Anda di halaman 1dari 13

OVERVIEW LUKA BAKAR

M. Sjaifuddin Noer

Penanganan dan perawatan luka bakar sampai saat ini masih memerlukan perawatan
yang kompleks dan masih merupakan tantangan bagi kita, karena sampai saat ini angka
morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi. Di Amerika dilaporkan pada tahun 2011
terdapat sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya dengan penyebab terbanyak
karena api yaitu sebanyak 44% dari seluruh kasus, akibat air panas sebanyak

33% dari

seluruh kasus serta jumlah kematian sekitar 5-6 ribu kematian/tahun. Di Indonesia sampai
saat ini belum ada laporan tertulis mengenai jumlah penderita luka bakar dan jumlah angka
kematian yang diakibatkannya. Di unit luka bakar RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
pada tahun 1998 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka
kematian 37,38%. Di Unit luka bakar RSU Dr. Soetomo Surabaya jumlah kasus yang dirawat
selama satu tahun (Januari 2011 sampai Desember 2011)

sebanyak 182 kasus dengan

penyebab terbanyak karena api 86 kasus atau 47 %, akibat listrik sebanyak 44 kasus atau
24%, luka bakar karena air panas sebanyak 35 kasus atau 19 %, luka bakar karena bahan
kimia 9 kasus atau 5 %, karena penyebab lain sebanyak 9 kasus atau 5% (Unit Luka Bakar
RSU Dr. Soetomo 2011).
Luka bakar bukan luka biasa, karena luka bakar dapat memberikan dampak lansung
terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang berbeda pada kebayakan luka yang
lain. Pada luka biasa setelah kita rawat dan dilakukan penjahitan maka penderita bisa pulang
dengan rawat jalan, setelah luka sembuh kira - kira. 1 minggu sudah dapat dilukakan angkat
jahitan . Pada luka bakar dapat menimbulkan komplikasi baik komplikasi lokal maupun
komplikasi sistemik berupa infeksi, shok, gagal ginjal akut, ARDS dan juga dapat terjadi
Multiple Organ Failure dan mengakibatkan kematian.
Luka bakar atau cedera thermal adalah luka yang terjadi akibat kontak dengan cairan
panas, bahan panas atau api sehingga menyebabkan kerusakan jaringan kulit bahkan dapat
menimbulkan kerusakan jaringan yang lebih dalam mencapai jaringan otot dan tulang.
Penyebab luka bakar yang tersering disebabkan api, akibat air panas, luka bakar karena bahan

kimia, akibat listrik / petir atau radiasi, akibat sengatan sinar matahari, juga karena ledakan
bom.
Tindakan pencegahan terjadinya kejadian luka bakar sebagian bisa dicegah tapi
sebagian tidak bisa dicegah. Kejadian luka bakar yang berhubungan dengan perilaku dan
edukasi ini yang bisa dicegah, dimana dari angka kejadian luka bakar banyak terjadi dirumah
tangga. Kejadian dirumah tangga seharusnya bisa dicegah dengan memberikan penyuluhan
untuk ibu-ibu dengan banyaknya anak-anak mengalami luka bakar akibat tertumpah air
panas, air soto panas, rawon panas dan sebagainya. Penyuluhan dapat ini diharapkan akan
menguragi angka kejadian dirumah tangga.
Angka kematian dan angka kesakitan serta komplikasi yang berat akibat luka bakar,
serta perlu dipikirkan adanya komplikasi kontraktur yang berat sehingga akan menurunnya
kemampuan seseorang / kualitas hidup seseorang, maka penanganan yang komprensif,
perawatan terpadu dari berbagai disiplin ilmu perlu ditingkatkan .

FASE LUKA BAKAR


Untuk mempermudah penanganan luka bakar maka dalam perjalanan penyakitnya dibedakan
dalam 3 fase yaitu fase akut, subakut dan fase lanjut. Namun demikian pembagian fase
menjadi tiga tersebut tidaklah berarti terdapat garis pembatas yang tegas di antara ketiga fase
ini. Dengan demikian kerangka berpikir dalam penanganan penderita tidak dibatasi oleh
kotak fase dan tetap harus terintegrasi. Langkah penatalaksanaan fase sebelumnya akan
berimplikasi klinis pada fase selanjutnya.
1. Fase akut/fase syok/fase awal
Fase ini mulai dari saat kejadian sampai penderita mendapat perawatan di IRD/Unit luka
bakar. Pada fase ini penderita luka bakar, sepera penderita trauma lainnya, akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan napas), breathing (mekanisme bernapas)
dan gangguan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setetah terjadi trauma, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
napas akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pascatrauma. Cedera inhalasi merupakan
penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase ini dapat terjadi juga
gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal/panas yang
berdampak sistemik. Adanya syok yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan
keadaan hiperdinamik yang masih berhubungan akibat problem instabilitas sirkulasi.

Permasalahan dan penanganan pada fase ini akan menjadi bahasan utama dalam makalah
ini.
2. Fase subakut
Fase ini berlangsung setelah fase syok berakhir atau dapat teratasi. Luka yang terjadi dapat
menyebabkan beberapa masalah yaitu:
a. proses inflamasi atau infeksi
b. problem penutupan luka
c. keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Pada fase ini penderita sudah dinyatakan sembuh tetapi tetap dipantau melalui rawat jalan.
Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertrofik, keloid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan timbulnya kontraktur.

