Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

A. Latar Belakang
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari
biasanya ( >3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir.
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di seluruh
dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh
kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi.

Untuk penatalaksanaan dan pencegahan diare, peran orang tua yang paling penting.
Tingkat pengetahuan orang tua tentang diare pada balita sangat berpengaruh terhadap
penatalaksanan dan pencegahan terhadap diare itu sendiri. Pengetahuan orang tua dengan
kejadian diare pada balita dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti media masa,
penyuluhan yang dilakukan tim kesehatan, lingkungan maupun dari berbagai sumber lainnya.
Selama ini persepsi yang sering muncul di masyarakat tentang diare adalah karena proses
pembuangan zat-zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan tidak memerlukan penanganan
karena akan sembuh dengan sendirinya. Atau mungkin juga muncul persepsi jika balita tidak
kunjung sembuh dari diare, maka orientasi ibu selalu menginginkan anaknya segera dapat
buang air secara normal saran tanpa memperhitungkan akibat buruk dari obat diare yang
tidak sesuai penggunaannya.
Hasil angket yang disebarkan pada ibu-ibu yang memiliki anak usia dibawah 10 tahun
di Desa Suka Maju terkait diare pada anak didapatkan hasil sebagai berikut: dari total angket
yang disebar sebanyak 50 lembar, didapatkan sekitar 90% anak pernah mengalami diare dan
10% lainnya masih belum pernah mengalami diare. Setelah dilakukan wawancara terhadap
-ibu yang memiliki anak usia dibawah 10 tahun di Desa Suka Maju mengenai penyuluhan
terkait diare, belum pernah dilakukan.
Penyuluhan kesehatan akan diselenggarakan pada hari Rabu, 30 Maret 2016 akan
dilakukan penyuluhan tentang diare dan pembuatan larutan oralit serta pembagian leaflet
terkait diare pada anak.

B. Strategi Pelaksanaan
1.
2.
3.
4.

Pokok Bahasan
Sub Pokok Bahasan
Waktu
Sasaran
Sasaran Penyuluhan
Sasaran Program
5. Target peserta
6. Tujuan
a. Tujuan Umum

: Diare
: Diare pada anak
: 30 menit
: Ibu-ibu yang memiliki anak dibawah 10 tahun
: warga desa Suka Maju
: 30 orang
: Setelah dilakukan penyuluhan warga desa mengetahui tentang

penanganan diare pada anak.


b. Tujuan Khusus :
Setelah penyuluhan diharapkan warga desa mampu:
1) Menyebutkan pengertian diare
2) Menyebutkan penyebab diare
3) Menyebutkan tanda dan gejala diare
4) Menyebutkan komplikasi dari diare
5) Menyebutkan penanganan diare
6) Mendemonstrasikan cara membuat larutan oralit untuk mengatasi diare
7. Materi
Terlampir
8. Metode
Ceramah, diskusi, dan demonstrasi/stimulasi
9. Media
a. Leaflet
b. Alat pendukung : gelas, sendok, air minum, gula, dan garam.
10. Waktu
a. Waktu pelaksanaan : Rabu/30 Maret 2016
b. Alokasi Waktu dan Kegiatan

No
1

Tahap
Pendahuluan

Kegiatan Penyuluh
1. Mengucap salam
2. Perkenalan
3. Menjelaskan tujuan
penyuluhan

Penyajian

Kegiatan Peserta
1. Menjawab

Waktu
5 menit

salam
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan

1. Menjelaskan pengertian

1. Memperhatikan 20 menit

diare

2. Memperhatikan

2. Menjelaskan penyebab

3. Memperhatikan

diare

4. Memperhatikan
2

3. Menjelaskan tanda dan

5. Memperhatikan

gejala diare

6. Memperhatikan

4. Menjelaskan tentang

7. Bertanya

komplikasi dari diare

8. Menjawab

5. Menjelaskan pencegahan

pertanyaan

diare
6. Menjelaskan penanganan
diare
7. Mendemonstrasikan cara
membuat larutan oralit
8. Memberi kesempatan
keluarga untuk bertanya
9. Memberikan pertanyaan
3

Penutup

kepada keluarga
Meminta keluarga untuk

Menyimpulkan

menyimpulkan materi
b. Mengucap salam

Menjawab Salam

11. Tempat
Balai desa dengan pengaturan sebagai berikut:
26145
Keterangan:
1 = Penyaji
33333
33333
33333

2 = Moderator
3 = Peserta
4 = Demonstrator
5 = Demonstrator
6 = Notulen

12. Kriteria evaluasi


1. Evaluasi struktur
1) Menyiapkan SAP.
3

5 menit

2)
3)
4)
5)

Menyiapkan materi dan media.


