Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan pada ginjal bilateral. Peradangan


dimulai pada glomerulus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan/atau hematuria.
Meskipun lesi terutama ditemukan pada glomerulus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga dapat terjadi gagal ginjal kronik.

(1)

Jejas imunologi adalah

penyebab yang paling lazim dan menyebabkan glomerulonefritis, yang merupakan istilah
umum untuk beberapa penyakit maupun istilah histopatologis yang berarti peradangan
kapiler-kapiler glomerulus. (2)
Pasien dengan Glomerulonefritis biasanya memiliki gambaran nefritik yang ditandai
dengan penurunan laju filtrasi glomerulus dan azotemia, oliguria, hipertensi, dan sedimen
urin aktif. Hipertensi disebabkan oleh ekspansi volume intravaskular, meskipun kadar renin
juga mengalami gangguan. Pasien dapat mengeluhkan urin yang berwarna gelap yang
berkaitan dengan sedimen urin aktif. Sedimen urin terutama terdiri atas eritrosit dan juga
leukosit. Meskipun banyak pasien dengan Glomerulonefritis akut mengalami proteiunuria,
sebagian besar pasien mengalami kebocoran albumin yang rendah dalam urin.(3)
Glomerulonefritis akut (GNA) merupakan contoh klasik sindrom nefritis akut. Mulainya
mendadak dari hematuria mikroskopis, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal. Pemantauan
kondisi pasien merupakan hal yang penting pada pasien Glomerulonefritis akut, terutama
dikaitkan dengan komplikasi yang dapat muncul seperti gagal ginjal akut, kongesti sirkulasi,
hipertensi, kejang-kejang bahkan uremia. Meskipun pada pasien anak, prognosis penyakit ini
tergolong baik terutama bila diakibatkan paska infeksi streptococcus. Streptococcus hemolitikus grup A tipe M merupakan penyebab yang bersifat nefritogenik. Serotipe 12
paling sering berhubungan dengan GNA paska Streptococcus akibat faringitis, disusul oleh

serotipe 1,3,4,6,25 sedangkan GNA paska Streptococcus akibat pioderma paling sering
berhubungan dengan serotipe 49, diikuti oleh serotipe 2,53,55,56,57,58 dan 60. (1,4)
Pada laporan kasus ini, akan dibahas mengenai Glomerulonefritis Akut pada pasien anak
yang dirawat di Pav. Catelia RSUD UNDATA.

KASUS

IDENTITAS
1. Identitas penderita
Nama penderita
Jenis kelamin
Umur
2. Identitas orang tua/wali
IBU
:
Nama
Pekerjaan
Alamat
3. Tanggal/jam masuk

: An. RA
: Laki-laki
: 3 Tahun 8 Bulan
: Ny. SIN
: Guru
: Tibo.
: 23 Desember 2013 / 12.30

ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Bengkak pada kelopak mata
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk dengan keluhan bengkak sejak 6 hari yang lalu. Bengkak dirasakan
terutama di pagi hari dan menurun pada siang hari. Bengkak pertama kali di daerah wajah

