Anda di halaman 1dari 44

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL......................................................................................v
DAFTAR GAMBAR................................................................................vi
BAB I.........................................................................................................7
1.1

Latar Belakang............................................................................7

1.2

Identifikasi Masalah..................................................................10

1.3

Tujuan Penelitian......................................................................10

1.3.1 Tujuan Umum......................................................................10


1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................11
1.4

Kerangka Pemikiran.................................................................11

1.5

Manfaat.....................................................................................12

1.5.1 Institusi.................................................................................12
1.5.2 Mahasiswa............................................................................12
1.5.3 Masyarakat...........................................................................12
BAB II......................................................................................................13
2.1

Definisi Tidur...............................................................................13

2.2

Sejarah Sleep Medicine................................................................14

2.3

Fisiologi Tidur..............................................................................15
2.3.1 Tidur NonRapid Eye Movement........................................16
3

2.3.2 Tidur Rapid Eye Movement.................................................18


2.3.3 Regulasi Tidur......................................................................20
2.3.4 Gangguan tidur.....................................................................22
2.3.5 Sleep hygiene...........................................................................29
BAB III....................................................................................................31
3.1

Bahan/Subjek Penelitian...........................................................31

3.1.1

Subjek Penelitian.................................................................31

3.1.2

Populasi dan Sampel Penelitian..........................................31

3.1.3

Kriteria Seleksi....................................................................33

3.2

Metode Penelitian....................................................................34

3.2.1 Rancangan Penelitian...........................................................34


3.2.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian........34
3.2.3 Instrumen peneltitian............................................................35
3.2.4 Analisis Data........................................................................36
3.2.5 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................36
3.3

Aspek Etik Penelitian...............................................................37

REFERENSI............................................................................................37

DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan tidur berdasarkan kelompok usia............................7
Tabel 1.2 Tabel perbandingan kriteria perilaku saat
bangun, Tidur NREM, tidur REM..........................................15
Tabel
1.3
Persentase
tahapan
tidur
NREM
dan
REM...............................17
Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International
Classification
of

Sleep

Disorder..............................................28

DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1

Kerangka

Pemikiran...........................................................................11
Gambar 1.2 Gambaran EEG pada saat bangun, tidur NREM, dan tidur REM....19
Gambar 1.3 Anatomi terkait regulasi tidur...........................................................22

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Tidur merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia

dan dapat digambarkan dengan beberapa hal yakni hilang atau terbatasnya
gerakan tubuh, berkurangnya respon terhadap stimulus dari luar, posisi tubuh
dalam keadaan berbaring, mata tertutup, serta pola pernafasan yang lambat dan
teratur.1
Manfaat tidur antara lain untuk beristirahat, memfasilitasi proses
anabolisme, meregulasi suhu tubuh, membuang racun yang dihasilkan saat sadar,
meningkatkan kapasitas sinaps saraf yang berpengaruh pada perkembangan otak,
proses belajar, memori dan memfasilitasi fungsi saraf secara keseluruhan.1
Kebutuhan tidur setiap individu sangatlah bervariasi, namun jika
dikelompokan berdasarkan usia adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 kebutuhan tidur berdasarkan kelompok usia


Kebutuhan

Umur

Newborn

tidur
(0-2 bulan)

12-18 jam

Infant

(3-11 bulan)

14-15 jam

Toddlers

(1-3 tahun)

12-14 jam

Preschoolers

(3-5 tahun)

11-13 jam

School-age childern

(5-10 tahun)

10-11 jam

Teen

(10-17 tahun)

8,5-9,25 jam

Adult

7-9 jam

Sumber: National Sleep Foundation2


Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka resiko seseorang untuk mengalami
gangguan tidur sangatlah mungkin terjadi. Secara umum, gangguan tidur dapat
menyebabkan rasa kantuk, menurunnya performa, kewaspadaan, atensi, konsentrasi,
dan memori, sehingga dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang.
Selain itu dapat pula melibatkan perubahan metabolisme, hormonal, dan imunitas
tubuh. Dari segi imunologis, gangguan tidur dapat menekan imunitas, bahkan
gangguan tidur yang parsial dapat menurunkan respon imun seluler.3
Berdasarkan nasional survey yang dilakukan oleh National Sleep Foundation tahun
2001 kepada 1010 subjek penelitian (dengan kriteria inklusi: usia subjek 18 tahun
dan bertempat tinggal di US), gangguan tidur mendapat hasil yang signifikan (37%).
Data tersebut juga menunjukan lebih dari satu perempat (27%) subjek penelitian
tidur dengan kualitas cukup dan buruk.4 Sedangkan di Indonesia baru sedikit
penelitian terkait gangguan tidur dan belum ada insidensi dan prevalensi yang pasti
terkait dengan ganggan tidur pada masyarakat.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi gangguan tidur (sleep hygiene) 5


diantaranya:

1. Lingkungan, seperti suhu ruangan, adanya kebisingan, kenyamanan


kamar dan tempat tidur.

2. Jadwal dan waktu tidur, seperti apakah orang tersebut memiliki waktu
tidur yang reguler,dan apakah ia memiliki waktu tidur siang.

3. Kegiatan, seperti berolahraga terutama pada sore hari.

4. Konsumsi substansi terutama mendekati waktu tidur, seperti konsumsi


alkohol, kafein, rokok.

