Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEDIAAN BIDAN DI DESA

UNTUK TETAP BEKERJA DAN TINGGAL DI DESA DI KABUPATEN TANGERANG


PROPINSI BANTEN TAHUN 2003
Factors Related to Willingness of Village Midwifes to Work and to Stay in the Village in
Tangerang District, Banten Province Year 2003
Refdanita2, Ahmad Syafiq4, Wastidar Musbir5, Sandra Fikawati4, Endang P3, Nurgani A3, &
Maksum R1 1. Departemen Farmasi, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia
2. Jurusan Farmasi, FMIPA, Institut Sains dan Teknologi Nasional, 12640, Indonesia
3. Rumah Sakit Fatmawati Jakarta, Indonesia
4. Lintas Departemen Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia, 16424, Indonesia
5. Ikatan Bidan Indonesia, Indonesia

Abstrak Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat
penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah
dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara lain dilakukan melalui
penempatan Bidan di Desa (BDD). Studi ini merupakan studi kuantitatif dengan rancangan
potong lintang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa di Kabupaten Tangerang.
Pengumpulan data dilakukan pada bulan Juli 2003 dengan populasi penelitian adalah seluruh
BDD yang bertugas di Kabupaten Tangerang pada bulan tersebut. Data dikumpulkan melalui
kuesioner self-administered yang telah di ujicoba. Dari total 196 BDD yang ada di Kabupaten
Tangerang terkumpul data sebanyak 120 BDD atau 61,2%. Ditemukan bahwa status perkawinan,
lama kerja, keinginan untuk melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami, dukungan
masyarakat dan dukungan puskesmas merupakan faktor-faktor yang secara signifikan
berhubungan dengan kesediaan BDD untuk bekerja dan tinggal di desa. Faktor lama masa
bekerja, keinginan melanjutkan pendidikan, lokasi tempat kerja suami, dan dukungan puskesmas
merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan kesediaan BDD untuk tetap bekerja dan
tinggal di desanya. Faktor-faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam rangka mempertahankan
keberadaan BDD di desa. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, lembaga profesional dan
institusi akademik harus bekeHEART (Health Education Of Reproductive Teenagers) ad/
suatu forum yang concern terhadap persoalan kesehatan reproduksi khususnya kesehatan
reproduksi remaja dan mahasiswa. Terbentuk pada tanggal 3 Maret 2008 di Balai Pelatihan
Kesehatan (BAPELKES) yang merupakan hasil kerjasama antara Himpunan Mahasiswa
Epidemiologi (HIMAPID) FKM Unhas dengan Jaringan Epidemiologi Nasional (JEN) dan Ford
Foundation (ff).

— Latar Belakang terbentuknya adalah karena Masih tingginya Masalah Kesehatan Reproduksi
Remaja di Indonesia, dibuktikan dengan penelitian dari PKBI di 5 kota besar di Indonesia
yang melibatkan sekitar 2.479 siswa SMU dan Mahasiswa sebagai responden yang berusia
antara 15-24 tahun sekitar 64,44% sudah pernah melakukan perilaku seksual pra nikah. Hal
ini disebabkan masih tidak memadainya pengetahuan mereka tentang kespro serta pengaruh
pergaulan di tempat kost- kostan mereka.(Yahya, 2001).
— Pemerhati Kespro Mahasiswa di Tingkatan Fakultas dan Universitas Belum ada.

— Ada bentuk Kerjasama yang baik antara Ford Foundation, Jaringan Epidemiologi Nasional
(JEN), Jurusan Epidemiologi untuk Melakukan Penelitian PRA Kesehatan Reproduksi

— Oleh karena itu, kami dari TIM KesPro Mahasiswa ingin mencoba mengaplikasikan hasil
pelatihan yang diberikan JEN dengan mengadakan penelitian PRA KesPro dengan melibatkan
mahasiswa FKM Unhas menjadi obyek penelitian tersebut. Untuk ikut berperan aktif
mewujudkan kesehatan reproduksi yang baik bagi mahasiswa.

Tujuannya

— Tujuan Umum

Mengetahui faktor risiko dan besarnya kesadaran Akan pentingnya Kesehatan Reproduksi di
kalangan Mahasiswa Unhas

— Tujuan Khusus
1. Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual dikalangan mahasiswa
Unhas

2. Mensosialisasikan pentingnya Kespro dikalangaParadigma dan Politik Kesehatan


Reproduksi: UNFPA di Jawa Barat

Posted by: tukangparkir on: September 19, 2008

 In: Ekonomi
 Comment!

Abstract

The central aim of this research has been to examine a particular development intervention by
exposing its underlying paradigms and the discourses this generated. It was hypothesized that
there is often a disjuncture between the changes explicitly pursued by such an intervention and
those that result, which can then be linked to the paradoxical relationship between these
paradigms and discourses. In other words, the incongruence of development aims and project
actualities arises from the tensions between competing agendas and understandings. Therefore by
exposing the contradictions in these underlying paradigms we gain insight into the politics of
change. The programme studied was the UN Population Fund project in West Java, Indonesia,
examining its layers through multi-sited research based in the centre (Jakarta), provincial
government (Bandung) and two villages in the province. A Foucauldian framework, emphasizing
local politics as a site of both physical and semiotic struggle and integrated within the analytical
framework of a hermeneutical circle, was employed. In studying these gender-targeted
programmes, conclusions were drawn on the nature of institutional discourse creation,
bureaucratic ignorance, power in its many facets, and the construction and contestation of gender
roles.
n Mahasiswa Unhas

3. Menumbuhkan kesadaran & partisipasi Mahasiswa untuk menangani Kesehatan


Reproduksi.

