Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

IKAN TERBANG
(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Zoologi Vertebrata yang
diampu oleh Sumiyati Saadah, M.Si.)

Disusun Oleh:
LINDA LISTIANA (1122060050)
Kelas B

PROGRAM PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta
salam senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Karena atas
berkat rahmat, dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengangkat materi dengan judul
Ikan Terbang. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata
kuliah zoologi vertebrata. Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Disamping itu penulis menantikan saransaran positif, demi perbaikan makalah berikutnya.
Akhirnya, penulis berdoa semoga makalah ini bermanfaat dan membawa
berkah, Amin.
Bandung, 13 Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan ..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Karakteristik ikan terbang..........................................................................3
B. Habitat dan sebaran geografis ikan terbang...............................................6
C. Tingkah laku dan reproduksi ikan terbang.................................................7
D. Populasi ikan terbang...............................................................................10
E. Makanan dan predator ikan terbang.........................................................11
F. Manfaat dari ikan terbang........................................................................12
G. Upaya untuk menjaga kelestarian dari ikan terbang................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................18

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan terbang (Exocoetidae) merupakan salah satu sumber daya ikan kecil
yang mempunyai ciri khusus berupa kemampuan untuk dapat terbang di atas
permukaan air. Ikan terbang menghuni lapisan permukaan perairan tropis dan
subtropis dari samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut-laut disekitarnya. Paling
sedikit telah diketahui 18 species ikan terbang yang tersebar di perairan Indonesia.
Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya
adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua,
bagian utara Sulawesi Utara, perairan Bali dan Jawa Timur, pantai barat Sumatera
Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang (Banda Aceh) dan laut utara,
Papua.
Pemanfaatan ikan terbang yang tidak terkendali telah mengancam
kelestarian ikan terbang sehingga dalam rangka pemulihannya diperlukan suatu
rencana pengelolaan dan konservasi agar pemanfaatan ikan terbang dapat
berlangsung secara berkelanjutan.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengambil topik
tentang keunikan ikan terbang dan upaya untuk menjaga kelestariannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik ikan terbang?
2. Bagaimana Habitat dan sebaran geografis ikan terbang?
3. Bagaimana tingkah laku dan reproduksi ikan terbang?
4. Bagaimana populasi ikan terbang?
5. Apa sajakah makanan dan predator ikan terbang?
6. Apa manfaat dari ikan terbang?
7. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kelestarian dari ikan
terbang?
1

C. Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Zoologi Vertebrata, penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Karakteristik ikan terbang
2. Habitat dan sebaran geografis ikan terbang
3. Tingkah laku dan reproduksi ikan terbang
4. Populasi ikan terbang
5. Makanan dan predator ikan terbang
6. Manfaat dari ikan terbang
7. Upaya untuk menjaga kelestarian dari ikan terbang

BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Ikan Terbang
1. Taksonomi dan Ciri ciri Ikan Terbang
Sistematika ikan terbang pertama kali ditulis oleh Linneaus pada
tahun 1758, khususnya spesies Exocoetus volitans. Sampai pada
pertengahan abad-19, penelitian lebih banyak pada aspek taksonomi dan
anatomi, setelah itu mulai dipelajari aspek biologi lainnya dari ikan terbang.
Ikan terbang (Exocoetidae) mempunyai delapan genus, yaitu Cheilopogon
(30 spesies), Cypselurus (11 spesies), Exocoetus (2 spesies), Fodiator (2
spesies),

Hirundichthys

(7

spesies),

Oxyporhampus

(3

spesies),

Parexocoetus (3 spesies), dan Prognichthys (4 spesies).


Namun, revisi taksonomi ikan terbang memisahkan genus Cypselurus
dan Cheilopogon (Syahailatua, 2004a & 2006), serta memindahkan
beberapa spesies ke genus yang lain, sehingga spesies-spesies yang umum
dikenal di Indonesia mengalami pergantian nama ilmiahnya, seperti
Cypselurus oxycephalus menjadi Hirundichthys oxycephalus (Syahailatua,
2006).
Ikan terbang berdasarkan jumlah sayapnya dikelompokkan dalam dua
kategori, yaitu (a) kelompok dua sayap yaitu mempunyai satu pasang sayap
dada seperti Exocoetus dan Vodiator, dan (b) kelompok empat sayap yaitu
mempunyai satu pasang sayap dada dan satu pasang sayap ventral yang
panjang seperti Cypselurus dan Hirundichthys. Ikan terbang yang bersayap
empat ukurannya lebih besar daripada ikan yang bersayap dua. Ikan terbang
dewasa dapat mencapai panjang 150-500 mm . Di Indonesia ukuran paling
umum 200 mm ( Hirundichthys oxycephalus), dan yang paling panjang 300
mm ( Cypselurus poecilopterus) (Hutomo et al., 1985).
Spesies ikan terbang secara umum memiliki ciri berupa bentuk tubuh
yang bulat memanjang seperti cerutu ( oblong), agak mampat pada bagian
3

