BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu.1
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba, terutama di
ampulla dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun
uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah
penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul,
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat
mengalami kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai
progestin dan tindakan - tindakan aborsi.1
Kehamilan ektopik terganggu merupakan keadaan emergensi yang menjadi
penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para
dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah bahwa
pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dicurigai dugaan adanya
kehamilan ektopik terganggu. 2
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metode-metode pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan
pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan
yaitu dengan methotrexate. Akan tetapi, para dokter harus memperhatikan dengan hatihati indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari terapi farmakologis.2
Pada Laporan Kasus ini penulis membahas mengenai Kehamilan Ektopik
Terganggu. Mulai dari dari definisi, gejala klinis, sampai pada penatalaksanaannya.
Melalui laporan kasus ini diharapkan penulis maupun pembaca dapat mengerti lebih
dalam mengenai penyakit Kehamilan Ektopik Terganggu.
1.2
Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai berikut ini :
1. Memahami definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosis,
komplikasi dan penatalaksanaan dari penyakit Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Obstetri dan
Ginekologi RSU dr. Pirngadi Medan
1.3.
Manfaat
Makalah ini adalah bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang terlibat dalam
bidang medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan dengan makalah ini
pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai Kehamilan
Ektopik Terganggu sehingga penanganan yang lebih cepat dan tepat dapat dilakukan
untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat
terjadi abortus atau ruptur, dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.3,4
2.2
Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000
diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7
hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopiii.
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis,
atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen.
Kelainan
hipoplasi.
Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
pertumbuhan
Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksa.
2. Faktor Fungsional
-
progesteron.
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang
abnormal.
Refluks menstruasi.
sebaliknya.
Riwayat penggunaan Kontrasepsi
Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya
Fertilisasi in vitro.
2.4.
Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini
dan direabsorbsi.1
Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup, maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan
4. Lobuler
5. Ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel
luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang
ditemui mitosis.1
Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. 1
2.5
Patofisiologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista.
Vaskularisasinya kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu : 3,5
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
-
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
tuba
membesar
dan
kebiru-biruan
(Hematosalping)
dan
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium
tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup
terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
-
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makananbagi
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
Tubal (99-98%)
b.
Ovarian (0,5%)
c.
d.
Cervical (jarang)
: implantasi
pembesaran
serviks
serviks
diperkirakan
melalui
suatu
(seringnya
sebesar
uterus
Uterine (jarang)
f.
kornu,
divertikulum
uteri,
sakulasi
uteri,
juga
Kehamilan
bahkan
setelah
2.7.
Gejala Klinis
Sebelum munculnya ultrasound dengan resolusi tinggi, hanya <2% kehamilan ektopik
yang tidak ruptur ketika ditemukan. Sekarang, hampir 50% didiagnosis pada stadium
ini. Kehamilan ektopik sendiri memiliki triasnya yaitu, amenore, perdarahan
pervaginam, dan nyeri abdomen bagian bawah. Nyeri abdominal dilaporkan oleh 97%
pasien kehamilan ektopik dan 99% melaporkan nyeri abdominal atau pelvik. pada
sekitar 80%, kasus ini berkaitan dengan perdarahan pervaginam. Amenore sekunder
dengan durasi <2 minggu dilaporkan oleh 68% pasien. Secara karakteristik, nyeri yang
berkaitan dengan kehamilan ektopik dideskripsikan sebagai moderate hingga severe,
lateral, dan tajam.11
Gejala - gejala klinis lainnya yang dialami pasien dengan kehamilan ektopik
yaitu sebagai berikut : 3
1. Amenorrhea, mual sampai muntah dan sebagainya.
Amenorrhea diikuti oleh perdarahan merupakan gejala yangsering dijumpai pada
kehamilan ektopik.Biasanya perdarahan tidak banyak tapi cukup lama, dan darah
berwarna hitam.Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.Pada
pemeriksaan histologik pada desidua ini tidakditemukan villus khorialis.
2. Rasa nyeri kiri atau kanan perut bagian bawah lebih sering ditemukan.
Berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung dengan
pembesaran tuba karena kehamilan ektopik.
