Anda di halaman 1dari 24

Pendahuluan

Persoalan alat ukur yang digunakan evaluator ketika melakukan kegiatan evaluasi sering dihadapkan
pada persoalan akurasi, konsisten dan stabilitas sehingga hasil pengukuran yang diperoleh bisa
mengukur dengan akurat sesuatu yang sedang diukur. Instrumen ini memang harus memiliki akurasi
ketika digunakan. Konsisten dan stabil dalam arti tidak mengalami perubahan dari waktu pengukuran
satu ke pengukuran yang lain.
Data yang kurang memiliki validitas dan reliabilitas, akan menghasilkan kesimpulan yang bias, kurang
sesuai dengan yang seharusnya, dan bahkan bisa saja bertentangan dengan kelaziman. Untuk membuat
alat ukur instrumen itu, diperlukan kajian teori, pendapat para ahli serta pengalaman-pengalaman yang
kadangkala diperlukan bila definisi operasional variabelnya tidak kita temukan dalam teori. Alat ukur
atau instrumen yang akan disusun itu tentu saja harus memiliki validitas dan reliabilitas, agar data yang
diperoleh dari alat ukur itu bisa reliabel, valid dan disebut dengan validitas dan reliabilitas alat ukur
atau validitas dan reliabilitas instrumen.
1.1 Validitas Instrumen
1.1.1

Pengertian

Karakter pertama dan memiliki peranan sangat penting dalam instrument evaluasi adalah valid. Suatu
instrument dikatakan valid, seperti yang duterangkan oleh Gay (1983) dan Johnson & Johnson (2002),
apabila instrument yang digunakan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Sukardi, 2008).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Scarvia B. Anderson (dalam Arikunto, 1997) bahwa A test
is valid if it measures what is purpose to measure. Atau jika diartikan krang lebih, sebuah tes
dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa Indonesia
Valid disebut dengan istilah Sahih.
Menurut Sukardi (2008: 31) validitas instrument suatu evaluasi, tidak lain adalah derajat yang
menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur. Validitas suatu instrument evaluasi
mempunyai beberapa makna penting diantaranya seperti berikut:
1)
Validitas berhubungan dengan ketepatan interpretasi hasil tes atau instrument evaluasi untuk
group individual dan bukan instrument itu sendiri.
2)
Validitas diartikan sebagai derajat yang menunjukkan kategori yang bisa mencakup kategori
rendah, menengah dan tinggi.
3)
Prinsip suatu tes valid, tidak universal. Validitas suatu tes yang perlu diperhatikan oleh para
peneliti adalah bahwa Ia hanya valid untuk suatu tujuan tertentu saja.
1.1.2

Macam-macam Validitas

Menurut Sukardi (2008) secara metodologis validitas suatu tes dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu validitas isi, validitas konstruk, validitas konkruen dan validitas prediksi. Macam-macam
validitas tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1)

Validitas isi

Yang dimaksud validitas isi ialah derajat dimana sebuah tes evaluasi mengukur cakupan substansi yang
ingin diukur. Untuk mendapatkan validitas isi memerlukan dua spek penting, yaitu valid isi dan valid
teknik sampling.Valid isi mencakup khususnya, hal-hal yang berkaitan dengan apakah item-item
evaluasi menggambarkan pengukuran dalam cakupan yang ingin diukur. Sedangkan validitas teknik
sampling pada umunya berkaitan dengan bagaimanakah baiknya suatu sampel tes mempresentasikan
total cakupan isi (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 64) sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan
khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang
diberikan tertera dalam kurikulum maka validitas isi juga disebut validitas kurikuler.
2)

Validitas Konstruk

Validitas konstruk merupakan derajat yang menunjukkan suatu tes mengukur sebuah konstruk
sementara atau Hyptotetical construct. Secara definitife, konstruk merupakan suatu sifat yang tidak
dapat diobservasi, tetapi kita dapat merasakan pengaruhnya melalui salah satu atau dua indera kita
(Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto(1997: 64) sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir
soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berfikir seperti disebutkan dalam tujuan
instruksional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berfikir tersebut sudah
sesuai dengan aspek berfikir yang menjadi tujuan instruksional.
3)

Validitas Konkruen

Validitas konkruen adalah derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang
telah dibuat. Tes dengan validitas konkruen biasanya diadministrasi dalam waktu yang sama atau
dengan criteria valid yang sudah ada. Sering kali juga terjadi bahwa tes dibuat atau dikembangkan
untuk pekerjaan yang sama seperti beberapa tes lainnya, tetapi dengan cara yang lebih mudah dan
lebih cepat. Validitas konkruen ditentukan dengan membangun analisis hubungan dan perbedaan
(Sukardi, 2008).
4)

Validitas Prediksi

Validitas prediksi adalah derajat yang menunjukkan suatu tes dapat memprediksi tentang bagaimana
baik seseorang akan melakukan suatu prospek atau tugas atau pekerjaan yang direncanakan. Validitas
prediksi suatu tes pada umumnya ditentukan dengan membangun hubungan antara skor tes dan
beberapa ukuran keberhasilan dalam situasi tertentu yang digunakan untuk memprediksi keberhasilan,
yang selanjutnya disebut sebagai predictor. Sedangkan tingkah laku yang diprediksi disebut criterion
(Sukardi, 2008).
Sedangkan menurut Arikunto(1997: 66) memprediksi artinya meramal, dan meramal selalun mengenai
hal yang akan datang jika sekarang belum terjadi. Sebuah tes memiliki validitas prediksi atau validitas
ramalan apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang
akan datang.
1.1.3

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Validitas

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil tes evaluasi tidak valid. Beberapa faktor tersebut secara
garis besar dapat dibedakan menurut sumbernya, yaitu faktor internal dari tes, faktor eksternal tes, dan
faktor yang berasal dari siswa yang bersangkutan.

1)

Faktor yang berasal dari dalam tes


1. Arahan tes yang disusun dengan makna tidak jelas sehingga dapat mengurangi validitas tes
2. Kata-kata yang digunakan dalam struktur instrument evaluasi, tidak terlalu sulit
3. Item tes dikonstruksi dengan jelas.
4. Tingkat kesulitan item tes tidak tepat dengan materi pembelajaran yang diterima siswa.
5. Waktu yang dialokasikan tidak tepat, hal ini termasuk kemungkinan terlalu kurang atau terlalu
longgar.
6. Jumlah item terlalu sedikit sehingga tidak mewakili sampel
7. Jawaban masing-masing item evaluasi bisa diprediksi siswa

2)

Faktor yang berasal dari administrasi dan skor tes.


