Anda di halaman 1dari 9

No.

ID dan Nama Peserta :

/ dr. A. Athiqah Hidayah

No. ID dan Nama Wahana :

/ Perawatan RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Takalar

Topik : Hipertensi Stage II JNC-7


Tanggal Kasus : 13 November 2014
Nama Pasien : Ny. Dg. R

No. RM : 185908

Tanggal Presentasi : Januari 2015

Pendamping : dr. Vitalis Talik, M.Kes

Tempat Presentasi : RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Takalar


Objek presentasi :
Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Manajemen

Masalah

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi : Wanita, 66 tahun, keluhan keluhan nyeri tengkuk sejak 1 minggu yang lalu, sakit
kepala (+), riwayat HT (+) namun pasien berobat tidak teratur.
Tujuan : Mendiagnosis kelainan pasien, life saving, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien,
menentukan prognosis pasien, edukasi pasien dan keluarganya.
Bahan

Tinjauan

Bahasan :

Pustaka

Cara
membahas :

Data Pasien :
Nama klinik :

Diskusi

Riset
Presentasi dan
diskusi

Nama : Ny. Dg. R

Kasus

Audit

Email

Pos

No. Registrasi : 185908

Perawatan RSUD H. Padjonga Dg.


Ngalle Takalar

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis :

Hipertensi. Wanita, 66 tahun, di rawat di Perawatan Interna RSUD H. Padjonga Dg.


Ngalle Takalar dengan keluhan nyeri tengkuk sejak 1 minggu yang lalu. Demam (-),
sakit kepala (+), pusing (-), nyeri menelan (-), batuk (-), sesak(-), nyeri dada (-). Riwayat
trauma (-). Riwayat merokok (-), konsumsi alkohol (-). BAB: baik, kesan normal, BAK:
lancar, kesan normal.

2. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah berobat sebelumnya di puskesmas.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien sudah menderita hipertensi sejak 5 tahun lamanya, tapi berobat tidak teratur.
Riwayat diabetes mellitus dan trauma disangkal.
4. Riwayat Keluarga :
Suami pasien menderita penyakit yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien merupakan seorang lansia yang tidak bekerja.
6. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Keadaan gizi
GCS
Tanda Vital

: Tampak sakit sedang


: Cukup
: E4V5M6
:

Tekanan Darah

: 170/90 mmHg

Pernapasan

: 18 x/menit

Nadi

: 96 x/menit

Suhu

: 36,6 oC

Status Genaralisata
Kelapa
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
Status Lokalis

:
: Normocephal
: Konjungtiva anemis (-/-), ikterus (-/-), pupil bulat isokor
: Tidak ada pernapasan cuping hidung
: Sianosis (-)
: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: Akral hangat, sianosis (-), ikterik (-), edem tibial (-)
:
2

Cor

Inspeksi

: iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: iktus cordis tidak teraba

Perkusi

: pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak

pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai ictus cordis terletak pada sela
iga 5-6 linea medioklavikularis kiri)

Auskultasi

: bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi tambahan (-)

Daftar Pustaka :
1. Fisher Nomi, Williams Gordon. Hypertensive Vascular Diease. Harrison Tinsley R,
editor. Harrisons Principle of Internal Medicine. 16th edition. United Nations of
America: McGraw-Hill. 2005. P.1463-80
2. Schwartz Gary L. Hypertension. Habermann Thomas, Ghosh K. Amit, editors. Mayo
Clinic Internal Medicine Concise Textbook. USA: Mayo Clinic Scientific Press and
Informa Healthcare USA, INC. 2008. P 429-64
3. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure. U.S. Department Health and Human Services.
August. 2004
4. Camm AJ, BUnce N. Cardiovascular Disease. Kumar Parveen, Clark Micheal, editors.
Kumar & Klarks Clinicak Medicine. Seventh Edition. UK: Saunders Elsevier. 2005.
p.798-804
5. Kowalak Jenifer, Cardiovascular System. Kowalak Jenifer, Cavallini Mario, editors.
Handbook of Pathopisiology. US: Springhouse Corporation. 2001.p.120-4
6. Hafrialdi. Antihipertensi. Gunawan Gan Sulistia, editor. Farmakologi dan Terapi. Edisi
5. Jakarta: Departemen farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia.
2007. h.341-60
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subjektif :
Seorang wanita, 66 tahun dirawat dengan keluhan nyeri tengkuk sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri pada tengkuk dirasakan memberat sejak 3 hari terakhir dan dirasakan terus
menerus tapi ada perbaikan jika pasien baring. Nyeri tengkuk disertai dengan sakit
3