3. Uterus membesar dan lembek.
10
11
Sebelum terganggu
Tanda-tanda hamil muda, sedikit rasa sakit pada perut, rasa tidak enak pada
perabaan, dan biasanya diagnosis sukar ditegakkan.Rasa tidak enak ini
12
2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda akut abdomen
Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis,
nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).
-
Tanda Cullen
Sekitarpusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
13
karena
kematian
hasil
konsepsi
dan
degenerasi
trofoblas
ini
memerlukan
orang
yang
berpengalaman
dalam
Gambar 2.4. USG Cairan Bebas di Bawah Tepi Liver di Atas Ginjal Kanan.
14
Kuldosintesis
Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak
besar di Kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks
ditarik ke atas dan keluar.Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam
yang tidak membeku atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa,
maka hal ini dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma
retrouterina. Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit
membeku, hasil negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang
tertusuk.Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi,
oleh karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah
yang terkumpul di kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.
15
pada
umumnya
bilateral.
perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,50C, selain itu leukositosis lebih
tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan negatif.
2. Abortus imminens/ inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah
amenorrhea, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan
subjektif
penderita
yang
merasakan
rasa
tidak
enak
di
perut
lebih
Gejala
KET
Abortus
Kista ovarium
Infeksi pelvis
16
Amenorrhea
Ada (75%)
Semua
Tidak ada
Ada (25%)
Perdarahan vaginal
Sedikit
Banyak
Tidak ada
Bisa ada
Prdarahan abdominal
Banyak
Tidak
Tidak
Tidak
Dibawah 380C
Tidak
Tidak
Di atas 380C
Di bawah
Tidak
Ada
Ada bilateral
Uterus
Sdkt mmbesar
Membesar
Tidak
Tidak besar
Nyeri
Hebat
Tidak
Hebat
Nyeri
Ada
Bisa ada
Tidak
Tidak
Leukositosis
Bisa ada
Tidak
Tidak
Ada (>20.000)
Reaksi kehamilan
(+) 75%
(+)
Tidak
Tidak
Shifting dullness
Ada
Tidak
Tidak
Tidak
Pireksia
Massa pelvis
Anemia
17
18
2.10. Penatalaksanaan
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria
kasus yang diobati dengan cara ini ialah : 12
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2. Tanda vital baik dan stabil
3. Janin sudah mati
4. Diameter kantong gestasi 4cm
5. Perdarahan dalam rongga perut 100 ml
6. Kadar -hCG < 5000 gr%
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi
sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im
atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Kontraindikasi pemberian
MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.12
19
Gambar 2.8. Kehamilan Servikal, Tampak Kantong Kehamilan Berisi Fetus yang
Berimplantasi Di Kanalis Servikalis.
20
Gambar 2.9. Tampak garis penuntun (guide) jarum pungsi. Pada kasus ini
direncanakan pungsi dan injeksi KCL langsung pada janin.
Gambar 2.10. Tiga puluh tiga hari setelah injeksi KCl, tampak massa dengan gema
heterogen di daerah serviks.
Untuk Kehamilan ektopik yang sudah terganggu, penanganan yang dilakukan
pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :1
1. Kondisi penderita saat itu
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. Lokasi kehamilan ektopik
4. Kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
Kehamilan ektopik tidak terganggu harus segera dioperasi untuk menyelamatkan
penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut. Operasi yang dilakukan
ialah salpingektomi, yaitu pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan.Terdapat
beberapa cara pendekatan yang mungkin dilakukan antara lain : 1,3,4
Melakukan laparotomi dan melakukan eksisi tuba fallopii yang berisi kehamilan
21
Jika tuba tidak ruptur, menyuntikkan methotrexate ke dalam kehamilan yang ektopik
tersebut sehingga trofoblast yang viable dan embrionya dapat diabsorbsi, atau
memberikan suntikan methotrexate 50 mg/m2 intramuskular.
Pada abortus tuba, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita,
sebaiknya juga dilakukan operasi. Keberatan terhadap terapi konservatif ialah bahwa
walaupun darah yang berkumpul di rongga perut lambat laun akan diresorbsi atau untuk
sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran lewat vagina dari darah di
kavum Douglasi), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan - perlekatan dengan bahaya
adanya ileus. Operasi terdiri atas salpingektomi, akan tetapi tidak jarang ovarium
termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga terpaksa dilakukan
salpingo-ooforektomi. Darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan, dan
tuba dan ovarium dari sisi yang lain diperiksa. 6
22
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian
diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus.
Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan
Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik.2
23
Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan fasilitas
daerah yang cukup. Di RS Pirngadi Medan selama 1979-1981 dari 78 kasus KET angka
kematian ibu adalah nihil. Sastrawinata melaporkan angka kematian ibu 1,9%, Pohan
7,2%, Sjahid dan Martohoesodo (1970) sebanyak 2 dari 120 kasus, Tardjamin (1973) 4
dari 138 kasus. 7,8
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis. Hanya 60% dari wanita
yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik terganggu yang berulang dilaporkan berkisar
antara 1 - 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.4,8,9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1.
Status Pasien
Anamnesa Pribadi
Nama
: Ny. Farida Hanum
24
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status
Tanggal masuk
Jam Masuk
Tanggal keluar
G P Ab
Tinggi Badan
Berat Badan
: 35 Tahun
: Jl. Denai GG Bilal No 18 Medan
: Islam
: Ibu Rumah Tangga
: Menikah
: 01/08/2014
: 11.48 WIB
: 06/08/2014
: G3P2A0
: 160 cm
: 65 kg
Anamnesa Penyakit
Keluhan utama
: Nyeri perut bagian bawah
Telaah
: Hal ini telah dialami pasien sejak 5 hari ini. Nyeri bersifat terus
menerus. Nyeri dirasakan seperti ditusuk - tusuk dan tidak
menjalar. Riwayat keputihan (+), bau (-), gatal (-), sekret
berwarna (-). Riwayat perdarahan di luar siklus haid (-). Riwayat
benjolan di perut (-). Riwayat penurunan berat badan dan nafsu
makan (-). BAB (+) Normal. BAK (+), nyeri saat BAK (+),
riwayat kencing berpasir (-), riwayat kencing berdarah (-). Pasien
merupakan pasien konsul bagian interna dengan diagnosis
dispepsia tipe like ulcer.
Riwayat menstruasi
- Menarche : umur 13 tahun.
- Siklus
: teratur 28 hari sekali.
- Volume : 2-3 pembalut/ hari
- Lamanya : 6-7 hari
- Nyeri haid : (-)
- HPHT
: 25 Juni 2014
Riwayat persalinan
1. , aterm, 3000 gr, PSP, bidan, klinik, 18 tahun, sehat
2. , aterm, 3000 gr, PSP, bidan, klinik, 10 tahun, sehat
25
Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium
: Compos mentis
TD
: 120/80 mmHg
HR
: 88 x/i, teratur
RR
: 20 x/i
Temperatur : 36,80 C
Anemis
Ikterus
Sianosis
Dispnea
Edema
: (+)
: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
Status Obstetrikus
Abdomen
: soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan (+) regio hipokondrium kiri
TFU
: tidak teraba
P/V
: bercak darah (+)
Status Ginekologis
Inspekulo
: - Portio erosi
- Lividae
: (+)
- Bercak darah
: (+)
VT
: - UT AF
- Parametrium kanan
- Parametrium kiri
- Adneksa kanan
- Adneksa kiri
- Cavum Douglass
- Nyeri goyang serviks
: (+)
: lemas
: tegang
: lemas
: tegang
: menonjol
: (+)
USG-TAS
- Kandung Kemih terisi baik
- UT AF UK BB, ukuran 7,5 x 4,2 x 3,8 cm
- E Line (+)
- Cairan bebas (+)
Kesan : Kehamilan ektopik terganggu
Laboratorium (01/08/2014)
- Hb
: 7,5 gr %
- Leukosit
: 20.400/ mm3
- Ht
: 21,8 %
- Trombosit
: 394.000/mm3
- Tes Kehamilan : (+)
Diagnosis Sementara
Kehamilan Ektopik Terganggu
Rencana
-
26
Laparatomi CITO
bawah.
Otot dikuakkan secara tumpul, peritoneum diklem dan digunting keatas dan
kebawah. Tampak Stoll cell dan darah. Kemudian dievakuasi, kesan : volume
1000cc.
