Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
Akalasia esofagus adalah gangguan motilitas esofagus yang ditandai
dengan tidak adanya peristaltik esofagus dan gangguan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah. Penyebab pasti penyakit ini belum diketahui. Secara histopatologik
kelainan ini ditandai dengan adanya degenerasi ganglia pleksus mienterikus.
Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul
pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi
tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi.1,2

BAB 2
INSOMNIA PADA GERIATRI
2.1. Definisi
Akalasia esofagus adalah gangguan motilitas esofagus yang penyebabnya
tidak diketahui yang ditandai dengan aperistaltik esofagus dan gangguan relaksasi
sfingter esofagus bagian bawah. Secara histopatologik kelainan ini ditandai oleh
degenerasi ganglia pleksus mienterikus. Berdasarkan Chicago klasifikasi pada
pasien dengan gangguan motilitas esofagus dengan pemeriksaan high-resolution
manometry (HRM) yaitu akalasia tipe I, II dan tipe III.1,8
Akalasia esofagus

tipe I dengan ciri adanya gangguan relaksasi dan

pelebaran esofagus dengan minimal tekanan esofagus, tipe II

dengan ciri

terdapatnya tekanan di seluruh esofagus dan tipe III dengan ciri adanya kontraksi
spastik di segmen esofagus distal. Pasien dengan tipe II akalasia memiliki
prognosis yang terbaik, karena mereka lebih mungkin untuk diterapi dengan
Pneumatic Dilatation (PD) atau Laparoskopi Heller Myotomy (LHM)
dibandingkan pasien dengan akalasia tipe I atau tipe III.7,8
2.2. Epidemiologi
Akalasia merupakan kasus yang jarang. Insidensi dari penyakit akalasia ini
adalah sekitar 1:100.000 penduduk dan dengan prevalensi sekitar 10:100.000
penduduk dengan distribusi laki-laki perempuan sama. Tidak ada predileksi
berdasarkan ras. Akalasia terjadi pada semua umur dengan kejadian dari lahir
sampai dekade 7-8 dan puncak kejadian pada umur 30-60 tahun.5
Data Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
didapatkan 48 kasus dalam kurun waktu 5 tahun (1984-1988). Sebagian besar
kasus terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang
hampir sama. Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap
tahun dan sebagian besarnya pada usia 25-60 tahun dan hanya sedikit pada anakanak. Kelainan ini tidak diturunkan dan biasanya membutuhkan waktu bertahuntahun hingga menimbulkan gejala.4,5

BAB 3
TATALAKSANA AKALASIA ESOFAGUS
Akalasia esofagus merupakan gangguan motilitas esofagus yang ditandai
dengan tidak adanya peristaltik esofagus dan gangguan relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah dan secara histopatologik kelainan ini ditandai dengan adanya
degenerasi ganglia pleksus mienterikus. Terapi yang mampu mengembalikan
aktivitas peristaltik esofagus dan memperbaiki gangguan relaksasi spingter
esofagus bagian bawah belum ada. Walaupun demikian terapi yang selama ini
diberikan adalah untuk mengurangi tekanan spingter esofagus bawah dengan tiga
tujuan utama yaitu menghilangkan gejala akalasia esofagus terutama disfagia dan
regurgitasi, memperbaiki pengosongan esofagus, dan mencegah terjadinya
megaesofagus.1,5

BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Akalasia esofagus adalah gangguan motilitas esofagus yang penyebabnya
tidak diketahui yang ditandai dengan aperistalsis esofagus dan gangguan
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah.
2. Diagnosis

akalasia

esofagus

ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klinis yang sering


ditemukan pada akalasia esofagus adalah disfagia, regurgitasi, heartbun,
dan nyeri dada. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah barium
esofagogram, endoskopi, dan manometri sebagai gold standar untuk
diagnosis akalasia esofagus.
3. Farmakoterapi yang dapat diberikan adalah farmakoterapi oral berupa
nitrat dan calcium chanel bloker dan farmakoterapi via endoskopi berupa
injeksi botulinum toxin yang diberikan pada pasien dengan resiko tinggi
tindakan bedah.
4. Pneumatic dilation (PD) dan tindakan bedah Laparascopic Heller
Myotomi LHM) merupakan modalitas terapi yang mempunyai efikasi yang
baik pada talaksanaa pasien dengan akalasia esofagus.
5. Peroral Endoscopic Myotomi (POEM) merupakan modalitas terapi baru
yang bersifat minimal invasif berbasis endoskopi mempunyai efikasi yang
baik dalam tatalaksana akalasia esofagus.
4.2. Saran
1. Perlunya pemahaman yang lebih lanjut tentang talaksanaan akalasia
esofagus.
2. Perlunya penambahan sarana dan prasarana yang mendukung untuk dapat
mentalaksana pasien dengan akalasia esofgus dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Patel DA, Kim HP, Zifodya JS, Vaezi MF. Idiopathic (primary) achalasia: a
review. Orphanet Journal of Rare Diseases. 2015. Vol.10: p89-110
2. Richter JE. Achalasia - An Update. Journal of Neurogastroenterology Motil.
2010. Vol. 16 p.102-122
3. Pohl D, Tutuian R. Achalasia: an Overview of Diagnosis and Treatment.
Journal of Gastrointestinal Liver Disease. 2007. Vol.16. No 3, 297-303
4. Bakri F. Akalasia. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keenam.
Editor Sudoyo AW, Setiohadi, Alwi I, Simadibrata, Setiati S. Penerbit Interna
Publising. 2014: 1743-1748
5. Vaezi M, Pandolfino J, Vela M. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and
Management of Achalasia. The American Journal of Gastroenterology. 2013.
p.1-12
6. Pandolfino JE, Kahrilaz PJ. Presentation, Diagnosis, and Management of
Achalasia. Journal of Gastroenterology and Hepatology. 2013. Vol.11. p887897
7. Ramirez M, Patti MG. Changes in the Diagnosis and Treatment of Achalasia. J
Clinical and Translational Gastroenterology. 2015. Vol.6. e87
8. Fox M, Kahrilaz PJ, Pandolfina JE, Werner, Smouth AJ, Schwiezer D, et al.
Chicago Classification Criteria of Esophageal Motility Disorders Defined in
High Resolution Esophageal Pressure Topography (EPT). J Neurogastroenterol
Motil. 2012. Vol. 24 : p5765
9. Inoue H, Minami H, Kobayashi Y, Sato Y, Kaga M, Suzuki M, et al. Peroral
endoscopic myotomy (POEM) for esophageal achalasia. Journal of Endoscopy.
2010. Vol. 42. p265271
10. Barbieri LA, Hassan C, Rosati R, Romario UF, Correale L, Repici A.
Systematic review and meta-analysis: Efficacy and safety of POEM for
achalasia. United European Gastroenterology Journal. 2015. Vol. 3(4). p325
334
11. Matsuo K, Palmer JB. Anatomy and Physiology of Feeding and Swallowing :
Normal and Abnormal. Physiology Medicine Rehabilitation Clinical. 2008.
Vol.19(4): p691707

Anda mungkin juga menyukai