tertutup, serta pola pernafasan yang lambat dan
teratur.1
Manfaat tidur antara lain untuk beristirahat, memfasilitasi proses
anabolisme, meregulasi suhu tubuh, membuang racun yang dihasilkan saat sadar,
meningkatkan kapasitas sinaps saraf yang berpengaruh pada perkembangan otak,
proses belajar, memori dan memfasilitasi fungsi saraf secara keseluruhan.1
Kebutuhan tidur setiap individu sangatlah bervariasi, namun jika
dikelompokan berdasarkan usia adalah sebagai berikut:
Umur
Newborn
tidur
(0-2 bulan)
12-18 jam
Infant
(3-11 bulan)
14-15 jam
Toddlers
(1-3 tahun)
12-14 jam
Preschoolers
(3-5 tahun)
11-13 jam
School-age childern
(5-10 tahun)
10-11 jam
Teen
(10-17 tahun)
8,5-9,25 jam
Adult
7-9 jam
2. Jadwal dan waktu tidur, seperti apakah orang tersebut memiliki waktu
tidur yang reguler,dan apakah ia memiliki waktu tidur siang.
Dari faktor diatas, mahasiswa dapat dikatakan subjek yang rentan terkena gangguan
tidur dikarenakan mahasiswa memperoleh stressor dari luar dan dalam dirinya.
Dalam proses menyelesaikan beban akademiknya pun mahasiswa dituntut untuk
menghadapi
serangkaian
ujian,
menyesuaikan
diri
terhadap
kehidupan
Selain itu, belum ada data yang pasti mengenai prevalensi gangguan tidur serta
gambaran sleep hygiene yang mempengaruhi terjadinya gangguan tidur. Ada
beberapa jurnal yang bertemakan gangguan tidur, sayangnya penelitian sering kali
hanya terkait dengan salah satu gangguan tidur atau hanya mengambil subjek
10
2.
11
Universitas Padjadjaran?
Universitas Padjadjaran?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan tidur yang terjadi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Sosial Universitas Padjadjaran
Angkatan 2011-2013.
1.3.2
Tujuan Khusus
12
Kerangka Pemikiran
1.5
Manfaat
13
1.5.1
Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar penelitian selajutnya. data
yang disajikan dapat dimanfaatkan menjadi modal untuk penelitian terkait dengan
gangguan tidur di Indonesia.
1.5.2
Mahasiswa
Masyarakat
Masyarakat diharapkan lebih mengenal fungsi tidur dan hal-hal terkait dengan
gangguan tidur yang sebenarnya sangat rentan sekali terjadi pada diri mereka serta
mengetahui dan kedepannya dapat menerapkan sleep hygiene.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Tidur
Tidur adalah keadaan perilaku yang ditinjau dari beberapa tanda antara
lain aktivitas motor (yang dinilai dengan elektromyografi,EMG) menurun,
sensitivitas terhadap stimuli menurun, postur yang steriotip, dan tidak seperti
keadaan perubahan kesadaran yakni koma atau dalam kondisi dibawah pengaruh
anestesi, tidur bersifat reversibel yang cepat dan diregulasi oleh diri sendiri.11
Peneliti tidur modern mendefinisikan tidur atas dasar perilaku seseorang
saat tidur, seperti
Postur-postur yang spesifik, respon terhadap stimulus dari luar menjadi berkurang,
waktu reaksi meningkat, ambang gairah meningkat, fungsi kognitif melemah,
ketidaksadaran yang bersifat reversible dan
13
14
2.2
Sejak berabad-abad yang lalu tidur menjadi topik yang diminati baik di
bidang medis, science, bahkan filosofi. Penelitian ini sayangnya tidak
menghasilkan perkembangan yang signifikan. Pada tahun 1875 Calton
menemukan electroencephalogram yang nantinya menjadi salah satu alat
diagnostik dibidang sleep medicine, diikuti oleh Hans Berger pada tahun 1929, ia
menemukan gelombang alfa yang didapat dari permukaan otak manusia dan
hingga saat ini masih dimanfaatkan untuk penelitian tidur.12,
13
Loomis and
dan
Anthony
Kales
15
2.3
Fisiologi Tidur
Tidak ada saat yang tepat untuk onset tidur karena terdapat beberapa
perubahan perilaku dan karakteristik fisiologis secara gradual,termasuk ritme
EEG, kognisi, proses mental (termasuk waktu reaksi). Mengantuk merupakan
bagian dari onset tidur walaupun ini terjadi sebelum seseorang memasuki tahap
tidur NREM 1 yang ditandai dengan berat dan tertutupnya kelopak mata,
ketidakmampuan untuk melihat, mendengar, mencium, atau merasakan sesuatu
secara rasional atau logis karena terdapat perubahan aktivitas sensorik.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh EEG, EOG, dan EMG
tidur dibagi menjadi 2 tahap, masing-masing memiliki fungsi dan kontrol yang
mandiri. Tahap tersebut dinamakan Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan
Rapid Eye Movement (REM).