1. Waktu pengerjaan tidak cukup sehingga siswa dalam memberikan jawaban dalam situasi
tergesa-gesa.
2. Adanya kecrangan dalam tes sehingga tidak membedakan antara siswa yang belajar dengan
melakukan kecurangan.
3. Pemberian petunjuk dari dari pengawas yang tidak dapat dilakukan pada semua siswa.
4. Teknik pemberian skor yang tidak konsisten.
5. Siswa tidak dapat memngikuti arahan yang diberikan dalam tes baku.
6. Adanya joki (orang lain bukan siswa) yang masuk dalam menjawab item tes yang diberikan.

3)

Faktor yang berasal dari jawaban siswa

Seringkali terjadi bahwa interpretasi terhadap item-item tes evaluasi tidak valid, karena dipengaruhi
oleh jawaban siswa dari pada interpretasi item-item pada tes evaluasi (Sukardi, 2008).
1.1.4

Cara Mengetahui Validitas Alat Ukur

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memilki
kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui
kesejajaran adalah dengan teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh pearson (Arikunto,
1997)
1.2 Reliabelitas Instrumen
1.2.1

Pengertian

Menurut Sukardi (2008: 43) relaibelitas adalah karakter lain dari evaluasi. Reliabelitas juga dapat
diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan. Suatu instrument evaluasi dikatakan mempunyai

nilai reliabelitas tinggi, apabila tes yang dibuat mempunyai hasil konsisten dalam mengukur yang
hendak diukur.
Sehubungan dengan reliabelitas ini Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan (dalam Arikunto, 1997)
menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabelitas ini penting. Dalam hal ini
validitas lebih penting, dan reliabelitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Sebuah tes
mungkin reliable tapi tidak valid. Sebaliknya tes yang valid biasanya reliable.
1.2.2

Tipe-tipe Reliabelitas

Menurut Sukardi (2008) Ada beberapa tipe reliabelitas yang digunakan dalam kegiatan evaluasi dan
masing-masing reliebelitas mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Beberap tipe reliebelitas di
antaranya: tes-retes, ekivalen, dan belah dua yang ditentukan melalui korelasi.
Berbagai tipe tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1)

Relibalelitas Dengan Tes-Retes

Reliabelitas tes-retes tidak lain adalah derajat yang menunjukkan konsistensi hasil sebuah tes dari
waktu ke waktu. Tes-Retes menunjukkan variasi skor yang diperoleh dari penyelenggaraan satu tes
evaluasi yang dilaksanakan dua kali atau lebih, sebagai akibat kesalahan pengukuran. Dengan kata
lain, kita tertarik dalam mencari kejelasan bahwa skor siswa mencapai suatu tes pada waktu tertentu
adalah sama hasilnya, ketika siswa itu dites lagi dengan tes yang sama. Dengan melakukan tes-retes
tersebut. Seorang guru akan mengetahui seberapa jauh konsistensi suatu tes mengukur apa yang ingin
diukur (Sukardi, 2008).
Sedangkan Arikunto (1997: 88) Metode tes ulang (tes-retes) dilakukan untuk menghindari dua
penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metode ini pengetes hanya memiliki satu
seri tes tapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya satu dan dicobakan dua kali, maka metode ini
dapat disebut juga dengan single-test-double-trial-method.
Reliebelitas tes retes dapat dilakukan dengan cara seperti berikut:
1. Selenggarakan tes pada suatu kelompok yang tepat sesuai dengan rencana.
2. Setelah selang waktu tertentu, misalnya satu minggu atau dua minggu, lakukan kembali tes
yang sama dengan kelompok yang sama tersebut.
3. Korelasikan kedua hasil tes tersebut.
Jika hasil koefisien menunjukkan tinggi, berarti reliabilias tes adalah bagus. Sebaliknya, jika korelasi
rendah, berarti tes tersebut mempunyai konsistensi rendah (Sukardi, 2008).
2)

Reliabelitas Dengan Bentuk Ekivalensi

Sesuai dengan namanya yaitu ekivalen, maka tes evaluasi yang hendak diukur reliabelitasnya dibuat
identik dengan tes acuan. Setiap tampilannya, kecuali substansi item yang ada, dapat berbeda. Kedua
tes tersebut sebaliknya mempunyai karakter yang sama. Karakteristik yang dimaksud misalnya
mengukur variabel yang sama, mempunyai jumlah item sama, struktur sama, mempunyai tingkat
kesulitan dan mempunyai petunjuk, cara penskoran, dan interpretasi yang sama (Sukardi 2008).

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 87) tes paralel atau equivalent adalah dua
buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran dan susunan, tetapi butir-butirnya
berbeda. Dalam istilah bahasa Inggris disebut Alternate-forms method (parallel forms).
Tes reliabelitas secara ekivalen dapat dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan sasaran yang hendak dites
2. Lakukan tes yang dimaksud kepada subjek sasaran tersebut.
3. Administrasikan hasilnya secara baik.
4. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, lakukan pengetesan yang kedua kalinya pada kelompok
tersebut
5. Korelasikan kedua hasil skor tersebut (Sukardi, 2008).
Perlu diketahui juga bahwa tes ekivalensi mempunyai kelemahan yaitu bahwa membuat dua buah tes
yang secara esensial ekivalen adalah sulit. Akibatnya akan selalu terjadi kesalahan pengukuran
(Sukardi, 2008). Pernyataan lain juga disampaikan oleh Arikunto (1997: 88) kelemahan dari metode
ini adalah pengetes pekerjaannya berat karena harus menyusun dua seri tes. Lagi pula harus tersedia
waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes.
3)

Reliebilitas Dengan Bentuk Belah Dua

Menurut Sukardi (2008: 47) Reliabilitas belah dua ini termasuk reliabilitas yang mengukur konsistensi
internal. Yang dimaksud konsistensi internal adalah salah satu tipe reliabilitas yang didasarkan pada
keajegan dalam setiap item tes evaluasi. Relibilitas belah dua ini pelaksanaanya hanya satu kali.
Cara melakukan reliabilitas belah dua pada dasarnya dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Lakukan pengetesan item-item yang telah dibuat kepada subjek sasaran.
2. Bagi tes yang ada menjadi dua atas dasar dua item, yang paling umum dengan membagi item
dengan nomor ganjil dengan item dengan nomor genap pada kelompok tersebut.
3. Hitung skor subjek pada kedua belah kelompok penerima item genap dan item ganjil.
4. Korelasikan kedua skor tersebut, menggunakan formula korelasi yang relevan dengan teknik
pengukuran (Sukardi, 2008).
Untuk mengetahui seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-Brown (Arikunto, 1997):
1.2.3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Reliabilitas Instrumen