samping. Bagian atas tubuh dan kepala berwarna gelap, bagian bawah tubuh
mengilap, hal ini dimaksudkan untuk menghindari pemangsa baik dari air
seperti ikan lumba -lumba maupun dari udara, yaitu burung pemakan ikan.
Kedua rahangnya sama panjang. Memiliki duri-duri lemah pada sirip dorsal
berjumlah 10-12, sirip anal berjumlah 11-12, dan sirip pektoral sebanyak
14-15, dengan sirip pertama tidak bercabang. Sirip pektoral panjang yang
diadaptasikan untuk melayang. Sirip ventral panjang atau pendek, tertancap
pada bagian abdominal dengan enam buah duri lemah yang bercabang. Sirip
ekor bercagak dengan bagian bawah lebih panjang. Garis lateral terletak
pada bagian bawah tubuh (Hutomo et al., 1985).
Menurut Syahailatua (2004a), ikan terbang memiliki beberapa nama
lokal, di antaranya adalah ikan siloar (Binuangeun), ikan terbang (Ternate
dan Palabuhanratu), antoni (Minahasa, Sangir, Talaud, Bitung), tuing-tuing
(Bugis), torani (Makassar), tourani (Mandar).
Klasifikasi taksonomi ikan terbang Cheilopogon katoptron
sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum

: Chordata

Kelas

: Osteichthyes

Subkelas : Actinopterygii
Ordo

: Beloniformes

Famili

: Exocoetidae

Genus

: Cheilopogon

Spesies

: Cheilopogon katoptron

adalah

2. Keragaman Spesies Ikan Terbang


Hutomo et al. (1985) pernah merangkum sekitar 53 spesies ikan
terbang di dunia, masing-masing 17 spesies di Samudera Atlantik, 11
spesies di Samudera Hindia dan 40 spesies di Samudera Pasifik. Di
Samudera Pasifik, mencatat sekitar 50-60 spesies. Publikasi terakhir yang
dilaporkan di bagian tengah Pasifik terdapat 6 genus-genus dan 31 spesies,
yaitu Cheilopogon 14 spesies, Cypselurus 7 spesies, Exocoetus 3 spesies,
Hirundichthys 3 spesies dan Prognichthys 2 spesies. Wilayah khatulistiwa
mempunyai jumlah spesies lebih banyak dan semakin ke selatan atau ke
utara jumlah spesiesnya semakin sedikit (Hutomo et al., 1985). Di sebelah
barat Luzon (Filipina) ikan terbang didominasi oleh Hirundichthys
oxcycephalus (Dalzell, 1993) dan beberapa spesies lain, yaitu Cypselurus
poecilopterus,

Cheilopogon

nigricans,

Cheilopogon

cyanopterus,

Paraexocoetus brachypterus, dan Hirundichthys rondeletti.


Dari 18 spesies ikan terbang yang ada di perairan Indonesia, 15
diantaranya telah dikoleksi oleh Lembaga Oseonologi Nasional-LIPI. Dari
15 spesies ini 12 spesies berada di genus Cypselurus (Hutomo et al., 1985).
Khusus diperairan Selat Makassar dan Laut Flores diidentifikasi 3 genus
dan 11 spesies, yaitu Cypselurus oxycephalus, C. oligolepis, C.
poecilopterus, C. altipennis, C. speculiger, C. ophisthopus, C. nigricans, C.
swainson, Cypselurus sp, Evolantia micropterus, dan Proghnichthys sealei
(Nessa et al., 1977). Menurut Ali (1981), yang paling dominan di Laut
Flores Sulawesi Selatan adalah C. oxycephalus dan C. poecilopterus.
Informasi tentang keragaman spesies ikan terbang di beberapa wilayah
perairan atau wilayah penangkapan di Indonesia sangat kurang. Di seluruh
Indonesia, Hutomo et al. (1985) pernah merangkum jumlah spesies ikan
terbang di Indonesia sekitar 18 spesies namun belum menunjukkan
keragaman berdasarkan wilayah penyebaran atau wilayah penangkapan. Di
Selat Makassar dan Laut Flores (Sulawesi Selatan), Nessa et al. (1977)
mengidentifikasi sekitar 11 spesies ikan terbang yaitu Hirundichthys
oxycephalus, Cypselurus altipennis, Cypselurus speculiger, Cypselurus
5