Berikut merupakan perbandingkan kriteria perilaku seseorang yakni pada
saat bangun, NREM, dan REM :
Tabel 1.2 Tabel perbandingan kriteria perilaku
saat bangun, Tidur NREM, tidur REM
Normalnya, saat tidur NREM dan REM memiliki siklus perubahan yang
berkala. Setiap siklusnya berkisar sekitar 90 110 menit. 13 Pada orang dewasa
normal terjadi 4 6 siklus. Tahap slow wave sleep (SWS) merupakan tahap yang
16
dominan di kedua siklus awal.13 Pada siklus selanjutnya SWS menjadi berkurang
bahkan bisa tidak terjadi sama sekali, sedangkan siklus REM mengalami
peningkatan sejak awal hingga akhir siklus. Siklus REM terpanjang terjadi di
akhir malam dan hanya berdurasi sekitar 60 menit., sehingga pada tidur orang
dewasa , satu pertiga awal didominasi dengan siklus SWS dan satu pertiga akhir
didominasi dengan siklus REM. Hal ini sangatlah penting, karena aktivitas motor
abnormal dapat terjadi jika siklus atau tahap SWS dan REM terganggu. 13
2.3.1
17
Yang di tandai dengan Sleep spindles (1116 Hz, seringnya 1214 Hz) dan K
complexes yang bercampur dengan vertex sharp waves. Pada tahap ini terdapat
theta waves dan delta waves (<4 Hz) yang kurang dari 20% terhadap epoch.13
NREM tahap 3 terjadi 30 60 menit setelah tahap N2 yang ditandai dengan
terdapatnya delta waves 2050% terhadap epoch..13 NREM tahap 4 ditandai
dengan adanya delta waves yang lebih dari 50% terhadap epoch.13 Dan seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam klasifikasi baru yakni American
Academy of Sleep Medicine (AASM) scoring manual, NREM tahap 3 dan 4
digabung menjadi tahap N3 atau slow wave sleep (SWS).13 NREM tahap 3 dan 4
(N3) terkadang diganggu oleh NREM tahap 2 (N2), yang selanjutnya diikuti oleh
tidur REM pertama kira-kira 60 90 menit setelah onset tidur.13
Tabel 1.3 Persentase tahapan tidur NREM dan REM
2.3.2
20 25% total waktu tidur terdiri dari Tidur REM. REM dibagi menjadi
dua tahap berdasarkan karakteristik yang dianalisis oleh EEG, EMG, dan EOG
yaitu, tahap tonic dan tahap phasic. tahap tonic terus ada selama REM, sedangkan
18
tahap phasic bersifat tidak terus menerus dan tumpang tindih dengan tahap
tonic.13 Tahap tonic memiliki kararteristik hipotonia atau atonia dari major muscle
groups dan depresi dari refleks monosinaps dan polisinaps sedangkan
tahap
19
2.3.3
Regulasi Tidur
2.3.3.1 Pusat kesadaran dan terjaga
20
lateral, otak depan bagian basal, dan korteks selebral. Sistem monoaminergic
terdiri dari noradrenergic ventrolateral medulla dan locus ceruleus, the dopaminergic
neurons of the ventrolateral periaqueductal gray matter (berdekatan dengan dorsal raphe
nucleus [DRN]), serotoninergic dorsal dan median raphe nuclei, dan histaminergic
neurons di hypothalamic tuberomammillary nucleus. Secara umum, saraf-saraf yang
menganding sekelompok sel ini sangat aktif ketika bangun dan NREM ,
sedangkan saat REM aktifitasnya sangatlah menurun bahkan hampir tidak ada
aktivitas.
