Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN RESIKO BUNUH DIRI


MAKALAH
oleh:
Kelompok 7
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
ii
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
MAKALAH
disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik VIII
Dosen Pengampu: Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, M. Kep., Sp. Kep.J.
oleh:
Kelompok 7
Amadea Yollanda 122310101009
Ananta Efrandau 122310101015
Ajeng Dwi Retnani 112310101020
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
iii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan kasih-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudulAsuhan
Keperawatan pada Klien dengan Resiko Bunuh Diri yang diajukan
sebagai tugas pemicu mata kuliah Keperawatan Klinik VIII (Jiwa). Dalam
proses pembuatan makalah ini, penulis didukung oleh berbagai pihak
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ns. Erti Ikhtiarini Dewi, M.Kep, Sp.Kep.J, selaku penanggung jawab


mata kuliah (PJMK) Keperawatan Klinik VIII (Jiwa);
2. Ns. Emi Wuri Wuryaningsih, M.Kep, Sp.Kep.J , selaku dosen
pembimbing
3. orang tua yang senantiasa member motivasi dan doa yang tiada henti
dan tak pernah putus;
4. teman-teman angkatan 2012, yang selalu memberikan dorongan
semangat dan dukungan, sehingga makalah ini dapat selesai tepatwaktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
Jember, Maret 2015
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN
SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN
JUDUL ........................................................................................... ii
PRAKATA .....................................................................................................
..... iii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iv
BAB 1.
PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Tujuan ...................................................................................................
1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
3
2.1
Pengertian ............................................................................................. 3

2.2 Psikopatologi/ Psikodinamika ............................................................. 5


2.2.1 Etiologi Resiko Bunuh Diri ......................................................... 5
2.2.2 Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri ................... 11
2.3 Contoh Kasus ........................................................................................
12
2.3.1 Pengkajian .................................................................................. 13
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................... 15
2.3.3 Intervensi Keperawatan .............................................................. 15
2.3.4 Implementasi .............................................................................. 17
2.3.5 Evaluasi ...................................................................................... 17
BAB III.
PENUTUP ............................................................................................. 18
4.1 Kesimpulan ...........................................................................................
18
4.2
Saran ..................................................................................................... 18
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................... 19
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bunuh diri adalah sebuah tindakan sengaja yang
menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan
akibat adanya rasa keputusasaan yang disebabkan oleh gangguan jiwa
misalnya depresi, gangguan bipolar, schizophrenia, ketergantungan
alkohol/alkoholisme atau penyalahgunaan obat.
Di dunia lebih dari 1000 tindakan bunuh diri terjadi tiap hari. Di Inggris
ada lebih dari 3000 kematian bunuh diri tiap tahun. Di Amerika Serikat
dilaporkan 25.000 tindakan bunuh diri setiap tahun dan merupakan
penyebab kematian kesebelas. Rasio kejadian bunuh diri antara pria dan
wanita adalah tiga berbanding satu. Pada usia remaja, bunuh diri
merupakan penyebab kematian kedua. (Susanto, 2010)
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan
bahwa 1 juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 15-34
tahun, selain karena faktor kecelakaan. Pada laki-laki tiga kali lebih
sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki lebih
sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain

dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi,
sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis
atau racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol.
Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya
sendiri atau diselamatkan orang lain.
Berdasarkan fenomena tersebut, kelompok ingin membahas lebih lanjut
mengenai peran perawat dalam menghadapi dan membantu klien
dengan resiko bunuh diri.
2
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami dengan baik dan
menerapkan di lapangan mengenai asuhan keperawatan klien dengan
gangguan kepribadian
1.2.2 Tujuan khusus:
1.2.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar
mengenai resiko bunuh diri
1.2.2.2 Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan resiko bunuh diri yang mengacu pada teori Stuart
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku
bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan
dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang
digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu
mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk beradaptasi, sehingga
tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi karena
kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang
berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart,2006).
Sumber: googleimage.com

Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan


dirinya sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang
tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat. Menciderai
diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang
dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan
terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat
1991 : 4). Risiko bunuh diri dapat diartikan sebagai resiko individu untuk
menyakitidiri sendiri, mencederai diri, serta mengancam jiwa. (Nanda,
2012)
4
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang
harapan- putus harapan merupakan rentang adaptif -maladaptif.Respon
adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya setempat. Prilaku destruktif diri yaitu setiap aktivitas
yang jika tidak di cegah dapatmengarah kepada kematian. Rentang
respon protektif diri mempunyai peningkatandiri sebagai respon paling
adaptif, sementara perilaku destruktif diri, pencederaan diri,dan bunuh
diri merupakan respon maladaptif (Wiscarz dan Sundeen, 1998). Pikiran
bunuh diri biasanya muncul pada individu yang mengalami gangguan
mood, terutama depresi. Bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan
dengan sengaja untuk membunuh diri sendiri (Videbeck, 2008).
Sehingga dari beberapa pendapat diatas, bunuh diri merupakan tindakan
yang sengaja dilakukan seseorang individu untuk mengakhiri hidupnya
dengan berbagai cara. Dan seseorang dengan gangguan psikologi
tertentu atau sedang depresi dapat pula beresiko melakukan bunuh diri.
Banyak faktor yang menyebabkan seseorang bunuh diri, dapat dari
faktor eksternal seperti lingkungan dan faktor internal seperti gangguan
psikologi dalam dirinya.
5
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2006):
1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan
secara non verbal.

2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh
diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh
diri, meliputi:
1) Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
2) Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3) Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.1 Psikodinamika
2.1.1 Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri
ada dua faktor, yaitu factor predisposisi (factor risiko) dan factor
presipitasi (factor pencetus).
a. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:
1) Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat klien berisiko untuk bunuh diri yaitu
gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
6
3) Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian,kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri.
4) Biologis

Banyak penelitian telah dilakukan untuk menemukan penjelasan biologis


yang tepat untuk perilaku bunuh diri. Beberapa peneliti percaya bahwa
ada gangguan pada level serotonin di otak, dimana serotonin
diasosiasikan dengan perilaku agresif dan kecemasan. Penelitian lain
mengatakan bahwa perilaku bunuh diri merupakan bawaan lahir, dimana
orang yang suicidal mempunyai keluarga yang juga menunjukkan
kecenderungan yang sama. Walaupun demikian, hingga saat ini belum
ada faktor biologis yang ditemukan berhubungan secara langsung
dengan perilaku bunuh diri
5) Psikologis
Leenars (dalam Corr, Nabe, & Corr, 2003) mengidentifikasi tiga bentuk
penjelasan psikologis mengenai bunuh diri. Penjelasan yang pertama
didasarkan pada Freud yang menyatakan bahwa suicide is murder
turned around 180 degrees, dimana dia mengaitkan antara bunuh diri
dengan kehilangan seseorang atau objek yang diinginkan. Secara
psikologis, individu yang beresiko melakukan bunuh diri mengidentifikasi
dirinya dengan orang yang hilang tersebut. Dia merasa marah terhadap
objek kasih sayang ini dan berharap untuk menghukum atau bahkan
membunuh orang yang hilang tersebut. Meskipun individu
mengidentifikasi dirinya dengan objek kasih sayang, perasaan marah dan
harapan untuk menghukum juga ditujukan pada diri. Oleh karena itu,
perilaku destruktif diri terjadi
6) Sosiokultural
Penjelasan yang terbaik datang dari sosiolog Durkheim yang
memandang perilaku bunuh diri sebagai hasil dari hubungan individu
dengan masyarakatnya, yang menekankan apakah individu terintegrasi
dan teratur atau tidak dengan masyarakatnya
7
b. Faktor presipitasi
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan
umum,kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu,
mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin
rentan untukmelakukan perilaku bunuh diri.
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah
perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti, kegagalan beradaptasi sehingga tidak
dapat menghadapi stres, perasaan marah/bermusuhan dan bunuh diri
sebagai hukuman pada diri sendiri, serta cara utuk mengakhiri
keputusasaan.

