TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Pterigium atau Winglike, merupakan suatu pertumbuhan jaringan
fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif, berbentuk
triangular dengan apeks di kornea. Pterigium mudah meradang dan bila terjadi
iritasi, akan berwarna merah dapat mengenai kedua mata.1,2,3
Pterigium merupakan kelainan mata yang umum di banyak bagian dunia,
dengan prevalensi yang dilaporkan berkisar antara 0,3%-29%. Studi
epidemiologis menemukan adanya asosiasi terhadap paparan sinar matahari
yang kronis, dengan meningkatnya prevalensi geografis 'sabuk pterigium'
dalam garis peri-khatulistiwa 37o lintang utara dan selatan khatulistiwa. Pada
populasi yang terkena, pertumbuhan pterigium telah terlihat pada remaja muda
dan banyak terjadi di masyarakat di padang pasir. Pterigium terlihat hampir
dua kali lebih sering pada laki-laki daripada wanita.4
Berdasarkan beberapa faktor diantaranya adalah jenis kelamin dan umur.
Pterygium dilaporkan bisa terjadi pada golongan laki-laki dua kali lebih
banyak dibandingkan wanita. Pterigium lebih sering terjadi pada pria tua yang
melakukan pekerjaan di luar rumah. Jarang sekali orang menderita pterigium
umurnya di bawah 20 tahun. Untuk pasien umurnya diatas 40 tahun
mempunyai prevalensi yang tertinggi, sedangkan pasien yang berumur 20-40
tahun dilaporkan mempunyai insidensi pterigium yang paling tinggi.5
2.
Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri dari
retikulum jaringan ikat halus dengan jerat di mana terdapat
limfosit.
3.
Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis.
Lapisan ini lebih tebal dari lapisan adenoid, kecuali di daerah konjungtiva
tarsal, di mana lapisan ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh
dan saraf dari konjungtiva. Lapisan ini bersatu dengan mendasari kapsul
Tenon di daerah konjungtiva bulbar.
Konjungtiva berisi dua jenis kelenjar, yakni kelenjar sekresi musin dan
kelenjar lakrimalis aksesoris. Kelenjar ini terdiri dari sel goblet (kelenjar
uniseluler yang terletak di dalam epitel), Crypts of Henle (terdapat di
konjungtiva tarsal) dan kelenjar Manz (ditemukan dalam konjungtiva limbal).
Kelenjar-kelenjar ini mensekresi mucus yang penting untuk membasahi
kornea dan konjungtiva. Kelenjar lakrimalis aksesoris terdiri dari: Kelenjar
Krause (terdapat pada jaringan ikat subconjunctival forniks, sekitar 42 buah di
atas forniks dan 8 buah di bawah forniks) dan kelenjar Wolfring (terdapat di
sepanjang batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus
inferior).6
konjungtiva
posterior
membentuk
anastomosis
dengan
arteri
dipersarafi
oleh
cabang
dari
lakrimal,
infratrochlear,
10
11
12
Gambar 4. (A) Pterigum stadium I; (B) Pterigum stadium II; (C) Pterigum
stadium III
(Dikutip dari kepustakaan 6,10)
2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Pasien dengan pterigium datang dengan berbagai keluhan, mulai dari
tanpa gejala atau asimtomatik pada tahap awal, sampai dengan gejala
kemerahan yang signifikan, pembengkakan, gatal, iritasi. Pterigium akan
bergejala pada penglihatan ketika bagian kepalanya menginvasi bagian
tengah kornea dan aksis visual. Selain itu, kekuatan tarikan yang terjadi
pada kornea dapat menyebabkan astigmatisme kornea. Pterigium lanjut
yang menyebabkan skar pada jaringan konjungtiva juga dapat secara
13
b. Pemeriksaan fisik
Suatu pterigium dapat tampak sebagai salah satu dari berbagai
perubahan fibrovaskular pada permukaan konjungtiva dan kornea.
Pterigium mungkin terjadi unilateral atau bilateral. Penyakit ini muncul
sebagai lipatan segitiga konjungtiva yang mencapai kornea. Pterigium
paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi ke kornea
nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal, serta di
lokasi lainnya. Deposisi besi kadang-kadang terlihat pada epitel kornea
anterior disebut Stockers line.
Sebagai progresifitas penyakit, meningkat ukuran lesi dan menjadi
lebih jelas terlihat tidak menyenangkan dari sisi kosmetik bagi pasien.
Pertumbuhan lebih lanjut dapat menyebabkan gangguan visual karena
dapat menyebabkan astigma atau perambahan langsung ke sumbu visual.
Pterigium terdiri dari tiga bagian:2,3,7
- Caput
- Apeks (bagian apikal yang muncul pada kornea),
- Collum (bagian limbal),
- Corpus (bagian sklera) membentang antara limbus dan kantus.