Dari faktor diatas, mahasiswa dapat dikatakan subjek yang rentan terkena gangguan
tidur dikarenakan mahasiswa memperoleh stressor dari luar dan dalam dirinya.
Dalam proses menyelesaikan beban akademiknya pun mahasiswa dituntut untuk
menghadapi

serangkaian

ujian,

menyesuaikan

diri

terhadap

kehidupan

perkuliahan,biaya kuliah, dan perbedaan bahasa yang digunakan.6

Penelitian sebelumnya memaparkan bahwa mahasiswa kedokteran menjalani


pendidikan dan aktivitas yang berhubungan dengan stres tingkat tinggi, tekanan
pendidikan, dan aktivitas berlebihan di malam hari. selain itu, dilaporkan bahwa
terdapat tingkat distres psikologis, ansietas, dan depresi yang tinggi pada mahasiswa
kedokteran di berbagai negara. 7

Akhir-akhir ini, penelitian mengenai sleep medicine telah menjadi perbincangan


global. Namun sayangnya Indonesia belum banyak terlibat dan penelitian mengenai
isu ini pun masih sangat terbatas.

Selain itu, belum ada data yang pasti mengenai prevalensi gangguan tidur serta
gambaran sleep hygiene yang mempengaruhi terjadinya gangguan tidur. Ada
beberapa jurnal yang bertemakan gangguan tidur, sayangnya penelitian sering kali
hanya terkait dengan salah satu gangguan tidur atau hanya mengambil subjek

10

penelitian yang berlatar belakang mahasiswa Fakultas Kedokteran atau rumpun


science technology. Belum ada gambaran gangguan tidur pada mahasiswa Sosial,
apalagi penelitian terkait gangguan tidur yang mengambil sample dari Universitas
Padjadjaran.8-10

Berdasarkan uraian diatas, dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai


gambaran gangguan tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Sosial
Universitas Padjadjaran terkait dengan prevalensi dan sleep hygiene yang ada pada
penderita.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sebelumnya telah dipaparkan, maka identifikasi


masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah :

1. Berapakah prevalensi gangguan tidur yang terjadi pada mahasiswa


Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran?

2.

Berapakah prevalensi gangguan tidur yang terjadi pada mahasiswa

FakultasSosial Universitas Padjadjaran?

11

3. Bagaimanakah gambaran sleep hygiene pada mahasiswa Fakultas


Kedokteran

Universitas Padjadjaran?

4. Bagaimanakah gambaran sleep hygiene pada mahasiswa Fakultas Sosial

Universitas Padjadjaran?
1.3

Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan tidur yang terjadi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Sosial Universitas Padjadjaran
Angkatan 2011-2013.
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi gangguan tidur yang terjadi pada mahasiswa


Fakultas

Kedokteran Universitas Padjadjaran.

2. Mengetahui prevalensi gangguan tidur yang terjadi pada mahasiswa


Fakultas

Sosial Universitas Padjadjaran.

3. Mengetahui gambaran sleep hygiene pada mahasiswa Fakultas


Kedokteran Universitas Padjadjaran.

12

4. Mengetahui gambaran sleep hygiene pada mahasiswa Fakultas Sosial


Universitas Padjadjaran.
1.4

Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Kerangka pemikiran

1.5

Manfaat

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut :

13

1.5.1

Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar penelitian selajutnya. data
yang disajikan dapat dimanfaatkan menjadi modal untuk penelitian terkait dengan
gangguan tidur di Indonesia.
1.5.2

Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan lebih memahami fungsi tidur khususnya dalam bidang


kesehatan sehingga mereka dapat lebih memperhatikan sleep hygiene walau dengan
kegiatan / beban akademik yang relatif padat.
1.5.3

Masyarakat

Masyarakat diharapkan lebih mengenal fungsi tidur dan hal-hal terkait dengan
gangguan tidur yang sebenarnya sangat rentan sekali terjadi pada diri mereka serta
mengetahui dan kedepannya dapat menerapkan sleep hygiene.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi Tidur

Tidur adalah keadaan perilaku yang ditinjau dari beberapa tanda antara
lain aktivitas motor (yang dinilai dengan elektromyografi,EMG) menurun,
sensitivitas terhadap stimuli menurun, postur yang steriotip, dan tidak seperti
keadaan perubahan kesadaran yakni koma atau dalam kondisi dibawah pengaruh
anestesi, tidur bersifat reversibel yang cepat dan diregulasi oleh diri sendiri.11
Peneliti tidur modern mendefinisikan tidur atas dasar perilaku seseorang
saat tidur, seperti

gerakan yang sedikit atau cenderung diam, mata tertutup,

Postur-postur yang spesifik, respon terhadap stimulus dari luar menjadi berkurang,
waktu reaksi meningkat, ambang gairah meningkat, fungsi kognitif melemah,
ketidaksadaran yang bersifat reversible dan

fisiologi ritme elekrik berubah

dibandingkan dengan saat bangun yang dinilai dengan menggunakan EEG,


electro-oculography (EOG), electromyography (EMG) , dan alat bantu lainnya
yang dapat mengukur perubahan fisiologi ventilasi dan sirkulasi.

13

14

2.2

Sejarah Sleep Medicine

Sejak berabad-abad yang lalu tidur menjadi topik yang diminati baik di
bidang medis, science, bahkan filosofi. Penelitian ini sayangnya tidak
menghasilkan perkembangan yang signifikan. Pada tahun 1875 Calton
menemukan electroencephalogram yang nantinya menjadi salah satu alat
diagnostik dibidang sleep medicine, diikuti oleh Hans Berger pada tahun 1929, ia
menemukan gelombang alfa yang didapat dari permukaan otak manusia dan
hingga saat ini masih dimanfaatkan untuk penelitian tidur.12,

