PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, baik yang berada
didarat maupun dilaut bahkan di udara. Salah satunya minyak dan gas bumi (migas)
merupakan sumber daya alam yang strategis dan termasuk sebagai sumber daya alam yang
tidak dapatdiperbaharui, tetapi terdapat keterbatasan untuk mengelola sumber daya alam
tersebut dalam halsumber daya manusia, teknologi, dan permodalan. Untuk mensiasati
keterbatasan itu, makadilakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan asing. Untuk
keperluan itu harus dirancang perjanjian atau kontrak bisnis, yang merangsang ketertarikan
perusahaan asing, namun sekaligus juga menjamin kepentingan nasional. Migas merupakan
sumber daya alam yang dikuasai olehnegara dan merupakan komoditas vital yang menguasai
hajat hidup orang banyak danmempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional
sehingga harus dikelola secaramaksimal untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat.
Sistem kontrak yang digunakan dalam pertambangan minyak dan gas bumi adalah
kontrak production sharing. Menurut sejarahnya ada tiga sistem kontrak yang pernah berlaku
pada pertambangan minyak dan gas bumi, yaitu sistem kontrak karya, kontrak production
sharing, dan konsesi.
Dalam makalah ini akan dibahas secara detail mengenai ketiga sistem kontrak yang
pernah berlaku pada pertambangan minyak dan gas bumi beserta aspek hukumnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek hukum kontrak karya dalam pengusahaan pertambangan Minyak
dan Gas di Indonesia ?
2. Bagaimana aspek hukum Production Sharing Contract dalam pengusahaan
pertambangan Minyak dan Gas di Indonesia ?
3. Bagaimana aspek hukum konsesi dalam pengusahaan pertambangan Minyak dan Gas
di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KONTRAK KARYA
Pengertian
Istilah Kontrak Karya merupakan terjemahan dari kata work of contract. Sri Woelan
Aziz dalam buku Salim HS, yang berjudul Perancangan Kontrak, mengartikan Kontrak
Karya adalah : suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum
Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang
menggunakan modal nasional.1
Definisi tersebut disempurnakan oleh Salim HS, yaitu: Kontrak karya adalah suatu
kontrak yang di buat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan asing semata-mata atau
merupakan patungan antara badan hukumasing dengan badan hukum domestik dalam bidang
pertambangan di luar minyak dan gas bumi sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh
kedua belah pihak.2
Sehingga berdasarkan definisi tersebut, yang tidak hanya mengatur kerja sama antara
badan hukum asing dengan badan hukum Indonesia, tetapi mengatur mengenai:
1. Adanya kontraktual, yaitu kontrak yang di buat oleh para pihak.
2. Adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia dengan pihak asing dan atau
gabungan antara asing dengan pihak Indonesia.
3. Adanya objek, yaitu pengelolaan dan pemanfaatan tambang di luar minyak dan gas
bumi.
4. Adanya jangka waktu di dalam kontrak.
Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 150.K/20.01/DDJP/1998
tentang Tata Cara dalam Pasal 1 huruf a memberikan definisi tentang Kontrak Karya, yaitu :
Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan berbadan hukum
Indonesia untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak
bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara.
1
Sri Woelan Aziz dalam HS Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta:
2010, hlm. 129.
2
dalam Perusahaan
Pembagian hasil dalam bentuk uang dalam jumlah bebas (tidak ditentukan besarnya)
untuk tahun ke-1 sampai dengan ke-3, dengan ketentuan bahwA penghasil pemerintah
untuk tahun ke-4 sampai dengan ke-10 sebesar 35%.
berikut:
Memungkinkan bekerja sama dengan pihak lain yang telah memegang kuasa
pertambangan.
Pembagian hasil ditentukan berdasarkan tarif yang ditetapkan pada setiap kontrak
karya.
Kontrak karya pada Generasi III (tahun 1983-1986) mengandung prinsip, yaitu
sebagai berikut :
Pembagian hasil mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 352 tahun 1971.
sebagai berikut :
Pembagian hasil :
emas :1% dari harga jika US$ 300/troi ons dan 2% dari harga jira US$400/troi
ons.
Perak : 1% jika harga US$ 10/troi ons dan 2%/troi ons jika harga US$15/troi ons.
Jangka waktu kontrak sama dengan generasi I.