terutama pada daerah kelopak mata pada 3 hari pertama, kemudian menjadi bengkak pada
seluruh badan, namun saat masuk rumah sakit bengkak sudah menghilang. Pasien tidak
merasakan demam, tidak ada penurunan kesadaran, batuk tidak ada, tidak beringus, mual dan
muntah tidak ada, Buang air besar lancar, buang air kecil lancar dengan warna merah tua
sejak 3 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat batuk dan beringus 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, namun pasien punya riwayat
konsumsi obat anti tuberculosis saat pasien berusia 8 bulan. Setelah itu, pasien juga
mengalami batuk dan beringus yang berulang, terakhir dirasakan pada 1 minggu yang lalu..
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit yang sama dengan pasien tidak ada, Hipertensi (-), asma (-), Diabetes
Mellitus (-)
Riwayat Sosioekonomi:
Rumah pasien berukuran 11 m x 7 m berdinding beton, dan terdiri atas 3 kamar. Sumber
air minum berasal dari air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Sampah rumah tangga
dibakar pada tempat penampungan sampah di sekitar rumah.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi:
Pasien mulai membalikkan badannya sejak umur 8 bulan, duduk saat berusia 9 bulan,
berjalan saat berusia 1 tahun 2 bulan, dan mulai mengucapkan kata-kata dengan jelas sejak 1
tahun 6 bulan. Saat ini anak sudah bisa berpakaian tanpa bantuan, bicara semua dimengerti
dan dapat berdiri dengan 1 kaki selama 2 detik. Anak tidak mengalami keterlambatan
perkembangan.
Anamnesis Makanan:
ASI eksklusif diberikan selama 1 bulan, dilanjutkan dengan susu formula sampai
sekarang. Saat umur 6 bulan mulai diberikan bubur susu, 1 tahun mulai bubur saring, dan saat
usia 1 tahun 1 bulan mulai diberikan nasi.
Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat Antenatal
: Kunjungan ANC rutin setiap bulan
Riwayat Natal :
Spontan/tidak spontan
Berat badan lahir
Penolong
Tempat
Riwayat Neonatal

: Spontan
: 2.500 gr
: Dokter
: RSUD Madani
: Sempat mengalami aspirasi mekonium dan mengalami
asfiksia.

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar anak lengkap, baik Hepatitis B, polio, BCG, DPT, dan terakhir imunisasi
campak saat usia 9 bulan.
Riwayat Alergi :
Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Kesadaran
2. Pengukuran
Tanda vital : TD
Nadi
Suhu
Respirasi
Berat badan
Panjang badan
Status gizi
3. Kulit : Warna
Efloresensi
Pigmentasi

: Tampak sakit sedang


: Kompos mentis
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

130/90 mmHg.
96 kali/menit, reguler, kuat angkat
36 C
36 kali/menit
15 kg
92 cm
Gizi Baik
Sawo matang
tidak ada
tidak ada

Sianosis
: tidak ada
Turgor
: cepat kembali
Kelembaban
: cukup
Sianosis
: tidak ada
Lapisan lemak : Cukup
Kepala: Bentuk
: Normocephal
Rambut
: Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal, alopesia (-)
Mata : Palpebra
: edema (-/-)
Konjungtiva
: anemis (+/+)
Sklera
: ikterik (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil
: Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
Telinga : Sekret
: tidak ada
Serumen
: minimal
Nyeri
: tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis
: tidak ada
Sekret
: tidak ada
Mulut : Bibir
: mukosa bibir basah, tidak hiperemis
Gigi
: Tidak ada karies
Gusi
: tidak berdarah
Lidah : Tremor/tidak : tidak tremor
Kotor/tidak
: tidak kotor
Warna
: kemerahan
Faring : Tidak hiperemis

Tonsil : T1-T1 tidak hiperemis


4. Leher :
Pembesaran kelenjar leher : +/ Trakea
: Di tengah

Kaku kuduk
: (-)
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk
: simetris
Dispnea
: tidak ada
Pernafasan
: thorakoabdominal
Retraksi
: Tidak ada
Palpasi : Fremitus vokal : simetris
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler +/+
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Suara dasar
: S1 dan S2 murni, regular
Bising
: tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk
: Cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan normal
Perkusi
: Bunyi
: timpani
Asites
: (-)
Palpasi
: Nyeri tekan
: (-)
Hati
: tidak teraba
Lien
: tidak teraba
Ginjal
: tidak teraba
7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada.
8. Genitalia : Laki-laki, fimosis (+)
RESUME
Seorang anak laki-laki usia 3 tahun dengan berat badan 15 kg dan panjang badan 92 cm.
Keluhan utama bengkak di seluruh tubuh sejak 6 hari yang lalu. Bengkak tidak disertai rasa
nyeri dan dirasakan terutama di pagi hari. Pada 3 hari pertama, bengkak muncul pada daerah
mata dan wajah. Kemudian pada hari-hari berikutnya bengkak terjadi pada seluruh tubuh.
Saat masuk rumah sakit, bengkak sudah tidak ada. Pasien juga mengeluh warna urin menjadi
merah

tua

dengan

frekuensi

Pasien tidak memiliki riwayat alergi.