kepala (+). BAK : kesan normal, BAB : kesan normal. Riwayat merokok (-), riwayat
mengkonsumsi alkohol (-). Riwayat menderita Hipertensi sebelumnya (+) namun
pasien tidak berobat secara teratur.
2. Objektif :
Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien terlihat lemas, sakit sedang, GCS E 4V5M6.
Dengan tanda vital, tekanana darah 170/90 mmHg, nadi 96 kali/menit, pernapasan 18
kali/menit, suhu 36,6oC per aksila. Pemeriksaan jantung dari inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi semuanya dalam batas normal.
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis.
3. Assesment :
Berdasarkan subjektif dan objektif yang meliputi gejala klinis dan pemeriksaan fisis,
maka dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Hipertensi Stage II.
Tinjauan Pustaka
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering ditemukan pada Negara
berkembang. Secara umum, hipertensi tidak bergejala, mudah dideteksi, biasanya mudah
diobati dan sering menyebabkan komplikasi kematian bila tidak ditangani.
Saat ini untuk orang dewasa, hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
darah sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih tinggi dan atau peningkatan tekanan darah
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi. Hipertensi dibagi menjadi dua tingkatan baik
bersadarkan sistolik maupun diastolik darah (Tabel 1). Tekanan darah sistolik antara 120 dan
139mm Hg atau tekanan darah diastolik antara 80 dan 89 mm Hg dikategorikan
prehipertensi.

Orang

dengan

prehipertensi

memiliki

peningkatan

risiko

penyakit

kardiovaskular dan perkembangan hipertensi dari waktu ke waktu dibandingkan dengan


orang dengan tekanan darah normal.

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Pasien Dewasa


4

dengan Usia 18 tahun dan lebih


Tekanan darah meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Tekanan darah sistolik meningkat
sepanjang hidup, tetapi tekanan darah diastolik cenderung stabil pada usia dekade kelima.
Dengan demikian, baik insiden dan prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya
usia, dan hipertensi sistolik terisolasi menjadi subtipe yang paling umum pada orang tua.
Untuk orang setengah baya dengan tekanan darah normal yang hidup sampai usia 85 tahun,
masa residual risiko mengembangkan hipertensi adalah 90%.
Selain usia, faktor-faktor lain yang terkait dengan peningkatan risiko hipertensi yang
tidak dapat diubah (nonreversible) termasuk ras Afrika Amerika atau memiliki riwayat
keluarga hipertensi. Faktor yang dapat diubah (reversible) termasuk memiliki tekanan darah
dalam rentang prehipertensi, kelebihan berat badan, memiliki gaya hidup yang kurang gerak,
diet mengkomsumsi tinggi natrium- rendah kalium, asupan alkohol yang berlebih.
Secara umum, hipertensi tidak bergejala. Namun beberapa tanda dan gejala dapat
terjadi pada pasien hipertensi, yaitu:

Peningkatan tekanan darah pada pembacaan setidaknya dua kali berturut-turut setelah
penyaringan awal

Nyeri kepala oksipital (kemungkinan memburuk pada di pagi hari sebagai akibat dari
peningkatan tekanan intrakranial); mual dan muntah juga dapat terjadi

Epistaksis yang mungkin karena keterlibatan vaskular

Bruits (yang dapat didengar melalui aorta perut atau karotis, arteri ginjal, dan
femoralis) disebabkan oleh stenosis atau aneurisma

Pusing, kebingungan, dan kelelahan yang disebabkan oleh perfusi jaringan menurun
karena vasokonstriksi pembuluh darah

Penglihatan kabur sebagai akibat dari kerusakan retina

Nokturia disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan peningkatan filtrasi
glomerular

Edema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.

Beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis:

Pengukuran tekanan darah yang berulang akan sangat bermanfaat

Unrinalisis dapat menunjukkan adanya protein, sel darah merah atau sel darah putih,
5

pada

penyakit

ginjal:

adanya

katekolamin

yang

dihubungkan

dengan

pheochromasitoma, atau glukosa yang menunjukkan adanya dibetes.

Pengujian laboratorium dapat mengungkapkan adanya peningkatan nitrogen urea dan


kadar kreatinin serum dari penyakit ginjal, atau hipokalemia menunjukkan disfungsi
adrenal (hiperaldosteronisme primer).

Hitung darah lengkap dapat mengungkapkan penyebab hipertensi misalnya


polisitemia dan anemia.

Excretory urography dapat mengungkapkan adanya atrofi ginjal yang mengarah ke


penyakit ginjal kronik. Satu ginjal lebih kecil dari ginjal sebelahnya menunjukkan
penyakit ginjal unilateral.

Elektrocardiografi (EKG) dapat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri atau


iskemik jantung.

Foto X-ray dada dapat menunjukkan kardiomegali

Echokardiografi dapat mengungkapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.


Pasien dengan tekanan diastolik 90 mmHg atau tekanan sistolik 140 mmHg harus

ditangani. Perubahan gaya hidup dapat menurunkan tekanan darah dan harus digalakkan
untuk semua orang dengan prehipertensi. Modifikasi mungkin cukup sebagai terapi awal
untuk beberapa orang dengan hipertensi stadium 1. Perlu terapi tambahan bagi mereka
dengan hipertensi yang lebih parah.
Dalam lebih dari 50% dari orang dengan tahap 1 hipertensi, tekanan darah dapat
dikontrol dengan terapi obat tunggal. Faktor penting untuk pertimbangkan ketika memilih
obat untuk terapi awal adalah khasiat sebagai monoterapi, rute eliminasi, interaksi obat, efek
samping, dan biaya. Pemilihan obat yang tepat adalah penting untuk menjaga kepatuhan
jangka panjang.
Pengobatan monoterapi meliputi diuretik tiazid, beta-bloker, calcium channel blockers
(CCB),ACE-inhibitors (ACEIs) dan Angiotensi Receptor Blockers (ARBs). Kombinasi dosis
rendah juga dapat digunakan untuk terapi awal. Tiazid sebaiknya diberikan sebagai terapi
awal pasien hipertensi tanpa komplikasi yang tidak memiliki pilihan yang jelas untuk jenis
lain.
Obat kelas lain dipertimbangan untuk diberikan apabila diuretik tidak efektif atau ada
kontraindikasi atau dengan pengaturan obat lain yang memiki alternative pada kondisi

