Anda di halaman 1dari 43

PEMUKIMAN KUMUH DI KOTA MALANG SEBAGAI

DAMPAK INTERAKSI ANTARA DESA DAN KOTA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Geografi Sosial
Dosen Pembimbing : Dra. Yuswanti A. W, M.Si

OLEH :
QONITA AZZAHRA
130722607352 / OFF. H

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN GEOGRAFI
2013
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayah-Nya, serta berkah limpahan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul Pemukiman Kumuh Sebagai Dampak Pertumbuhan Di Kota Malang. Sholawat dan
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Semester Satu Matakuliah Geografi
Sosial. Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data primer dan sekunder yang penulis
peroleh dari wawancara langsung dengan beberapa pihak, serta data pendukung dari beberapa
media massa dan elektronik. Selama penulisan Makalah ini, penulis mendapatkan banyak
bantuan baik material maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih.
Penulis menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangannya. Penulis berharap penyusunan Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca secara umum.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Malang, 3 Desember 2013

Penulis

Daftar Isi
Cover

Kata Pengantar
Bab I Pendahuluan
1.1 Latarbelakang
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian dari masyarakat ?
1.2.2 Bagaimana pengertian dari Masyarakat Pedesaan ?
1.2.3 Bagaimana pengertian dari Masyarakat Perkotaan ?
1.2.4 Bagaimana Teori Struktur Ruang Kota ?
1.2.5 Bagaimana Perbedaan Antara Desa Dan Kota ?
1.2.6 Bagaimana Hubungan Antara Desa dengan Kota ?
1.2.7 Bagaimana Dampak Interaksi Desa dengan Kota ?
1.3 Tujuan
1.3.1

Mengetahui Definisi Masyarakat.

1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7

Mengetahui pengertian Masyarakat Pedesaan.


Mengetahui pengertian Masyarakat Perkotaan.
Mengetahui Teori Struktur Ruang Kota.
Mengetahui Perbedaan Antara Desa Dan Kota.
Mengetahui Hubungan Antara Desa dengan Kota.
Mengetahui Dampak Interaksi Desa dengan Kota.

Bab II Landasan Teori


2.1 Definisi Masyarakat
2.2 Masyarakat Pedesaan
2.3 Masyarakat Perkotaan
2.4 Teori Struktur Ruang Kota
2.5 Perbedaan Antara Desa Dan Kota
2.6 Hubungan Antara Desa dengan Kota
2.7 Dampak Interaksi Desa dengan Kota
Bab III Pembahasan
Bab IV Penutup
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Permasalahan perkotaan dewasa ini semakin hangat dibicarakan karena keterkaitannya
dengan hampir segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan kegiatan suatu kota sering
menjadi tumpuan harapan masyarakat sehingga mereka berduyun-duyun berebut kesempatan
untuk bisa memperoleh penghidupan di kota tersebut.
Kepesatan perkembangan suatu kota ternyata juga membawa dampak sosial akibat
tingginya iklim kompetitif dalam kehidupan masyarakatnya. Masyarakat cenderung terbagi
menjadi 2 segmen, yaitu (1) kelompok masyarakat yang menang dan berhasil dalam iklim
kompetisi ini dan (2) kelompok masyarakat yang kalah dan tersingkir. Dampak sosial lain
yang sangat terasa akibat iklim ini adalah pada perilaku masyarakat pada masing-masing
segmen atau antarsegmen tersebut yang cenderung individualis. Perwujudan perilaku
individualis ini bisa mencakup 2 aspek, yaitu aspek fisik dan aspek sikap/tingkah laku
masyarakat yang selalu tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Dari kajian dalam tulisan ini bisa disimpulkan bahwa perilaku individualis merupakan
ciri utama pada sifat kehidupan perkotaan. Hal tersebut merupakan permasalahan yang tidak
bisa dihilangkan karena timbul dan iklim kompetitif yang ada. Kondisi tersebut perlu
dikendalikan supaya tidak sampai menimbulkan konflik antar individu atau antar kelompok
masyarakat penghuni kota. Salah satu alat pengendali kondisi tersebut adalah perlunya upaya
pendidikan sosial bagi para penghuni atau calon penghuni lingkungan kota, sehingga dapat
tercipta hubungan yang saling membutuhkan di antara individu maupun kelompok yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian dari masyarakat ?
1.2.2 Bagaimana pengertian dari Masyarakat Pedesaan ?
1.2.3 Bagaimana pengertian dari Masyarakat Perkotaan ?
1.2.4 Bagaimana Teori Struktur Ruang Kota ?
1.2.5 Bagaimana Perbedaan Antara Desa Dan Kota ?
1.2.6 Bagaimana Hubungan Antara Desa dengan Kota ?
1.2.7 Bagaimana Dampak Interaksi Desa dengan Kota ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1

Mengetahui Definisi Masyarakat.