Kontrak karya pada Generasi V (tahun 1994-1996) mengandung prinsip, yaitu sebagai
berikut:
Perusahaan kontraktor sebagai pemegang kuasa pertambangan atas dasar ijin
sama dengan $200 juta investasi dan 8 : 1 untuk lebih dari $200 juta.
Pembagian hasil mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 1166.K/844/MPE/1992
yaitu
sebagai berikut:
Perusahaan kontraktor sebagai pemegang kuasa pertambangan atas dasar ijin
pemerintah (sama dengan generasi II).
sebagai berikut:
Memungkinkan bekerjasama dengan pihak lain yang telah memegang kuasa
pertambangan.
Manajemen di tangan kontraktor dan operasional di tanggung oleh kontraktor (sama
dengan generasi II ), tetapi ratio kewajaran utang (DER) 5 : 1 untuk tidak kurang atau
sama dengan $200 juta investasi dan 8 : 1 untuk lebih dari $200 juta.
Pembagian hasil mengacu pada Peraturan Menteri Nomor 1166.K/844/MPE/1992
daerah lama.
Penyisihan wilayah dilakukan 2 (dua) atau 3 (tiga) setelah jangka waktu tertentu.
Istilah kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari production sharing contract
(bahasas inggris) kontrak ini dikenal dalam kontrak-kontrak yang di adakan pada bidang
minyak dan gas bumi. Di bidang pertanian juga di kenal dengan kontrak bagi hasil Pertanian.
Istilah kontrak production sharing ini dapat di baca dalam pasal 1 angka 19 UU No. 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Di dalam pasal ini berbunyi bahwa kontrak kerja adalah Kontrak bagi hasil atau
bentuk kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan
Negara dan hasilnya di pergunakan untuk kemakmuran rakyat.
Pasal ini tidak khusus menjelaskan pengertian kontrak production sharing tetapi di
fokuskan pada konsep teoritis kerja sama di bidang Minyak dan Gas Bumi. 3 Kerja sama di
bidang minyak dan gas bumi dapat di bedakan menjadi dua (dua) macam, yaitu kontrak
production sharing dan kontrak-kontrak lainya. Unsure-unsur dari kontrak kerja sama ini,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
Dapat di lakukan dalam bentuk kontrak production sharing atau bentuk lainya;
Bidang kegiatanya, yaitu eksplorasi dan eksploitasi;
Syaratnya harus mengnuntungkan Negara;
Pengunanya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam pasal 1 angka (1) PP no 35 tahun 1994 tenetang syarat-syarat dan pedoman
kerja sama kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi di sebutkan pengertian kontrak
production sharing (bagi hasil).
Kontrak production sharing adalah kerja sama antara pertamina dan kontraktor untuk
melaksanakan usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip
pembagian hasil produksi.
Definisi yang tercantum ini ada kesamaan dengan definisi yang di kemukakan oleh
Soedjono Dirdjosoisworo ia mengatikan kontrak production sharing adalah kerja sama
dengan sistem bagi hasil antara Negara dengan Perusahaan hasil yang sifatnya kontrak.
Apabila kontrak telah habis maka mesin-mesin yang di bawa pihak asing tetap tinggal di
Indonesia kerja sama dalam bentuk ini merupakan suatu keredit luar negri di mana
pembayaranya di laakaukan dengan cara bagi hasil terhadap produksi yang telah di hasilkan
perusahaan. (Soedjono Dirdjosisworo, 1999 : 231-232).
Kesamaan dari kedua definisi diatas adalah bahwa kontarak production sharing
merpuakan perjanjian bagi hasildi bidang minyak dan gas bumi. Para pihak, yaitu pertamina
dan kontarktor. Sedangkan dalam Undang-undang No. 22 tahun 2001 para pihaknya adalah
Badan Pelaksanaan dengan Badan Usaha dan atau perkata Badan Usaha Tetap. Maka kedua
definisi ini perlu di sempurnakan dan di lengakpi. Dengan demikian, dapat di katakan bahwa
3
Simamora, Rudi M., Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan, Jakarta: 2000, hlm. 13
7
kontrak production sharing adalah perjanjian atau kontrak yang di buat antara perkata Badan
Pelaksanaan dengan Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap untuk melakukan uasaha
eksplorasi dan eksploitas di Bidang Minyak da Gas Bumi dengan prinsip bagi hasil.