Identifikasi: uterus dalam batas normal, adneksa dan ovarium kanan dalam batas
normal, adneksa kiri tampak hasil konsepsi pada ampula tuba fallopi, ovarium kiri
Jam (WIB)
11.00
11.30
12.00
12.30
13.00
Sensorium
CM
CM
CM
CM
CM
90
92
90
94
90
27
120/8
TD (mmHg)
120/80 120/70
130/70
120/80
Pernafasan permenit
24
26
26
24
24
Perdarahan (cc)
Hb
Leukosit
Ht
Trombosit
3.2.
: 7,3 gr %
: 11.600/ mm3
: 22,1 %
: 221.000/mm3
Follow up Pasien
Tanggal
Keluhan
utama
02-08- 2014
03-08-2014
04/05-08-2014
06-08-2014
Sesak napas
Tidak ada
Status
Sensorium : compos
Sensorium : compos
Sensorium : compos
Sensorium : compos
Presens
mentis
TD :120/80mmHg
HR : 96x/i
RR : 24x/i
Temp. : 36,8C
Anemis : (+)
Ikterik
: (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Edema : (-)
mentis
TD :130/80mmHg
HR : 100x/i
RR : 32x/i
Temp.: 37,8C
Anemis : (+)
Ikterik
: (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Edema : (-)
mentis
TD :130/80mmHg
HR : 88x/i
RR : 20x/i
Temp. : 36,5C
Anemis : (-)
Ikterik
: (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Edema : (-)
mentis
TD :110/70 mmHg
HR : 85x/i
RR : 20x/i
Temp. : 36,5C
Anemis : (-)
Ikterik
: (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Edema : (-)
Abd:soepel,
Abd:soepel,
Abd:soepel,peristaltik
Abd:
Status
Lokalisata
peristaltik
peristaltik
soepel,peristaltik
28
(+) lemah
L/o : Tertutup verban,
(+) lemah
L/o : Tetutup verban,
(+)
L/o : Tertutup verban
(+)
L/o : Tertutup verban
kesan : kering
Perdarahan pervaginam:
kesan : kering
Perdarahan pervaginam:
,kesan : kering
Perdarahan pervaginam:
,kesan : kering
Perdarahan pervaginam:
tidak ada
BAK: (+) , via kateter,
tidak ada
BAK: (+), via kateter,
UOP : 50cc/jam,warna :
UOP : 50cc/jam,warna :
tidak ada
BAK: (+) Normal
BAB : (+) Normal
tidak ada
BAK: (+) Normal
BAB : (+) Normal
jernih
BAB : (-)
Flatus : (-)
jernih
BAB : (-)
Flatus : (+)
Diagnosis
Post Salpingektomi
Post Salpingektomi
Post Salpingektomi
Post Salpingektomi
IVFD RL 20 gtt / i
Inj . ceftriaxone 1 gr/12
Terapi
jam
Inj. Keterolac 30 mg /
jam
Inj. Gentamycin 150
mg / 12 jam
Inj. Furosemide 20 mg /
8jam
Inj. Ranitidin 25 mg /
12jam
Inj. Transamin 500 mg /
8 jam
IVFD RL 20 gtt / i
Inj . ceftriaxone 1 gr/12
12 jam
Inj. Keterolac 30 mg /
8jam
Inj. Ranitidin 25 mg /
12jam
PCT tab 3 x 1
Rencana
Pasien PBJ
Keadaan pulang
Obat Pulang
Kontrol ulang
IVFD RL 20 gtt / i
Inj. Ceftazidime 1 gr / 8
jam
Inj . Ciprofloxacin 200
mg / 12 jam
Inj. Keterolac 30 mg /
8jam
Inj. Ranitidin 50 mg /
3x1
B.complex tab 1x1
12jam
Ambroxol Syrup 3 Cth I
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien PBJ
29
4.1.
Resume Pasien
Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 35 tahun
dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa
USG dan pemeriksaan laboratorium.
Dilaporkan kasus seorang wanita hamil Ny. F.H., 35 tahun, G3P2A0, datang ke
RSUPM pada tanggal 01/08/2014 pukul 11.48 WIB, dengan keluhan utama nyeri perut
bagian bawah, hal ini telah dialami pasien sejak 5 hari ini. Nyeri bersifat terus menerus.