oligolepis, Cypselurus ophisthopus, Cypselurus nigricans, Cypselurus


poecilopterus, Cypselurus swainson, Cypselurus sp. Evolantia micropterus,
dan Proghnithys sealei.
Selat Makassar didominasi oleh spesies ikan terbang Hirundichthys
oxycephalus atau Cypselurus oxycephalus yang dikenal dengan nama lokal
torani atau tuing-tuing (Nessa et al., 1977; Ali, 1981).
B. Habitat Dan Sebaran Geografis Ikan Terbang
Ikan terbang merupakan ikan pelagis kecil yang menghuni lapisan
permukaan perairan (laut) tropis dan subtropis pada kedalaman 0-20 m. Ikan
ini tersebar pada Samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut di sekitarnya.
Sebaran dari ikan ini dibatasi oleh isotherm 20C. Jumlah spesies terbanyak
terdapat di wilayah khatulistiwa, makin ke utara dan selatan makin sedikit
spesiesnya. Terdapat 5 hingga >20 spesies ikan terbang ditemukan di bagian
tengah Samudera Pasifik (Oseania), 12-13 spesies ditemukan di perairan pulaupulau Hawaii, perairan pantai Australia dihuni oleh 10 spesies, perairan
Selandia Baru oleh 6 spesies, sedangkan di pantai Amerika bagian Samudera
Pasifik dilaporkan ditemukan lebih dari 12 spesies (Hutomo et al.,1985).
Samudera Pasifik merupakan daerah yang kaya ikan terbang dengan
sekitar 40 spesies yang menghuninya, terutama di perairan Indonesia, Filipina,
Jepang bagian selatan dan Oseania. Dengan kata lain, perairan ini merupakan
pusat

penyebaran ikan terbang (Hutomo et al.,1985).

Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya


adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura
Papua, bagian utara Sulawesi Utara, perairan selatan Bali dan Jawa Timur,
pantai barat Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang
(Banda Aceh) dan laut utara Papua.
Menurut Sihotang (2004), ikan terbang di Sulawesi Selatan melakukan
ruaya untuk keberhasilan penetasan telur dan ketersediaan makanan anaknya.
Ruaya pemijahan ini memiliki pengaruh langsung terhadap proses rekruitmen
dan mortalitas. Ikan terbang bukan tipe ikan peruaya jarak jauh, ikan ini hanya
beruaya dekat pantai dan kearah laut. Ikan terbang merupakan spesies ikan
oseanodrom, artinya ikan yang seluruh daur hidupnya berada di laut, memijah
di laut, mulai dari telur, kemudian menetas menjadi larva, lalu juvenil, dan
dewasa di laut. Gambar berikut menyajikan sebaran geografi ikan terbang di
Indonesia (Syahailatua, 2006).
Menurut Hutomo et al. (1985), distribusi ikan terbang di perairan
Indonesia terdapat di wilayah perairan bagian barat maupun bagian timur
Indonesia. Beberapa wilayah perairan yang merupakan wilayah distribusi ikan
terbang di Indonesia antara lain Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda, Laut
Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, Teluk Tomini dan Laut Jawa.
C. Tingkah Laku Dan Reproduksi Ikan Terbang
1. Tingkah Laku Ikan Terbang
Ikan terbang tergolong ikan pelagis kecil, hidup di permukaan laut,
termasuk perenang cepat, dapat tertarik oleh cahaya pada malam hari, dan
mampu meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara.
Kecepatan renang ikan terbang 35-40 mil per jam dan dapat mencapai 100
m dalam waktu kurang lebih 10 detik.
Penelitian mekanisme terbang ikan ini telah diteliti dengan bantuan
alat fotografi (Stroboscopic filming) untuk pengembangan ilmu pengetahuan
aerodinamika. Tingkah laku ikan terbang diuraikan oleh, bahwa sirip dan
gelembung gas mempunyai peranan keseimbangan di udara. Sirip dada
7