13

Loomis and

rekannya memperkenalkan tidur Non Rapid Eye Movement (NREM), mereka


mengemukakan tidur dibagi menjadi lima tahapan, mulai dari normal waking
rhythm (A), Drowsiness ke light sleep (B), spindle activity (C dan D) hingga deep
sleep dan predominance of delta waves (E).13 REM pertama kali dideskripsikan
oleh father of modern sleep research, Nathaniel Kleitman, dan muridnya , Eugene
Aserinsky pada tahun 1953.13 Selanjutnya tidur direklasifikasi menjadi tahap
NREM 1-4 dan REM sebagai tahap ke lima.12
Pada tahun 1967 Alan Rechtschaffen

dan

Anthony

Kales

mengembangkan dan mempublikasikan cara standar untuk melakukan sleep


recording dan scoring system dengan menggunthe R&K scoring technique yang
menjadi gold standart hingga American Academy of Sleep Medicine (AASM)
mengeluarkan the AASM manual for the scoring of sleep and associated events.12,
13

15

2.3

Fisiologi Tidur

Tidak ada saat yang tepat untuk onset tidur karena terdapat beberapa
perubahan perilaku dan karakteristik fisiologis secara gradual,termasuk ritme
EEG, kognisi, proses mental (termasuk waktu reaksi). Mengantuk merupakan
bagian dari onset tidur walaupun ini terjadi sebelum seseorang memasuki tahap
tidur NREM 1 yang ditandai dengan berat dan tertutupnya kelopak mata,
ketidakmampuan untuk melihat, mendengar, mencium, atau merasakan sesuatu
secara rasional atau logis karena terdapat perubahan aktivitas sensorik.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh EEG, EOG, dan EMG
tidur dibagi menjadi 2 tahap, masing-masing memiliki fungsi dan kontrol yang
mandiri. Tahap tersebut dinamakan Non-Rapid Eye Movement (NREM) dan
Rapid Eye Movement (REM).
Berikut merupakan perbandingkan kriteria perilaku seseorang yakni pada
saat bangun, NREM, dan REM :
Tabel 1.2 Tabel perbandingan kriteria perilaku
saat bangun, Tidur NREM, tidur REM

Normalnya, saat tidur NREM dan REM memiliki siklus perubahan yang
berkala. Setiap siklusnya berkisar sekitar 90 110 menit. 13 Pada orang dewasa
normal terjadi 4 6 siklus. Tahap slow wave sleep (SWS) merupakan tahap yang

16

dominan di kedua siklus awal.13 Pada siklus selanjutnya SWS menjadi berkurang
bahkan bisa tidak terjadi sama sekali, sedangkan siklus REM mengalami
peningkatan sejak awal hingga akhir siklus. Siklus REM terpanjang terjadi di
akhir malam dan hanya berdurasi sekitar 60 menit., sehingga pada tidur orang
dewasa , satu pertiga awal didominasi dengan siklus SWS dan satu pertiga akhir
didominasi dengan siklus REM. Hal ini sangatlah penting, karena aktivitas motor
abnormal dapat terjadi jika siklus atau tahap SWS dan REM terganggu. 13

2.3.1

Tidur NonRapid Eye Movement

75 80 % waktu tidur orang dewasa terdiri dari siklus tidur NREM.


Berdasarkan R&K scoring manual, tidur NREM terbagi menjadi empat tahap
yakni tahap 1 - 4. Dan berdasarkan aturan yang baru yaitu AASM scoring manual,
tidur NREM dibagi menjadi tiga tahap yakni tidur NREM tahap 1 (N1) yang
terjadi 3-8% selama waktu tidur, tahap 2 (N2) yagn terjadi selama 45 55%
waktu tidur, dan tahap 3 dan 4 (N3) atau SWS yang terjadi 15 20% dari total
waktu tidur.13
Normalnya saat orang dewasa sedang dalam keadaan bangun, gelombang
yang terekam terutama di bagian kepala bagian posterior adalah alpha rhythm (8
13 Hz) yang juga bercampur dengan sedikit beta rhythm (>13 Hz) terutama
terdeteksi di kepala bagian anterior. Keadaan ini disebut sebagai stage W.13
Saat memasuki NREM tahap 1 (tahap N1), alpha rhythm berkurang
hingga 50% terhadap epoch dan bercampur dengan lower theta rhythms (47 Hz)
dan beta waves. Selanjutnya di akhir tahap N1, vertex sharp waves akan muncul.13
NREM tahap 2 (tahap N2) akan dimulai kurang lebih 10-12 menit setelah N1.

17

Yang di tandai dengan Sleep spindles (1116 Hz, seringnya 1214 Hz) dan K
complexes yang bercampur dengan vertex sharp waves. Pada tahap ini terdapat
theta waves dan delta waves (<4 Hz) yang kurang dari 20% terhadap epoch.13
NREM tahap 3 terjadi 30 60 menit setelah tahap N2 yang ditandai dengan
terdapatnya delta waves 2050% terhadap epoch..13 NREM tahap 4 ditandai
dengan adanya delta waves yang lebih dari 50% terhadap epoch.13 Dan seperti
yang telah dipaparkan sebelumnya, dalam klasifikasi baru yakni American
Academy of Sleep Medicine (AASM) scoring manual, NREM tahap 3 dan 4
digabung menjadi tahap N3 atau slow wave sleep (SWS).13 NREM tahap 3 dan 4
(N3) terkadang diganggu oleh NREM tahap 2 (N2), yang selanjutnya diikuti oleh
tidur REM pertama kira-kira 60 90 menit setelah onset tidur.13
Tabel 1.3 Persentase tahapan tidur NREM dan REM

2.3.2

Tidur Rapid Eye Movement

20 25% total waktu tidur terdiri dari Tidur REM. REM dibagi menjadi
dua tahap berdasarkan karakteristik yang dianalisis oleh EEG, EMG, dan EOG
yaitu, tahap tonic dan tahap phasic. tahap tonic terus ada selama REM, sedangkan