Menurut Sukardi (2008:51-52) koefisien reliabilitas dapat dipengaruhi oleh waktu penyelenggaraan
tes-retes. Interval penyelenggaraan yang terlalu dekat atau terlalu jauh, akan mempengaruhi koefisien
reliabilitas. Faktor-faktor lain yang juga mempengaruhi reliabilitas instrument evaluasi di antaranya
sebagai berikut::

1)
Panjang tes, semakin panjang suatu tes evaluasi, semakin banyak jumlah item materi
pembelajaran diukur.
2)
Penyebaran skor, koefisien reliabelitas secara langsung dipengaruhi oleh bentuk sebaran skor
dalam kelompok siswa yang di ukur. Semakin tinggi sebaran, semakin tinggi estimasi koefisien
reliable.
3)
Kesulitan tes, tes normative yang terlalu mudah atau terlalu sulit untuk siswa, cenderung
menghasilkan skor reliabilitas rendah.
4)
Objektifitas, yang dimaksud dengan objektif yaitu derajat dimana siswa dengan kompetensi
sama, mencapai hasil yang sama.
http://binham.wordpress.com/2012/01/07/validitas-reliabilitas-instrumen-evaluasi/ diakses tanggal 22
April 2014 Pukul 20.15 WIB

Secara umum yang dimaksud dengan instrument adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan
akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat ukur atau pengumpulan data mengenai suatu
variable. Dalam bidang penelitian instrument diartikan sebagai alat untuk mengumpulkan data
mengenai variable-variable penelitian untuk kebutuhan penelitian, sedangkan dalam bidang pendidikan
instrument digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai
hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar, keberhasilan proses
belajar-mengajar dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu (Djaali & Pudji Mulyono, 2007)
A.

Instrumen Evaluasi

Pada daarnya instrument dapat dibagi dua yaitu tes dan non tes. Yang termasuk kelompok tes adalah
tes prestasi belajar, tes intelegensi, tes bakat, dan tes kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk
dalam kelompok non tes ialah skala sikap, skala penilaian, observasi, wawancara, angket dokumentasi
dan sebagainya.
1)

Tes

a.

Pengertian

Secara umum tes diartika sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur pengetahuan atau
penguasaan objek ukur terhadap seperangkat kontendan meteri tertentu. Menurut Sudijono (1996) tes
adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes dapat juga
diartikan sebagai alat pengukur yang mempunyai standar objektif, sehingga dapat dipergunakan secara
meluas, serta betul-betul dapat dipergunakan untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis
atau tingkah laku individu. Sedangkan menurut Norman (1976) tes merupakan salah satu prosedur
evaluasi yang komprehensif, sistematik, dan objektif yang hasilnya dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan keputusan (Djaali & Pudji Mulyono, 2007).
b.

Fungsi Tes

Menurut Anas Sudijono (2001: 67) secara umum ada dua fungsi tes antara lain:
1)
Tes sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini ters berfungsi mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh
proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
2)
Tes sebagai alat pengukur keberhasilan program mengajar di sekolah. Sebab melalui tes akan
dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan atau dicapai.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Djaali & Pudji Mulyono (2007: 7) fungsi tes dibagi menjadi tiga,
antara lain:
1)

Alat untuk mengukur prestasi belajar siswa

Sebagai alat untuk mengukur prestasi belajar siswa tes dimaksudkan untuk mengukru tingkat
perkembangan atau kemajuan yang telah dicaai siswa setelah menempuh proses belajar mengajar
dalam waktu tertentu. Dalam kaitan ini tes digunakan untuk mengukur keberhasilan program
pengajaran. Sebagai alat untuk mengukur keberhasilan program pengajaran, tes berfungsi untuk
menunjukkan seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan dapat dicapai, dan seberapa

banyak yang belum tercapai serta menentukan langkah apa yang perlu dilakukakan untuk
mencapainya.
2)

Sebagai motivator dalam pembelajaran

Hampir semua ahli teori pembelajaran menekankan pentingnya umpan balik yang berupa nilai untuk
meningkatkan intensitas kegiatan belajar. Fungsi ini dapat optimal apabila nilai hasil tes yang
diperoleh siswa betul-betul objekti dan sahih, baik secara internal maupun secara eksternal yang dapat
dirasakan langsung oleh siswa yang diberi nilai melalui tes.
3)

Upaya perbaikan kulaitas pembelajaran

Dalam rangka meningkatkan kuaitas pembelajaran ada tiga jenis tes yang perlu dibahas, yaitu tes
penempatan, diagnostik dan formatif.
4)

Menentukan berhasil atau tidaknya siswa sebagai syarat untuk melanjutkan pendidikan

Tes ini berfungsi untuk menentukan nilai yang menjadi lambing keberhasilan siswa setelah mereka
menempuh proses pembelajaran dalam waktu tertentu
c.

Jenis tes

Ada beberapa jenis tes yang sering digunakan dalam proses pendidikan, yaitu:
1)

Tes penempatan

Tes yang dilaksanakan untuk keperluan penempatan bertujuan agar setiap siswa yang mengikutin
kegiatan pembelajaran di kelas atau pada jenjang pendidikan tertentu dapat mengikuti kegiatan
pembelajaran secara efektif, karena dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Contohnya tes
bakat, tes kecerdasan dan tes minat.
2)

Tes Diagnostik

Tes diagnostik dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa, menentukan
faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar dan menetapkan cara mengatassi kesulitan belajat
tersebut. Dengan demikian jelas ada kaitan yang erat antara tes penempatan dan diagnostic. Bahkan
dapat dikatakan keduanya saling melengkapi dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan
efektivitas kegiatan pendidikan pada suatu jenis atau jenjang pendidikan tertentu.
3)

Tes Formatif

Tes formatif pada dasarnya adalah tes yang bertujuan untuk mendapatkan umpan balik bagi usaha
perbaikan kualitas pembelajaran dalam konteks kelas. Kulaitas pembelajaran dikelas ditentukan oleh
intensitas proses belajar (proses intern) dalam diri setiap siswa sebagai subjek belajar sekaligus peserta
didik.
4)

Tes Sumatif

Hasil tes sumatif berguna untuk (a) menentukan kedudukan atau ranking masing-masing siswa dalam
kelompoknya (b) menentukan dapat atau tidaknya siswa melanjutkan program pembelajaran
berikutnya, dan (c) menginformasikan kemajuan siswa untuk disampaikan kepada pihak lain seperti

orang tua, sekolah, masyarakat, dan lapangan kerja. Jika tes sumatif dilaksanakan pada setiap akhir
semester, maka setiap akhir jenjang pendidikan dilaksanakan tes akhir atau biasa disebut evaluasi
belajar tahap akhir (Djaali & Pudji Mulyono, 2007)
d.