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah
1. Adanya perjanjian atau kontrak;
2. Adanya subjek hukum, yaitu perkata Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan
atau Perkata Badan Usaha Tetap;
3. Adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi. Tujuan
eksplorasi adalah untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi dalam
menemukandan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah
kerja yang di tentukan. Tujuan eksploitasi adalah mengasilkan minyak dan gas
bumi;
4. Kegiatan di bidang minyak dan gas;
5. Adanya prinsip bagi hasil.
Prinsip bagi hasil merupakan prinsip yang mengatur pembagian hasi yang di peroleh
dari eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi antara badan pelaksanaan dan badan
uasaha dan atau badan usaha tetap. Pembagian hasil ini di rundingkan antara kedua belah
pihak dan biasanya di tuangkan dalam Kontrak Production Sharing.
g. Semua peralatan dan pasilitas yan gdi beli oleh kontraktor menjadi milik
Pertamina.
h. Dari interes kontraktor di tawarkaan kepada Perusahaan Nasional Indonesia
setelah dinyatakan komersial.
i. Sejak tahun 1974 sampai tahun 1977, kontraktor diwajibkan memberikan
tambahan pendapatan pada pemerintah.
2. Generasi II (1978-1987)
Pada tahun 1976 pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan IRS ruling yang antara lain
menetapkan bahwa penyetoran 60% Net Operting Income KPS (yang sesuai dengan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang pertamina merupakan pembayaran pajak
pertamina dan kontraktor).
Dianggap sebagai pembayaran royality, sehingga disarankan agar kontraktor membayar
pajak secara langsung pada pemerintah. Di samping itu perlu di terapkan generally
accaepted accouting procedure (GAP), yang mana pembatasan pengembalian biaya opersi
( Cost Recoveri Ceiling ) 40% pertahun di hapuskan. Untuk KPS yang berproduksi di
lakukan amademen.
Prinsip-prinsip pokok Kontrak Production Sharing (KPS) Generasi II (1978-1987) di
sajikan berikut ini.
a. Tidak ada pembatasan pengembalian biaya operasi yang di perhitungkan oleh
kontraktor.
b. Setelah di kurang biaya, pembagian hasil menjadi: 65,91% untuk pertamina;
34,09% untuk kontraktor. Sedangkan gas: 31,80% untuk pertamina; 68.20% untuk
kontraktor.
c. Kontraktor membayar pajak 65% secara langsung kepada pemerintah
d. Kontraktor mendapat insentif :
Harga ekspor penuh minyak mentah domestic market obligation setelah 5
(lima) tahun pertama produksi;
Insentif pengembangan 20% dari modal yang di keluarkan untuk fasilitas
produksi
3. Generasi III (1988-2002)
Pada tahun 1984 pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan pajak baru
untuk Kontrak Produksion Sharing (KPS) denga tarif 48%. Namun , peraturan tersebut
baru dapat di terapkan terhadap kontrak production sharing (KPS) yang di tandatangani
pada tahun 1988. Karena dalam perundang-undangan yang di lakukan. Pihak kontarktor
masih mempunyai kecenderungan untuk melakukan peraturan perpajakan yang lama.
Dengan demikian pembagian hasil berubah menjadi: Minyak 71,15% untuk Pertamina ;
28,85% untuk Kontraktor. Gas : 42,31% untuk Pertamina; 57,68% untuk Kontraktor.
9
Akan tetapi setelah di kurang pajak maka komposisi pembagaian hasinya adalah untuk
masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
Minyak : 68% untuk pertamina; 15% untuk kontraktor;
Gas 70% untuk pertamina dan 30% untuk kontraktor.
4. Generasi IV (2002-Sekarang)
Momentum di mulainya kontrak production sharing (KPS) generasi IV, yaitu pada
saat di berlakukanya undang-undang nomer 22 tahun 2001 tentang minyak gas bumi.
Struktur dan prinsip bagi hasil dalam undang-undang ini berbeda dengan undang-undang
yang lama pada undang-unang yang lama, yang menjadi para pihak adalah pertamina dan
kontraktor sedangkan dalam undang-undang nomer 22 tahun 2001 minyak dan Gas Bumi,
maka yan menjadi para pihaknya adalah Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dan atau
Badan Usaha Tetap.