PENYEBAB LUKA BAKAR


Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain :
1.

luka bakar karena api

2.

luka bakar karena air panas

3.

luka bakar karena bahan kimia

4.

luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

5.

luka bakar karena sengatan sinar matahari

6.

luka bakar karena tungku panas / udara panas

7.

luka bakar karena ledakan bom.

DERAJAT KEDALAMAN LUKA BAKAR


Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas
sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dupuytren dulu membagi
atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut.
1.

Luka bakar derajat I :


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit hiperemik berupa eritem,
tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2.

Luka bakar derajat II


Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian
A. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. Organorgan kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea masih banyak.
Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam
waktu 1014 hari tanpa terbentuk cicatrik.
B. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal
sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea
tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya
penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3.

Luka bakar derajat III


Kerusakan meliputi seluruh tebal kult dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai
jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa
elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis
yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujungujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
DERAJAT I

Kulit masih intak


Kemerahan
Tidak ditemukan bullae
Nyeri

DERAJAT II

Tampak bullae
Dasar luka kemerahan (Derajat II A)
Dasar pucat keputihan (Derajat II B)
Nyeri hebat terutama pada Derajat II A

Tampak kulit yang nekrosis


Dasar luka kehitaman
Kurang nyeri hebat
Terkadang terlihat jaringan dibawah
kulit (otot, tulang, dll)

DERAJAT III

LUAS LUKA BAKAR


Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan dari 9.
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace
Kepala dan leher

9%

Lengan

18%

Badan depan

18%

Badan belakang

18%

Tungkai

36%

Genitalia/perineum

1%

Total

100%

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita
adalah 1% dari luas permukaan tubuhnya.
Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Browder, yaitu
ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

KRITERIA BERAT RINGANNYA


(American Burn Association)
1. Luka bakar ringan
- luka bakar derajat II < 15%
- luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
- luka bakar derajat III < 2%
1. Luka bakar sedang
- luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
- luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
- luka bakar derajat III < 10%

3. Luka bakar berat


- luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
- luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
- luka bakar derajat III 10% atau lebih
-luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genetalia/perineum.
- luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
PENATALAKSANAAN PENDERITA LUKA BAKAR
FASE AKUT
Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita trauma-trauma
lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik.
I. Evaluasi Pertama / Triage
A. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan meliputi airway,
ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan segera lakukan intubasi
endotrakeal, pemasangan infus untuk mempertahankan volume sirkulasi
B. Pemeriksaan fisik keseluruhan
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang steril,
bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula
mengalami trauma lain misalnya bersamaan dengan trauma kapitis, trauma toraks
atau mengalami trauma abdomen dengan adanya internal bleeding atau
mengalami patah tulang punggung/spine.
C. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak
dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan
penyakit-penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
D. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau
ringan.
1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk menentukan
luas luka bakarnya.
2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman).

II. Penanganan di Ruang Emergency


1. Diwajibkan memakai sarung tangan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.
2. Bebaskan pakaian yang terbakar.
3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya
trauma lain yang menyertai.
4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distres jalan napas dapat dipasang
endotracheal tube. Tracheostomy hanya bila ada indikasi.
5. Pemasangan intravenous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan
pemasangan scalp vein. Diberikan cairan Ringer Laktat dengan jumlah 30-50
cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak-anak di atas 2 tahun dan
1cc/kg/jam untuk anak di bawah 2 tahun.
6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk memonitor jumlah urine produksi.
Dicatat jumlah urine/jam.
7. Dilakukan pemasangan pipa nasogatrik untuk dekompresi gaster dengan
pengisapan berkala.
8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan
diberikan secara intramuskuler.
9. Timbang berat badan.
10. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila
penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
11. Pencucian luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci,
debridement dan didesinfeksi dengan savlon 1:30. Setelah bersih tutup dengan
tulle kemudian olesi dengan topical Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal.
Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke-5 kasa dibuka dan
penderita dimandikan dengan air dicampur Savlon 1:30.
12. Eskarotomi dan Fasiotomi/insisi relaksasi dilakukan pada penderita luka bakar
derajat II dalam dan derajat III pada tangan, leher dan penis. Tindakan ini
dilakukan sebelum terjadi ketegangan pada daerah luka bakarnya.