Bentuk Tes

Untuk melaksanakan evaluasi hasil mengajar dan belajar, seorang guru dapat menggunakan dua
mecam tes, yakni tes yang telah distandarkan (standardized test) dan tes buatan guru sendiri (teachermade test). Achievement test yang biasa dilakukan oleh guru dapat dibagi menjadi dua golongan,
yakni tes lisan (oral tes) dan tes tertulis (writen tes). Tes tertulis dapat dibagi atas tes essay dan tes
objektif atau disebut juga short-answer test (Ngalim Purwanto, 2006).
Tes Lisan
Tes lisan merupakan sekumpulan item pertanyaan atau pernyataan yang disusun secara terencana,
diberikan oleh seorang guru kepada para siswanya tanpa melalui media tulis. Pada kondisi tertentu,
seperti jumlah siswa kecil (kelompok siswa yang praktek laboratorium) atau sebagian siswa yang
memerlukan tes remidi, maka tes lisan dapat digunakan secara efektif. Tes lisan ini sebaiknya
berfungsi sebagai tes pelengkap, setelah tes utama dalam bentuk tertulis dilakukan (Sukardi, 2008).
Tes Essay
Secara ontology tes esai adalah salah satu bentuk tes tertulis, yang susunannya terdiri atas item-item
pertanyaan yang masing-masing mengandung permasalahan dan menuntut jawaaban siswa melui
uraian-urain kata yang merefleksikan kemampuan berfikir siswa (Sukardi, 2008).
Menurut Sukardi (2008: 96) untuk meningkatkan mutu pertanyaan esai sebagai alat pengukur hasil
belajar yang komplek, memerlukan dua hal penting yang perlu diperhatikan oleh para evaluator. Kedua
hal penting tersebut, yaitu: (a) bagaimana mengkonstruksi pertanyaan esai yang mengukur perilaku
yang direncanakan, dan (b) bagaiman menskor jawaban yang diperoleh dari siswa. Berikut adalah
cara-cara dalam menyusun tes esai yang dimaksud.
1. Para guru hendaknya memfokuskan pertanyaan esai pada materi pembelajaran yang tidak dapat
diungkap dengan bentuk tes lain misalnya tes objektif. Ada beberapa faktor penting dalam
proses belajar mengajar,yang hanya bisa diungkap oleh tes esai.
2. Para guru hendaknya memformulasikan item pertanyaan yang mengungkap perilaku spesifik
yang diperoleh dari pengalamanhasil belajar. Tes yang direncanakan oleh guru, baik tes objektif
maupun tes esai perlu tetap mengukur penilaian tujuan intruksional.
3. Item-item pertanyaan tes esai sebaiknya jelas dan tidak menimbulkan kebingungan sehingga
para siswa dapat menjawab dengan tidak ragu-ragu
4. Sertakan petunjuk waktu pengerjaan untuk setiap pertanyaan, agar para siswa dapat
memperhitungkan kecepatan berfikir, menulis dan menungankan ide sesuai dengan waktu yang
disediakan.
5. Ketika mengonstruksi sejumlah pertanyaan esai, para guru hendaknya menghindari
penggunaan pertanyaan pilihan. Pertanyaan pilihan biasanya terletak pada kalimat instruksi
pengerjaan padaa aawal tes, misalnya pilih empat soal dari lima pertanyaaan yang tersedia.

Menurut Sri Esti W.D (2004: 429) juga mengemukakan bahwa ada beberapa petunjuk atau saran untuk
menyusun tes isian seperti dibawah ini:
1. Kita hendaknya tidak mengutip kalimat atau pernyataan dalam buku teks atau buku catatan.
2. Bagian yang kosong hendaknya hanya dapat diisi dengan satu jawaban yang benar
3. Bagian yang dikosongkan terdiri dari satu kata kunci, atau kata pokok bukan sembarang kata
4. Kalimat harus sederhana dan jelas sehingga lebih mudah dimengerti
5. Bagian yang kosong ditaruh diakhir kalimat, misalnya menteri keuangan yang bertugas
sekarang ialah
Tes Objektif
Merupakan tes yang cara pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif yang dilakukan dengan cara
mencocokkan kunci jawaban dengan hasil jawaban testi. hal ini memungkinkan testi untuk menjawab
banyak pertanyaan dalam waktu yang relatif singkat.
Ada beberapa jenis tes objektif
1. Tes Objektif Pilihan Ganda
Item tes pilihan ganda merupakan jenis tes objektif yang paling banyak digunakan oleh para guru. Tes
ini dapat mengukur pengetahuan yang luas dengan tingkat domain yang bervariasi. Item tes pilihan
ganda memiliki semua persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat dari segi ojektivitas, reliabilitas,
dan daya pembeda anatara siswa yang berhasil dengan siswa yang gagal (Sukardi, 2008)
2. Tes Objektif Banar Salah
Item tes benar-salah dibedakan menjadi dua macam bentuk yaitu, item tes bentuk regular atau tidak
dimodifikasi dan item tes bentuk modifikasi. Dibidang pendidikan umum maupun kejuruan, item tes
benar salah yang tidak dimodifikasi atau regular banyak digunakan oleh para guru. Salah satu
alasannya adalah bahwa item tes benar salah jenis regular dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar sebagai tehnik untuk mengawali dimulainya diskusi yang hangat, menarik dan bermakna.
Item tes betul salah apabila dicermati secara intensif , akan membawa peserta didik kedalam diskusi
isu-isu pembelajaran yang bergeser sedikit menjadi problem solving (Sukardi, 2008).
3. Tes Objektif Menjodohkan
Item tes menjodohkan sering juga disebut matching test item. Item tes menjodohkan ini juga termasuk
dalam kelompok tes objektif. Secara fisik , bentuk item tes menjodohkan, terdiri atas dua kolom yang
sejajar. Pada kolom pertama berisi pernyataan yang disebut daftar stimulus dan kolom kedua berisi
kata atau fakta yang disebut juga daftar respon atau jawaban (Sukardi, 2008).
2)

Non Tes

a.

Pengertian

Tehnik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Tehnik penilaian
ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat,
sikap sosial, ucapan, riwayat hidupdan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidikan, baik secara individumaupun secara kelompok.
Berikut adalah beberapa intrumen non tes yang sering dgunakan dalam evaluasi dibidang pendidikan
b.