Badan Pelaksana ini terpisah dengan Pertamina. Badan Pelaksana ini telah
terbentuk pada bulan Agustus 2002 dengan nama Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas
Bumi (BP Migas), yang di kepalai oleh Rachmat Soedibjo (republika,31 desember 2002)
pada tahun 2002, BP Migas ini telah menandatangani 15 kontrak di bidang migas. Salah
satu dari kontrak yang di tandatangani adalah kontak production sharing (KPS) yang
memiliki komitmen infestasi sebesar 35 juta dolar AS. Para pihak dalam kontrak ini
adalah BP migas dengan enilasmo company Indonesia dan unocal Indonesia. Kedua
badan usaha tetap memiliki saham masing-masing 50% untuk wilayah kerja blok off
shore moarabakau lepas panatai maksasar. Sedangkan 14 kontrak lainy berupa kontrak
jual beli gas.
Di dalam undang-undang nomer 22 tahun 2001 tidak di atu secara khusus ntentang
komposisi pembagian hasil antara Badan Pelaksana dengan Badan Usaha dana atau
Badan Usaha Tetap pembagian ini akan di atur lebih lanjut dalam peraturan yanglebih
rendah serta di tuangkan dalam kontrak production sharing (KPS) apabila kita mengacu
pada pasal 66 ayat (2) hukum nomer 22 tahun 2001, maka jelas pada pasal ini disebutkan
bahwa segala peraturan pelaksaanaan dari undang-undang nomer 44 Prp tahun 1960
tentang pertambangan minyak dan gas bumi dan undang-undang nomer 8 tanuh 1971
tentang pertamina masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum di ganti
dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini. Di dalam pasal 16 peraturan
pemerintah nomer 35 tahun 1994 tentang syarat-syarat dan pedoman kerja sama kontrak
bagi hasil minyak dengan bumi di tentukan bahwa yang menetapkan pembagian hasil itu
adalah menteri pertambangan dan energy, apabila di gunakan ukuran pada generasi III,
maka pembagian hasilnya adalah sebagai berikut :
10
Minyak : 65% untuk badan pelaksana ; 15% untuk Badan Usaha atas badan Usaha
Tetap ;
Gas : 70% untuk pertamina untuk kontraktor.
Dalam undang-undang tersebut juga diatur tentang penyerahan pembagian hak
badan usaha atau bentuk usaha tetap untuk memenuhi kebutuhan dalam negri paling
banyak 25% ( pasal 22 Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas
bumi).
Setiap generasi kontrak production sharing (KPS) ternyata berbeda pembagian hasil
antara pertamina dan kontrak perbedaan ini dapat dilihat berikut ini :
1) Pada kontrak production sharing (KPS) generasi I (1964-1977) pembagian hasil
untuk minyak dari 60% dibagi menjadi: pertamina 65% dan kontraktor 35%.
2) Pada kontrak production sharing (KPS) generasi II (1978-1987), setelah
dikurangi biaya biaya pembagian hasil menjadi : minyak :65,91% untuk
pertamina: 34,09% untuk kontraktor : sedangkan gas : 31,80% untuk pertamina
68,20% untuk kontraktor.
3) Pada kontrak production sharing (KPS) generasi III (1988 2002 ) maka
komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak sebagai berikut:
a. Minyak: 65% untuk badan pelaksana: 15% untuk badan usaha dan atau badan
usaha tetap dan
b. Gas 70% untuk Pertamina dan 30% untuk kontraktor.
4) Prinsip dalam kontrak production sharing (KPS) generasi IV (2002-Sekarang)
maka komposisi pembagian hasilnya untuk masing-masing pihak adalah
Minyak: 65% untuk Badan pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan
atau Badan Usaha Tetap
Gas 70% untuk Badan Pelaksana dan 30% untuk Badan Usaha dan atau
Badan Usaha Tetap.
Prinsip Pokok Production Sharing Contract
Menurut pendapat Salim HS, kontrak bagi hasil (Production sharing contract) adalah
perjanjian atau kontrak yang dibuat antara badan pelaksana dengan badan usaha dan atau
bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dibidang minyak dan
gas bumi dengan prinsip bagi hasil. (2004 : 260).4
Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) mempunyai beberapa ciri utama,
yaitu :
1. Manajemen ada di tangan negara (perusahaan negara). Negara ikut serta dan
mengawasi jalannya operasi pertambangan minyak dan gas bumi secara aktif dengan
4
http://gregorius-adrian.blogspot.com/2012/05/hukum-pertambangan.html
11
a. Kepemilikan sumber daya alam tetap ditangan pemerintah sampai pada titik
penyerahan;
b. Pengendalian manajemen operasi berada pada badan pelaksana;
c. Modal dan resiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.
Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) berbentuk tertulis, yang dibuat
antara Pelaksana dengan Badan Usaha dan/atau Badan Usaha Tetap. Substansi yang harus
dimuat dalam Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract).
Hak-hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Kontrak Production Sharing
Hak dan kewajiban badan usaha dan atau badan usaha tetap yang melaksanakan
kegiatan usaha hulu berdasarkan kontrak production sharing diatur dalam pasal 31 undangundang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. ada 2 macam kewajiban dari
badan usaha dan badan usaha tetap, yaitu:
1. Membayar pajak yang merupakan penerimaan Negara,dan
2. Membayar bukan pajak yang merupakan penerimaan Negara,
Penerimaan Negara yang berupa pajak terdiri atas:
1. Pajak-pajak;
2. Bea masuk dan pungutan lain atas impor dan cukai;
3. Pajak daerah dan distribusi daerah
Penerimaan Negara bukan pajak, terdiri atas :
1. Bagian Negara ,merupakan bagian produksi yang diserahkan oleh badan usaha atau
usaha tetap kepada Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi;
2. Iuran tetap, yaitu iuran yang dibayar oleh badan usha atau atau usaha tetap kepada
Negara sebagai pemilik sumber daya minyak dan gas bumi sesuai luas wilayah kerja
dan sebagai imbalan ataskesempatan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi;
3. Iuran eksplorasi dan eksploitasi merupakan iuran yang dibayarkan oleh badan usaha
atau usaha tetap kepada Negara sebagai kompensasi atas pengambilan kekayaan alam
minyak dan gas bumi yang tak terbarukan;
4. Bonus-bonus dalam penerimaan dari bonus-bonus atau penandatanganan bonus
kompensasi data, bonus produksi dan bonus-bonus dalam bentuk apapun yang
diperoleh badan pelaksana dalam rangka kontrak production sharing.
Sejak berlakunya otonomi daerah, pemerintah pusat berkewaajiban
untuk
mendistribusikan kembali penerimaan Negara dari hasil minyak bumi dan gas bumi kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota yang mempunyai sumber daya alam
tersebut.besarnya bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota
telah ditentukan dalam pasal 6 ayat (6) undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang
13
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. di dalam peraturan itu di
tentukan 2 (dua) macam sumber daya alam, yaitu sumber daya alam minyak dan gas. bagian
dari masing-masing pihak disajikan berikut ini.
1.
Minyak bumi
Bagian pemerintah pusat dari minyak bumi
sebesar 15%. dari pembagian sebanyak 15% maka bagian dari pemerintah provinsi yang
bersangkutan sebanyak 3% (tiga persen); bagian kabupaten atau kota pengahsil sebesar 6%;
dan bagian kabupaten atau kota lainnya dalam provnsi yang bersangkutan sebesar 6%
2.
Gas alam
Bagian pemerintah pusat dari gas alam sebesar 70%; pemerintah daerah sebesar 30%.
dari pembagian sebanyak 30%, maka bagian dari pemerintah provinsi yang bersangkutan
sebanyak 6% (enam persen); bagian kabupaten atau kota penghasil sebesar 12%; dan bagian
kabupaten atau kota lainnya dalam provinsi yang bersangklutan sebesar12%.
Bagian yang diterima oleh daerah sangat kecil. hal ini disbabkan biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak dan gas bumi
sangat besar dan diperlikan teknologi yang canggih. biasanya dalam melakukan eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya alam tersebut harus mengadakan kontrak production sharing
dengan perusahaan domestic atau perusahaan asing. perusahaan asing ini memiliki modal dan
skill, sehingga mereka juga mempunyai hak untuk mendapat bagian dari kontrak production
sharing. haknya dalah menierima bagian yang telah disepakati antara badan pelaksana dengan
badan usha atau badan usaha tetap, sebagaimana yang tercnatum dalam kontrak production
sharing.
