Anda di halaman 1dari 6

BAB 13

PROVENANSI
13.1 TINJAUAN UMUM
Sekarang kita akan mulai membahas berbagai hal di luar pemerian dan penggolongan
batuan sedimen. Beberapa pertanyaan besar yang berkaitan dengan aspek-aspek
interpretatif dari batuan sedimen adalah: Apa yang dapat disumbangkan oleh rekaman
sedimen terhadap pengetahuan geologi (dalam hal ini pengetahuan tentang sejarah bumi)
selain dari apa yang dapat diberikan oleh fosil yang terkandung didalamnya? Apa yang
ingin kita ketahui dari rekaman tersebut? Kita juga dapat mengajukan pertanyaan
bagaimana dan di bawah kondisi-kondisi seperti apa sedimen itu terbentuk? Untuk sedimen
klastika, pertanyaan-pertanyaan itu merupakan pertanyaan mengenai provenansi: tentang
iklim, relief, dan litologi daerah sumber. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut sebagian
besar diperoleh dari hasil pemelajaran komposisi kecur gravel serta mineralogi material
detritus penyusun batupasir. Kedua hal yang disebut terakhir ini merupakan bukti langsung
mengenai jenis-jenis batuan yang ada di daerah sumber sedimen tersebut. Walau
demikian, komposisi suatu sedimen tidak akan persis sama dengan komposisi batuan
sumbernya karena sebagian besar material yang berasal dari batuan sumber telah
mengalami "penyaringan" geologi sebelum diendapkan sebagai sedimen. Proses
"penyaringan" tersebut menyebabkan komposisi endapan yang berasal dari suatu batuan
mengalami peristiwa penghilangan secara selektif serta peristiwa pengayaan (yang antara
lain dipengaruhi oleh stabilitas mineral terhadap proses-proses pelapukan di daerah
sumber), akibat abrasi selama diangkut menuju tempat pengendapannya, serta akibat
perubahan atau pelarutan selama berlangsungnya diagenesis. Dengan demikian, masalah
tersebut akan dapat dipecahkan dengan cara melakukan analisis mineralogi yang didukung
oleh pengetahuan yang mantap mengenai stabilitas mineral, baik stabilitas mekanis
maupun stabilitas kimia.

Pertanyaan kedua yang mungkin dapat diajukan disini adalah: Dimana dan berapa jarak
daerah sumber itu, terhitung dari tempat sedimen itu terakumulasi. Pertanyaan lainnya
adalah: Apa hubungan antara daerah sumber dengan konfigurasi dan batimetri cekungan
pengendapan? Pendeknya, bagaimana paleogeografi daerah sumber dan cekungan
pengendapan pada saat sedimen itu diendapkan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
kita perlu memiliki informasi mengenai kelerengan purba (paleoslope), jurus sedimentasi
(sedimentary strike), sistem arus purba yang bekerja selama berlangsungnya prosesproses pengendapan, serta distribusi fasies pada waktu itu. Sistem arus purba, yang
direkonstruksikan berdasarkan struktur primer yang memperlihatkan gejala pengarahan,
pola distribusi (dispersal "fan") material rombakan, serta variasi fasies pada arah lateral
(termasuk didalamnya variasi sifat-sifat skalar seperti ukuran dan kebundaran gravel) akan
dapat membantu kita dapat memecahkan berbagai teka-teki paleogeografi. Ancangan
tersebut melibatkan pengukuran dan pemetaan struktur sedimen yang biasa ditemukan di
lapangan, misalnya perlapisan silang-siur, ukuran gravel, dan kemas partikel. Ancangan
tersebut mencakup penelitian-penelitian lapangan yang mendalam.
Pertanyaan ketiga yang mungkin dapat diajukan adalah: Apa lingkungan pengendapan
sedimen tersebut? Pertama-tama kita perlu memutuskan bagaimana kita akan
mendefinisikan lingkungan pengendapan itu sendiri, apakah dengan parameter-parameter
kimia dan fisika atau apakah dengan mendasarkan pada aspek-aspek geomorfik (atau
geografis). Aspek mana yang lebih berarti dipandang dari kacamata geologi? Setelah itu
kita dapat mengajukan pertanyaan: Kriteria apa yang dapat digunakan untuk membedakan
satu lingkungan dari lingkungan yang lain (tekstur, mineralogi, struktur, fosil, atau mungkin
dengan memanfaatkan penampang vertikal)? Secara alami kita akan memerlukan semua
kriteria yang dapat diperoleh. Walau demikian, pengalaman banyak ahli mengindikasikan
bahwa pengetahuan mengenai urut-urutan vertikal dari litologi dan struktur sedimen, yang
diperoleh dari hasil penelitian tiga dimensi terhadap sedimen masa kini, terbukti merupakan
alat yang paling handal untuk menafsirkan lingkungan purba. Ancangan yang disebut
terakhir ini mencakup pengukuran penampang stratigrafi di lapangansebuah prosedur tua