Jenis-jenis Tehnik Non Tes

Beberapa alat ukur yang hendak diuraikan padabagian ini adalah observasi, angket, wawancara, daftar
cek dan skala nilai/rating scale.
1)

Observasi

Secara garis besar terdapat dua rumusan tentang pengertian observasi, yaitu pengertian secara semmpit
dan luas. Dalam arti sempit, observasi berarti pengamatan secara langsung terhadap apa yang diteliti,
Dalam arti luas observasi meliputi pengamatan yang dilakukan secara langsungmaupun tidak langsung
terhadap objek yang diteliti (Susilo Rahardjo & Gudnanto, 2011).
Menurut Susilo Surya dan Natawidjaja ( dalam Susilo Rahardjo & Gudnanto, 2011: 48-49)
membedakan observasi menjadi observasi partisipatif, observasi sistematis, dan observasi
experimental.
1. Observasi partisipatif, ialah observasi dimana orang yang mengobservasi (pengamat, observer)
benar-benar turut serta mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh orang atau objek
yang diamati.
2. Observasi sistematis, ialah observasi dimana sebelumnya telah diatur struktur yang berisikan
faktor-faktor yang telah diataur berdasarkan kategori masalah nyang hendak diobservasi. Pada
observasi sistematis ini sebelumnya pengamat menyusun kisi-kisi yang memuat faktor-faktor
yang akan diobservasi beserta kategori masalahnya.
3. Obsevasi eksperiental, ialah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif dan secara
sistematis, untuk mengetahui perubahan-perubahan atau gejala-gejala sebagai akibat dari
situasi yang sengaja diadakan.
2)

Angket

Ign Masidjo (1995: 70) menyatakan bahwa angket adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci
dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.
Sedangkan Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011: 92) mengemukakan angket atau kuesioner adalah
merupakan suatu tehnik atau cara memehami siswa dengan mengadakan komunikasi tertulis, yaitu
dengan memberikan daftar pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh resonden secara
tertulis juga.
Pada pokoknya angket dibagi menjadi dua, berdasarkan cara menjawab pertanyaan dan bagaimana
jawaban diberikan. Ditinjau dari cara menjawab pertanyaannya angket dapat dibagi dua. Yaitu angket
terbuka dan tertutup (Ign. Masidjo, 1995). Sedangkan menurut Susilo Rahardjo & Gudnanto (2011:
95-97) dilihat dari bentuk pertanyaannya angket dibedakan menjadi tiga yaitu: angket terbuka, angket
tertutup dan angket terbuka tertutup.

1. Angket terbuka, ialah angket yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Responden


diberikan jawaban sebebas-bebasnya untuk menjawab pertanyaan-pertnyaan yang disediakan.
2. Angket tertutup, ialah angket yang menggunakan pertnyaan-pertanyaan tertutup. Responden
tinggal memilih jawaban-jawaban yang sudah disediakan.
3. Angket terbuka dan tertutup, ialah angket yang pertanyaan-pertanyaannya berupa gabungan
dari pertnyaan terbuka dan tertutup, baik dalam suatu item, maupun dalam keseluruhan item.
Pada umunya angket ini banyak digunakan untuk kepentingan bimbingan dan konseling.
3)

Wawancara

Kompetensi evalausi lain yang juga perlu dimiliki oleh para guru sebagai evaluator dibidang
pendidikan adalah penggunaan evaluasi non tes dengan menggunakan tehnik wawancara/interview.
Mengenai apa yang dimaksud dengan wawancara dalam evaluasi non tes. Johnson and Johnson (dalam
Sukardi, 2008: 187) menyatakan sebagai berikut: An interview is a personal interaction between
interviewer (teacher) and one or more interviwees (students) in which verbal questions are asked.
Wawancara adalah interaksi pribadi antara pewawancara (guru) dengan yang diwawancarai (siswa)
dimana pertanyaan verbal diajukan kepada mereka.
Dalam wawancara ada beberapa persyaratan penting yang perlu diperhatikan:
1. Adanya interaksi atau tatap muka guru dengan siswa
2. Adanya percakapan verbal diantara mereka dan memiliki tujuan tertentu
Dalam konteks evaluasi pendidikan, wawancara dapat dilakukan secara individual maupun secara
berkelompok, dimana seorang guru bertatap muka dan melakukan tenya jawab terhadap siswanya. Di
samping itu wawancara dapat dilakukan baik sebelum, selama dan sesudah proses belajar mengajar
berlangsung (Sukardi, 2008).
4)

Daftar cek

Daftar cek adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah pernyataan singkat, tertulis tentang berbagai
gejala yang dimaksudkan sebagai penolong pencatatan ada tidaknya sesuatu gejala dengan cara
member tanda cek (V) pada setiao emunculan gejala yang dimaksud. Daftar cek bertujuan untuk
mengetahui apakah gejala yang berupa pernyataan yang tercantum dalam daftar cek ada atau tidak ada
pada seorang individu atau kelompok (Ign. Masidjo, 1995).
5)

Skala nilai/Rating scale

Skala rating merupakan alat ukur ketrampilan yang masij juga tergolong alat ukur non tes. Seperti alat
ukur daftar cek lis, alat ukur ini juga sudah lama digunakan dibidang evaluasi pendidikan. Pada
umunya, alat ukur rating terdiri atas dua bagian, yaitu:
1. Satu rangkaian karakteristik atau kualitas yang hendak dinilai
2. Beberapa tipe skala ukur yeng menunjukkan tingkat atau derajat atribut subjek atau objek yang
ada (Crondlund & Linn, dalam Sukardi, 2008).

Skala rating bukan hanya sebuah daftar karakteristik , tetapi juga usaha evaluator dalam
mendeskriosikan siswa atau responden dengan karakteristik multitingkat (Sukardi, 2008).
B.