Nyeri dirasakan seperti ditusuk - tusuk dan tidak menjalar. Riwayat keputihan (+), bau
(-), gatal (-), sekret berwarna (-). Riwayat perdarahan di luar siklus haid (-). Riwayat
benjolan di perut (-). Riwayat penurunan berat badan dan nafsu makan (-). BAB (+)
Normal. BAK (+), nyeri saat BAK (+). Riwayat kencing berpasir (-). Riwayat kencing
berdarah (-). Pasien merupakan pasien konsul interna dengan diagnosis dispepsia tipe
like ulcer.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan abdomen soepel, peristaltik (+) normal, nyeri
tekan (+) regio hipokondrium. TFU tidak teraba. Perdarahan pervaginam dijumpai
bercak darah kehitaman. Pada inspekulo tampak portio erosi (+), lividae (+), bercak
darah (+). VT didapatkan UT AF, parametrium kiri tegang, parametrium kanan lemas,
adneksa kiri tegang, adneksa kanan lemas, CD menonjol, nyeri goyang serviks (+).
USG didapatkan KK terisi baik, UT AF UK BB ukuran 7,5 x 4,2 x 3,8 cm, E Line (+),
cairan bebas (+), Kesan : Kehamilan ektopik terganggu
4.2.
Pembahasan
TEORI
KASUS
30
intrauteri
dalam
satu
kasus
ini
dijumpai
pasien
berumur 35 tahun
wanita
yang
mengalami
menyebabkan
iritasi
seluruh
perdarahan
abdomen.
Terjadinya
pervaginam
disebabkan
memperkuat
Sedangkan
kavum
douglas
vaginal,
pada
dimana
ginekologi
diagnosis
dari
semakin
KET
pada
amenorea
didapatkan
yang
pemeriksaan
Hasil
31
ruptur
dari
tuba
dan
Pemeriksaan
USG:
pemeriksaan
semakin Laboratorium
mendukung diagnosis dari KET yaitu Hb/ Ht/ L/ T : 7,5 / 21,8 / 20.400/ 394.000
penunjang
USG
juga
yang
hasilnya
menunjukkan
bahwa
(+)
juga
sebelumnya
Pemeriksaan
Pada
pasien
dilakukan
tindakan
laparatomi
eksplorasi
untuk
membersihkan
darah
yang
sel
sinistra.
merah
menegakkan
berguna
diagnosis
dalam
Tindakan
salpingektomi
kehamilan
Metode
perut.
ini
lebih
dipilih
berulang.
berada
darah
laboratorium
Penatalaksanaan
terganggu
pada
kehamilan
umumnya
ektopik
adalah
laparotomi.
Permasalahan :
1. Bagainana mendiagnosis pasien KE agar tidak berlanjut menjadi KET ?
2. Bagaimana penanganan awal pada pasien KET sebagai dokter umum ?
3. Bagaimana edukasi pada pasien KET post operatif ?
untuk
32
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
Saran
33
Seorang klinisi harus mengetahui pola manajemen yang benar dalam menghadapi
pasien yang datang dengan kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu. Hal ini penting
untuk dapat mengenali tanda tanda kegawatdaruratan pada pasien Kehamilan Ektopik
Terganggu sehingga penanganan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan tidak
terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
31
Desember2005.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/belibis_a17_gamba
ran_ket.pdf. accessed on August 18th, 2013. 15:09 p.m
5.
Prawirohardjo S, Hanifa W. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan
Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo
6.
Kehamilan Ektopik. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan
%20Ektopik.pdfaccessed on August 18th, 2013. 15:13 p.m.
7.
Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC.
8.
Jones, DL. 2001.Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta :
Hipokrates.
9.
Prosedur invasif dengan bantuan USG TV.
http://repository.unpad.ac.id/bitstream/handle/123456789/692/prosedur_invasif_den
gan_bantuan_ultrasonografi.pdf?sequence=2
10.
Pernoll, M. L. (2001). Early Pregnancy Complication. Dalam M. L. Pernoll,
Handbook of Obstetrics and Gunecology tenth edition (hal. 307-319). New York:
McGraw-Hill.
11.
Heard, M. J., & Buster, J. E. (2003). Ectopic Pregnancy. Dalam J. R, R. S. Scott,
B. Y. Gibbs, A. F. Karlan, & D. N. Haney, Danforth's Obstetrics and Ginecology 9th
editin (hal. 52-60). Chicago: Lippincott Williams and Wilkins.
34
12.
Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of
Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html (13 Agustus 2014)