(pectoral fin) yang lebar berfungsi sebagai alat keseimbangan terutama


pengaruh grativasi. Sirip ekor sebagai alat pendorong ketika akan mulai
terbang (taxing flight). Sirip dada dikendalikan oleh otot-otot aerobik
masing-masing, otot lateral membuka sayap dan otot medial melipat sayap.
Dalam proses terbang, pertama-tama ikan berenang mendekati
permukaan air dengan sayap terlipat, kemudian keluar dari permukaan laut
dengan dengan sudut 30o dari permukaan air, sayap dibuka lalu melakukan
taxing flight sekitar 5 -25m. Pada saat taxing flight, sirip ekor berputar
setengah lingkaran sebanyak 50-70 kali/detik untuk menimbulkan dorongan,
kemudian ikan lepas dari permukaan air dan terbang dengan kecepatan
sekitar 72 km/jam. Setelah mencapai jarak 50m dengan ketinggian sekitar 8
m ikan mulai turun dan ekornya masuk terlebih dahulu ke dalam air.
Kemudian ekor kembali mendorong untuk melakukan terbang ulang. Dalam
waktu 30 detik akan menempuh jarak sekitar 400 m setelah melalui
beberapa kali terbang. Tingkah laku ini bertujuan untuk menghindar dari
predator dan gangguan kapal, serta untuk menghemat energi dalam
pencarian makanan. Berdasarkan kemampuan terbang ini, maka ikan
terbang dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok monoplanes dan
biplanes. Kelompok monoplanes seperti genus Exocoetus, terbang ke udara
tanpa meluncur di permukaan air terlebih dahulu dan dapat menempuh jarak
kurang lebih 20 m. Ikan terbang monoplanes ini memiliki kemampuan
terbang yang

relatif lebih rendah dibandingkan kelompok ikan terbang

bersayap empat (biplanes). Kelompok biplanes memiliki cara terbang lebih


sempurna sebagaimana ditemukan pada spesies-spesies dari genus
Cypselurus (Hutomo et al., 1985)
2. Reproduksi Ikan Terbang
Dalam proses mempertahankan eksistensinya, masing-masing spesies
mempunyai strategi reproduksi. Strategi reproduksi adalah semua pola dan
ciri khas reproduksi yang diperlihatkan oleh individu dari suatu spesies
termasuk sifat bawaan yang kompleks, misalnya ukuran atau umur pertama
8

matang gonad, diameter telur, ukuran gamet, dan sebagainya. Tingkat


kematangan gonad dapat diketahui melalui pengamatan morfologi dan
histologi gonad.
a. Nisbah Kelamin Ikan Terbang
Nisbah kelamin atau sex rasio merupakan perbandingan jumlah
ikan jantan dengan ikan betina dalam suatu populasi dan kondisi ideal
untuk mempertahankan suatu spesies adalah 1:1 (50 % jantan & 50 %
betina), namun seringkali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan tingkah laku ikan yang suka
bergerombol, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan. Dalam ruaya
ikan untuk memijah, perubahan nisbah kelamin terjadi secara teratur.
Pada awalnya ikan jantan lebih dominan kemudian berubah menjadi 1:1
diikuti dengan dominansi ikan betina. Perubahan ini terjadi pada saat
menjelang dan selama pemijahan.
b.Tingkat Kematangan Gonad Ikan Terbang
Menurut Effendie (2002), Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah
ikan memijah Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan,
sebagian hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad
akan bertambah besar dengan semakin bertambah besar ukurannya.
Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad berhubungan
dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang memengaruhinya
terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan pada saat
pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie, 2002). Akibat
adanya kecepatan tumbuh ikan muda yang berasal dari telur yang
menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai matang gonad pada
umur yang berlainan. Pada umumnya ikan jantan mencapai matang
gonad lebih awal daripada betina, baik selama hidupnya maupun satu kali
musim pemijahan.