Persyaratan Instrumen Evaluasi

Sebuah instrumen evaluasi hendaknya memenuhi syarat sebelum di gunakan untuk mengevaluasi atau
mengadakan penilaian agar terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan
sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil penilaian menjadi bias atau
tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar
dinilai tidak mampu atau sebaliknya. Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan
instrumen yang digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Menurut Sukardi (2008: 8) mengemukakan bahwa, suatu evaluasi memenuhi syarat-syarat sebelum
diterapkan kepada siswa yang kemudian direfleksikan dalam bentuk tingkah laku. Evaluasi yang baik,
harus mempunyai syarat seperti berikut: 1) valid, 2) andal, 3) objektif , 4) seimbang, 5) membedakan,
6) norma, 7) fair, dan 8) praktis.
Sedangkan Wina Sanjaya (2008: 352-354), mengatakan bahwa syarat-syarat alat evaluasi yang baik
harus:
1)

Memberikan motivasi

Memberikan penilaian evaluasi diarahkan untuk meninkatkan motivasi belajar bagi siswa melalui
upaya pemahaman akan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki baik oleh guru maupun siswa. Siswa
perlu memahami makna dari hasil penilaian.
2)

Validitas

Penilaian diarahkan bukan semata-mata untuk melengkapi syarat administrasi saja, akan tetapi
diarahkan untuk memperoleh informasi tentang ketercapaian kompetensi seperti yang terumuskanan
dalam kurikulum. Oleh sebab itu, penilaian tidak menyimpang dari kompetensi yang ingin dicapai.
Dengan kata lain penilaian harus menjamin validitas.
3)

Adil

Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran tanpa memandang
perbedaan sosial-ekonomi, latar belakang budaya dan kemampuan. Dalam penilaian, siswa
disejajarkan untuk mendapatkan perlakuan yang sama.
4)

Terbuka

Alat penilaian yang baik adalah alat penilaian yang dipahami baik oleh penilai maupun yang dinilai.
Siswa perlu memahami jenis atau prosedur penilaian yang akan dilakukan beserta kriteria penilaian.
Keterbukaan ini bukan hanya akan mendorong siswa untuk memperoleh hasil yang baik sehingga
motovasi belajara mereka akan bertambah juga, akan tetapi sekaligus mereka akan memahami posisi
mereka sendiri dalam pencapaian kompetensi.
5)

Berkesinambungan

Penilaian tidak pernah mengenal waktu kapan penilaian seharusnya dilakukan. Penilaian dilakukan
secara terus-menerus dan berkesinambungan.

6)

Bermakna

Penilaian tersusun dan terarah akan memberikan makna kepada semua pihak khususnya siswa untuk
mengetahui posisi mereka dalam memperoleh kompetensi dan memahami kesulitan yang dihadapi
dalam mencapai kompetensi. Dengan demikian, hasil penilaian itu juga bermakna bagi guru juga
termasuk bagi orang tua dalam memberika bimbingan kepada siswa dalam upaya memperoleh
kompetensi sesuai dengan target kurikulu.
7)

Menyeluruh

Kurikulum diarahkan untuk perkembangan siswa secara utuh, baik perkembangan afektif, kognitif
maupun psikomotorik. Oleh sebab itu, guru dalam melaksanakan penilaian harus menggunakan ragam
penilaian, misalnya tes, penilaian produk, skala sikap, penampilan, dan sebagainya. Hal ini sangat
penting, sebab hasil penilaian harus memberikan informasi secara utuk tentang perkembangan setiap
aspek.
8)

Edukatif

Penilaian kelas tidak semata-mata diarahkan untuk memperoleh gambaran kemampuan siswa dalam
pencapaian kompetensi melalui angka yang diperoleh, akan tetapi hasil penilaian harus memeberikan
umpan balik untuk memperbaiki proses pembelajaran, baik yang dilakukan oleh guru maupun siswa,
sehingga hasil belajar lebih optimal. Dengan demikian, proses penilaian tidak semata-mata tanggung
jawab guru akan tetapi juga merupakan tanggung jawab siswa. Artinya siswa harus ikut terlibat dalam
proses penilaian, sehingga mereka meyadari, bahwa penilaian adalah bagian dari proses pembelajara.
Sedangkan Daryanto (1997: 19-28) membagi syarat-syarat evaluasi menjadi 5 (lima) bagian,
diantaranya:
1)

Keterpaduan

Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran disamping tujuan serta metode.
Tujuan inttruksional, materi dan metode, serta evaluasi merupakan tiga keterpaduan yang tidak boleh
dipisahkan.
2)

Koherensi

Dengan prinsip koherensi diharapkan evaluasi harus berkualitas dengan materi pengajran yang sudah
disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur.
3)

Pedagogis

Evaluasi perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pedagogis.
Evaluasi dan hasilnya hendaknya dapat dipakai sebagai alat motivasi untuk siswa dalam kegiatan
belajarnya.
4)

Akuntabilitas

Sejauh mana keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pendidikan sebagai laporan pertanggungjawaban (accountability).

http://binham.wordpress.com/2011/12/29/instrumen-evaluasi-pendidikan/ diakses 22 April 2014 pukul


20.00 WIB

INSTRUMEN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN


INSTRUMEN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN
BERDASARKAN PP RI NO 19 TAHUN 2005 TENTANG SNP
KOMPONEN STANDAR ISI

Sebelum membuat instrumen evaluasi program pendidikan perlu diketahui


dulu apa yang disebut dengan evaluasi dan apa program pendidikan, menurut
Suharsimi Arikunto dalam bukunya Evaluasi Program pendidikan menyebutkan
bahwa

Evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang

bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk


menentukan

alternatif

yang

tepat

dalam

mengambil

sebuah

keputuasan

(Suharsimi 2010 :2)


Program secara umum bisa disebut rencana, namun apabila program ini
langsung secara khusus dikaitkan dengan evaluasi program maka program
didevinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan
realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
berkesinambungan dan terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok
orang. Suharsimi menganggap ada tiga pengertian penting dan perlu ditekankan
dalam menentukan program yaitu:
1. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan
2.

Terjadi dalam prilaku relatif lama bukan kegiatan tunggal tetapi jamak
berkesinambungan

3. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.


Adapun evaluasi program menurut Ralph Tyler

dalam Suharsimi

adalah

proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan telah dapat terealisasikan ?,


kemudian Suharsimi juga mengutip definisi tentang evaluasi program yang
banyak

diterima

masyarakat

dari

Cronbach

dan

Stufflebeam

mereka

mendefinisikan bahwa evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi


untuk disampaikan kepada pengambil keputusan (Suharsimi 2010: 5)

Melihat dari tujuannya evaluasi program dapat dikatakan merupakan


salahsatu bentuk dari penelitian yatu penelitian evaluatif . adpaun yang
membedakan antara penelitian dengan evaluasi program adalah:
1. Dalam kegiatan penelitian peneliti ingin mengetahui gambaran tentang sesuatu
kemudian hasilnya dideslrifsikan, sedangkan dalam evaluasi program, pelaksana
ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil
pelaksanaan program setelah data terkumpu dibandingkan dengan kreteria atau
standar tertentu.
2.

Dalam kegiatan penelitian peneliti dituntut oleh rumusan masalah karena ingin
mengetahui jawaban dari penelitiannya, sedangkan dalam evaluasi program
pelaksana ingin mengetahui taingkat ketercapaian tujuan program, dan apabila
tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksana ingin mengetahui
dimana leyak kekurangan itu dan apa sebabbya.