4. Melakukan proses regenerasi untuk pengembangan Kespro Mahasiswa di Unhas

rja sama untuk mencegah menurunnya jumlah BDD.


2. IBU REMAJA DAN REMAJA IBU: BEBERAPA HAL YANG BERKAITAN
DENGAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
Analisis ini membahas beberapa hal berkaitan dengan kesehatan reproduksi dari dua
kelompok ibu yang menjadi responden SDKI 2002. Dua kelompok tersebut adalah ibu-ibu yang
berusia remaja dan ibu ibu yang memiliki anak berusia remaja. Pengertian remaja dalam
pembahasan ini mencakup tiga tahap masa remaja yaitu awal, tengah dan akhir. Dengan
demikian
yang dimaksud remaja adalah usia 15-24 tahun. Dalam SDKI responden yang merupakan ibu ibu
berusia remaja ada 4.832 orang atau 16, 4 persen dan wanita yang memiliki anak berusia remaja
adalah 11.031 orang atau 37 persen. Beberapa aspek yang akan ditinjau antara lain: Keluarga
Berencana, (yaitu pengetahuan, pemakaian dan sumber alat KB), pengetahuan tentang
komplikasi
kehamilan, kelahiran dan paska melahirkan serta pencarian pertolongannya, jumlah anak yang
diinginkan, usia menikah pertama, HIV/AIDS dan komunikasi dalam keluarga. Selanjutnya dari
temuan tersebut akan diperbandingan dalam perhitungan rasio kecenderungan antara kedua
kelompok ibu tersebut.
Ibu remaja umumnya lebih sering bersentuhan dengan media, baik cetak, radio maupun
televisi dibandingkan ibu yang memiliki anak usia remaja. Rasio kecenderungan ibu remaja
untuk
membaca surat kabar/majalah adalah 1,5 kali dibandingkan kelompok ibu memiliki anak remaja,
dan 1,4 kali untuk mendengarkan radio dan dalam menonton televisi rasio kecenderungannya 1,1
kali ibu yang memiliki anak remaja. Dengan demikian maka dapat dimengerti pula bahwa ibu
remaja memiliki rasio kecenderungan yang lebih besar pula dalam hal informasi KB dan
HIV/AIDS. Rasio Kecenderungan ibu remaja yang mendapatkan informasi tentang KB dalam 6
bulan terakhir di ketiga media adalah 1,2 kali dibandingkan ibu yang memiliki anak remaja.
Sedangkan rasio mendapatkan informasi tentang HIV/AIDS dari media adalah 1,9 kali
dibandingkan ibu memiliki anak remaja. Keputusan untuk menggunakan alat KB merupakan
keputusan bersama antara suami dan isteri. Baik kelompok ibu usia remaja maupun ibu yang
lebih
tua (memiliki anak remaja) menunjukkan persentse yang sama (78,3 persen). Tetapi untuk suami
yang memutuskan sendiri agar isteri ber KB pada ibu remaja lebih tinggi 0,9 persen daripada
kelompok ibu yang lebih tua. Apakah ini berarti bahwa para suami sudah sadar akan perlunya
mengikuti program Keluarga Berencana? Sehingga para bapak ini memutuskan sendiri agar
isterinya menggunakan alat KB.
Komunikasi dalam keluarga selain dilihat dari pengambilan keputusan mengikuti program
KB juga dapat dilihat dari apakah selama setahun terakhir pernah membicarakan HIV/AIDS
dengan
suami. Rasio Kecenderungan ibu usia remaja untuk berbicara tentang HIV/AIDS dengan
suaminya
dari perhitungan didapatkan 1,3 kali ibu yang memiliki anak remaja. Informasi tentang
komunikasi
antara ibu dan anak remaja puteri tentu saja hanya diperoleh dari kelompok ibu yang memiliki
anak
remaja. Persentase ibu yang berbicara kepada anak remaja puterinya tentang topik kesehatan
reproduksi seperti KB, usia subur dan akil baligh belum cukup tinggi yaitu 23 persen, 27 persen
dan 27 persen. Sedangkan yang pernah berbicara tentang Narkoba adalah 34 persen dan penyakit
menular seksual hanya 15 persen. Program suami SIAGA tampaknya diikuti oleh para suami ibu
berusia remaja. 54 persen ibu remaja menyatakan diantar suami pada waktu memeriksakan
kehamilan dan 76 persen diantar atau ditemani suami pada waktu melahirkan anak terakhir.
Sedangkan kelompok ibu memiliki anak remaja 39 persen yang diantar suami waktu periksa
kehamilan dan 72 persen ditemani suami pada waktu melahirkan anak terakhir.
Sumber :
Ayke Soyara dkk, “Analisis Lanjut SDKI 2002-2003 Ibu Remaja dan remaja Ibu : Beberapa hal
yang
berkaitan dengan KRR , BKKBN, 2004

Anda mungkin juga menyukai