Menurut Lagler et al. (1977), faktor yang memengaruhi ikan


pertama kali matang gonad adalah spesies, umur, ukuran dan sifat
fisiologis ikan dalam hal kemampuan adaptasi. TKG dapat ditentukan
melalui 2 cara, yaitu secara morfologis dan histologis. Secara morfologis,
yaitu dilihat dari bentuk, panjang, berat, warna dan perkembangan isi
gonad. Secara histologis, yaitu dengan melihat anatomi perkembangan
gonadnya.
c. Diameter Telur
Menurut Hoar (1957), ovarium yang mengandung telur masak
berukuran sama semua (merata) menunjukkan waktu pemijahan yang
pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus
ditandai oleh banyaknya ukuran yang berbeda di dalam ovarium.
Semakin meningkatnya TKG menyebabkan semakin besar pula diameter
telurnya (Effendie, 2002). Menurut Tamsil (2000), telur yang berukuran
besar mempunyai kemampuan untuk menyangga kehidupan embrio yang
ada di dalamnya dan menopang kehidupan larva sebelum mendapatkan
makanan dari luar.
D. Populasi Ikan Terbang
Hasil penelitian struktur populasi ikan terbang masih sangat terbatas
termasuk di Indonesia. Di Indonesia, Fahri (2001) melaporkan ikan terbang
Selat Makassar, Teluk Manado, dan Teluk Tomini masing-masing terpisah
secara genetik sehingga ikan terbang digolongkan bukan peruaya jauh.
Informasi terakhir dilaporkan oleh Ali (2005), ikan terbang Laut Flores
dengan ikan terbang Selat Makassar secara fenotipe (morfometrik) masingmasing merupakan sub-populasi yang berbeda. Kelompok ikan terbang Laut
Flores dan Selat Makassar mempunyai hubungan kekerabatan atau jarak
genetik yang jauh. Ikan terbang Laut Flores mempunyai keragaman
morfometrik individu lebih rendah dibanding Selat Makassar. Penangkapan
berlebihan ikan terbang di Laut Flores kemungkinan menyebabkan kehilangan
10

individu dan potensi genetik lebih besar, sehingga mempunyai heterozigositas


lebih rendah dibanding ikan terbang Selat Makassar.
Selanjutnya, Ali (2005) melaporkan adanya perbedaan fenotipe antara
kelompok ikan terbang yang tertangkap di sekitar perairan Takalar, Pare-Pare
dan Majene. Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat
Makassar sangat berbahaya terhadap risiko overfishing dan kepunahan, karena
penangkapan berlebihan pada satu sub-populasi daerah tertentu sulit digantikan
oleh rekrutmen dari sub-populasi daerah lain, karena ikan terbang tergolong
bukan peruaya jarak jauh. Penurunan populasi ikan terbang di Selat Makassar
akibat kelebihan penangkapan menyebabkan beberapa nelayan berhenti atau
mencari daerah penangkapan lain di luar Selat Makassar, seperti di perairan
Maluku dan Papua. Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang pada wilayah
perairan

tertentu

perlu

dipertimbangkan

di

dalam

perencanaan

dan

pengelolaan, seperti sub-populasi ikan terbang di Selat Makassar dan subpopulasi ikan terbang di Laut Flores memerlukan perencanaan dan pengelolaan
terpisah. Pemisahan sub-populasi ikan terbang Hirundichthys affinis di wilayah
perairan tengah barat Atlantik secara genetik. Melalui analisis DNA, terdapat
tiga sub-populasi ikan terbang Hirundichthys affinis yang berbeda, yaitu satu
sub-populasi berlokasi di sebelah timur Karibia, satu di sebelah selatan Antilen
Belanda, dan satu lagi di sebelah timur laut Brazil.
E. Makanan Dan Predator Ikan Terbang
Menurut Effendie (2002), ikan dikelompokkan berdasarkan makanannya,
yaitu sebagai pemakan plankton, pemakan tumbuhan air, pemakan dasar,
pemakan detritus, pemakan daging dan pemakan campuran. Berdasarkan
kepada jumlah variasi dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi
menjadi euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan,
stenophagic yaitu ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit
dan monophagic, yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam
makanan saja.

