pencuri, bahkan bukan pula orang-orang kafir. Tapi adalah para Qori atau Hafidh Al Quran
sebagaimana hadits Rasulullah saw. : neraka dinyalakan pertama untuk tiga orang. Pertama
untuk qori Al Quran, ketika ia didatangkan ia mengatakan : ya Rabb saya membaca,
belajar dan mengajarkan Al Quran karena Engkau maka dikatakan: engkau menghafalkan
supaya dikatakan hafidh/Qori, dan itu sudah dikatakan, maka seretlah ke neraka. Dan yang
kedua adalah orang yang berinfaq, ia mengatakan : Ya Rabb, sungguh saya telah berinfaq
dijalanMu maka dikatakan: engkau berinfaq supaya dikatakan dermawan, dan itu telah
dikatakan, maka seretlah keneraka. Dan yang ketiga adalah seorang mujahid, ia
mengatakan: ya Rabb saya berjihad dan berperang dijalanMu.
Maka dikatkan kepadanya: engkau berjihad supaya dikatakan pemberani, dan itu telah
dikatakan, maka seretlah keneraka (dikutip dari HR Muslim, At Turmudzi, An Nasai, dan
Ahmad dari Abi Hurairah,pent.)
Sehingga tujuan menghafal merupakan hal yang sangat penting. Apakah saya menghafal Al
Quran supaya orang mengatakan bahwa saya hafidh, punya sanad, ijazah qiroah asyrah,
atau syeikh? Atau saya ingin agar orang tahu: ini anak saya hafalannya sekian, dia hafal
quran, saya hafal sekian juz sehingga orang mengatakan kepada anda masya Allah, kamu
hafal sekian! apakah ini tujuan anda?! Jika tujuannya seperti ini, maka mungkin saja anda
bisa menghafal Al Quran, sebagaimana anda bisa melakukan apa saja. Tapi yang terpenting
apakah kita menghafal Al Quran untuk keselamatan di sisi Allah? Maka yang pertama
adalah menetapkan tujuan : saya menghafal Al Quran agar selamat di sisi Allah
Kemudian Niat harus ikhlash semata-mata karena Allah swt. sebagaimana kita mengetahui
hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Al Khatthab ra. sesunggunya amal itu tergantung
pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah apa yang dia niatkan (dikutip dari
HR Bukhari dan Muslim, pent) . sehingga masalah terkait dengan niat. Harus Ikhlash. Ini
yang pertama.
Yang kedua, Al Istianah Billah (meminta bantuan kepada Allah) dan memohon kepadaNya.
Bagi yang ingin menghafal Al Quran, Al Quran itu mudah, akan tetapi ia (Al Quran) tidak
diminta kecuali dari yang tepat, yaitu dengan engkau memohon kepada Allah swt dengan
mengiba, dengan sikap sangat butuh, sangat mengharap, dan sangat menginginkan.
Bagaimana jika engkau membutuhkan sesuatu dalam urusan dunia, engkau meminta kepada
Allah. Misalnya : Ya Allah anugerahkan kepada saya keturunan engkau sambil menangis,
engkau sholat malam dan berdoa; Ya Allah anugerahkan kepada saya anak laki-laki,
anugerahkan kepada saya anak perempuan, Ya Allah jagalah istri/ suami saya, Ya Allah
Jagalah anak saya, Ya Allah sembuhkan Ibu saya yang sedang sakit, sembuhkan anak saya
yang sakit..! bukankah engkau memohon kepada Allah dengan sangat mengiba dan
menangis?! Demikian juga Al Quran harus diminta dari Allah, karena Al Quran adalah
Kalamullah. Hal itu
ketika Al Quran menjadi obsesi yang hakiki, tidak sekedar mengatakan saya ingin
menghafal Al Quran. Seperti ilmu yang lain atau sekolah, engkau bisa mempelajari apa saja
di sekolah, yang semuanya tempatnya adalah di akal. Hal ini engkau lakukan karena
kebutuhan, ingin ijazah, ingin jadi sarjana, atau magister. Bukankah engkau bersungguhsungguh menuntutnya? Hal ini adalah hal sesuatu logis. Tapi Al Quranul Karim, engkau
harus memintanya kepada Allah dengan sangat dan mengiba.
Yang ketiga adalah Ash Shidq Fi Ath Thalab (benar dalam permohonan). Apa makna Ash
Shidq? Tidak sekedar shidq Al Qaul (benar dalam berkataan), tetapi juga shidqul amal,
shidqul fili, shidqul azm, dan Ash Shidq dalam merealisasikan azm. Lima tingkatan dalam
Ash Shidq. Tapi kapan tampak Ash Shidq Al Haqiqi? Yaitu Jika engkau mempraktekkan
amaliah menghafal, shidqul qoul, shidqul fili, dan shidqul Azm. Azm yang hakiki. Dan
Azm ini tidak mungkin terwujud kecuali jika kita memahami nilai Al Quranul Karim dan
melihat kamu hari ini. Tanyakan pada dirimu,jika dalam sehari engkau tidak baca Al
Quran: apakah merasa ada sesuatu yang kurang? jika engkau tidak merasa, berarti tidak
ada
pertemanan. Pertemanan adalah adanya perasaan kehilangan, perasaan kehilangan Al Quran,
engkau merasa rindu kepadanya, seperti engkau rindu kepada ibumu, ayahmu, atau
saudaramu. Enkau menunggu waktu dimana kamu akan duduk bersama Al Quran.