1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7

Mengetahui pengertian Masyarakat Pedesaan.


Mengetahui pengertian Masyarakat Perkotaan.
Mengetahui Teori Struktur Ruang Kota.
Mengetahui Perbedaan Antara Desa Dan Kota.
Mengetahui Hubungan Antara Desa dengan Kota.
Mengetahui Dampak Interaksi Desa dengan Kota.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti kawan.
Kata Masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya bergaul. Adanya

saling bergaul ini tentu karena ada bentuk bentuk akhiran

hidup, yang bukan

disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur unsur kekuatan lain
dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
2.2 Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
2.2.1

Pengertian desa/pedesaan menurut para ahli :


a. Sutardjo Kartodikusuma
Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu
masyarakat pemerintahan tersendiri.
b. Bintaro
Desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi,
politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
c. Paul H. Landis
Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa, yang memiliki ciri-ciri:
1. mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara
ribuan jiwa.
2. Ada pertalian perasaan yang sama

tentang kesukaan terhadap

kebiasaan
3. Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang
sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan
alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat
sambilan

d. UU Nomor 32 Tahun 2004


Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik


Indonesia.
Desa merupakan bagian vital bagi keberadaan Bangsa Indonesia. Vital karena
desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia.
Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan
eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan
tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan
pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat
miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan
membuat pemerintahan desa lebih modern.
2.2.2 Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi
Talcot Parsons menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta ,
kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak
suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja.

d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan
suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat

desa

menggunakan

bahasa

tidak

langsung,

untuk

menunjukkan sesuatu.
2.3 Masyarakat Perkotaan
2.3.1 Pengertian Kota menurut beberapa ahli :
a. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen,
dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b. Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
c. Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
2.3.2 Ciri-ciri Masyarakat Kota menurut teori Talcott Parsons yaitu :
a. Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat
Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep
Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan halhal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada
umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe
masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.

b. Orientasi Diri

Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya


sendiri, pada umumnya di kota tetangga itu bukan orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota
terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka
cenderung untuk individualistik.
c. Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk
Universalisme.
d. Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e. Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari
lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

2.4 Teori Struktur Ruang Kota


2.4.1 Teori Konsentris (Burgess, 1925)

Teori ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business
District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota dan berbentuk
bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta
merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu kota. DPK atau CBD
tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail
Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua,
bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan

dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan


(warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
a. Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang merupakan pusat
pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat, bank, museum, hotel, restoran
dan sebagainya.
b. Zona peralihan atau zona transisi, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona ini
tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi. Daerah ini
sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum karena zona ini
dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya zona ini merupakan zona
pengembangan industri sekaligus menghubungkan antara pusat kota dengan daerah
di luarnya.
c. Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih baik karena dihuni oleh
para pekerja yang berpenghasilan kecil atau buruh dan karyawan kelas bawah,
ditandai oleh adanya rumah-rumah kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah
susun sederhana yang dihuni oleh keluarga besar. Burgess menamakan daerah ini
yaitu working men's homes.
d. Zona permukiman kelas menengah (residential zone), merupakan kompleks
perumahan para karyawan kelas menengah yang memiliki keahlian tertentu. Rumahrumahnya lebih baik dibandingkan kelas proletar.
e. Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditandai dengan adanya
kawasan elit, perumahan dan halaman yang luas. Sebagian penduduk merupakan
kaum eksekutif
f. Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang memasuki daerah
belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota. Penduduknya bekerja di kota
dan tinggal di pinggiran.
2.4.2

Teori Sektoral (Hoyt, 1939)

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama
dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
a. Sektor pusat kegiatan bisnis yang terdiri atas bangunan-bangunan kontor, hotel, bank,
bioskop, pasar, dan pusat perbelanjaan.
b. Sektor kawasan industri ringan dan perdagangan.
c. Sektor kaum buruh atau kaum murba, yaitu kawasan permukiman kaum buruh.
d. Sektor permukiman kaum menengah atau sektor madya wisma.
e. Sektor permukiman adi wisma, yaitu kawasan tempat tinggal golongan atas yang
terdiri dari para eksekutif dan pejabat.
2.4.3

Teori Inti Berganda (Harris dan Ullman, 1945)

Teori ini menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang letaknya
relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points.
Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan
di dalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti retailing, distrik khusus
perbankan, teater dan lain-lain. Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan
di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan
letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
a. Pusat kota atau Central Business District (CBD).
b. Kawasan niaga dan industri ringan.
c. Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.

d. Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.


e. Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
f. Pusat industri berat.
g. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
h. Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
i. Upakota (sub-urban) kawasan industri
2.4.4

Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955).


Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel

ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga
lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur
perkotaan secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan
kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka
ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
2.4.5

Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980)


Teori Konsektoral dilandasi oleh struktur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori

ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan
dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga
mengancam nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah daerah yang berbatasan dengan
DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk
kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan ekonomi
lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara para imigran.
2.4.6

Teori Historis (Alonso, 1964)


DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas kota dan merupakan

daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang tinggi.

2.4.7

Teori Poros (Babcock, 1960)


Menitikberatkan pada peranan transportasi dalam mempengaruhi struktur keruangan

kota. Asumsinya adalah mobilitas fungsi-fungsi dan penduduk mempunyai intensitas yang
sama dan topografi kota seragam. Faktor utama yang mempengaruhi mobilitas adalah poros
transportasi yang menghubungkan CBD dengan daerah bagian luarnya.Aksesibilitas
memperhatikan biaya waktu dalam sistem transportasi yang ada. Sepanjang poros
transportasi akan mengalami perkembangan lebih besar dibanding zona di antaranya. Zona
yang tidak terlayani dengan fasilitas transportasi yang cepat.
2.5 Perbedaan Antara Desa Dan Kota
Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut
Poplin (1972) sebagai berikut:
a. a.
Ma Ma

b. Perilaku homogen

b. Perilaku heterogen

c. Perilaku yang dilandasi oleh

c. Perilaku yang dilandasi oleh konsep

konsep kekeluargaan dan

pengandalan diri dan kelembagaan

kebersamaan
d. Perilaku yang berorientasi pada
d. Perilaku yang berorientasi pada

rasionalitas dan fungsi

tradisi dan status


e. Mobilitas sosial, sehingga dinamik
e. Isolasi sosial, sehingga statik
f. Kesatuan dan keutuhan kultural
g. Banyak ritual dan nilai-nilai sakral

f. Kebauran dan diversifikasi kultural


g. Birokrasi fungsional dan nilai-nilai
sekular
Individualisme

h. Kolektivisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih
mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994).
Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu,
adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan
masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup
dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang
membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di
samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan
penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-

kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan
sebagainya.
2.6 Hubungan Antara Desa dengan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama
sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat
hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling
membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan
bahan pangan seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber
tenaga kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau
ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Interface, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan
kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat
transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain
sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang,
karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan
makin menentukan kehidupan perdesaan.
a. Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui
beberapa caar, seperti:
1. Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan
perkotaan

dengan

merubah

atau

mengambil

kawasan

perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan


besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
2. Invasi kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam
dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan

menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan


sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
3. Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai
kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak
terjadi;
4. ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan
produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan
desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang
kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh
karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan
dunia yang memang akan mengkota.

2.7 Dampak Interaksi Desa dengan Kota


Dampak Interaksi bagi Desa
No.
1

Dampak Positif
Pengetahua

Semakin tingginya tingkat konsumsi masyarakat desa karena

n penduduk

mulai masuknya televise.

meningkat
karena
semakin
lengkapnya
fasilitas
pembelajar
an.

A S

Damoak Negatif

k
i

u
t

e
r

n
g

m n
e

g
a

m u
i

d
a

p
e

u
r

n
.

k
a
r
e
n
a
b
a
n
y
a
k
y
a
n
g
p
i
n
d
a
h
k

e
k
o
t
a
.

A M
k

s
t
k

l
a

e
s

e
l

r
k

j
a

n
a

s
e

.
s
a
l
i
n
g
g
o
t
o
n
g
r
o
y
o

n
g
.

P R
r

v
i

a
n

h
a

b
a

a
n

n
g

m g

k
a

a
h

r
e

m
i

m a
a

u
k

e
r

k
n

s
i

p
a

a
n

u
n

r
l
a
l
u
b
a
n
y
a
k
.

