Kespro
Kespro
Abstrak Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat
penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah
dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara lain dilakukan melalui
penempatan Bidan di Desa (BDD). Studi ini merupakan studi kuantitatif dengan rancangan
potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa di Kabupaten Tangerang.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2003 dengan populasi penelitian adalah seluruh
BDD yang bertugas di Kabupaten Tangerang pada bulan tersebut. Data dikumpulkan melalui
kuesioner self-administered yang telah di ujicoba. Dari total 196 BDD yang ada di Kabupaten
Tangerang terkumpul data sebanyak 120 BDD atau 61,2%. Ditemukan bahwa status perkawinan,
lama kerja, keinginan untuk melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami, dukungan
masyarakat dan dukungan puskesmas merupakan faktor-faktor yang secara signifikan
berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa. Faktor lama masa
bekerja, keinginan melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami, dan dukungan puskesmas
merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk tetap bekerja dan
tinggal di desanya. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rangka mempertahankan
keberadaan BDD di desa. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, lembaga profesional dan
institusi akademik harus bekeHEART (Health Education Of Reproductive Teenagers) ad/
suatu forum yang concern terhadap persoalan kesehatan reproduksi khususnya kesehatan
reproduksi remaja dan mahasiswa. Terbentuk pada tanggal 3 Maret 2008 di Balai Pelatihan
Kesehatan (BAPELKES) yang merupakan hasil kerjasama antara Himpunan Mahasiswa
Epidemiologi (HIMAPID) FKM Unhas dengan Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) dan Ford
Foundation (ff).
— Latar Belakang terbentuknya adalah karena Masih tingginya Masalah Kesehatan Reproduksi
Remaja di Indonesia, dibuktikan dengan penelitian dari PKBI di 5 kota besar di Indonesia
yang melibatkan sekitar 2.479 siswa SMU dan Mahasiswa sebagai responden yang berusia
antara 15-24 tahun sekitar 64,44% sudah pernah melakukan perilaku seksual pra nikah. Hal
ini disebabkan masih tidak memadainya pengetahuan mereka tentang kespro serta pengaruh
pergaulan di tempat kost- kostan mereka.(Yahya, 2001).
— Pemerhati Kespro Mahasiswa di Tingkatan Fakultas dan Universitas Belum ada.
— Ada bentuk Kerjasama yang baik antara Ford Foundation, Jaringan Epidemiologi Nasional
(JEN), Jurusan Epidemiologi untuk Melakukan Penelitian PRA Kesehatan Reproduksi
— Oleh karena itu, kami dari TIM KesPro Mahasiswa ingin mencoba mengaplikasikan hasil
pelatihan yang diberikan JEN dengan mengadakan penelitian PRA KesPro dengan melibatkan
mahasiswa FKM Unhas menjadi obyek penelitian tersebut. Untuk ikut berperan aktif
mewujudkan kesehatan reproduksi yang baik bagi mahasiswa.
Tujuannya
— Tujuan Umum
Mengetahui faktor risiko dan besarnya kesadaran Akan pentingnya Kesehatan Reproduksi di
kalangan Mahasiswa Unhas
— Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual dikalangan mahasiswa
Unhas
In: Ekonomi
Comment!
Abstract
The central aim of this research has been to examine a particular development intervention by
exposing its underlying paradigms and the discourses this generated. It was hypothesized that
there is often a disjuncture between the changes explicitly pursued by such an intervention and
those that result, which can then be linked to the paradoxical relationship between these
paradigms and discourses. In other words, the incongruence of development aims and project
actualities arises from the tensions between competing agendas and understandings. Therefore by
exposing the contradictions in these underlying paradigms we gain insight into the politics of
change. The programme studied was the UN Population Fund project in West Java, Indonesia,
examining its layers through multi-sited research based in the centre (Jakarta), provincial
government (Bandung) and two villages in the province. A Foucauldian framework, emphasizing
local politics as a site of both physical and semiotic struggle and integrated within the analytical
framework of a hermeneutical circle, was employed. In studying these gender-targeted
programmes, conclusions were drawn on the nature of institutional discourse creation,
bureaucratic ignorance, power in its many facets, and the construction and contestation of gender
roles.
n Mahasiswa Unhas