18

tahap phasic bersifat tidak terus menerus dan tumpang tindih dengan tahap
tonic.13 Tahap tonic memiliki kararteristik hipotonia atau atonia dari major muscle
groups dan depresi dari refleks monosinaps dan polisinaps sedangkan

tahap

Phasic memiliki karakteristik yang mengakibatkan perubahan tekanan darah dan


detak jantung, respirasi yang ireguler, aktivitas spontan dari otot telinga tengah,
myoclonic twitching di otot wajah dan tungkai,serta adanya gerakan dari lidah. 13
Gambaran EEG saat REM yakni dari amplitudo yang rendah, pola yang cepat di
frekuensi beta dan bercampur dengan sedikit theta rhythms , terkadang terdapat
gambaran saw tooth atau gigi gergaji ( 2 6 Hz). 13 Gambar di EEG menunjukan,
selama REM mungkin terjadi gangguan yang intermiten oleh alpha rhythms
selama beberapa detik.13 REM pertama mungkin hanya terjadi selama beberapa
menit, selanjutnya siklus diteruskan dengan NREM tahap 2 (N2) dan diikuti
dengan NREM tahap 3 dan 4 (N3) sebelum REM kedua dimulai.13
Menurunnya waktu tidur total, meningkatnya jumlah terbangun, serta
meningkatnya bangun stelah onset tidur biasanya mencerminkan adanya keadaan
pathologis dan keadaan ini dipengaruhi pula oleh faktor umur. Selain itu, ditinjau
dari siklus tidur, gangguan tidur dapat terjadi jika terdapat gangguan siklus NREM
atau REM. Contohnya rasa sakit atau kondisi pathologis dapat menekan REM dan
N3, sehingga prematur N3 yang menurun diketahui berhubungan dengan
gangguan saraf dan psikiarti tertentu.14
Gambar 1.2 Gambaran EEG pada saat bangun,
tidur NREM, dan tidur REM

19

2.3.3

Regulasi Tidur
2.3.3.1 Pusat kesadaran dan terjaga

Ascending Reticular Activating System (ARAS) yang terletak di


brainstem merupakan pusat kesadaran dan terjaga.. ARAS Terdiri dari sejumlah
sel spesifik dan mangandung neurotransmitter yang akan menyampaikan sinyal
dari suatu tempat ke tempat lain melalui saraf terkait

20

Cabang dorsal ARAS mengandung saraf cholinergic yang akan


berproyeksi ke otak depan juga ditemukan di pedunculopontine tegmental (PPT)
dan laterodorsal tegmental (LDT) nuclei of the mesopontine tegmentum. Selanjutnya
saraf PPT dan LDT akan berproyeksi ke midline and intralaminar nuclei of the
thalamus. Aktifitas saraf PPT dan LDT sangat aktif saat bangun dan REM

segangkan saat NREM aktifitasnya terlihat sangat lambat.

Cabang ventral ARAS,sebagian besar menuju Thalamus,terdiri dari


wake-promoting monoaminergic cell groups yang sebagian besar berasal dari
mesopontine tegmentum dan nantinya akan di proyeksikan ke hipothalamus bagian

lateral, otak depan bagian basal, dan korteks selebral. Sistem monoaminergic
terdiri dari noradrenergic ventrolateral medulla dan locus ceruleus, the dopaminergic
neurons of the ventrolateral periaqueductal gray matter (berdekatan dengan dorsal raphe
nucleus [DRN]), serotoninergic dorsal dan median raphe nuclei, dan histaminergic
neurons di hypothalamic tuberomammillary nucleus. Secara umum, saraf-saraf yang

menganding sekelompok sel ini sangat aktif ketika bangun dan NREM ,
sedangkan saat REM aktifitasnya sangatlah menurun bahkan hampir tidak ada
aktivitas.

Selain brainstem arousal-promoting systems, otak bagian depan juga


berhubungan dengan behaviour arousal. Secara umum sistem yang ikut
meregulasi bagun dan tidur pada otak bagian depan bergantung pada

21

brainstem. Namun pada keadaan pathologis


brainstem arousal

system,

setelah terjadi luka dibagian

sekelompok sel

otak bagian

depan

dapat

membantu siklus cortical arousal.

wake-promoting
hipotalamus,

dekat

forebrain

dengan

arousal

midbrain

megandung histaminergic TMN

ditemukan

junction.

Posterior

di

posterior

hipothalamus

dimana saraf tersebut merupakan sumber

histamine yang ada di CNS. Selain itu, saraf TMN juga mengandung
neurotransmitter yang berfungsi sebagai inhibisi, yakni GABA dan -opioid
peptide

endomorphin. Aktifitas TMN serupa dengan brainstem monoaminergic


grup yang sangat aktif saat keadaan bangun dan hamir tidak aktif saat tidur.
Histamin memiliki efek poten dalam arousal-promoting properties.

Di bagian rostral TMN dan lateral hipothalamus, terdapat saraf yang


menganding orexin neuropeptides, yang terdiri dari orexin A/hypocretin-1 dan
orexin

B/hypocretin-2.

Hampir

semua

saraf

orexin

juga

mengandung

neuropeptide dynorphin dan sebagian saraf tersebut juga mengandung


glutamate. Orexin sakan berproyeksi menuju otak depan bagian dasar,
korteks serebral,dan secara hubungan timbal balik, melengkapi brainstem
arousal system.

Saraf orexin aktif saat bangun dan meningkat saat sedang melakukan
eksplorasi, serta dapat meningkatkan aktivasi saraf TMN,LC dan DRN. Orexin
juga

berperan

dalam

regulasi

REM.

Selain

itu,

mengandung peptide melanin-concentrating hormone

terdapat

saraf

yang

22

(MCH) yang bercampur dengan orexin di lateral hypothalamus. Saraf


MCH mengandung GABA dan memiliki proyeksi yang sama dengan orexin,
namun ia sangat aktif saat REM dan menginhibisi ascending monoaminergic
systems.