c. Respon terhadap stres


1) Kognitif: Klien yang mengalami stress dapat mengganggu proses
kognitifnya, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya
konsentrasi, pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
2) Afektif: Respon ungkapan hati klien yang sudah terlihat jelas dan
nyata akibat adanya stressor dalam dirinya, seperti: cemas, sedih dan
marah.
3) Fisiologis: Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi
menjadi dua, yaitu Local Adaptation Syndrome (LAS) yang merupakan
respons lokal tubuh terhadap stresor (misal: kita menginjak paku maka
secara refleks kaki akan diangkat) dan Genital Adaptation Symdrome
(GAS) adalah reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.
4) Perilaku: Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang
mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering
kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social
maupun budaya.
5) Sosial: Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka
bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah
seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
8
d. Kemampuan mengatasi masalah/ sumber coping
1) Kemampuan personal: kemampuan yang diharapkan pada klien
dengan resiko bunuh diri yaitu kemampuan untuk mengatasi
masalahnya.
2) Dukungan sosial: adalah dukungan untuk individu yang di dapat dari
keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien dan
dukungan terbaik yang diperlukan oleh klien adalah dukungan keluarga.
3) Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan
kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan
pelayanan kesehatan dan lain-lain.
d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif
seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat
mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor.
Keyakinan yang harus dikuatkan pada klien resiko bunuh diri adalah
keyakinan bahwa klien mampu mengatas masalahnya.

e. Mekanisme coping
Klien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali klien
secara sadar memilih bunuh diri. Menurut Stuart (2006) mengungkapkan
bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan perilaku
destruktif diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi,
intelektualisasi, dan regresi. Menurut Fitria (2012) mengemukakan
rentang harapan-putus harapan merupakan rentang adaptif-maladaptif.
Keterangan:
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau
pertahan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan
pertahan diri.
b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika
Adaptif
Maladaptif
Peningkatan diri
Berisiko destruktif
Destruktif diri tidak langsung
Pencederaan diri
Bunuh diri
9
dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang
kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai
dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang

mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan
tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri
sendiri.
Sumber Koping <<<
Faktor Presipitasi
Faktor Predisposisi
Mekanisme Koping Maladaptif
Ketidakefektifan Koping Individu
Respon Konsep Diri Maladaptif
Malu, merasa bersalah
Gangguan Konsep Diri:
Harga Diri Rendah (HDR)
Menarik Diri
Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
Isolasi sosial
Perilaku kekerasan
Risiko membahayakan diri: Risiko Bunuh Diri
10
f. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah:
Resiko bunuh diri
g. Intervensi
a) Bantu klien untuk mengenal masalah yang sedang dialami
b) Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif (behavior
management)
c) Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan resiko
d) Bantu klien mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan sosial
e) Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif

h. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada klien resiko bunuh
diri salah satunya adalah dengan terapi farmakologi. Menurut (videbeck,
2008), obat-obat yang biasanya digunakan pada klien resiko bunuh diri
adalah SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) (fluoksetin 20
mg/hari per oral), venlafaksin (75-225 mg/hari per oral), nefazodon (300600 mg/hari per oral), trazodon (200-300 mg/hari per oral), dan
bupropion (200-300 mg/hari per oral). Obat-obat tersebut sering dipilih
karena tidak berisiko letal akibat overdosis.
Mekanisme kerja obat tersebut akan bereaksi dengan sistem
neurotransmiter monoamin di otak khususnya norapenefrin dan
serotonin. Kedua neurotransmiter ini dilepas di seluruh otak dan
membantu mengatur keinginan, kewaspadaan, perhataian, mood, proses
sensori, dan nafsu makan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri
selanjutnya perawat dapat merumuskan diagnosa dan intervensi yang
tepat bagi klien. Tujuan dilakukannya intervensi pada klien dengan resiko
bunuh diri adalah (Keliat, 2009)
1) Klien tetap aman dan selamat
2) Klien mendapat perlindungan diri dari lingkungannya
3) Klien mampu mengungkapkan perasaannya
4) Klien mampu meningkatkan harga dirinya
5) Klien mampu menggunakan cara penyelesaian yang baik
11
2.2.2 Penatalaksanaan Klien Dengan Perilaku Bunuh Diri
Menurut Stuart dan Sundeen (1997, dalam Keliat, 2009:13)
mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk perilaku bunuh diri
yaitu :
1) Melindungi
Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai
dirinya. Intervensi yang dapat dilakukan adalah tempatkan klien di
tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan,
temani klien terus-menerus sampai klien dapat dipindahkan ke tempat
yang aman dan jauhkan klien dari semua benda yang berbahaya.