Tentu saja pertemanan ini diterjemahkan dalam dua hal : Yang pertama : Al Hubb (rasa cinta)
terhadap Al Quran. jika engkau mencitainya, engkau akan merasa butuk terhadapnya.
Seperti jika enkau tidak makan dan tidak minum, engkau tidak bisa hidup. Apakah kita bisa
tidak makan dan minum? Demikianlah Al Quran harus menjadi kebutuhan, sehingga engkau
tidak bisa hidup tanpanya. Tentu saja hal ini perlu pikiran yang totalitas dan hati yang bersih.
Hati yang disibukkan dengan urusan dunia, misalnya hati kita sibuk dengan nyanyian, hal-hal
yang melenakan, atau games. jika hati kita sibuk maka tidak ada tempat buat Al Quran,
maka tidak perlu engkau capek-capek menghafal Al Quran. engkau ambil dunia atau engkau
ambil Al Quran. karena Al Quran adalah mulia dan tidak menerima sekutu. Jika ada sesuatu
yang mengalahkan Al Quran dihatimu, ada sesuatu yang lebih engkau cintai dari Al Quran,
maka tidak ada gunanya engkau capek-capek menghafal.
Yang kedua : Adamu Al Istihya bihi (tidak malu dengan Al Quran). apa maksudnya?
Pertemanan menghasilkan keakraban. Seperti jika engkau duduk dengan sahabatmu, apakah
engkau merasa malu bersamanya? Jika ada orang lewat, apakah engkau sembunyikan
temanmu, sehingga tidak ada yang melihatnya? Engkau malu, atau engkau meninggalkannya,
sehingga orang tidak melihatmu? Pertanyaannya : Apakah engkau malu bersama Al Quran?
misalnya jika engkau berada di bis, apa masalahnya engkau membuka mushaf? Apa
masalahnya engkau membawa Al Quran dengan tanganmu, dan engkau berjalan di pasar?
Sebagian orang merasa malu. Misalnya di busway atau di jalan, dia mengatakan : saya
malu dari orang-orang. apakah engkau malu bersama Al Quran dari manusia?! Apakah Al
Quran adalah susuatu yang membuat malu? Ini adalah tingkatan yang penting, yaitu engkau
mencapai rasa bangga terhadap AL Quran.
Yang kelima : Al Mushabarah wal Mujahadah (kesabaran dan kesungguhan). Tentu saja setan
tidak akan membiarkanmu, setan mengatakan kepada Allah : .. demi kemuliaanMU, pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya (QS. Shad : 82), .. karena Engkau telah
menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalanMu yang lurus.
Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari
kiri mereka (QS. Al Araf : 16-17). Setan tidak akan senang kita membaca Al Quran dan
menghafalkannya. Karena itu harus ada kesabaran dan mujahadah. Al Quran semuanya
baik, dan tidak dihasilkan darinya kecuali kebaikan. Masalah yang penting adalah sabar
terhadap Al Quran. setan akan selalu berusaha menggodamu : bagaimana kamu akan
menghafal Al Quran, kamu tidak akan bisa, engkau punya anak, engkau sibuk, engkau
masih kuliah, bagaimana kamu akan lulus? Saya katakan kepadamu, engkau harus punya
sikap yang
positif, bahwa Al Quran semuanya baik, maka engkau harus menjadikan jiwamu bersabar
dalam menghafal Al Quran. berikutnya adalah mujahadah. Apakah engkau ingin surga tanpa
hisab, engkau ingin masuk surga tanpa capek? Engkau tidak akan mendapatkan ijazah di
universitas kecuali dengan belajar, engkau tidak akan dapat uang kecuali dengan bekerja.
Bagaimana engkau ingin menghafal Al Quran tanpa usaha?! Tanpa capek?! Maka harus ada
Mujahadatun Nafs (mujahadah jiwa). sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada
kejahatan (QS. Yusuf : 53), tetapi Allah Juga berfirman dalam Al Quran :Sungguh
beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu). Dan sungguh rugi orang yang
mengotorinya (QS. Asy Syams : 9-10). Maka jiwa ini engkaulah yg bertanggung jawab
atasnya, ini masalahnya di akal bukan di jiwa. Sehingga harus ada mujahadatun nafs. Hadits
Rasulullah saw sangat jelas.: sesungguhnya Al Quran lebih cepat lepasnya dari unta pada
ikatannya (dikutip dari HR Bukhari dan Muslim). Jadi Al Quran cepat lepasnya, sehingga
enggau harus bermujahadah dalam menghafal Al Quran. bagaimana bisa bersabar dan
bermujahadah terhadap Al Quran? sabar dan mujahadah terhadap Al Quran membutuhkan
suatu masalah yang penting, yaitu pemahaman terhadap nilai Al Quranul Karim, kebaikan
Al Quranul karim, dan kemuliaan Al Quranul karim. Setiap kali jiwamu merasa futur, maka
ingatlah dirimu dengan kebaikan dan pahala yang besar. Setiap setan berusaha
menggelincirkanmu, maka ingatlah dirimu dengan kemuliaan Al Quran.