Jadi

evaluasi

program

(penelitian

evaluatif

dimaksudkan

untuk

mengetahui akhir dari sebuah program kebijakan, yaitu mengetahui hasil akhir
dari adanya kebijakan dalamrangka menentukan rekomendasi atas kebijakan
yang lalu, yang pada tujuan akhirnya untuk menentukan kebijakan selanjutnya.
Dalam hal ini penulis akan membuat instrumen evaluasi pendidikan

yang

berkaitan dengan program pendidikan Nasional berdasarkan PP No 19 tahun 2005


tentang Standar Nasional Pendidikan. Sebelum membuat instrumen evaluasi
penulis akan

menentukan program yang akan dievaluasi, komponen, sub

komponen dan indikator hal ini sangat penting untuk diketahui agar terarah
dalam pembuatan instrumen tersebut. Sebagaimana yang dikatan oleh Suharsimi
bahwa peneliti harus berfikir sistemik yaitu berpandangan bahwa program yang
akan dievaluasi merupan kumpulan dari beberapa komponen atau unsur yang
bekerja bersama sama untuk mencapai tujuan program. Adapun program
komponen, sub komponen, dan indikator yang akan dijadikan acuan dalam
pembuatan instrumen evaluasi adalah sebagaimana dalam tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1

Identifikasi Komponen, Sub Komponen, dan Indikator Standar Nasional


Pendidikan

Program

Komponen

Sub Komponen
Kurikulum

1.

Indikator
Pengembangan
pada

kurikulum

tingkat

pendidikan

satuan

menggunakan

panduan yang disusun BSNP.


2.

Kurikulum

dibuat

dengan

mempertimbangkan
karakteristik

daerah,

kebutuhan sosial masyarakat,


kondisi budaya, usia peserta
didik,

dan

kebutuhan

pembelajaran.
STANDAR

Standar Isi

NASIONAL

PP RI No19

adanya alokasi waktu, rencana

PENDIDIKAN

2005 Bab III

program

3.

Kurikulum telah menunjukan


remedial,

dan

pengayaan bagi siswa.


Sekolah

1. Sekolah menyediakan layanan

menyediakan

bimbingan

dan

konseling

kebutuhan

untuk

memenuhi

kebutuhan

pengembangan pengembangan
pribadi peserta
didik

2.

pribadi

peserta didik.
Sekolah
kegiatan
untuk

menyediakan

ekstra

kurikuler

memenuhi

kebutuhan

pengembangan

pribadi

peserta didik.

(Suharsimi 2010:12)

Adapun

instrumen

yang

digunakan

untuk

mengevaluasi

komponen

standandar isi penulis akan menggunakan Skala Guttman karena peneliti perlu
jawaban yang tegas dari pelaksanaan standar isi di Sekolah. Adapun bentuknya
akan menggunakan bentuk checklist sebagaimana menurut Sugiyono Skala
Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda,juga dapat dibuat
dalam bentuk checklist. (Sugiono 2006: 108). Bentuk instrumen sebagaimana
dalam tabel 1.2 berikut
Tabel 1.2
INTRUMEN EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN
STANDAR ISI SNP
Berilah jawaban pertanyaan berikut sesuai dengan kenyataan di sekolah anda
dengan cara memberi tanada () pada kolom yang tersedia.

PERTANYAAN

o
Apakah Pengembangan kurikulum pada sekolah
1.

menggunakan panduan yang disusun BSNP. ?


Apakah Kurikulum pada sekolah bapak dibuat dengan

2.

mempertimbangkan karakteristik daerah ?


Apakah Kurikulum pada sekolah bapak dibuat dengan

3.

mempertimbangkan kebutuhan sosial masyarakat ?


Apakah Kurikulum pada sekolah bapak dibuat dengan

4.

mempertimbangkan kondisi budaya ?


Apakah Kurikulum pada sekolah bapak dibuat dengan

5.

mempertimbangkan usia peserta didik?


Apakah Kurikulum pada sekolah bapak dibuat dengan

6.

mempertimbangkan kebutuhan pembelajaran ?

YA

TIDAK

Apakah Kurikulum telah menunjukan adanya alokasi waktu


7.

?
Apakah Kurikulum telah menunjukan adanya rencana

8.

program remedial ?
Apakah Kurikulum telah menunjukan adanya rencana

9.

program pengayaan bagi siswa ?


Apakah Sekolah menyediakan layanan bimbingan dan

konseling untuk memenuhi kebutuhan pengembangan

0.

pribadi peserta didik ?


Apakah Sekolah menyediakan kegiatan ekstra kurikuler

untuk memenuhi kebutuhan pengembangan pribadi

1.

peserta didik ?

http://abdulpalah.blogspot.com/2012/01/instrumen-evaluasi-program-pendidikan.html
2014 20.30.

22 April

Dream as if you will live forever And live as if youll die today
Menu
Skip to content

Home

Tentang Saya

Penyusunan Instrumen Evaluasi


25/09/2013efimariyau Pendidikan Leave a comment
Untuk melaksanakan evaluasi pembelajaran, tentunya kita memerlukan instrumen/alat yang akan
digunakan untuk mengumpulkan informasi/data yang kita butuhkan.
Prosedur yang ditempuh untuk menyusun alat penilaian tes sebagai berikut
1. Menentukan bentuk tes
Bentuk tes ada dua macam yaitu
a) tes objektif
Bentuk tes objektif adalah

1. Tes benar atau salah


2. Tes pilihan ganda
3. Tes menjodohkan
4. Tes yang butir-butir soalnya terdiri dari satu daftar premis dan satu jawaban yang sesuai.
5. Tes melengkapi (tes yang butir soalnya terdiri dari kalimat pernyataan yang belum sempurna,
dimana siswa diminta untuk melengkapi kalimat tersebut dengan satu atau beberapa kata)

b) tes subjektif
Bentuk tes yang terdiri dari suatu pertanyaan atau perintah yang memerlukan jawaban bersifat
pembahasan atau uraian kata-kata yang relatif panjang (Arikunto dalam bukunya Dimyati, 2009: 211).
Bentuk tes subjektif juga bisa dibagi menjadi jenis butir soal memberikan jawaban dan jenis butir soal
pilihan. Jenis butir soal memberikan jawaban terdiri dari pertanyaan esai dan butir soal jawaban
singkat. Sedangkan soal butir pilihan terdiri dari butir soal pilihan ganda, menjodohkan, dan butir soal
benar salah
2. Membuat kisi-kisi butir soal
yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluator untuk membuat suatu tabel yang memuat tentang perincian
aspek isi dan apek perilaku beserta proporsi yang dikehendakinya.
Kisi-kisi butir soal terdiri dari luang lingkup
a)
b)
c)
d)

Pokok bahasan atau pelajaran yang dinilai


Taraf-taraf penguasaan aspek-aspek yang akan diukur kognitif ,afektif dan psikomotor.
Jumlah butir soal
Jumlah waktu yang diperlukan

c. Menulis butir soal,


yaitu kegiatan yang dilaksanakan evaluator setelah membuat kisi-kisi soal.
Kaidah-kaidah penulisan tiap butir soal
a)
Benar-salah

Memastikan butir soal dipastikan benar atau salah

Jangan menulis butir soal yang memperdayakan

Menghindari pertanyaan negatif

Menghindari pertanyaan berarti ganda, dll

b)

Pilihan ganda

Pokok soal dirumuskan jelas

Perumusan soal dan jawaban hendaknya merupakan pertanyaan ang diperlukan.