seperti

biasanya

sejak

hari

yang

lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapat keadaan umum compos mentis, tampak sakit sedang, gizi
baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan TD 130/90 mmHg, Nadi 96x/menit, reguler, kuat
angkat, respirasi 36x/menit, suhu 36o C. Pemeriksaan pada mata edema palpebra -/-,
konjungtiva anemis +/+. Pemeriksaan thorax dan abdomen tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan genitalia didapatkan fimosis (+).
DIAGNOSA BANDING
1. Glomerulonefritis Akut
2. Sindroma Nefrotik
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Darah Rutin, Kimia Darah( Albumin, globulin, kolesterol total,


protein total, ureum dan kreatinin).

Urinalisis

- Serologi: ASTO, CRP


TERAPI
Medikamentosa:
o Amoxicillin syr 125 mg/5 mL, dosis 3 x 250 mg
Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari
FOLLOW UP
TANGGAL
24-12-2013

Tidak ada TD : 130/90 mmHg

A
GNA

P
Medikamentosa:

keluhan

R : 32 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 86 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,5 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
(+/+), Hematuria (+)
25-12-2013

Tidak ada TD : 100/70 mmHg

GNA

Medikamentosa:

keluhan

R : 30 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 100 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
26-12-2013

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 110/70 mmHg

GNA

keluhan

R : 32 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 80 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,3 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
27-12-2013

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 110/60 mmHg
keluhan

R : 24 x/menit

tambahan

N : 76 x/menit

GNA

mL, dosis 3 x 250 mg


Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
(+/+), Hematuria (+)
Tidak ada TD : 100/60 mmHg

GNA

R : 20 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 84 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg


Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
(+/+), Hematuria (+)
Tidak ada TD : 100/70 mmHg

GNA

Medikamentosa:

keluhan

R : 24 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 80 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,5 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
30-12-2013

Medikamentosa:

keluhan

T : 36 OC

29-12-2013

Medikamentosa:
o Amoxicillin syr 125 mg/5

T : 36 OC

28-12-2013

Medikamentosa:

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 90/60 mmHg

GNA

Medikamentosa:

keluhan

R : 32 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 80 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,5 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
31-12-2013

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 110/70 mmHg

GNA

keluhan

R : 96 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 24 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,5 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
1-1-2014

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 110/60 mmHg

GNA

Medikamentosa:

keluhan

R : 22 x/menit

o Amoxicillin syr 125 mg/5

tambahan

N : 76 x/menit

mL, dosis 3 x 250 mg

T : 36,6 OC

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari

Edema (-),
konjungtiva anemis
2-1-2014

Medikamentosa:

(+/+), Hematuria (+)


Tidak ada TD : 100/50 mmHg
keluhan

R : 82 x/menit

tambahan

N : 22 x/menit

GNA

T : 36,3OC
Edema (-),

Non Medikamentosa:
o Bed Rest
o Diet garam 2 gr/hari
Pasien

pulang

atas

permintaan

sendiri

dan

dianjurkan untuk kontrol di

konjungtiva anemis

poliklinik

(+/+), Hematuria (+)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 23 Desember 2013

HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV,MCH,MCHC

Hasil

Rujukan

Satuan

9,5
9,76
3,96
30,17
381

11,5-16,5
3,5-10
3,8-8,5
35-52
150-450

g/dl
/ul
Juta/ul
%
Ribu/ul

MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
- Gran%
- Limfosit%
-Monosit%
- Limfosit%
KIMIA DARAH
Kolesterol total
Ureum
Kreatinin
Albumin
Globulin

URINALISA
Protein
Glukosa
URINALISA (SEDIMEN)
Leukosit
Erythrosit
Selinder
Epithel
Kristal

ASTO
CRP

76,08
23,98
34,93

83,90-99,10
27,8-33,8
32-35,5

Fl
Pg
%

69,51
22,04
8,45
22,04

40-70
20-30
1-15
20-30

%
%
%
%

176
41
0,7
3,4
2,1

50-200
8-53
0,3-0,6
3,2-4,5
2,3-3,5

mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
Mg/dL

Hasil

Rujukan

+3
Negatif

Negatif
Negatif

20
(+) penuh
Negatif
(+)
Negatif

0-3
0-2
Negatif
1+
Negatif

Hasil
Negatif
Negatif

Rujukan
Negatif
Negatif

Ket.