Jangka Waktu Kontak Production Sharing
Jangka waktu kontrak production sharing telah ditentukan dalam pasal 14 sampai
dengan pasal 15 undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi. jangka
waktu kontrak tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak
ditandatanganinya dan diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 30 tahun. jangka waktu
terdiri dari jangka waktu eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi. eksplorasi dalah kegiatan
yang bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang di tentukan
.jangka waktu kegiatan eksplorasi dilaksanakn 6 (enam) Tahun dan dapat diperpanjang hanya
1 (satu) kali periode yang dilaksanakan paling lama 4(empat) tahun, jadi total jangka waktu
eksplorasi adalah selama 10 tahun.
Eksploitasi adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengahasilkan
minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan.eksploitasi itu terdiri dari atas
14
of commerce (ICC) dalam bidang arbitrase, yaitu memberikan suatu metode penyelesaian
sengketa yang murah dan cepat (an inexpensive and quick method for settelement of dispute)
(huala adolf dan a chandrawulan,1995:185). ICC inilah yang merupakan aturan hukum untuk
menyelesaikan sengketa antara pertamina dan kontraktor. prosedur dan syarat syaratnya
dapat dilihat pada kontrak joint venture.
2.3 KONSESI
Pengertian
Konsesi mempunyai pengertian sebagai suatu penyerahan daerah tertentu oleh
pemerintah kepada perusahaan asing dalam rangka pengusahaan dan pemilikan sumber alam
yang terkandung di daerah tersebut. Dalam kerjasama jenis ini, seluruh minyak dan gas bumi
serta panas bumi yang dihasilkan akan menjadi milik perusahaan asing tersebut. Perusahaan
asing (pengusaha) hanya berkewajiban memberikan sejumlah royalty dan pajak yang
besarnya ditentukan dalam perjanjian dengan pemerintah negara.
Konsesi adalah suatu bisnis yang dioperasikan di bawah sebuah kontrak atau izin yang
berhubungan dengan tingkat eksklusivitas dalam sebuah bisnis dengan area geografi yang
khusus. Konsesi merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar yang melibatkan
kepentingan umum yang mana pekerjaan tersebut merupakan tugas pemerintah tetapi oleh
pemerintah di berikan hak penyelenggaraan kepada konsesionaris (pemegang izin) yang
bukan pejabat pemerintah.
Sistem ini merupakan model kontrak kerjasama tertua di dunia dalam bidang
pertambangan. Amerika Serikat, Australia, Norwegia, Thailand, dan beberapa negara Timur
Tengah juga menganut sistem konsesi. Di Indonesia, sistem ini berlaku bagi pengusahaan
migas dengan lahirnya Indische Mijnwet (1899), yang dibuat atas desakan pihak swasta
untuk terlibat di dalam pengusahaan minyak dan gas bumi di Hindia Belanda.5
Sistem kerja dari kontrak konsesi (Consession)
Dalam konsesi negara menjamin kepada kontraktor untuk hak eksplorasi eksklusif,
hak pengembangan dan produksi eksklusif untuk setiap penemuan komersial. Hal-hal yang
membedakan konsesi dan PSC adalah kepemilikan hidrokarbon yang diproduksikan,
kepemilikan instalasi produksi dan hal-hal apa yang merupakan bagian dari negara.
Kepemilikan produksi
5
https://casdiraku.wordpress.com/2010/02/23/perkembangan-model-pengelolaan-migas/
16
Sebelum dikeluarkan dari dalam tanah secara umum hidrokarbon adalah milik negara
apapun jenis kontraknya. Walaupun demikian dalam konsesi kontraktor menjadi pemilik dari
hidrokarbon yang diproduksikan dengan kewajiban membayar royalty dalam bentuk fisik
(minyak atau gas) atau dalam bentuk tunai, pada waktu mereka dikeluarkan dari dalam tanah
dan mencapai kepala sumur.
Kepemilikan instalasi hidrokarbon
Dalam konsesi kontraktor memiliki instalasi sampai kontraknya habis. Ketika
kontraknya habis instalasi diserahkan kepada negara tanpa kompensasi oleh kontraktor.
Negara bebas menggunakan sesukanya jika masih berguna secara ekonomi dan sebagai
alternatif negara dapat meminta kontraktor untuk membuang sebagian atau seluruh instalasi
dengan biaya kontraktor jika tidak ingin menggunakannya. Kontraktor dapat menggunakan
instalasi lagi untuk produksi dari penemuan lain di negara yang sama.