11

Ketersediaan makanan di suatu perairan (meliputi jumlah dan kualitas


makanan serta kemudahan mendapatkan makanan tersebut) merupakan faktor
yang memengaruhi besarnya populasi ikan di perairan tersebut. Ketersediaan
makanan di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi biotik dan abiotik
lingkungan, seperti suhu, cahaya, ruang hidup dan luas permukaan (Effendie,
2002).
Ali (1981) mengatakan bahwa ikan terbang dari spesies Hirundichthys
oxycephalus di Laut Flores memakan plankton yang dikelompokkan dalam tiga
kelompok, yaitu algae, Crustacea dan Chaetognatha. Kelompok makanan yang
mempunyai nilai indeks bagian terbesar ( index of preponderance) adalah
crustasea (70,93%) yang terdiri dari Copepoda, Cladocera, Decapoda,
Mysidacea dan Amphipoda yang merupakan makanan utama, kemudian
kelompok makanan algae (20,69%) yang terdiri dari Coscinodiscus,
Chaetoceros, Rhizosolenia, Thalassiosira, dan Planktoniella, serta kelompok
Chaetognatha (8,38%) terdiri dari Sagitta (Gambar 2.3). Predator yang banyak
memangsa ikan terbang di antaranya lumba-lumba, ikan tuna, ikan cakalang,
dan ikan layaran.
F. Manfaat Ikan Terbang
Hasil penelitian tentang potensi dan tingkat pemanfaatan ikan terbang di
Indonesia juga masih terbatas pada wilayah perairan Sulawesi Selatan (Selat
Makassar dan Laut Flores). Di perairan Sulawesi Selatan potensi hasil
maksimum lestari (MSY) telah mengalami penurunan (Ali et al., 2004a).
Penurunan potensi lestari dari tahun ke tahun menjadi indikator terjadinya
overfishing akibat tidak adanya pengelolaan.
Penurunan potensi MSY ikan terbang di perairan Sulawesi Selatan juga
ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yaitu antara tahun 19751979 sebesar 12.293 ton (Dwiponggo et al., 1983), kemudian antara tahun
1987-1991 sebesar 6.066 ton/tahun (Nessa et al., 1993), dan antara tahun 19912002 sebesar 5.770 ton/tahun. Kejadian ini menunjukkan antara tahun 19751979 dan 1991-2002 terjadi penurunan potensi lestari sekitar 47 %. Penurunan
12

potensi MSY dalam tempo 27 tahun adalah merupakan refleksi dari


kemerosotan populasi ikan terbang akibat penangkapan berlebihan.
Penurunan secara kuantitatif seperti potensi lestari dapat menjadi kriteria
kategori resiko ancaman kepunahan spesies. Kriteria kemerosotan secara
kuantitatif populasi populasi 50 % dalam tempo 10 tahun dapat dikategorikan
berbahaya ( endangered), penurunan ini tidak termasuk pengurangan 50 % dari
populasi virtual sebagai pemanfaatan MSY dalam manajemen perikanan.
Produksi ikan terbang di Provinsi Bali yang dilaporkan oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali (2006) dari tahun 1998-2004 secara
berurutan, yaitu 983 ton; 1.790 ton; 969 ton; 426 ton; 468 ton; 5.111 ton dan
4.990 ton, dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun 163,3 %. Daerah
penangkapan ikan terbang mulai dari bagian utara Bali sampai ke Selat Bali.
Nelayan jaring ikan terbang terkonsentrasi di perairan Pemuteran, Kabupaten
Buleleng. Di Bali, pada umumnya hasil tangkapan ikan terbang hanya
dimanfaatkan dan dipasarkan oleh penduduk sekitar (non-ekspor), baik dalam
kondisi segar maupun yang dibuat ikan asap.

Ikan terbang yang diasap di Desa Sririt, Pemuteran, Kabupaten Buleleng,


Provinsi Bali
Nelayan di Makassar rajin berburu telur ikan terbang karena harga
jualnya yang cukup tinggi. Satu kilogramya saja, nelayan bisa menjual dengan
harga sekitar 200 sampai 500 ribu rupiah. Itu pun jika dijual di Negara sendiri
13