M S
e

a
t

y
a

a
t

h
a

w n
i
r

w t
a

a
n

n
g

m
e

l
k

n
j

d
u

e
r

e
.

Koprasi

dan

organisasi

social

berkembang di desa yang mampu


meningkatkan

kesejahteraan

rakyatnya.
7

Mengetahui
sehingga

tata
mampu

guna

lahan,

meningkatkan

produktivitas pertanian.

Dampak Interaksi bagi Kota


No.
1

Dampak positif
Tercukupin

Jumlah penduduk yang tinggi akibat urbanisasi menyebabkan

ya

timbulnya masalah social seperti pemukiman kumuh.

sebagian
kebutuhan
masyaraka
t
perkotaan.

m s
l

Dampak negatif

n
g

n
a

t
a

a
n

n
t

e
n

u
k

m
e

m d
i

a
p

n
g

.
h
i
n
g
g
a
t
i
n
g
g
i

.
M
e
r
e
k
a
y
a
n
g
b
e
r
p
e
n
d
a
p
a
t
a
n
r
e
n

d
a
h
k
u
r
a
n
g
m
a
m
p
u
b
e
r
s
a
i
n
g
d
a
l
a
m

k
o
t
a
.
S
e
h
i
n
g
g
a
m
e
n
y
e
b
a
b
k
a
n
s
e
m

a
k
i
n
t
i
n
g
g
i
n
y
a
k
r
i
m
i
n
a
l
i
t
a
s
.

P N
r

k
l
d

h
a

o
t

k
o

s
a

a
d

k
e

l
w e
i

y
a

a
h

e
s

n
a
s
e
m
a
k
i
n
b
a
n

y
a
k
n
y
a
u
r
b
a
n
d
a
n
d
e
g
r
a
d
a
s
i
n
i
l
a

i
g
u
n
a
l
a
h
a
n

Salah satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :


a). Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling ketergantungan dan
saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu
suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa
urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
Sebab-sebab Urbanisasi :

Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah


kediamannya (Push factors)

Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan
menetap dikota (pull factors)

Hal hal yang termasuk push factor antara lain :


a.

Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan


persediaan lahan pertanian,

b.

Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri


modern.

c.

Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh


oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang
monoton.

d.

Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu


pengetahuan.

e.

Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti


banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa
untuk mencari penghidupan lain dikota.

Hal hal yang termasuk pull factor antara lain :


a.

Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak


pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan

b.

Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha


kerajinan rumah menjadi industri kerajinan.

c.

Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota


dan lebih mudah didapat.

d.

Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih


tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.

e.

Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari


kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang
rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).

BAB III
PEMBAHASAN
Dari teori dasar yang telah dijelaskan, penulis mengambil salah satu dampak negative
bagi kota akibat adanya interaksi antara desa dengan kota. Banyak dampak negative yang timbul
akibat sebuah interaksi, namun dari berbagai dampak yang ditimbulkan, ada salah satu hal yang
paling menonjol. Yaitu semakin banyaknya pemukiman kumuh yang berdiri di sepanjang sungai
dan rel kereta api. Hal ini memang benar adanya.

Tumbuhnya pemukiman kumuh di sepanjang jalur kereta api dan bantaran sungai ini
terjadi karena banyaknya urban yang pindah ke kota tanpa didasari oleh kemampuan untuk
bersaing atau kemampuan hidup layak di wilayah kota. Mereka hanya memikirkan untuk pindah
ke kota saja tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
Sebagai contoh, di Kota Malang banyak ditemukan pemukiman kumuh di sekitar
bantaran Sungai Brantas. Seperti gambar dibawah ini.

Pemukiman kumuh yang berdiri di sepanjang sungai Brantas ini telah ada dan terus bertambah
sejak 15 tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari bentuk fisik sungai yang terus mengalami
penyempitan. Seperti yang dijelaskan pada teori struktur ruang kota, pemukiman kumuh selalu
berada di titik pusat sebuah kota. Disebabkan karena tempat tinggal mereka dekat dengan
pekerjaan. Dari hasil observasi di sekitar bantaran sungai Brantas, penulis mendapatkan
informasi mengenai :
a.