Hasil dari penelitian baru menyebutkan terdapat cortically projecting


glutatmatergic neurons di posterior-lateral hypothalamus (PLH) yang dirasa
juga memiliki hubungan terhadap keadaan bangun

Saraf yang berada di basal forebrain (BF)

mentransmisikan sinyal

dari ARAS menuju korteks, dan BF memiliki peran penting untuk mengontrol
cortical arousal and wakeful consciousness. saraf yang berada di BF berkerja
dengan bantuan neurotransmitter acetylcholine,GABA,Glutamate sehingga
dapat mentransmisikan sinyal ke cortical pyramidal cells or interneurons.

Satu studi baru menyatakan bahwa basal gangklia terutama the striatum
and globus pallidus juga berperan dalam meregulasi keadaan bangun dan
tidur walaupun alur kerjanya masih belum jelas.

23

Gambar 1.3 Anatomi terkait regulasi tidur

2.3.3.2 Kontrol Tidur dan Bangun

Area ventrolateral preoptic (VLPO) di hipotalamus merupakan sleeppromoting circuitry area tersebut yang mengkontrol tidur dan bangun. Ketika
VLPO neuron di aktivasi dan wakefulness-promoting pathways tetap dalam
keadaan inaktivasi maka akan menghasilkan tidur. Begitu pula sebaliknya. VLPO

24

memiliki

regulasi

terhadap

ARAS

untuk

menghasilkan

tidur.

VLPO

merepresentasikan sisi tidur, sedangkan ARAS merepresentasikan sisi arousal.11


Hormon melatonin yang disintesis oleh kelanjar pineal berperan penting
dapam memodulasi circadian rhythm pada manusia, peneliian menunjukan bahwa
penggunaan melatonin secara eksogen dapat menginisiasi onset tidur lebih awal
dan durasi tidur yang lebih panjang.Selain itu, supresi level nokturnal melatonin
dapat memperpanjang waktu bangun serta menurunkan tidur NREM dan REM.11
Suprachiasmatic nucleus (SCN) yang berperan sebagai inisiator,
sedangkan neuron di SCN bertanggung jawab dalam menghasilkan circadian
rhythms.15 SCN mengandung reseptor melatonin yang nantinya pineal gland
memiliki

hubungan

timbak

balik

dengan

SCN.

Terdapat

beberapa

neurotransmitter yang terletak di SCN affent dan intereuron yakni serotonin,


neuropeptide Y, Y, vasopressin, vasoactive intestinal peptide, dan g-aminobutyric
acid.3
2.3.3.3 Mediator

Sitokin memiliki peran penting dalam imunitas dan regulasi tidur.


Beberapa sitokin seperti interleukin (IL), interferon-a,and tumor necrosis factor-a
(TNF-a) mendorong terjadinya tidur. pada saat kaadaan terjaga yang
berkepanjangan atau saat infeksi terdapat banyak substansi yang juga mendorong
terjadinya tidur.selain itu masih banyak faktor lainnya diantaranya delta sleep
inducing peptides, muramyl peptides, cholecystokinin, arginine vasotocin,
vasoactive intestinal peptide, growth hormone releasing hormone, somatostatin,
prostaglandin D2, nitric oxide, dan adenosine.16

25

Kekuangan tidur dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi. penelitian


yang dilakukan denga uji binatang menyatakan kekurangan tidur dapat mengubah
sistem imun.16 Sitokin terbukti berperan penting dalam pathogenesis dari
excessive daytime sleepiness, dan gangguan tidur lainnya. Kapsimalis dan
rekannya menyimpulkan sitokin merupakan mediator tidur dan berperan dalam
terjadinya athogenesis OSAS, narcoleps, sleep deprivation,dan insomnia.16
Kekurangan tidur yang menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan berkaitan
dengan meningkatnya produksi dari sitokin proinfalamasi yakni IL-6 dan TNF-a.16
Infeksi oleh virus, bakteri, dan jamur dapat mendorong terjadinya NREM namun
menekan REM. Tidur berperan sebagai pertahanan tubuh melawan tidur dan
memfasilitasi proses penyembuhan.16

2.3.4

Gangguan tidur

Secara umum, gangguan tidur dapat menyebabkan rasa kantuk,


menurunnya performa, kewaspadaan,atensi, konsentrasi, dan memori, sehingga
dapat berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang, selain itu pula
terdapat hubungan yang mempengaruhi metabolisme, hormonal, dan imunitas
tubuh. Dari segi imunologis, gangguan tidur mempengaruhi penekanan imunitas,
bahkan gangguan tidur yang parsial dapat menurunkan respon imun seluler.
2.3.4.1 Epidemiologi

Keluhan mengenai tidur merupakan masalah yang tak jarang ditemui.


Kurang lebih 10 % orang dewasa mengalami insomnia setiap malamnya selama

26

kurun waktuminimal 2 minggu.dan 30% orang dewasa pernah mengalami


gangguan tidur selama beberapa malam setiap bulannya. 4% - 21% populasi
setidaknya pernah mengalami Excessive daytime sleepiness selama 3 hari dalam
seminggunya. Serta dalam laporan yang tercatat 5% mengalami Excessive
daytime sleepiness dengan tingkat keparahan berat. 90% populasi selama
hidupnya pernah mengalami parasomnia, dan 12% pernah mengalami parasomnia
lebih dari 4 kali. Namun mayoritas dari mereka yang mengeluhkan gangguan tidur
tidak datang untuk berobat, hanya 6% yang berobat ke dokter dan lebih dari 70%
penderita insomnia berobat

berobat ke dokter dan kebanyakan dari mereka

menggunakan obat yang dibeli sendiri (tanpa anjuran dokter terlebih dahulu)
untuk meringankan gangguan tidurnya. Kurang lebih 28% pasien insomnia
memiliki kaitan dengan gangguan mental dan membutuhkan menejemen lebih
lanjut.17
2.3.4.2 Etiologi

Setiap gangguan tidur memiliki eiologi dan faktor resiko yang berbeda,
contohnya defisiensi hipokretin dapat menyebabkan narkolepsi, di lain sisi
defisiensi zat besi dan beberapa gen dapat menyebabkan restless legs syndrome
(RLS).
2.3.4.3 Klasifikasi

Berdasarkan International Classification of Sleep Disorder gangguan


tidur terdiri dari macam-macam jenis yang dirangkum pada table 1.4.