saja. Kadang, beberapa nelayan memiliki kenalan pengusaha eksportir dimana


mereka mampu mengekspor telur-telur ikan tersebut dengan harga yang lebih
menguntungkan lagi.
Ikan terbang umumnya bertelur pada sekiar bulan April sampai
September. Pada musim telur ini, setiap nelayan bisa mendapatkan telur ikan
hingga puluhan bahkan ratusan telur ikan terbang segar dalam satu kali
pelayaran. Padahal, nelayan hanya perlu sekitar 2-3 hari untuk sekali berlayar.
Maka, dapat dibayangkan betapa besar keuntungan yang diperoleh para
nelayan tersebut jika mereka rajin berlayar pada musim ini. Di musim tersebut,
omset perdagangan telur ikan terbang di Makassar dapat mencapai miliaran
rupiah per harinya.
Menjadi nelayan telur ikan terbang di Makassar merupakan profesi
yang sangat umum di daerah pesisir. Pada awalnya dulu, hanya ada satu orang
saja yang menjadi nelayan semacam itu di sana, yaitu seorang warga Makassar
peranakan Cina. Karena orang tersebut sukses besar, maka banyak warga lain
yang mengikuti caranya.
Di

Negara-negara

Asia

Timur, telur ikan terbang banyak


digunakan pada sushi. Warnanya
yang oranye terang tampak cerah
dan menggugah selera. Untuk
membuat sushi, telur ikan terbang
tidak perlu dimasak terlalu lama.
Wajar saja, karena orang Jepang
kebanyakan memang menyukai ikan mentah untuk sushi.
Sementara itu, di Makassar sendiri, masyarakat setempat pun punya cara
sendiri untuk memasaknya, salah satunya yaitu dibuat acar. Untuk
membuatnya, mula-mula telur ikan terbang tersebut direbus sampai matang.
Namun, jangan sampai terlalu matang karena akan mencerai beraikan ikatan
antar telurnya. Setelah itu, rebusan telur ini dapat dicampur dengan berbagai
macam bumbu dan pelengkap, kemudian disajikan dalam keadaan hangat.
14

Seperti halnya produk makanan lain, telur ikan terbang mengandung


protein yang tinggi. Selain itu, telur ikan terbang juga mengandung banyak
Omega 3 yang sangat baik bagi otak. Itulah sebabnya orang Jepang sangat
gemar mengkonsumsi makanan yang satu ini.
G. Upaya Untuk Menjaga Kelestarian Dari Ikan Terbang
Kebutuhan akan rencana pengelolaan perikanan merupakan sesuatu hal
yang mutlak dalam usaha perikanan terutama perikanan tangkap, karena
eksploitasi perikanan dengan cara-cara yang tidak bijaksana akan sangat
berdampak negatif bagi sumberdaya perikanan. Dalam Lokakarya Nasional
Perikanan Ikan Terbang di Makassar, 20-21 September 2005, telah disepakati
bahwa ikan terbang sangat perlu dilindungi dari kondisi tangkap lebih (overexploitation), yaitu dengan membuat suatu Rencana Pengelolaan Perikanan
(RPP). Namun data dan informasi dari seluruh Indonesia belum dapat
memenuhi kebutuhan RPP, sehingga diprioritaskan bagi wilayahwilayah yang
telah memiliki data dan informasi yang cukup lengkap untuk memulai
membuat RPP. Untuk itu, telah disepakati bahwa RPP ikan terbang akan
dimulai untuk wilayah Selat Makassar dan Laut Flores. Pertimbangan dalam
memilih kedua wilayah laut ini untuk mewujudkan RPP ikan terbang, yaitu
keanekaragaman jenis ikan terbang yang tinggi, kecenderungan produksi
perikanan yang menurun dalam 30 tahun terakhir, dan kelengkapan data dan
informasi yang sudah dikompilasi.
ALI (2006) telah merangkum beberapa pemikiran dan hasil diskusi
tentang RPP untuk wilayah Selat Makassar dan Laut Flores dalam bentuk visi,
misi dan strategi. Visi dari RPP tersebut adalah terwujudnya pengelolaan
sumberdaya ikan terbang yang optimal dan lestari untuk kesejahteraan
masyarakat, terutama masyarakat nelayan/pesisir. Sedangkan misi RPP yang
telah disusun adalah :
1. Melindungi, mengelola, mendayagunakan sumberdaya ikan terbang secara
rasional, terpadu dan berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan antara
pemanfaatan dan pelestarian;
15

2. Mengembangkan pengelolaan kooperatif antar semua fihak pemangku


kepentingan dengan mempertimbangkan prioritas ekonomi nasional,
kebutuhan

masyarakat

lokal,

kelestarian

sumberdaya,

selain

mempertimbangkan kepentingan regional;


3. Meningkatkan kesadaran dan kerjasama pemangku kepentingan di dalam
pengelolaan

sumberdaya

ikan

terbang,

dan

mengembangkan

pola

pengelolaan berbasis masyarakat;


4. Mengembangkan mekanisme dan landasan pengelolaan berdasarkan data
ilmiah

tentang

potensi,

bentuk-bentuk

pemanfaatan

lestari

dan

pendayagunaan berlandaskan daya dukung sumberdaya.