LPB
LPB

Ket.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 27 Desember 2013

HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV,MCH,MCHC
MCV

Hasil

Rujukan

Satuan

11
10,9
4,41
32,2
576

11,5-16,5
5-15
4,1-5,5
36-44
200-400

g/dl
/ul
Juta/ul
%
Ribu/ul

73

73-89

Fl

MCH
MCHC
HITUNG JENIS
- Neutrofil#
- Limfosit#
-Monosit#
- Eosinofil#
- Basofil#

24,9
34,1

24-30
32-36

6,46
3,5
0,27
0,21
0,08

1,5-8,5
2-8
0-0,8
0-0,65
0-0,2

Pg
%

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 30 Desember 2013

URINALISA
Protein
Glukosa
URINALISA (SEDIMEN)
Leukosit
Erythrosit
Selinder
Epithel
Kristal

Hasil

Rujukan

(+3)
Negatif

Negatif
Negatif

22
(+) Penuh
(+)
(+)
Negatif

0-3
0-2
Negatif
1+
Negatif

Ket.

LPB
LPB

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 31 Desember 2013

URINALISA
Protein
Glukosa
URINALISA (SEDIMEN)
Leukosit
Erythrosit
Selinder
Epithel
Kristal

Hasil

Rujukan

(+2)
Negatif

Negatif
Negatif

18
(+) Penuh
(+)
(+)
Negatif

0-3
0-2
Negatif
1+
Negatif

Ket.

LPB
LPB

DISKUSI
Pada kasus ini didapatkan seorang anak laki-laki berumur 3 tahun 8 bulan yang masuk ke
pav. Catelia dengan diagnosis suspek glomerulonefritis akut. Diagnosis pada kasus ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan darah, urin dan serologis.

Gambar 1. Ginjal normal dan proses filtrasi di ginjal

Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan pada ginjal dengan berbagai macam


mekanisme. Pada pasien anak, sebagian besar GNA berkaitan dengan infeksi Streptococcus
sebelumnya baik pada faring maupun pada kulit (pioderma). Tipe Streptococcus grup A tipe
M bersifat nefritogenik. Serotipe 12 paling sering berhubungan dengan GNA paska
Streptococcus akibat faringitis, disusul oleh serotipe 1,3,4,6,25 sedangkan GNA paska
Streptococcus akibat pioderma paling sering berhubungan dengan serotipe 49, diikuti oleh
serotipe 2,53,55,56,57,58 dan 60. Periode laten berkisar 1-3 minggu, periode 1-2 minggu

umumnya terjadi pada GNA paska Streptococcus yang didahului infeksi saluran nafas
sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit (pioderma).

(4)

Pada kasus ini, pasien

tidak mengeluhkan sakit pada tenggorokan maupun adanya infeksi pada kulit sebelumnya.
Namun adanya riwayat batuk beringus ringan yang berulang sebelum keluhan muncul dapat
memunculkan dugaan terhadap GNA paska Streptococcus yang dialami pasien.
Berdasarkan umur, awitan GNA paska streptococcus pada anak biasanya berkisar pada
anak umur 5 15 tahun. Sedangkan pada sindrom nefrotik kelainan minimal, awitannya
berkisar pada umur 2-7 tahun.(5) Infeksi Streptococcus -hemolitikus grup A jarang pada usia
dibawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya Streptococcus -hemolitikus grup A
melekat pada sel-sel epitel.