Kontrak waktu dengan sasaran.
Menyiapkan tempat.
Menyiapkan pertanyaan.

2. Evaluasi proses
1) Sasaran memperhatikan.
2) Aktif bertanya.
3) Menjawab atau mengulang kembali.
3. Evaluasi hasil
1) 80% peserta dapat memahami materi penyuluhan yang telah disampaikan.
2) 80% peserta dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.
3) Penyuluhan berlangsung dengan rencana yang telah dirancang
Daftar Pertanyaan:
1. Apa penyebab diare?
2. Bagaimana penanganan diare?
3. Bagaimana cara pembuatan larutan oralit?
LAMPIRAN
DIARE
1. Pengertian
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses dalam volume besar atau
sedikit dan dapat disertai atau tanpa darah. ( Elizabeth J.Corwin (2009)).
Menurut Potter & Perry (2006), diare adalah peningkatan jumlah feses dan
peningkatan pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk.
Sedangkan menurut Wong (2009) dalam jurnal USU, Diare merupakan penyakit
yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya ( >3 kali/hari)
disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir
(Suraatmaja, 2007).
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Di
seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare setiap tahunnya,
dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di negara berkembang berhubungan
dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus
(gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis).
Diare biasanya diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis ( Netty Febriyanti Sugiarto,
2008 ).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penyusun dapat menyimpulkan bahwa diare


adalah keadaan dimana terjadi proses defekasi >3 kali perhari dengan keadaan feses yang
dikeluarkan adalah cair.
2. Etiologi
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak
dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6 bulan2 tahun
(Suharyono, 2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar perawatan rumah
sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang
signifikan oleh mikroorganisme patogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter
merupakan bakteri patogen yang paling sering diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia
dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius
akut.(Wong, 2009). Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus baru yaitu Norwalk
virus. Virus ini lebih banyak kasus pada orang dewasa dibandingkan anak-anak.
(Suharyono, 2008). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare disebarluaskankan
lewat jalur fekal-oral melalui makanan,air yang terkontaminasi atau ditularkan antar
manusia dengan kontak yang erat (Wong ( 2009 ) dalam jurnal USU).
a. Infeksi
1) Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan
penyebab utama terjadinya diare. Infeksi enternal meliputi:
(a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella Compylobacter, Yersenia
dan Aeromonas.
(b) Infeksi virus : Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie dan Poliomyelitis,
Adenovirus, Rotavirus dan Astrovirus).
(c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, dan Strongylodies),
Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas homonis),
dan jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media Akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopeneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi kabohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intiloransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
5

d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar (Ngastiyah, 2005).
3. Tanda dan Gejala
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma
dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi
hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi
sedang atau dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Menurut Ngastiyah (2005), manifestasi klinik penyakit diare antara lain cengeng,
rewel, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir, kadang
juga disertai dengan adanya darah. Kelamaan, feses ini akan berwarna hijau dan asam,
anus lecet, dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi penurunan volume dan
tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut jantung, penurunan kesadaran
dan diakhiri dengan syok, berat badan menurun, turgor kulit menurun, Mata dan ubunubun cekung, dan selaput lendir dan mulut serta kulit menjadi kering.
Berdasarkan pendapat di atas, penyusun dapat menyimpulkan bahwa tanda dan
gejala dari diare adalah
a. Buang air besar terus menerus ( >3 kali ) dan disertai dengan rasa mulas yang
berkepanjangan
b.
c.
d.
e.
f.

feses cair dan berlendir, kadang juga disertai dengan adanya darah
suhu tubuh meningkat, terjadi dehidrasi
nafsu makan menurun
kadang disertai mual dan muntah ( diare akibat virus )
cengeng, rewel, gelisah