Untuk dapat mewujudkan visi dan misi ini menjadi kenyataan, maka
diperlukan beberapa strategi, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pemangku kepentingan akan
pentingnya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya ikan
terbang;
2. Meningkatkan program penelitian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengelolaan dan konservasi ikan
terbang yang berkelanjutan serta peningkatan nilai tambah;
3. Mengembangkan pusat studi dan sistem informasi perikanan ikan terbang;
dan
4. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pengelolaan, keterpaduan, dan
keterlibatan pihak pemangku kepentingan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ikan terbang


memiliki struktur unik untuk mendukung kemampuan terbangnya. Ikan terbang
juga memiliki potensi pemanfaatan yang tinggi terutama telurnya sehingga
banyak dieksploitasi dan mengancam keberadaan ikan terbang di alam.
Untuk itu perlu diadakan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) dari
penangkapan ikan terbang ini sebagai upaya untuk melestarikan dan menjaga
keberadaan ikan terbang di alam.
B. Saran
Sebagai khalifah di bumi sangatlah penting untuk mengelola dan
menjaga kelestarian makhluk hidup di bumi ini termasuk ikan terbang. Jika
ikan terbang diekploitasi secara berlebihan oleh manusia maka akan sangat
mungkin terjadi kepunahan, karena ikan terbang juga memiliki predator alami
di habitatnya.
Mengingat keterbatasan sumber dan referensi dari pembendaharaan
pustaka penulis dan kekurangan penulisan, maka penulis menyarankan kepada
pembaca untuk mencari referensi yang lain dan jangan pernah puas atas ilmu
yang telah didapat.

Daftar Pustaka
Ali, S. A. (1981). Kebiasaan Makan, Pemijahan, Hubungan Berat Panjang dan
Faktor Kondisi Ikan Terbang Cypselurus oxycephalus (Bleeker) di Laut Flores,
Sulawesi Selatan, Makassar. Tesis Pascasarjana UNHAS : 49 hlm.
Ali, S. A. (2005). Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang,
Hirundichthys oxycephalus (Bleeker, 1852) di Laut Selat Makassar. Makassar.
Disertasi Pascasarjana UNHAS.
17

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali (2006). Laporan Tahunan Program
Pengembangan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Denpasar : 76 hlm.
Dwiponggo,, A. T. Sujastami., dan S. Nurhakim. (1983). Pengkajian Potensi dan
Tingkat Pengusahaan Perikanan Torani di Perairan Sulawesi Selatan. Laporan
Penelitian Perikanan Laut, 25 : 1 12.
Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pustaka
Nusantara : 163 hlm.
Fahri, S. (2001). Keragaman Genetik Ikan Terbang, Cypselurus poisthopus di
Perairan Teluk Mandar, Teluk Manado dan Teluk Tomini Sulawesi Selatan.
Bogor : Program Pasca Sarjana IPB : 53 hlm.
Hutomo, M., Burhanudin, dan S. Martosewojo. (1985). Sumber Daya Ikan
Terbang. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI.
Nessa, M. N., H. Sugondo, J. Andarias dan A. Rotentondok. (1977). Studi
Pendahuluan Terhadap Perikanan Ikan Terbang di Selat Makassar . Lontara :
Lembaga Pangabelat Makassar, 13 : 643-669.
Sihotang, S. (2004). Pengembangan Perikanan Ikan Terbang (Cypselurus spp.) di
Sulawesi Selatan. Bogor : Disertasi Program Pasca Sarjana IPB : 286 hlm.
Syahailatua, A. (2004a). Ikan Terbang antara Marga Cypselurus dan
Cheilopogon. Oseana, 19 : 1 7.
Syahailatua, A. (2006). Perikanan Ikan Terbang di Indonesia : Riset Menuju
Pengelolaan. Oseana, 19 : 21 31.

18

Anda mungkin juga menyukai