21
system,
sekelompok sel
otak bagian
depan
dapat
wake-promoting
hipotalamus,
dekat
forebrain
dengan
arousal
midbrain
ditemukan
junction.
Posterior
di
posterior
hipothalamus
histamine yang ada di CNS. Selain itu, saraf TMN juga mengandung
neurotransmitter yang berfungsi sebagai inhibisi, yakni GABA dan -opioid
peptide
B/hypocretin-2.
Hampir
semua
saraf
orexin
juga
mengandung
Saraf orexin aktif saat bangun dan meningkat saat sedang melakukan
eksplorasi, serta dapat meningkatkan aktivasi saraf TMN,LC dan DRN. Orexin
juga
berperan
dalam
regulasi
REM.
Selain
itu,
terdapat
saraf
yang
22
mentransmisikan sinyal
dari ARAS menuju korteks, dan BF memiliki peran penting untuk mengontrol
cortical arousal and wakeful consciousness. saraf yang berada di BF berkerja
dengan bantuan neurotransmitter acetylcholine,GABA,Glutamate sehingga
dapat mentransmisikan sinyal ke cortical pyramidal cells or interneurons.
Satu studi baru menyatakan bahwa basal gangklia terutama the striatum
and globus pallidus juga berperan dalam meregulasi keadaan bangun dan
tidur walaupun alur kerjanya masih belum jelas.
23
Area ventrolateral preoptic (VLPO) di hipotalamus merupakan sleeppromoting circuitry area tersebut yang mengkontrol tidur dan bangun. Ketika
VLPO neuron di aktivasi dan wakefulness-promoting pathways tetap dalam
keadaan inaktivasi maka akan menghasilkan tidur. Begitu pula sebaliknya. VLPO
24
memiliki
regulasi
terhadap
ARAS
untuk
menghasilkan
tidur.
VLPO
hubungan
timbak
balik
dengan
SCN.
Terdapat
beberapa
25
2.3.4
Gangguan tidur
26
menggunakan obat yang dibeli sendiri (tanpa anjuran dokter terlebih dahulu)
untuk meringankan gangguan tidurnya. Kurang lebih 28% pasien insomnia
memiliki kaitan dengan gangguan mental dan membutuhkan menejemen lebih
lanjut.17
2.3.4.2 Etiologi
Setiap gangguan tidur memiliki eiologi dan faktor resiko yang berbeda,
contohnya defisiensi hipokretin dapat menyebabkan narkolepsi, di lain sisi
defisiensi zat besi dan beberapa gen dapat menyebabkan restless legs syndrome
(RLS).
2.3.4.3 Klasifikasi
27
a. Insomnia
Penderita
gangguan
tidur
Excessive
Daytime
Sleepiness
akan
mengeluhkan mudah lelah dan tidak ada energi dibandingkan dengan orang lain.
28
29
riwayat pengobatan,penyakit,
psikiatri,
keluarga
dan masa
30
kecil,sosial, pekerjaan karena dapat berkaitan dengan gangguan tidur yang dialami
serta dapat berpengaruh pada faktor resiko,pengobatan dan prognosis.17
Selain itu, terdapat berbagaimacam jenis kuisioner yang telah tersedia
yang dapat dipakai dan membantu menegakan diagnosis.
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang terdiri dari tekanan darah, tinggi
badan,
berat
badan,
index
masa
tubuh,
distribusi
lemak,
skor
Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International Classification of Sleep Disorder
31
Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International Classification of Sleep Disorder
32
33
2.3.5
Sleep hygiene
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Bahan/Subjek Penelitian
3.1.1
Subjek Penelitian
Fakultas Kedokteran
Fakultas Hukum
31
3.1.2
akses populasinya
32
32
n=
lebih valid
Q
=1P
d
= presisi
maka dari rumus diatas sample minimal yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah 97 sample.
3.1.3
a.
Kriteria Seleksi
Kriteria Inklusi
1. Subjek penelitian berkewarganegaraan Indonesia yang tercatat sebagai
mahasiswa yang menempuh Program Studi Sarjana di Universitas
padjadjaran angkatan 2011-2013 pada salah satu fakultas berikut:
33
2.
Fakultas Kedokteran
Fakultas Hukum
Subjek telah diberikan inform consent dan bersedia mengikuti dari awal
Kriteria Ekslusi
1. Subjek telah di diagnosis / memiliki riwayat gangguan tidur sebelum
tercatat menjadi mahasiswa Universitas Padjadjaran.