2) Meningkatkan harga diri


Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu
klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada
hal yang positif.
3) Menguatkan koping yang konstruktif/sehat
Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif
perlu dimodifikasi atau dipelajari koping baru.
4) Menggali perasaan
Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari
faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
5) Menggerakkan dukungan sosial
Untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien,
yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat
agar dapat mengontrol prilaku klien.
a. Penatalaksanaan klien dengan resiko bunuh diri yaitu:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu
dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri klien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan klien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila klien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan klien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh klien
12
e) Merencanakan aktifitas yang dapat klien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan klien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan klien cara menyelesaikan masalah yang lebih
baik
2.3. Contoh Kasus

Tn.K berusia 30 tahun merupakan penulis terkenal yang memiliki banyak


penggemar. Kesuksesannya tidak diimbangi dengan keharmonisan
keluarga yang diidamkan setiap keluarga. Tn.K memiliki riwayat masa
lalu yang bisa dikatakan suram. Ketika dia duduk di sekolah dasar,
ibunya menikah lagi dengan laki-laki kasar yang suka memukul. Hampir
setiap hari dia, kakak, dan ibunya dipukul oleh ayah tirinya tersebut.
Sampai pada akhirnya ketika Tn.K dipukul oleh ayahnya, kakaknya marah
dan mengambil pisau, dan setelah terjadi beberapa kali perdebatan,
sang ayah tertusuk pisau dan meninggal. Karena sang kakak ingin
melindungi adiknya maka dia rela dipenjara, akan tetapi ternyata
hukuman yang dijatuhkan lama dan akhirnya sang kakak menghabiskan
waktu 13 tahun dipenjara. Karena kejadian itu, kakak Tn.K memiliki
dendam kepada adiknya yang pada akhirnya pada saat keluar penjara
kakak Tn.K menyerang Tn.K dengan menusuknya. Sejak kejadian itu,
Tn.K mempunyai teman anak SMA yang mengaku fansnya yang ternyata
memiliki kisah yang sama dengan dirinya yaitu sering dipukuli oleh
ayahnya. Setelah teman-temannya menyelidiki, ternyata anak SMA yang
dimaksud Tn.K hanyalah teman khayalan yang dia ciptakan sendiri. Dan
karena teman khayalannya tersebut, Tn.K seringkali melukai dirinya demi
menyelamatkan anak SMA tersebut, sampai pernah kejadian dia
menabrakkan mobilnya untuk melindungi anak SMA tersebut dari
bahaya. Sehingga Tn.K seringkali mengalami bahaya sampai orang yang
melihatnya Tn.K seperti bunuh diri karena sering membahayakan dirinya
sendiri. Dan Tn.K tidak mempercayai ketika teman-temannya
mengatakan bahwa anak SMA itu tidak nyata. Sehingga dia dipaksa
untuk dibawa di rumah sakit dan ternyata didiagnosis skizopfrenia.
13
2.3.1 Pengkajian
a. Faktor predisposisi
1) Diagnosis psikiatri
Tn.K dalam kasus tersebut didiagnosis skizofrenia.
2) Sifat kepribadian
Sifat kepribadian pada Tn.K yang meningkatkan resiko bunuh diri adalah
adanya teman khayalan sehingga Tn.K selalu berusaha melindunginya
dengan mengorbankan dirinya sendiri yang bisa membahyakan.
3) Lingkungan psikososial
Tn.K mulai mengalami gangguan adalah ketika dia diserang dan dicoba
dibunuh oleh kakaknya yang baru keluar penjara dimana kakaknya
mengalami dendam terhadapnya.
4) Biologis