4. Penanganan
Rehidrasi
Sebelum memberikan terapi rehidrasi pada pasien, perlu dinilai dulu derajat
dehidrasinya. Karena akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan
( dehidrasi ).
Tanda-tanda Dehidrasi Berat :
- Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung
- Tidak bisa minum atau malas minum
- Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama.
6

Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang :


Gelisah,rewel/mudah marah
Mata cekung
Haus,minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas
Penanganan Dehidrasi ringan/ sedang :
a. Beri cairan tambahan
- ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu
- Oralit
- Larutan gula garam
- Cairan makanan( air tajin,kuah sayur atau air matang)
b. Lanjutkan pemberian makan
c. Pergi ke pusat pelayanan kesehatan
Penanganan Dehidrasi Berat :
-

Rujuk segera ke pusat pelayanan kesehatan untuk pengobatan IV / lanjutan


Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga

dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di
pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat
mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. Pemberian oralit didasarkan pada derajat dehidrasi (Kemenkes RI, 2011).
Tabel 2. Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Jumlah

5. Umur
< 12 bulan
1-4 tahun
> 5 tahun
Dewasa
Pencegahan
a. Pemberian ASI

oralit

diberikan tiap BAB


50-100 ml
100-200 ml
200-300 ml
300-400 ml

yang Jumlah oralit yang disediakan di


rumah
400 ml/hari (2 bungkus)
600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
1200.2800 hari

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zatzat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi
yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap
diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi
yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare (Depkes RI, 2006).

Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
7

menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi
buruk (Depkes RI, 2006).
b. Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian (Depkes RI, 2006).
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu :
1) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)
setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak dengan
baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.
2) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya. Mencuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan
sendok yang bersih.
3) Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada
tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak (Depkes RI, 2006)
c. Membuang Tinja Bayi yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang
harus diperhatikan:
1) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau
kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
2) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya atau
anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran atau daun
besar dan buang ke dalam kakus.
3) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya
d. Pemberian Imunisasi Campak

Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak


juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio (Depkes RI, 2006).
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada
balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo (2007) adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, dan minuman, serta lingkungan.
6. Komplikasi
Menurut Bongard (2002), ada 5 komplikasi utama yang muncul pada kasus diare,
yaitu:
a. Dehidrasi : ringan, sedang dan berat.
b. Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh.
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan
lainnya memecah menjadi partikel-partikel dan mampu membawa aliran listrik.
Konsentrasi elektrolit berbeda-beda dalam darah, jaringan dan cairan dalam selsel
tubuh. Tubuh kita harus memiliki jumlah elektrolit utama yang tepat untuk energi.
Diare dapat menyebabkan kurangnya satu atau lebih elektrolit.
c. Kelumpuhan ileus (paralytic ileus).
Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan usus.
Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut, sakit ginjal
yang parah, atau penyakit parah lainnya.
d. Septisemia.
Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh. Kondisi
ini biasanya menyusul adanya infeksi di salah satu bagian tubuh, yang dari sana
bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.
e. Komplikasi darah seperti koagulasi intravaskular terdesiminasi
9

Jika ada penyakit atau cedera parah apapun, darah cenderung membentuk massa
semipadat atau gumpalan darah dalam pembuluh darah. Karenanya, tubuh harus
menggunakan banyak zat kimia untuk membentuknya. Untuk mengurangi efek
penggumpalan, tubuh memproduksi sejumlah bahan kimia anti penggumpalan.
Akibatnya, darah tidak menggumpal, hal ini malah dapat menyebabkan perdarahan.
Septisemia, cidera parah, perdarahan dan banyak penyakit parah lainnya dapat
menyebabkan koagulasi intravaskular terdesiminasi.
f. Renjatan hipovilemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang.
g. Hipokalemia yaitu kadar kalsium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus
(kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung dan usus),
hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
h. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
i. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
j. Kejang terutama pada hidrasi hipotonik.
k. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).
7. Cara Membuat Larutan Oralit
Larutkan satu sendok gula dan sendok garam dalam 200ml air hangat atau delapan
sendok gula dan sat sendok garam dalam 1000ml air hangat.
Daftar Pustaka
Betz, Cealy L. & Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC.
Harrison. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Kowalak J.P., dkk. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (edisi
2). Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31236/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal
28 Maret 2016

10

Anda mungkin juga menyukai