14
Gambar 6. Pingueculum
(Dikutip dari kepustakaan 6)
2. Pseudopterigium
Pterigium harus dibedakan dari pseudopterigium. Pseudopterigium
adalah lipatan konjungtiva bulbar yang melekat pada kornea. Hal ini
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea.
15
Biasanya terjadi pada luka bakar akibat zat kimia pada mata. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan
kornea.1,7,9
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea
yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus
kornea,
dimana
konjungtiva
tertarik
dan
menutupi
kornea.
Pterigium
Pseudopterigium
Pinguekulum
Sebab
Proses
degeneratif
Iritasi atau
kualitas higienitas
air yang kurang.
Sonde
Tidak dapat
dimasukkan
dibawahnya
Dapat dimasukkan
dibawahnya
Kekambuha
n
Residif
Tidak
Tidak
16
Usia
Dewasa
Anak-anak
Lokasi
Konjunctiva
yang dapat
mencapai kornea
Dewasa &
anak-anak
Terbatas pada
konjuntiva bulbi
2.7 Penatalaksanaan
Hanya ada sedikit konsensus dalam komunitas oftalmologi yang
meneliti tentang manajemen medis dan bedah yang optimal pada peterigium.
Pada awal proses penyakit, dokter sering mengambil pendekatan
konservatif, membatasi terapi untuk pebobatan secara lubrikasi. Karena
radiasi UV diyakini menjadi faktor risiko penting, dokter harus
merekomendasikan bahwa pasien dengan peterigium stadium awal
menggunakan kacamata pelindung yang tepat. Jika lesi tumbuh terus,
intervensi bedah menjadi lebih penting. 3
Pasien dengan pterigium dapat hanya diobervasi kecuali lesi
menunjukkan pertumbuhan menuju pusat kornea atau pasien menunjukkan
gejala kemerahan yang signifikan, ketidaknyamanan, atau perubahan dalam
fungsi visual.3
1. Terapi Konservatif
Pengobatan konservatif pada pterigium terdiri dari topikal
lubricating drops atau air mata buatan (misalnya, refresh tears, gen teal
drops),
serta
sesekali
penggunaan
jangka
pendek
tetes
mata
17
penghilangan
pterigium
sekaligus
mempertahankan
18
3. Terapi adjuvant
Tingkat kekambuhan yang tinggi setelah operasi menjadi sebuah
masalah, dan terapi medis ajuvan telah dimasukkan ke dalam manajemen
penyembuhan dari pterigium. Penelitian telah menunjukkan bahwa
tingkat kekambuhan menurun jauh dengan penambahan terapi ini.
Namun, bukan tanpa komplikasi sendiri.3
MMC (Mitomycin C)
MMC telah digunakan sebagai pengobatan tambahan karena
kemampuannya untuk menghambat fibroblas. Efeknya mirip dengan
iradiasi beta. Namun, tingkat dosis yang aman dan efektif minimal
19
mencegah
terdiri
dari
penghapusan
menyeluruh
jaringan
abnormal,
20
2.10 Prognosis
Pterigium
adalah
suatu
neoplasma
yang
benigna.
Umumnya
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Mata merah dengan penglihatan normal. Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2011.
p:116-117
2. Suprapto N, Irawati Y. Pterigium. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
IV. Ed: Tanto C, Liwang F, Hanifa S, Pradipta E. Jakarta: media
Aesculapius. 2014. 370-371
3. Aminlari A, Singh R, Liang D. Manajemen of pterigium. 2010. p:37-38
4. Leonard PK, Jocelyn LL, Donald. Current concepts and technique in
pterigium treatment. Singapore: National university of Singapore and
Singapore Eye Research Institue; 2007. p:308-312
5. Fisher JP. Pterigium. Medscape. Amerika: American college of surgeons;
2013. p:1-4
6. Khirana AK. Comprehensive ophthalmology. Fourth edition. New Delhi:
New international publisher; 2007. p:51-54, 80-82
7. Solomon AS. Pterigium. Goldschleser eye research institute; 2006. p:664666
8. Detorakis ET, Spandidos DA. Pathogenetic mechanisms and treatment
option for ophthalmic pterygium: trends and perspectives. Yunani:
University of Crete; 2009. p:439-445
9. Pedoman diagnosis dan Terapi. Edisi III. Surabaya: Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo; 2006. p:102-104
10. Fransisco J, Verter G, Ivan R. Penyakit degeneratif konjungtiva. Dalam
Buku Vaugan dan Asburys General ophthalmology. Edisi 17. Jakarta:
EGC; 2014. p:119-120
11. Raju VK, Chandra A, Doctor R. Management of pterygium A brief
review. 2008.
22