Tidak ada keturunan dari Tn.K yang sama memiliki gangguan seperti
dirinya.
5) Psikologis
Perilaku yang ditujukan oleh Tn.K dengan selalu melindungi teman
khayalannya yang merupakan cerminana dirinya tersebut karena dia
ingin teman khayalan tersebut tidak seperti dirinya sekarang. Dia juga
merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada kakaknya sehingga dia
juga tertekan. Tn.K akan selalu berusaha melindungi dengan cara yang
membahayakan dirinya tanpa dia sadari tersebut. Karena pada dunia
Tn.K, teman khayalan yang dia lihat itu nyata dan perlu perlindungannya.
6) Sosiokultural:
Hubungan dengan orang disekitarnya, Tn.K memiliki hubungan yang baik
dan Tn.K merupaka tokoh yang diidolakan karena karya bukunya. Akan
tetapi, hubungan Tn.K dengan kakaknya sangat tidak baik. Dan hal
tersebut salah satu yang melatarbelakangi apa yang dialaminya
sekarang.
b. Faktor prepitasi
Faktor pencetus dari kasus diatas adalah adanya rasa bersalah terhadap
kakaknya, dan adanya perasaan dendam dari kakaknya yang terus ingin
14
menyerang Tn.K, sehingga teman khayalan Tn.K muncul sebagai
cerminan dirinya.
c. Respon terhadap stres
1) Kognitif
Kognitif klien sejak mengalami gangguan ini terganggu, yaitu
kemampuan menulisnya sangat menurun dan cenderung hanya
mengulang tulisan yang sudah pernah dia tulis sebelumnya.
2) Afektif
Tn.K seringkali merasakan cemas akan serangan dari kakaknya, dan
selain itu bayangan dari masa lalunya terus saja datang membayangi
3) Fisiologis:
Tn.K sering kali merasakan keringat dingin dan susah tidur ketika
bayangan dari masa lalunya sudah mulai ada, dan Tn.K selalu
mencemaskan teman bayangannya.
4) Perilaku

Tn.K sehari-harinya berperilaku seperti orang normal lainnya dalam


menjalani aktivitas hariannya, hanya saja orang sekeliling Tn.K sering
melihat Tn.k mengobrol sendiri seolah ada orang lain didepannya yang
diajak mengobrol. Selain itu, Tn.K sering berperilaku yang membahayakn
seperti menabrakkan mobilnya sendiri dan menjatuhkan dirinya sendiri
seperti orang yang sedang dipukuli
5) Sosial
Hubungan sosial Tn.k dengan sekitar baik, tidak mengalami gangguan
d. Kemampuan Mengatasi Masalah/ Sumber Coping
1) Kemampuan personal:
Tn.K kurang bisa mengendalikan dirinya apabila sudah menyangkut
dengan teman bayangannya, sehingga menurut orang sekitar Tn.K
sering melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya.
2) Dukungan social:
Pada awalnya, keluarga dan temannya tidak mengetahui apa yang
sedang dialami Tn.K, akan tetapi ketika mengetahui Tn.K sedang sakit
keluarga dan temannya memberikan dukungan penuh pada Tn.K agar
cepat sembuh.
15
3) Asset material:
Tn.K merupakan penulis terkenal, sehingga memiliki penghasilan yang
cukup untuk kehidupannya dan keluarganya
4) Keyakinan positif:
Tn.K memiliki keyakinan penuh bahwa dirinya akan sembuh dengan
keyakinan padaNya, selain itu dukungan dari keluarga dan orang sekitar
juga menjadi penyemangat tersendiri baginya.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa
NOC
NIC
Resiko Bunuh Diri
1. Pengendalian Diri Terhadap Bunuh Diri