Sumber pendapatan untuk negara
Pada konsesi negara memperoleh pendapatan melalui sumber-sumber berikut :
term ditetapkan pada hari ijin diberikan (royalty excess profit tax) tetapi pajak dan
keuntungan berdasarkan hukum pajak umum, sehingga dapat berubah dari waktu ke waktu.
Sebagai contoh telah terjadi penurunan pajak secara berturut-turut di Inggris, Norwegia dan
Belanda pada akhir-akhir ini dan industri perminyakan diuntungkan karenanya.
Ketentuan yang berlaku pada konsesi migas antara lain :
manajemen operasi.
Kepemilikan minyak dan gas bumi berada di tangan kontraktor.
Kepemilikan aset berada di tangan kontraktor dengan batasan tertentu.
Negara mendapat pembagian pembayaran royalti dihitung dari tingkat
produksi tertentu.
Pajak penghasilan dikenakan kepada kontraktor dari keuntungan bersih (pajak
penghasilan dan pajak tanah).
17
managemen operasi.
Kepemilikan minyak dan gas bumi yang dihasilkan berada ditangan kontraktor.
18
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengusahaan
dilakukan
bahan
oleh
galian (tambang),
Pemerintah
melalui
termasuk
pertambangan
pemberian
ijin
kepada
umum,
pihak
Modal. Pelaksanaan
hambatan-hambatan
yang
Kontrak
Karya
mempunyai
yang bersifat yuridis adalah hambatan-hambatan yang berkaitan dengan isi dan tujuan
yang terdapat dalam Kontrak Karya, seperti Wilayah Kontrak Karya yang terdapat
endapan mineral yang menjadi tujuan usaha pengusahaan bahan galian (tambang) dan
pembayaran royalti dan iuran usaha pertambangan, serta pengembangan masyarakat
sekitar wilayah Kontrak Karya atau sering disebut sebagai
masyarakat lingkar
20
B. SARAN
Dalam Perjanjian kontrak karya perlu lebih diperhatikan ketentuan ketentuan
khususnya peraturan peraturan yang mengatur mengenai pembuatan perjanjian itu
sendiri, baik mengenai syarat-syarat, serta hal seperti pembagian hasil yang seharusnya
lebih dapat meningkatkan tingkat perekonomian Negara serta diupayakan dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sebaiknya bagian yang di terima oleh daerah pendapatanya menjadi lebih tinggi
mengingat bagian yang di terima oleh daerah ini sangat kecil hal ini di sebabkan biaya
yang di keluarkan untuk melakukan ekplorasi dan ekploitasi sumber daya minyak
sangat besar dan di perlukan teknologi yang sangat canggih, dalam hal melakukan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut di adakan kontrak production
sharing dengan perusahaan domestic dan perusahaan asing. Karena perusahaan asing
memiliki modal dan skil yang tinggi, sehingga mereka mempunya hak untuk
mendapatkan bagian yang tinggi pula, oleh karena itu di harapkan agar baik pihak
pemerintah lebiih menggalakan baik sumber daya manusi terlebih skil dan modal agar
pendapatan dari eksplorasi dan eksploitasi lebih menguntungkan pihak pemerintah dan
maupun perusahaan domestik.
Dalam sistem konsesi, kontraktor diberikan keleluasaan untuk mengelola minyak dan
gas bumi, mulai dari eksplorasi, produksi hingga penjualan minyak dan gas bumi.
Pemerintah sama sekali tidak terlibat di dalam manajemen operasi pertambangan,
termasuk dalam menjual minyak bumi yang dihasilkan. Jika berhasil, kontraktor hanya
membayar royalti, sejumlah pajak dan bonus kepada Pemerintah. Dalam Indische
Mijnwet (1899), royalti kepada Pemerintah ditetapkan sebesar 4 persen dari produksi
kotor dan kontraktor diwajibkan membayar pajak tanah untuk setiap hektar lahan
konsesi. Untuk sistem konsesi ini diharapkan Indonesia tidak menerapkan sistem ini
karena Pemerintah dalam sistem ini tidak memiliki kekuasaan dalam pengelolaan
minyak dan gas bumi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
H.S, Salim, 2004, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Simamora, Rudi M., 2000, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan, Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria .
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Website :
http://gregorius-adrian.blogspot.com/2012/05/hukum-pertambangan.html
diakses
pada
22