27

a. Insomnia

Penderita gangguan tidur insomnia akan mengeluh sulit untuk tertidur,


mudah terbangun di malam hari, bangun sangat dini , merasa tidak beristirahat
walau tidur sepajang malam, akibatnya performa di siang hari menjadi menurun
dikarenakan merasa lelah namun tidak sampai mengakibatkan mengantuk yang
berlebihan sehingga dapat tertidur dimanapun juga.17
penderita psychophysiologic insomnia bahkan sulit tertidur baik di siang
maupun malam hari, dan ketika malam mulai menjelang kekhawatiran mereka
semakin bertambah,namun mereka dapat tertidur di saat merasa rileks di awal sore
hari. Sedangkan penderita dengan insomnia, mereka menunda tidur malamnya
hingga merasa sangat ngantuk dan mereka sering berdiam lebih lama diatas
tempat tidur saat pagi hari dikarenakan buruknya kualitas tdan kuantitas tidur pada
malam hari .17
Saat siang hari,penderita insomnia memiliki gejala lelah, mudah
tersinggung atau marah , dan terjadi perubahan susana hati, dan memiliki
tantangan tersendiri untuk menyelesaikan aktvitas sehari-hari. Keluhan terkait
masalah memori, konsentrasi, dan atensi. Sakit kepala atau pusing dapat menjadi
keluhan penyerta lainnya yang dapat terjadi secara hilang timbul atau terus
menerus.17

b. Excessive Daytime Sleepiness (EDS)

Penderita

gangguan

tidur

Excessive

Daytime

Sleepiness

akan

mengeluhkan mudah lelah dan tidak ada energi dibandingkan dengan orang lain.

28

EDS adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga dan waspada di


sepanjang hari, sehingga mereka dapat merasakan kantuk atau tertidur ditempat
yang tidak tepat seperti saat berada di depan televisi, duduk dan membaca secara
tenang, saat mengikuti kuliah dan aktivitas sosial dengan lampu yang redup.17
Memiliki jam tidur yang melebihi durasi normal dan merasa mengantuk
saat siang hari. 17Setelah tidur siang, penderita EDS dapat merasa segar namun
dapat pula masih merasa mengantuk.17 Konsekuensi dari EDS antara lain ialah
perubahan kognisi secara kronis dikarenakan menurunnya performa belajar dan
bekerja, selain itu dapat meningkatkan resiko kecelakaan baik di tempat kerja,
perjalan maupun rumah.17

c. Abnormal Events During Sleep

Parasomnia adalah kejadian tidak diinginkan yang terjadi saat tidur.


Parasomnia terdiri dari sleep-related movements, perilaku, emosi, persepsi,
mimpi, fungsi sistem saraf otonom, contohnya mimpi buruk, sleepwalking, dan
REM sleep behavior disorder (RBD).17 Kejadian tersebut dapat muncul di waktu
atau siklus tidur tertentu. Seperti sleepwalking and sleep terrors terjadi saat SWS
terutama di satupertiga awal malam, nightmares and RBD terjadi saat REM yang
terjadi di satupertiga akhir malam, . Prolonged expiratory groaning during sleep
terutama pada satu perdua akhir malam.17

d. Sleep Related Breathing Disorders

29

Pada kasus ini penderita biasanya memiliki gejala mendengkur, gasping,


berhentinya nafas saat tidur, mulut kering atau terasa sakit saat bangun, dan
hiperhidrosis.17Walau begitu, tidak semua penderita sleep related breathing
disorders mengeluhkan semua keluhan diatas, mungkin saja penderita hanya
mengeluhkan salah satu gejala diatas.17Sleep Related Breathing Disorders
memiliki bermacam-macam diagnosis yang terdiri dari gejala klinis yang
berlainan. Contohnya central sleep apnea dan sleep-related hypoventilation
memiliki gejala klinis yakni saat tidur nafas penderita dangkal atau tidak bernafas
sama sekali serta tidak disertai dengkuran.17

e. Sleep-Related Movement Disorders

Sleep-Related Movement Disorders merupakan gerakan yang dapat


mengganggu tidur.17sebagai contoh tersering adalah restless legs syndrome (RLS)
and sleep-related leg cramps dimana penderita mengeluhkan rasa sakit atau tidak
nyaman yang terjadi sebelum onset tidur atau hingga menyebabkan terbangun
pada malam hari. Periodic limb movement disorder merupakan gerakan
menyentakan kaki (dapat pula tangan namun lebih jarang terjadi) yang terjadi
dalam interval 20 40 detik dan terjadi berulangkali.17
Anamnesis, pada saat melakukan tahapan ini dokter perlu menanyakan
keluhan utama dan manifestasi klinis lainnya yang ada pada pasien yang
sebelumnya telah dipaparkan.saat dilakukan anamnesis dokter juga perlu
menanyakan

riwayat pengobatan,penyakit,

psikiatri,

keluarga

dan masa

30

kecil,sosial, pekerjaan karena dapat berkaitan dengan gangguan tidur yang dialami
serta dapat berpengaruh pada faktor resiko,pengobatan dan prognosis.17
Selain itu, terdapat berbagaimacam jenis kuisioner yang telah tersedia
yang dapat dipakai dan membantu menegakan diagnosis.
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang terdiri dari tekanan darah, tinggi
badan,

berat

badan,

index

masa

tubuh,

distribusi

lemak,

skor

mallampati,pemeriksaan neurologi, dan pemeriksaan lain.17


Terakhir, terdapat berbagai macam pemeriksaan yang dilakukan engan
menggunakan alat diagnosis atau pemeriksaan laboratorium, diantaranya
Electromyography, Nerve Conduction Velocity Tests,Nocturnal Polysomnography,
Multiple Sleep Latency Testing, Psychomotor Vigilance Test, Actigraphy,
Ancillary Tests, Blood and Urine Tests, Genetic Testing, Lumbar Puncture.17

Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International Classification of Sleep Disorder

31

Tabel 1.4 Klasifikasi gangguan tidur berdasarkan International Classification of Sleep Disorder

32

Untuk dapat mendiagnosis dengan baik dan menyingkirkan diagnosis


banding maka secara garis besar diperlukan 3 tahap yaitu:
2.3.4.4 Manifestasi klinis

Terdapat tiga kategori gejala yang sering dikeluhkan pasien, yaitu:


Kategori pertama yaitu insomnia, gejala utama yang terdapat pada antara
lain sulit untuk memulai tidur, merasa terus mengantuk, tidak dapat tidur cukup
lama, merasa tidak beristirahat saat bangun.
Kategori kedua yaitu mengantuk secara berlebihan atau lelah dimana
gejala lainnya dapat berupa adanya gangguan kognisi seperti sulit berkonsentrasi,
bermasalah dengan memori dan koordinasi, merasa kekurangan energi, sehingga
meyebabkan rasa mengantuk dan mudah tertidur dimanapun juga bahkan di waktu
yang tidak tepat.
Kategori ketiga terdiri dari kejadian abnormal yang terjadi saat tidur yang
dapat melibatkan saraf sensorik dan motorik.

33

2.3.5

Sleep hygiene

Sleep hygiene merupakan suatu usaha untuk mempebaiki kualitas tidur


baik dengan beberapa komponen yang melibatkan aktivitas dan perilaku. 18Edukasi
sleep hygiene bertujuan untuk memberikan informasi terkait pola hidup dan faktor
lingkungan sehingga dapat mendorong terjadinya kualitas tidur yang lebih baik.
Secara general pedoman dari sleep hygiene antara lain adalah menghindari
stimulan (contohnya kafein) dan alkohol beberapa jam sebelum waktu tidur
karena dapat memfragmentasi tidur, menghindari alkohol beberapa jam sebelum
waktu tidur berolah raga secara teratur terutama pada akhir siang atau awal sore
hari karena dapat membuat tidur yang lebih dalam, bersantai setidaknya satu jam
sebelum waktu tidur, mengkondisikan kamar tidur yang tenang, gelap, dan
nyaman.18 Sleep hygiene juga menjadi bagian dari menejemen insomnia. Hasilnya
kurang lebih 70 80% penderita insomnia merasakan manfaat dari sleep
hygiene.18

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Bahan/Subjek Penelitian

3.1.1

Subjek Penelitian

Subjek penelitian berkewarganegaraan Indonesia yang tercatat sebagai


mahasiswa yang menempuh Program Studi Sarjana di Universitas padjajaran pada
salah satu fakultas berikut:

Fakultas Kedokteran

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Fakultas Hukum

Fakultas Ilmu Budaya

Fakultas Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

31

3.1.2

Populasi dan Sampel Penelitian

Target populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas


Kedokteran dan Fakultas Sosial di Indonesia. Sedangkan

akses populasinya

adalah Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Sosial di Universitas


Padjajaran. Kemudian seluruh akses populasi akan diberi inform consent dan
diminta untuk menjawab kuisioner. setelah mendapatkan data terkait akses
populasi yang telah mengisi dan bersedia mengikuti penelitian (intended sample),
selanjutnya akan

32

32

dilakukan random terhadap akses populasi sehingga didapatkanlah subjek


penelitian. Upaya diatas dilakukan untuk meningkatkan validitas penelitian.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian deskriptif,sehingga besar
sample minimal yang dibutuhkan berpedoman pada perhitungan sample berikut:
2
Z x Px Q
2
n=
d

n=

1,96 2 x 0,5 x 0,5


2
0,1

n = 96,04 (dibulatkan menjadi 97)


Keterangan
z
= deviat baku alfa
P

= proporsi kategori variabel yang diteliti (nilai P didapat dari


penelitian sebelumnya, dan jika tidak ada gunakan P= 0,5 untuk
mendapatkan hasil maksimal, sehingga diharapkan penelitian

lebih valid
Q
=1P
d
= presisi
maka dari rumus diatas sample minimal yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah 97 sample.

3.1.3
a.

Kriteria Seleksi

Kriteria Inklusi
1. Subjek penelitian berkewarganegaraan Indonesia yang tercatat sebagai
mahasiswa yang menempuh Program Studi Sarjana di Universitas
padjadjaran angkatan 2011-2013 pada salah satu fakultas berikut:

33

2.

Fakultas Kedokteran

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Fakultas Hukum

Fakultas Ilmu Budaya

Fakultas Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Subjek telah diberikan inform consent dan bersedia mengikuti dari awal

hingga akhir penelitian.


b.

Kriteria Ekslusi
1. Subjek telah di diagnosis / memiliki riwayat gangguan tidur sebelum
tercatat menjadi mahasiswa Universitas Padjadjaran.
2. Subjek yang tidak mengikuti penelitian hingga akhir.
3. Subjek yang berusia 17 tahun.