1. Membantu klien untuk mengenali masalah yang sedang dialami.


2. Manajemen perilaku
a. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang
diarahkan pada diri sendiri dengan cara:
1) Kaji tingkatan resiko yang dialami klien: tinggi, sedang, rendah
2) Kaji level Long-Term Risk: lifestyle, dukungan sosial, tindakan yang
bisa membahayakan dirinya
b. Bantu klien untuk meningkatkan harga diri
1) Tidak menghakimi dan bersikap empati
2) Mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki
3) Berikan jadwal aktivitas
16
harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
4) Lakukan terapi kelompok dan terapi kognitif serta perilaku bila
diindikasikan
3. Surveillance: safety
a. Berikan lingkungan yang aman (safety)
1) Tempatkan klien di ruang perawatan yang mudah dipantau
2) Mengidentifikasi dan mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan klien
3) Berikan ruangan yang nyaman, dan aman yaitu dengan situai
lingkungan yang cukup cahaya dan jendela yang tidak terbuka lebar
untuk menghindari kemungkinan klien lari dari ruang perawatan
4) Ketika memberikan obat oral, dampingi klien dan pastikan semua obat
telah diminum
5) Monitor keadaan klien scara kontinyu
6) Batasi orang dalam ruangan
17
klien
4. Active Listening
a. Bantu klien untuk mendapatkan dukungan sosial

1) Informasikan kepada keluarga dan saudara bahwa klien membutuhkan


dukungan sosial yang adekuat
2) Dorong klien melakukan aktivitas sosial
3) Jadilah pendengar yang baik bagi klien dan bantu klien untuk
mengatasi masalah
5. Afirmasi Positif
6. Berikan reinforcement positif kepada klien
2.3.4 Implementasi
Melakukan apa yang sudah direncakan di intervensi kepada klien
2.3.5 Evaluasi
S : Tuliskan apa yang masih dirasakan klien
a. Klien masih sering melihat teman bayangannya setiap waktu yang
seolah-olah selalu meminta bantuannya
O : Klien masih terlihat sering berbicara sendiri seolah ada lawan bicara
didepannya.
A : Tanda gejala yang masih ada atau yang sudah hilang
a. klien masih terlihat murung dan melakukan hal yang mengarah pada
mencedari diri dengan alasan melindungi temannya
b. klien masih sering mengobrolsendiri
c. klien masih menaganggap bahwa temannya itu nyata
P : Lanjutkan intervensi no 2, 4, 5, 6
18
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya
melaksanakan hasratnya untuk mati. Prilaku bunuh diri meliputi isyaratisyarat, percobaan dan ancaman verbal yang akan mengakibatkan
kematian, atau luka yang menyakiti diri sendiri. Terjadinya bunuh diri
dapat diakibatkan oleh depresi maupun gangguan sensori seperti
halusinasi. Penatalaksanaan dilakukan dari segi medis dan keperawatan.
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan terapi farmakologi sedangkan penatalaksanaan
keperawatan yang dilakukan berfokus pada klien dan keluarga klien.

Selain penatalaksanaan, resiko bunuh diri dapat dicegah melalui upaya


pencegahan, baik upaya pencegahan dari diri sendiri tetapi juga upaya
pencegahan yang berasal dari lingkungan klien
3.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan para pembaca mengetahui
bagaimana cara mengenali dan merawat orang-orang dengan resiko
bunuh diri dengan baik. Karena dengan adanya manajemen yang baik,
maka kejadian bunuh diri dapat ditekan dan hidup masyarakat akan
menjadi lebih baik pula
19
DAFTAR PUSTAKA
Captain. 2008. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tidakan Keperawatan (LP dan SP) revisi 2012.
Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Keliat, Budi Anna. 2009.Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta: EGC.
NANDA. (2012). Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 20122014. Philadelphia: NANDA International.
Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:
EGC.
Videbeck, Sheila L. 2008.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R..2012. Buku Saku Diagnosis
KeperawatanDiagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC Edisi
kesembilan. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010.Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.
.

Anda mungkin juga menyukai