(6)

Pasien pada kasus ini berusia 3 tahun. Berdasarkan

kepustakaan, kecenderungan berdasarkan umur lebih mengarah ke sindrom nefrotik. Namun


dari anamnesis dan pemeriksaan, diagnosis lebih mengarah ke GNA. Hal ini dapat
dipengaruhi adanya infeksi yang mendahului anak ini sehingga antibody sudah terbentuk dan
bereaksi ddengan antigen pada membrane basalis glomerulus.
GNA paska Streptococcus termasuk golongan immune complex disease. Beberapa bukti
bahwa termasuk imunologik: (4)
-

Adanya periode laten antara infeksi streptococcus dan gejala klinik

Kadar immunoglobulin G (Ig G) menurun dalam darah

Kadar komplemen C3 menurun dalam darah

Adanya endapan Ig G dan C3 di glomerulus

Titer anti streptolysin O (ASTO) meninggi dalam darah


Diduga antigen (fixed antigen) sudah terdapat di membrana basalis glomerulus (mbg)

sehingga antibodi yang terdapat dalam darah yang tidak diketahui dengan jelas bagaimana
terjadinya, akan bereaksi dengan antigen di mbg yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan
mbg. Pada imunofluoresensi tampak endapan linier Ig G dan C3 sepanjang kapiler

glomerulus. Antigen yang masuk dalam sirkulasi menyebabkan timbulnya antibodi yang
bereaksi dengan antigen tersebut dan membentuk kompleks imun yang larut dalam darah
sehingga disebut soluble antigen antibodi complex (SAAC). SAAC ini kemudian masuk ke
dalam sirkulasi, menyebabkan sistem komplemen dalam tubuh ikut bereaksi sehingga
komplemen C3 akan bersatu dengan SAAC membentuk deposit dibawah epitel kapsula
bowman yang secara imunofluoresensi terlihat sebagai benjolan yang disebut humps. C3
yang ada dalam humps ini akan menarik sel PMN dan migrasi PMN menyebabkan gangguan
permeabilitas mbg sehingga eritrosit, protein dan lain-lain dapat melewati mbg dan terdapat
dalam urin. Deposit yang mengendap di mesangium dan subendotelial diduga sebagai akibat
terperangkapnya di glomerulus SAAC yang terbentuk di darah. (4)
Hematuria terjadi akibat reaksi imun glomerulus sehingga terjadi penurunan angka filtrasi
glomerulus dan aliran plasma ginjal yang mengakibatkan dilatasi arteriol aferen sehingga
koefisien filtrasi kapiler glomerulus menurun dan terjadilah kerusakan glomerulus. Hematuria
yang terjadi pada GNA dapat berupa hematuria makroskopis dan mikroskopis. Hematuria
makroskopis atau gross hematuria ditemukan pada 30-70% kasus GNA, sedangkan
hematuria mikroskopis ditemukan pada hampir semua penderita GNA. Pada hematuria
makroskopis ditemukan urin yang berwarna seperti air cucian daging. Hematuria
makroskopis biasanya terjadi pada minggu 1 dan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Hematuria biasanya timbul dalam beberapa minggu pertama dan berlangsung
beberapa hari. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lama, umumnya menghilang
setelah 6 bulan.(4) Pada kasus ini, pasien terutama mengalami hematuria makroskopik sejak 3
hari sebelum masuk RS. Hematuria menetap bahkan hingga pasien meminta pulang atas
permintaan sendiri. Hal ini dikarenakan hematuria merupakan gejala paling lama menghilang
bahkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun. (7)
Edema adalah gejala yang sering ditemukan pada GNA. Edema terjadi akibat retensi air
dan Na. Biasanya tampak jelas pada bagian wajah, kelopak mata dan ekstremitas. Mekanisme

terjadinya pada lokasi ini dipengaruhi oleh gravitasi dan tahanan jaringan lokal setempat.
Oleh karena itu, edema lebih jelas saat bangun pagi karena adanya jaringan longgar dan bila
penderita tegak edema ini menghilang. (4) Adanya bendungan pada sirkulasi yang
menyebabkan edema ini dapat berakibat edema paru akut.