2. Subjek yang tidak mengikuti penelitian hingga akhir.
3. Subjek yang berusia 17 tahun.
34
3.2
Metode Penelitian
3.2.1
Rancangan Penelitian
3.2.2
Variabel
Definisi operasional
Indikator
skala
sarjana
di
yang
Universitas
Asal Fakultas
yang dijalani
Padjajaran
dan
ordinal
35
Ilmu
Komunikasi
5. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis
6. Fakultas Hukum
Gangguan
yang
dinilai
Kuisioner
tidur
dari
yang Dinilai dengan ketentuan
tercantum
di
Gangguan tidur
penelitian ini yang kuisioner
dia
adaptasi
Epworth
kuisioner Epworth
nomin
Sleepiness Scale
al
mempengaruhi
tidur.
penelitian ini.
Sleep Hyigene
nomin
al
36
3.2.3
Instrumen peneltitian
Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner khusus
yang dibuat sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, dan konten dari kuisioner
tersebut mengadaptasi dari kuisioner yang telah ada, yaitu kuisioner epsworth
sleepiness scale r dan sleep hygiene index.
3.2.4
Analisis Data
Setelah subjek mengisi kuisioner dan dipastikan data yang dianalisis telah
memenuhi kriteria seleksi, kuisioner akan dikelompokan berdasarkan fakultas
setelah dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for Windows
Evaluation Version. Tahap analisis sendiri terdiri dari dua tahap, pertama tiap
fakultas dinilai jumlah sample yang mengalami gangguan tidur dan tidak
mengalami gangguan tidur,sehingga bisa mendapat nilai prevalensi dari kedua
kategori tersebut. Selanjutnya dilakukan tahap kedua, yaitu penilaian higenitas
tidur berdasarkan kelompok yang mengalami atau tidak mengalami gangguan
tidur.
Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram
beserta dengan pejelasannya.
37
Aspek etik yang harus diperhatikan dan dijaga adalah kesedian subjek
untuk mengikuti penelitian yang sebelumnya telah dilakukan inform consent
sehingga subjek telah mengerti secara jelas dan mengetahui konsekuensi.
Selain itu, peneliti harus menjaga kerahasiaan atas segala data yang
subjek berikan , serta bersikap jujur dan mencegah hal-hal yang dapat berdampak
pada terjadinya kesalahan penelitian.
REFERENSI
1.
Jr' TlL-C. Sleep Medicine: Essentials and Review. 9 ed: Oxford
University Press, Inc.; 2008.
38
2.
How Much Sleep Do We Really Need? [cited 2014 1 maret 2014].
Available from: http://www.sleepfoundation.org/how-sleep-works/how-muchsleep-do-we-really-need.
3.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 17-9.
4.
2002 Sleep in America Poll http://www.sleepfoundation.org/sleeppolls-data/sleep-in-america-poll/2002-adult-sleep-habits:
National
Sleep
Foundation; 2002 [cited 2014 1 maret 2014].
5.
Hauri PJ. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia: Elsevier;
2012. p. 152.
6.
Wulandari RP. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Skripsi pada Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technologi UI.
2012:1.
7.
Fridayana. Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai
Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura. 2013:3.
8.
Wulandari RP. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Skripsi pada Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technologi UI.
2012.
9.
Fridayana. Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai
Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura. 2013.
10.
11.
Elda Arrigoni ea. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea,
editor. An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia:
Elsevier; 2012. p. 42-8.
39
12.
Quan SF. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
History of Sleep in Society, Sleep Science, and Sleep Medicine. History of Sleep
in Society, Sleep Science, and Sleep Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2012. p. 3.
13.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 6-10.
14.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 33.
15.
Elda Arrigoni ea. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea,
editor. An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia:
Elsevier; 2012. p. 52.
16.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. In: Brigido A, editor. BASIC ASPECTS OF SLEEP. 3rd
ed2009. p. 24-8.
17.
Thorpy MJ. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
Approach to the Patient with a Sleep Disordery. Philadelphia: Elsevier; 2012. p.
10-25.
18.
Charles M. Morin ea. Sleep Disorders Medicine: Basic Science,
Technical Considerations,
and Clinical Aspects. Nature and Treatment of Insomnia. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 367.
40