Satu soal hanya ada satu jawaban benar

Diusahakan tidak ada petunjuk untuk jawaban benar

Merakit soal, diusahakan jawaban benar letaknya tersebar sehigga tidak terjadi pola jawaban
tertentu

Diusahakan jawaban soal yang satu tidak bergantung dari jawaban butir soal lain, dll

c)

Soal Menjodohkan

Memastikan antara premis dan pilihan jawaban homogen

Dasar untuk menjodohkan premis dan pilihan dibuat jelas,dll

d)

Soal melengkapi

Memastikan pertanyaan dapat dijawab dengan kata atau kalimat yang mudah

Memastikan jawaban satu yang benar

Jangan memutus-mutus soal melengkapi

Hindari memberi petunjuk ke arah jawaban,dll

e)

Soal esai

Memastikan pertanyaan terarah

Memutuskan cara memberian skor pertanyaan esai, dll

d. Menata soal
Pengelompokan butir-butir soal berdasarka bentuk soal dan melengkapi petunjuk pengerjaannya
Prosedur yang ditempuh untuk menyusun alat penilaian non-tes sebagai berikut:
a. Menentukan bentuk non tes
Bentuk dapat meliputi
a) Observasi
b) Check list
c) Wawancara
b.

Menetapkan aspek-aspek sasaran evaluasi yang akan dinilai

1.

Menulis alat penilai non tes sesuai dengan sasaran evaluasi hasil belajar misalnya lembar
observasi, check list, lembar wawancara.

C. Review dan Revesi Soal.


Langkah ini merupakan hal penting untuk diperhatikan, karena seringkali kekurangan yang terdapat
pada suatu soal tidak terlihat oleh penulis soal. Review dan Revesi soal ini idealnya dilakukan oleh
orang lain yang berkopeten (bukan si penulis soal) dan terdiri dari suatu tim review yang terdiri dari
ahli-ahli bidang studi, pengukuran dan bahasa. Dengan mereview soal, berarti sudah menganalisis soal
tersebut secara kualitatif . Mereview soal meliputi hal-hal berikut : materi, Konstruksi ,dan bahasa.
D. Pelaksanaan
Setelah persiapan yang dibutuhkan sudah selesai, maka yang perlu dilakukan selanjutnya adalah
pelaksanaan.
Adapun langkah-langkahnya yaitu
a. Persiapan tempat pelaksanaan
Pendidik mempersiapkan ruangan yang memenuhi syarat-syarat pelaksanaan evaluasi, meliputi
penerangan, luas ruangan, dan tingkat kebisingan. Penerangan yang kurang baik dalam suatu ruangan
tentu akan menghambat dalam membaca maupun menjawab soal. Luas ruangan harus menyesuaikan
dengan jumah siswa yang ada. Dengan memperhatikan luas ruangan tersebut, guru dapat menata jarak
kursi satu dengan kursi lain agar tidak terjadi kecurangan. Tingkat kebisingan dari luar ruangan yang
tinggi tentu akan mengganggu konsentrasi siswanya dan itu dapat berdampak pada nilai siswa
b. Melancarkan pengukuran
Kegiatan pengukuran tidak selalu dilaksanakan dalam proses evaluasi.
1. Bentuk kegiatannya yaitu
a)
Memberitahu peraturan pelaksanaan pengukuran
b)
Membagikan lembar soal atau lembar jawaban
c)
Mengawasi kedisiplinan siswa dalam pelaksanaannya
d)
Mengumpulkan lembar soal dan jawaban
c. Menata dan mengadministrasikan lembar soal dan lembar jawaban siswa untuk memudahkan
penskoran
E. Pengolahan hasil penilaian
Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif, sedangkan teknik
non tes akan menjaring data kuantitatif dan kualitatif sekaligus. Data yang telah terkumpul tersebut
masih perlu diolah kembali.

Langkah-langkahnya yaitu
a. Menskor
Kegiatan memberikan skor pada hasil penilaian yang dicapai oleh siswa. Menurut (Arikunto dalam
Dimyati dan Mudjiono, 2009:218) untuk menskor diperlukan tiga macam alat bantu yaitu kunci
jawaban, kunci skoring, pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu tersebut berbeda-beda untuk
setiap bentuk butir soal.
b. Mengubah skor mentah menjadi skor standar
c. Mengkonversi skor standar ke dalam nilai
Kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke dalam nilai, baik berupa
huruf maupun kata-kata.
F. Penafsiran Hasil Penilaian
Setelah pengolahan hasil penilaian selesai, maka guru harus mampu dalam menafsirkan. Penafsiran
terhadap hasil penilaian dapat dibedakan menjadi dua yaitu penafsiran secara individu dan bersifat
klasikal (Nurkancana da;am Dimyati dan Mudjiono, 2009:218).
penafsiran penilaian hasil belajar yang bersifat individu:
a. tentang kesiapan, misal persiapan siswa untuk naik kelas
b. tentang kelemahan individual, penafsiran kelemahan siswa pada sub tes, satu mata pelajaran atau
pada keseluruhan mata pelajaran
tentang kemajuan belajar individual
penafsiran penilaian hasil belajar yang bersifat klasikal:
a. penafsiran tentang kelemahan kelas
b. tentang prestasi kelas
c. perbandingan antar kelas
d. susunan kelas
G. Penafsiran dan penggunaan hasil evaluasi
Penafsiran dan penggunaan hasil evaluasi ini dimaksudkan untuk memberikan umpan balik kepada
semua pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang memperoleh laporan
tentang hasil belajar siswa adalah siswa, guru yang mengajar atau guru lain, orang tua, dll
http://efineko.wordpress.com/2013/09/25/penyusunan-instrumen-evaluasi/ diakses Tanggal 02 Mei
2014. Pukul 16.55 WIB

Anda mungkin juga menyukai