namun terasa kembali manfaatnya sejalan dengan diperolehnya berbagai konsep dan data
baru dari hasil penelitian terhadap sedimen resen.
Dalam bab ini, dan Bab 14 dan 15, kita akan membahas secara ringkas berbagai konsep
dan prinsip yang terlibat dalam penentuan provenansi, analisis arus purba dan
perekonstruksian paleogeografi, serta lingkungan pengendapan.

13.2 DEFINISI DAN KONSEP


Pada dasarnya sedimen klastika merupakan residu. Residu itu berupa zat yang tidak
dapat larut dan merupakan sisa dari penghancuran dan disintegrasi batuan tua. Komposisi
residu itu sebagian tergantung pada khuluk batuan sumber, sedangkan sebagian lain
tergantung pada kematangannya. Kematangan sendiri merupakan sebuah ukuran
kedekatan tingkat dekomposisi untuk mendekati produk akhir. Kematangan merupakan
fungsi dari waktu, selama waktu mana aksi dekomposisi berlangsung secara ekstensif dan
intensif. Waktu dan intensitas itu sendiri berturut-turut tergantung pada relief dan iklim.
Sedimen klastika merupakan residu yang telah tercuci yang telah dikenai oleh aksi
pemilahan. Aksi pemilahan itu pada gilirannya menyebabkan sedimen klastika akan
mengalami fraksinasi ke dalam beberapa kategori. Setiap kategori itu tidak hanya berbeda
dalam besar butirnya, namun juga dalam komposisi mineral dan komposisi kimianya.
Kategori yang paling halus sebagian besar meurpakan produk dekomposisi, yakni mineral
lempung. Kategori yang paling kasar merupakan residu yang tidak mengalami dekomposisi
dan berasal dari batuan sumber.
Tugas seorang ahli petrologi sedimen adalah untuk memepalajri residu atau sedimen
hasil fraksinasi tersebut di atas serta untuk menentukan darimana residu itu berasal (jarak
dan arah pengangkutannya), untuk menentukan jenis batuan sumber, serta untuk
mendeduksikan relief dan iklim daerah sumber dasarkan tingkat kematangan residu
(gambar 13-1). Penentuan jenis batuan sumber serta iklim dan relief daerah sumber
merupakan suatu kategori studi yang dinamakan studi provenansi. Studi asal (jarak dan

arah pengangkutan) residu termasuk ke dalam kategori studi yang dinamakan studi arus
purba dan paleogeografi.
Istilah provenansi (provenance) berasal dari Bahasa Perancis provenir yang berarti asalusul. Istilah tersebut digunakan untuk mencakup semua faktor yang berkaitan dengan
pembentukan atau "kelahiran" sedimen. Istilah provenansi paring sering digunakan untuk
menyatakan batuan sumber yang menjadi sumber sedimen. Setiap tipe batuan sumber
cenderung menghasilkan suatu kerabat mineral tertentu. Karena itu, suatu kerabat mineral
akan menjadi petunjuk untuk mengetahui jenis dan karakter batuan sumber. Walau
demikian, komposisi suatu sedimen tidak hanya ditentukan oleh khuluk batuan sumber.
Komposisi sedimen juga merupakan fungsi dari iklim dan relief daerah sumber (atau apa
yang disebut sebagai "distributive provenance" oleh Brammall). Iklim dan relief daerah
sumber menentukan kematangan residu yang berasal dari daerah itu.
Erosi umumnya memotong proses-proses pelapukan sebelum mencapai titik akhir. Hal
itu terutama terjadi di daerah yang berelief tinggi. Material yang tererosi kemudian akan
bercampur dengan batuan dan fragmen mineral yang tidak terubah atau hanya terubah
sebagian. Demikian pula, pada rezim-rezim iklim tertentu, proses-proses disintegrasi kimia
dapat terhambat bahkan tertahan sama sekali. Dengan demikian, komposisi residu
pelapukan dan sedimen yang berasal dari residu pelapukan itu sebagian besar merupakan
hasil dari efek-efek kombinasi dari relief dan iklim terhadap batuan sumber. Setiap
kesimpulan mengenai kedua faktor yang disebut terakhir itu, serta kesimpulan mengenai
jenis batuan sumber, harus didasarkan pada karakter mineralogi dan kimia sedimen. Untuk
mengkaji kematangan suatu sedimen, seseorang harus mengetahui mobilitas beberapa
unsur kimia yang menyusun sedimen tersebut, terutama stabilitas relatif dari berbagai
mineral penyusun batuan.
Di bawah ini pertama-tama kita akan membahas berbagai jenis mineral sebagai
petunjuki khuluk batuan sumber, kemudian mencoba untuk menelaah pertanyaan mengenai
kematangan dalam kaitannya dengan mobilitas oksida dan stabilitas mineral.