34

3.2

Metode Penelitian
3.2.1

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan design cross sectional atau potong lintang


karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan melihat gambaran gangguan
tidur terhadap higenitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Sosial Universitas Padjajaran berdasarkan data yang di dapat dari pengisian
kuisioner yang telah valid dan reliabel. Pengambilan data hanya dilakukan satu
waktu saja.

3.2.2

Variabel

Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional

Indikator

skala

Program studi merupakan


program
Jenis Program studi terdapat

sarjana
di

yang

Universitas

Asal Fakultas
yang dijalani

Padjajaran

dan

merupakan salah satu dari


fakultas berikut :
1. Fakultas Kedokteran

ordinal

35

2. Fakultas Ilmu Sosial


dan Ilmu Politik
3. Fakultas Ilmu Bahasa
4.Fakultas

Ilmu

Komunikasi
5. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis
6. Fakultas Hukum
Gangguan
yang

dinilai

Kuisioner

tidur
dari
yang Dinilai dengan ketentuan

khusus dibuat untuk yang

tercantum

di

Gangguan tidur
penelitian ini yang kuisioner
dia

adaptasi

Epworth

dari Sleepiness Scale

kuisioner Epworth

nomin

Sleepiness Scale

al

Faktor-faktor yang Dinilai dan dikategorikan


dapat

sesuai ketentuan kuisioner

mempengaruhi

khusus yang dibuat untuk

tidur.

penelitian ini.

Sleep Hyigene
nomin
al

36

3.2.3

Instrumen peneltitian

Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner khusus
yang dibuat sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, dan konten dari kuisioner
tersebut mengadaptasi dari kuisioner yang telah ada, yaitu kuisioner epsworth
sleepiness scale r dan sleep hygiene index.

3.2.4

Analisis Data

Setelah subjek mengisi kuisioner dan dipastikan data yang dianalisis telah
memenuhi kriteria seleksi, kuisioner akan dikelompokan berdasarkan fakultas
setelah dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 15.0 for Windows
Evaluation Version. Tahap analisis sendiri terdiri dari dua tahap, pertama tiap
fakultas dinilai jumlah sample yang mengalami gangguan tidur dan tidak
mengalami gangguan tidur,sehingga bisa mendapat nilai prevalensi dari kedua
kategori tersebut. Selanjutnya dilakukan tahap kedua, yaitu penilaian higenitas
tidur berdasarkan kelompok yang mengalami atau tidak mengalami gangguan
tidur.
Data yang telah dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram
beserta dengan pejelasannya.

37

3.2.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan ditiap Fakultas yang terlibat , dalam


rentang bulan April - Oktober 2014.
3.3

Aspek Etik Penelitian

Aspek etik yang harus diperhatikan dan dijaga adalah kesedian subjek
untuk mengikuti penelitian yang sebelumnya telah dilakukan inform consent
sehingga subjek telah mengerti secara jelas dan mengetahui konsekuensi.
Selain itu, peneliti harus menjaga kerahasiaan atas segala data yang
subjek berikan , serta bersikap jujur dan mencegah hal-hal yang dapat berdampak
pada terjadinya kesalahan penelitian.

REFERENSI

1.
Jr' TlL-C. Sleep Medicine: Essentials and Review. 9 ed: Oxford
University Press, Inc.; 2008.

38

2.
How Much Sleep Do We Really Need? [cited 2014 1 maret 2014].
Available from: http://www.sleepfoundation.org/how-sleep-works/how-muchsleep-do-we-really-need.
3.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 17-9.
4.
2002 Sleep in America Poll http://www.sleepfoundation.org/sleeppolls-data/sleep-in-america-poll/2002-adult-sleep-habits:
National
Sleep
Foundation; 2002 [cited 2014 1 maret 2014].
5.
Hauri PJ. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia: Elsevier;
2012. p. 152.
6.
Wulandari RP. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Skripsi pada Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technologi UI.
2012:1.
7.
Fridayana. Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai
Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura. 2013:3.
8.
Wulandari RP. Hubungan Tingkat Stres dengan Gangguan Tidur pada
Mahasiswa Skripsi pada Salah Satu Fakultas Rumpun Science-Technologi UI.
2012.
9.
Fridayana. Hubungan antara Kualitas dan Kuantitas Tidur dengan Nilai
Modul pada Mahasiswa Kedokteran Praklinik Universitas Tanjungpura. 2013.
10.

Adeleyna N. Analisis insomnia. 2008.

11.
Elda Arrigoni ea. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea,
editor. An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia:
Elsevier; 2012. p. 42-8.

39

12.
Quan SF. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
History of Sleep in Society, Sleep Science, and Sleep Medicine. History of Sleep
in Society, Sleep Science, and Sleep Medicine. Philadelphia: Elsevier; 2012. p. 3.
13.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 6-10.
14.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. An Overview of Normal Sleep. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 33.
15.
Elda Arrigoni ea. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea,
editor. An Overview of Sleep: Physiology and Neuroanatomy. Philadelphia:
Elsevier; 2012. p. 52.
16.
Chokroverty S. Sleep Disorders Medicine: Basic Science, Technical
Considerations,
and Clinical Aspects. In: Brigido A, editor. BASIC ASPECTS OF SLEEP. 3rd
ed2009. p. 24-8.
17.
Thorpy MJ. Therapy in sleep medicine. In: Steven W. Lockley ea, editor.
Approach to the Patient with a Sleep Disordery. Philadelphia: Elsevier; 2012. p.
10-25.
18.
Charles M. Morin ea. Sleep Disorders Medicine: Basic Science,
Technical Considerations,
and Clinical Aspects. Nature and Treatment of Insomnia. Philadelphia: Elsevier;
2009. p. 367.

40

Anda mungkin juga menyukai