PENANGANAN SIRKULASI
Pada luka bakar berat/mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti
dengan ekstrapasasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan
interstisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial.
Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi ke bagian distal
terhambat, menyebabkan gangguan perfusi sel/jaringan/organ.
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir
menyeluruh, terjadi penimbunan cairan masif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan
menyelenggarakan proses transportasi oksigen kejaringan. Keadaan ini dikenal dengan
sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah
kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan menggunakan
metode resusitasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan yang ada) dengan
penatalaksanaan syok dalam waktu singkat, menunjukkan perbaikan prognosis, derajat
kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik
terhadap angka mortalitas.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut:
-

Evans formula

Brooke formula

Parkland formula

Modifikasi Brooke

Monafo formula

RESUSITASI CAIRAN
BAXTER formula
Hari pertama
Dewasa

: Ringer Laktat 4 cc X berat badan X % luas luka bakar per 24 jam

Anak

: Ringer Laktat : Dextran = 17 : 3


2 cc X berat badan X % luas luka bakar ditambah kebutuhan faali

Kebutuhan Faali :
< 1 tahun

: berat badan X 100 cc

1 3 tahun

: berat badan X 75 cc

3 5 tahun

: berat badan X 50 cc

jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama


diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua
Dewasa : Dextran 500 2000 cc + D5 %
Albumin ( 3 x X ) x 80 x berat badan per hari
100
(Albumin 25% = Gram x 4 cc )
1 cc/menit
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
MONITORING PENDERITA LUKA BAKAR FASE AKUT
Monitoring penderita luka bakar harus diikuti secara cermat. Pemeriksaan fisik meliputi
inspeksi, penderita palpasi, perkusi dan auskultasi adalah prosedur yang harus dilakukan pada
perawatan penderita. Pemeriksaan laboratoris untuk monitoring juga dilakukan untuk
mengikuti perkembangan keadaan penderita. Monitoring penderita kita bagi dalam 3 situasi
yaitu pada saat di triage, selama resusitasi ( 072 jam pertama) dan pasca resusitasi
I. TRIAGE INSTALASI GAWAT DARURAT
A. A B C : Pada waktu penderita datang di rumah sakit, harus dinilai adakah
problem airway, breathing, circulation yang segera harus segera diatasi untuk
life saving. Penderita luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya
bersama dengan trauma kapitis, perdarahan atau trauma toraks atau mengalami
pneumotoraks.
B. TANDA VITAL : Monitoring dan pencatatan tekanan darah, repsirasi, nadi,
temperatur rektal. Monitoring jantung terutama pada penderita karena trauma
listrik, dapat terjadi aritmia atau pun sampai terjadi cardiac arrest.

C. PRODUKSI URINE : Bilamana urine tidak bisa diukur maka dapat dilakukan
pemasangan Foley kateter. Urine produksi dapat diukur dan dicatat tiap jam.
Observasi urine diperiksa warna urine terutama pada penderita luka bakar
derajat III atau akibat trauma listrik. Mioglobin dan hemoglobin yang terdapat
dalam urine menunjukkan adanya kerusakan yang hebat.
II. MONITORING DALAM FASE RESUSITASI
(sampai 72 jam)
1.

Mengukur urine produksi. Urine produksi dapat sebagai indikator apakah


resusitasi cukup adekuat/tidak. Pada orang dewasa jumlah urine 3050 cc
urine/jam.

2.

Berat jenis urine. Pascatrauma luka bakar berat jenis dapat normal atau
meningkat. Keadaan ini dapat menunjukkan keadaan hidrasi penderita.
Bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan naiknya kadar glukosa
urine.

3.

Tanda vital

4.

pH darah

5.

Perfusi perifer

6.

Laboratorium
a. serum elektrolit
b. plasma albumin
c. hematokrit, hemoglobin
d. urine sodium
e. elektrolit
f. tes fungsi hati
g. tes fungsi ginjal
h. total protein/albumin
i. pemeriksaan lain sesuai indikasi

1. Penilaian keadaan paru


Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya
perubahan yang terjadi antara lain stridor, bronkospasme, adanya sekret,
wheezing, atau dispnea merupakan adanya impending obstruction
Pemeriksaan toraks foto hari ini. Pemeriksaan arterial blood gas.

8. Penilaian gastrointestinal
Monitoring gastrointestinal setiap 24 jam dengan melakukan auskultasi untuk
mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan
pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Curlings Ulcer.
9. Penilaian luka bakar
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan
berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih
perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
LUKA BAKAR YANG PERLU PERAWATAN KHUSUS
1. LUKA BAKAR LISTRIK
2. LUKA BAKAR DENGAN TRAUMA INHALASI
3. LUKA BAKAR BAHAN KIMIA
4. LUKA BAKAR DENGAN KEHAMILAN

Kepustakaan :
1. Aston SJ, Beasley RW, Thorne CHM. Grabb & Smiths Plastic Surgery. Lipincott
Raven. Philadelphia New York, 1977. p : 161.
2. Converse JM, Mc Carthy JG. Reconstructive Plastic Surgery, 2nd ed, vol 1. WB
Saunders Co, Philadelphia London Toronto, 1977. p : 483.
3. Dimick AR. Burn and Cold Injury, in Hardys Textbook of Surgery. JB Lippincott Co,
Philadelphia, 1983, p : 177
4. Mc Carthy JG. Plastic Surgery. Vol 1. WB Saunders Co, Philadelphia London
Toronto, 1990. p : 787.
5. Settle JAD. Principles & Practice of Burns Management. Churchill Livingstone, New
York London Melbourne San Fransisco Tokyo, 1966. p : 137.
6. The Burn Wound : Its character, closure and complications. Burns. 1983, 10:1-8.

Anda mungkin juga menyukai