tertentu (misalnya ACEIs pada pasien hipertensi dengan gagal jantung kongestif). Antagonis
alfa yang bekerja sentral (clonidin, methyldopa, guanabenz dan guanfacine) dan vasodilator
(hydralazine dan mnoxidil) dapat dipertimbangkan dalam kondisi pseudotolasnsi.
Pseudotoleransi adalah stimulasi reflex dari sistem rennin-angiotensin-aldosteron atay sistem
saraf simpatis yang menyebabkan retensi cairan, peningkatan resistensi vascular, atau
peningkatan curah jantung dengan hilangnya kemanjuran dengan penggunaan jangka
panjang. Oleh karena itu sejumlah obat tidak diberikan sendiri. Obat efek sentral (-agonist
cocok ketika diberikan dengan diuretic, vasodilator paling baik diberikan sebagai obat ketiga
dalam kombinasi diuretic dan adrenergik inhibitor. Adapula obat yang lebih baik pada
sejumlah umur dan ras tertentu (diuretik dan CCB lebih efektif pada ras Afro-Amerika dan
pasien usia: beta-bloker , ACEI dan ARB lebih efektif pada pasien kulit putih dan dan pasien
yang lebih muda. Dengan terapi kombinasi, memastikan obat bekerja kombinasi dan dua obat
dari kelas yang sama tidak boleh diberikan. Biasanya, salah satu obat kombinasi adalah
diuretik kelemahan dan impotensi. Impotensi merupakan efek sampiang yang paling
berpotensi pada semua obat anti hipertensi.
Dikenal ada 2 kelompok obat lini pertama yang lazim digunakan untuk pengobatan
awal hipertensi yang itu diuretic, beta-bloker, ACE-inhbitor, ARB dan antagonis kalsium.
Pada JNC-VII, penyekat reseptor alfa adrenergik tidak dimasukkan dalam lini pertama.
Berikut ini pembagian obat lini pertama hipertensi:
1. Diuretik
Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskuler
diuretic belum dikalahkan oleh obat lain sehingga diuretic dianjurkan untuk
sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan
kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah satunya adalah diuretik.
Sampai sekarang diuretik golongan tiazid merupakan obat utama
dalam terapi hipertensi. Sebagian penelitian besar membuktikan bahwa
diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskuler.
Diuretik bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di
tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat.Beberapa obat
7

golongan diuretic antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid


dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida. Pemberian 1x sehari.
2. Beta bloker
Beta-bloker bekerja dengan (1) menurunkan frekuensi denyut jantung
dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, (2) hambatan
sekresi rennin di sel jungstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan kadar
angiotensin II, (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas baroreseptor,
perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan oeningkatan sintesis
prostasiklin.
Dari berbagai beta-bloker, atenolol merupakan obat yang sering
dipilih. Dosis lazim 50-100 mg per oral sehari. Metoprolol diberikan dua kali
sehari dengan dosis 50-100 mg. Labetolol diberikan dua kali sehari maksimal
300 mg, dam karvedilol sekali sehari maksimal 50 mg.
3. Angiotensin Converting Enzym (ACE) inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB)
ACE-inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I
menjadi angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Pada gagal jantung kongestif, ACEI mengurangi beban jantung
dan akan memperbaiki keadaan pasien.
ACEI dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) yang bekerja langsung,
contohnya Captopril dosis 25-100 mg 2-3x sehari dan lisinopril 10-40 mg 1x
sehari. 2) Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,
silazapril, benazepril, fosinopril dan lain-lain.
ARB bekerja dengan memblok reseptor AT 1 sehingga terjadi
vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf simpatis, stimulasi jantung,
efek renal serta efek jangka panjang berupa hipertrofi otot polos pembuluh
darah dan miokard. Obat ARB seperti Losartan 25-100 mg 1-2x sehari,
valsartan, irberstan, telmisartan dan candesartan 1x sehari.
4. Antagonis Kalsium
Antagonis kalsium meghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama
8

menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi.


Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan
vasokontriksi, terutama menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek
(nifedipin). Dossi nifedipin 3-4x sehari tab 100 mg. Sedangkan diltiazem 80180 mg 3x sehari dan verapamil 80-320 mg 2-3x sehari tidak menimbulkan
takikardia karena efek kronotropik negative langsung pada jantung. Bila reflex
takikardia kurang baik, seperti pada orang tua, maka pemberian antagonis
kalsium dapat menimbulkan hipotensi yang berlebihan.

4.

Plan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa pasien ini di diagnosis menderita Hipertensi Stage II JNC-7.
Penatalaksanaan

Diet rendah garam

Infus RL 24 tpm

Captopril 25mg 3x1

Asam mefenamat 500mg 3x1

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin, ureum/kreatinin, SGOT/SGPT, GDS, kolesterol

Edukasi

Edukasi pada pasien agar mengubah pola hidup dan pola makan begitu pun menu
makanannya.

Edukasi pada pasien agar rutin meminum obat dan memantau tekanan darah agar
tekanan darah pasien senantiasa terkontrol.

Anda mungkin juga menyukai