(7)

Pada kasus ini, edema dialami

sebelum pasien masuk RS. 3 hari pertama edema terbatas pada kelopak mata dan wajah,
kemudian mengenai seluruh badan. Namun selama dirawat di RS, edema sudah menghilang.
Hipertensi terjadi pada 60-70% penderita GNA. Hipertensi terjadi oleh karena retensi Na
dan air sehingga terjadi hypervolemia dan karena vasospasme atau iskemia ginjal dan
berhubungan dengan gejala cerebrum dan kelainan jantung. Pada GNA paska Streptococcus,
hipertensi berlangsung sementara, timbul pada fase akut perjalanan penyakit. Pada umumnya,
hipertensi dalam derajat ringan sampai sedang. Walaupun demikian, hipertensi dapat menjadi
berat dan menimbulkan hipertensi ensefalopati. Manifestasi klinis hipertensi ensefalopati
dapat berupa sakit kepala, muntah-muntah, kejang, gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, dan kesadaran menurun. Umumnya hipertensi tidak terlalu berat, timbulnya
pada minggu pertama dan umumnya menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala
klinik.(2)(7) Pada kasus ini, hipertensi dialami pasien hanya pada saat hari pertama dan kedua
rawat inap. Adapun hipertensi yang dialami masih tergolong ringan.
Oliguria tidak sering dijumpai pada penderita GNA. Dalam kepustakaan, dikatakan hanya
5-10% penderita GNA yang mengalami oliguria. Pada kasus ini, pasien tidak mengalami
oliguria. Volume kencing tidak mengalami penurunan.
Pemeriksaan penunjang umumnya laju endap darah meninggi pada fase akut dan
menurun sesudah gejala-gejala klinik menghilang. Pada pemeriksaan urin didapatkan jumlah
urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 %
penderita. Secara kulitatatif, proteinuri berkisar antara negatif sampai +2, jarang terjadi +3.
Hematuria mikroskopis merupakan kelainan yang hampir selalu ada. Albumin serum dapat
normal atau sedikit menurun, demikian juga komplemen serum C3. Ureum dan kreatinin
darah meningkat. Titer anti streptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi

Streptococcus yang mendahuluinya hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi ginjal normal pada
50 % penderita.(8) Pada pasien ini, kadar albumin dan kolesterol total tergolong normal,
sehingga kemungkinan sindrom nefrotik dapat disingkirkan. Pada urinalisis didapatkan
eritrosit (+) penuh yang merupakan salah satu gejala khas pada GNA. Proteinuria juga
didapatkan pada urinalisis. Adanya infeksi Streptococcus dapat dilihat dengan pemeriksaan
ASTO, namun pada pasien ini ASTO negatif, namun kemungkinan infeksi Streptococcus
sebelumnya tidak dapat sepenuhnya disingkirkan karena titer ASTO meningkat pada sekitar
70-80% pasien.
Menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Hasanuddin, diagnosis GNA paska
Streptococcus dapat ditegakkan bila ditemukan 4 dari 5 gejala dan pemeriksaan penunjang
meliputi hipertensi, hematuria, edema, ASTO meningkat, dan C3 menurun.(4) Pada pasien ini,
hipertensi dan hematuria tampak nyata, edema dirasakan sebelum pasien masuk RS,
sedangkan ASTO negatif. Sementara itu, komplemen C3 tidak diperiksa pada pasien ini.
Penatalaksanaan pada pasien GNA terutama adalah istirahat dengan tirah baring selama
fase akut, dengan gejala-gejala klinik yang nyata. Adanya pembatasan asupan natrium juga
penting terutama berkaitan dengan retensi natrium yang terjadi pada pasien dengan GNA.
Pembatasan natrium harus dilakukan pada anak dengan hipertensi atau edema, bila terdapat
edema berat dan bendungan sirkulasi dapat diberikan NaCl 300 mg/hari, sedangkan bila
edema minimal dan hipertensi ringan dapat diberikan 1-2 gr/hari. Bila disertai oliguria, maka
pemberian kalium harus dibatasi.

(7)

Pemberian antibiotik bermaksud untuk mencegah

penyebarluasan kuman dan infeksi sekunder. Ampisilin/amoxycilin 50-100 mg/kg BB/hari.