Pendidikan
Masyarakat yang tinggal dan menetap di sekitar bantaran sungai pada umumnya
mereka lulusan SD SMP. Mereka melakukan urbanisasi ke Kota Malang karena
alasan pekerjaan, dimana mereka berfikir bekerja di malang akan mendapatkan
pekerjaan yang baik. Namun, kenyataannya berbeda, dengan hanya lulusan SD-SMP
mereka tidak mampu bersaing dengan pendatang lainnya yang pendidikannya lebih
tinggi.

b.

Ekonomi
Akibat dari tingkat pendidikan yang rendah maka, sebagian besar penduduk di
sekitar bantaran sungai dan rel kereta api di Kota Malang bekerja sebagai buruh
kasar, pemulung, pedagang kecil, dan ada juga yang pengangguran. Tingakt ekonomi
yang rendah semakin medukung para urban memenuhi lahan di sekitar sungai dan rel
kereta api. Penghasilan mereka sangat rendah sehingga, untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya mengalami kesulitan. Tingkat kriminalitas yang ada juga cukup tinggi

karena keperluan hidup yang semakin tinggi.


c.
Kepedulian Lingkungan

Apabila suatu masyarakat yang hidup di sekitar wilayah mempunyai tingkat ekonomi
dan pendidikan yang rendah, maka dapat dipastikan bahwa kepedulian terhadap
kelestarian lingkungannya sangat rendah. Hal itu terbukti dengan semakin banyaknya
sampah yang tertumpuk di tepi tepi sungai.
Kepedulian terhadap lingkungan sangat rendah karena mereka hanya berfikir pendek
dan tidak memikirkan resiko yang akan terjadi kedepannya. Padahal di sekitar
d.

bantaran sungai brantas sering terjadi banjir yang menghanyutkan rumah warga.
Social-Budaya
Social-budaya yang ada sebagian besar masih membawa karakteristik dari masingmasing daerah masyarakat setempat. Sebagian besar, warga yang tinggal di sekitar
bantaran sungai dan rel kereta api adalah orang malang asli dan pendatang dari
pedesaan yang berada di wilayah kabupaten Malang. Mereka masih menjunjung nilai
kebudayaan seperti gotong royong bersih kampong.

Terkadang interaksi antara desa dengan kota tidak selalu berdampak positif terhadap
perkembangannya. Namun, juga tidak semuanya memberikan dampak negatif. Terkdang nteraksi
desa dan kota harus ada pembatasan tertentu agar tidak menimbulkan masalah yang signifikan
yang terlalu sulit untuk diatasi.
Pemukiman kuuh di Kota Malang telah ada belasan tahun yang lalu, dimana kebijakan
pemerintah kota malang sendiri belum ada yang mampu mengatasi. Bukannya semakin
berkurang jumlah pemukiman kumuh tapi semakin banyak dan menyebabkan masalah sosial
lainnya.
Tingkat kriminalitas di kota malang semakin hari semain meningkat, hal ini dipengaruhi
oleh jumlah urban yang tidak mampu bersaing secara sehat terlalu banyak. Dimana kebutuhan
hidup semakin lama semakin bertambah. Didukung pula dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Maka jelas sudah kriminalitas semakin tinggi.
Untuk menanggulangi masalah sosial yang semakin bertambah diperlukan kebijakan
untuk mengurang jumlah atau tingkat urbanisasi yang ada di kota malang. Peningkatan kualitas
pendidikan demi terjaganya kualitas sumber daya yang ada di lingkungan sekitar sepert air yang
ada di aliran sungai Brantas.
Perlu pula dilakukan pembukaan lapangan pekerjaan bagi mereka yang menganggur, agar
tidak terjadi tindakan kriminal. Pemerintah juga harus mengupayakan bahwa mereka yang
melakukan perpindahan dan menetap di Kota Malang benar-benar dalam keadaan bekerja atau
belajar, khususnya bagi mahasiswa.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Interaksi antara desa dan kota tidak selamanya memberikan keuntungan dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Namun, bisa interaksi tersebut tidak dikelola dengan sebuah
kebijakan maka akan menimbulkan masalah-masalah social

DAFTAR PUSTAKA
http://subiantogeografi.wordpress.com/pengertian-desa-dan-kota/

http://umihabibah.com/malangnya-air-di-kota-malang/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota
http://gophunkzthedexter.blogspot.com/2011/02/kemiskinan.html
http://imanarsyad.blogspot.com/2012/03/pengertian-kemiskian-dampakakibat-dan.html
http://pengembanganperkotaan.wordpress.com/2011/11/09/teori-teoriperkembangan-kota/
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.

Anda mungkin juga menyukai