13.3 MINERAL DAN BATUAN SUMBER


Mereka yang mempelajari batuan sedimen klastikan akan mengetahui khuluk dan
karakter batyuan sumber sedimen tersebut. Pengetahuan seperti pada gilirannya dapat
membawanya untuk mengenal daerah sumber. Fragmen-fragmen dari suatu batuan yang
khas atau suatu mineral yang luar biasa dalam suatu pasir dapat memastikan jenis batuan
sumber dan daerah sumber sedemikian rupa sehingga keberadaan batuan atau mineral
seperti itu akan membantu seorang ahli petrologi untuk memahami paleogeografi. Selain
itu, peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar cekungan sedimentasi mempengaruhi jenis dan
karakter sedimen yang terakumulasi dalam cekungan tersebut. Pengangkatan yang relatif
tiba-tiba dan erosi di daerah sumber akan menyebabkan membanjirnya mineral-mineral
baru yang sebelumnya tidak pernah ditemukan dalam sedimen yang ada dalam cekungan
tersebut. Vulkanisme yang terjadi di luar suatu cekungan akan terindikasikan oleh influks
kumpulan mineral baru dan khas. Dengan demikian, kita sangat perlu untuk mengenal
kerabat-kerabat mineral yang khas serta mencirikan sumber tertentu.
Kita juga sangat perlu untuk mengetahuik apakah suatu sedimen merupakan sedimen
daur pertama yang berasal dari suatu batuan kristalin atau apakah sedimen itu berasal dari
sedimen tua. Banyak sifat sedimen, misalnya kebundaran, diwarisi dari daru abrasi
sebelumnya. Karena itu, penafsiran sejarah suatu sedimen bukan merupakan pekerjaan
yang mudah. Krynine (1942) memperkirakan bahwa batupasir rata-rata mengandung 30%
material yang berasal dari sedimen tua, sekitar 25% material baru yang berasal dari batuan
beku, dan 45% material yang berasal dari batuan metamorf.
Pembedaan antara sedimen siklus pertama dan sedimen siklus kedua sangat mendasar
namun sangat sukar untuk dilakukan pada sedimen yang sangat matang. Sedimen yang
tidak matang, misalnya pasir arkose, cenderung merupakan sedimen siklus pertama.
Kuarsa dalam pasir siklus pertama cenderung menyudut, meskipun sebagian diantaranya
mungkin membundar karena penyerapan dalam magma atau akibat terjadinya korosi dalam

profil pelapukan. Adanya overgrowth yang telah membundar mengindikasikan bahwa


kuarsa itu merupakan kuarsa yang berasal dari siklus sebelumnya.
Perbedaan yang penting dilakukan adalah antara provenansi plutonik dan provenansi
yang relatif dekat dengan permukaan bumi. Kedalaman material asal merupakan suatu
ukuran dari pengangkatan yang bertanggungjawab terhadap pemunculan material tersebut.
Karena itu, gneis dan batuan beku plutonik dimasukkan ke dalam satu kategori yang sama.
Demikian pula dengan batuan sedimen dan batuan metamorf tingkat rendah.

Anda mungkin juga menyukai