Bila alergi diberikan eritromisin 30-50 mg/kgBB/hari per oral selama 10 hari. Diuretik
berperan dalam mengeluarkan cairan dan natrium yang berlebihan yang menyebabkan edema
dan hipertensi. Furosemide merupakan obat yang efektif dalam menyebabkan diuresis. Obat
antihipertensi lainnya yang dapat digunakan adalah golongan ACE inhibitor, antagonis
kalsium dan vasodilator. Pada pasien dengan hipertensi ringan (130/90 mmHg) tidak

diberikan obat anti hipertensi. Pengobatan dengan kortikosteroid tidak dianjurkan kecuali
pada pemeriksaan

histopatologi

menemukan

kortikosteroid cenderung dianjurkan.

(7)

adanya

Crescent Glomerulonephritis,

Pada pasien ini, penatalaksanaan terutama tirah

baring, pembatasan asupan natrium, dan pemberian antibiotik berupa amoxycilin. Pasien
sempat mengalami hipertensi, namun obat antihipertensi tidak diberikan karena tekanan
darah pasien masih tergolong hipertensi ringan (130/90 mmHg).
Prognosis GNA untuk jangka pendek sangat baik oleh karena 95% penderita GNAPS
sembuh dalam waktu 3 minggu. Pada kasus-kasus tertentu, GNAPS dapat berlangsung kronik
baik secara laboratorik maupun secara histologik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus
masuk proses kronik sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.
Dengan adanya hematuria mikroskopik dan proteinuria persisten, maka setiap penderita
GNAPS yang sembuh dianjurkan follow up yang dilakukan tiap 4-6 minggu pada 6 bulan
pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan proteinuria persisten,
follow up up diteruskan tiap 3-6 bulan selama 1 tahun. Bila sesudah 1 tahun masih terdapat
hematuria dan proteinuria, perlu dilakukan biopsi ginjal. Hematuria mikroskopik dan oliguria
menghilang dalam waktu 2-3 minggu, hipertensi 4 minggu, C3 turun selama 2 bulan,
proteinuria dapat menetap sampai 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik menetap
sampai 1 tahun.

(4,9)

Prognosis pada pasien ini tergolong baik karena pada GNAPS

kecenderungan sembuh mencapai 95% dalam waktu 3 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bergstein, JM. Keadaan-keadaan Yang Terutama Disertai


Dengan Hematuria, In: Nelson, WE (Ed.): Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volume
3, Jakarta: EGC, 2000: 1813-14.

2. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume 2, Jakarta: EGC, 2012.
Goldman, L, Ausiello, D. Cecil Medicine 23rd Ed.

3.
Philadelphia: Saunders, 2007.
4.

Rauf, S, Albar, H, Adoe, TH, Hasanuddin, A, editors.


Naskah Lengkap Nefrologi, Kardiologi, dan Gizi. Simposium Nasional Nefrologi Anak
VII dan Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu Kesehatan Anak VIII FK UNHAS; 1998.

5. Schwartz, MW. Pedoman Klinis Pediatri. Jakarta: EGC, 2005.


6. Naning, R, Triasih, R, Setyati, A. Faringitis, Tonsilitis, dan Tonsilofaringitis Akut, in:
Rahajoe, NN, Supriyatno, B, Setyanto, DB (Eds.): Buku Ajar Respirologi Anak Edisi
Pertama. Jakarta: badan Penerbit IDAI, 2012: 288-95.
7. Aditiawati, Bahrun, D, Herman, E, Prambudi, Editors. IDAI Palembang, Naskah lengkap
sinas nefrologi anak VIII SINAS kardiologi anak V Tema: Mendekatkan pelayanan ginjal
dan jantung anak pada masyarakat.
8. Noer, MS. Glomerulonefritis, in: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO (Ed.):
Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2 Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta; 2002: 345353.
9. Hay, WW, Levin, MJ, Sondheimer, JM, Deterding, RR, Editors. Current Diagnosis &
Treatment: Pediatrics 19th Edition, USA: Mc Graw-Hills, 2009.

Anda mungkin juga menyukai