BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Antibodi
Antibodi dibuat oleh tubuh untuk merespon serangan bakteri atau virus.
Antibodi ini melindungi tubuh terhadap serangan infeksi. Antibodi dihasilkan oleholeh sel limfosit dan dapat juga dihasilkan dengan menumbuhkan sel-sel ini dalam
laboratorium. Sel-sel tersebut kemungkinan menghasilkan sejumlah besar antibodi
yang sejenis, ini dikenal sebagai antibodi monoklonal. Untuk memahami bagaimana
hal ini bekerja, terlebih dahulu diperhatikan pengujian mekanisme alami dari tubuh
untuk membentuk antibodi. (http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2274042pembuatan-antibodi-monoklonal-dengan-hibridoma/)
B. Penetapan Struktur Dasar Molekul Antibodi
Pengertian yang pertama mulai muncul pada awal tahun 1960-an ketika
diketahui bahwa unit dasar antibodi itu terdiri dari dua rantai ringan (L) dengan berat
molekul 17.000 dan dua rantai berat yang identik (H) dengan berat molekul 35.000,
yang terikat menjadi satu dengan pengikat disulfida. (Istilah ringan dan berat ini
berkaitan dengan pembedaan dalam berat molekul rantainya). Setiap unit empat
rantai tersebut mengandung dua tempat pengikat identik untuk antigen dengan
suatu tempat yang sebagian terbentuk oleh asam-asam amino dari rantai ringan
spesifik dan sebagian oleh asam-asam amino rantai berat spesifik. Jika bagan dasar
antibodi telah ditentukan , maka rangkaian asam amino dari rantai-rantai komponen
ringan dan berat dapat ditentukan
homogen yang dibuat oleh sel-sel myeloma spesifik. Myeloma adalah sel-sel
(plasma) kanker yang memproduksi antibodi, dan pada tiap hewan semua sel tumor
myeloma merupakan keturunan dari satu sel kanker asli. Ini menjelaskan mengapa
semua molekul antibodi dari sembarang myeloma mempunyai rangkaian asam
amino yang sama. Baik rangkaian rantai ringan maupun rantai berat bervariasi dari
tipe antibodi yang satu dengan yang lainnya, tetapi dengan suatu cara yang seorang
pun tidak dapat mermalkannya dari semula. Meskipun setiap rantai mempunyai
rangkaian yang unik, namun hampir semua kespesifikan itu terbatas pada ujungujung terminal amino (Daerah-daerah variabel atau atau daerah-daerah V).
Setengah dari tiap rantai ringan dan tiga per empat dari tiap rantai berat mempunyai
rangkaian-rangkaian yang hampir identik (daerah tetap atau daerah-daerah C).
Gambar 1. Struktur suatu protein antibodi. Dua rantai ringan (berwarna) dan dua rantai berat (putih) terikat
menjadi satu oleh pengikat-pengikat disulfida. Rantai-rantai ringan dan berat itu masing-masing
mengandung satu unit variabel (VL dan VH) pada ujung terminal amino mereka . Rantai ringannya
juga mengandung satu unit tetap (C L); bagian tetap dari rantai berat mempunyai empat daerah (C H1,
CH2, CH3, dan daerah engsel). (Watson : 1988)
BAB II
PEMBAHASAN
1975, Georges
Khler, Csar
Milstein,
and Niels
Kaj
antibodi
monoklonal.
Berkat
temuan
antibodi
mendapatkan
hadiah nobel di bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1985. (Radji M. 2010)
Teknologi antibodi monoklonal yaitu teknologi menggunakan sel-sel sistem
imunitas yang membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita
tersusun dari sejumlah tipe sel yang bekerja sama untuk melokalisir dan
menghancurkan substansi yang dapat memasuki tubuh kita. Tipa tipe sel
mempunyai tugas khusus. Beberapa dari sel tersebut dapat membedakan dari sel
tubuh sendiri (self) dan sel-sel asing (non self). Salah satu dari sel tersebut adalah
sel limfosit B yang mampu menanggapi masuknya substansi asing dengan
spesivitas yang luar biasa.
Dengan mengetahui cara kerja anti bodi kita dapat memanfaatkannya untuk :
dengan
pendeteksian
dengan
menggunakan
Teknologi
antibodi
monoklonal relatif cepat, lebih akurat, dan lebih peka karena spesifitasnya tinggi.
Teknologi antibodi monoklonal saat ini digunakan untuk deteksi kehamilan, alat
diagnosis berbgai penyakit infeksi dan deteksi sel-sel kanker.
Cara imunisasi lain yang juga sering dilakukan adalah imunisasi sekali suntik
intralimpa (Single-shot intrasplenic immunization). Pada cara imunisasi konvensional
antigen dipengaruhi bermacam-macam faktor. Bila disuntikan ke dalam darah
sebagai besar akan dieliminasi secara alami, sedangkan melalui kulit akan tersaring
oleh kelenjar limfe, makrofag, dan sel retikuler. Hanya sebagaian kecil antigen yang
terlibat dalam proses respon imun. Oleh sebab itu untuk mencegah eliminasi antigen
oleh tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya
lebih baik dari cara konvesional.
2. Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa yang membuat antibodi akan cepat
mati, sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat
menciptakan sel hibrid yang terdiri dari gabungan sel limpa yang dapat membuat
antibodi dan sel mieloma yang dapat dibiakkan terus menerus, sehingga sel hibrid
dapat memproduksi antibodi secara terus-menerus, sehingga dalam jumlah yang
tidak terbatas secara in vitro.
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel
besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang
berbeda jenis yang disebut heterokarion. Pada waktu tumbuh dan membelah diri
terbentuk satu inti yang mengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid.
Frekuensi fusi dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis medium; perbandingan
jumlah sel limpa dengan sel mieloma; jenis sel mieloma yang digunakan; dan bahan
yang mendorong timbulnya fusi (fusogen). Penambahan polietilen glikol (PEG) dan
dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel.
3. Eliminasi sel induk yang tidak berfusi
Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma biasanya rendah, karena
itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar
sel hibrid dalam media selektif yang mengandunghypoxanthine, aminopterin,
dan tymidine (HAT).
Aminopterin menghambat jalur biosintesis purin dan pirimidin sehingga
memaksa sel menggunakan salvage pathway. Seperti kita ketahui sel mieloma
mempunyai kelainan untuk mensintesis nukleotida. Sel mieloma tidak mempunyai
enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphonibosyltransferase, sehingga sel
mieloma yang tidak berfusi akan mati karena tidak memiliki enzim tersebut,
sedangkan sel hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang
difusikan
dapat
menggunakan salvage
berkembang.
4. Isolasi dan pemilihan klan hibridoma
pathway sehingga
tetap
hidup
dan
Sel hibrid dikembangbiakan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan
membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma, tiap koloni kemudian dipelihara
terpisah satu sama lain. Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresikan antibodi
ke dalam medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan, dilakukan dengan
cara enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atauradioimmunoassay (RIA).
Pemilihan klon hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah
memilih sel hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan
antibodi
monoklonal
yang
tinggi
dan
stabil.
(http://vivalapharmacy.blogspot.com/2011/03/teknologi-pembuatan-antibodimonoklonal.html )
B. Metode Pembuatan Antibodi Monoklonal Secara In Vitro dan In Vivo
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang spesifik terhadap satu macam
epitop. Dalam pembuatan antibodi monoklonal dapat dilakukan dengan cara in vitro
dan in vivo. Secara in vitro antibodi monoklonal diproduksi dengan cara hibridisasi
sel myeloma dan sel limfa kemudian dibiakkan pada mikroplate 96 well dan
diinkubasikan pada inkubator 37C yang mengandung CO 2 5%, sedang secara in
vivo setelah hibridisasi diinokulasikan pada ruang peritoneal pada mencit, kemudian
cairan asites diisolasi dan dimurnikan sebagai antibodi monoklonal. Agar dalam
pengerjaan dan produksi antibodi monoklonal bebas dari kontaminasi dan hal yang
tidak diinginkan, maka diperlukan prosedur yang komprehensif.
1. Secara In Vitro
Thawing sel
Sel myeloma yang disimpan pada nitrogen cair cepat dicairkan padawater
bath dengan temperatur 37C. Lakukan dengan cara menuangkan sel; 1 ml ke
dalam tabung yang mengandung 10 ml medium MPM yang telah dipanaskan 37C.
Kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 450 g atau 1750 rpm,
stufe 3. Selanjutnya supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan dalam 7 ml MPM
yang dipanaskan 37C, setelah itu dimasukkan flash dan diinkubasikan selama 6
jam. Kemudian dilihat di bawah mikroskop inverted dan bila perlu dilakukan
perhitungan sel, jika selnya lebih dari yang diperlukan maka sel tersebut harus
diencerkan.
Pembekuan sel
Sel yang akan dibekukan sebaiknya sel yang berumur 2-3 hari agar setelah
di thawing sel yang hidup lebih banyak. Sel yang akan dibekukan pada
setiap tube/cryotube mengandung sel kurang lebih 2 x 10. Caranya yaitu sel yang
ditanam pada flash 45 ml dipanen dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 450
g selama menit. Supernatan yang positif klon Mab disimpan dan pelet
diresuspensikan dengan medium pembeku kemudian didinginkan secara pelanpelan dengan meletakkan dalam es selama 40 menit. Kemudian tambahkan medium
pembeku 1 ml yang telah didinginkan 4C. Sel ditaruh pada styrophor dan disimpan
pada frezer 70C selama 3 hari. Akhirnya sel disimpan di Nitrogen cair.
Kloning
Hitunglah sel dari mikroplate atau flash yang kecil kemudian diencerkan 500
sel per ml (4 ml per 96 well). Pada baris B-H diencerkan lagi sampai 7. Pada
pengenceran kei di uji. dua ditambahkan( 2 ml + 2 ml medium ). Setiap pengenceran
A-H stiap lubang (well) diberi 0,1 ml (1,2 ml). Sehingga setiap baris A 12 x 50
sel/well, untuk baris B 12 x 25 sel/well, dan seterusnya sehingga pada baris H 12 X
0,35 sel/well. Pengenceran
makrofag. Setelah 7 hari diuji. Klon yang positif pada pengenceran yang tinggi dipilih
dengan cara mengambil 2 ml kemudian dibekukan dan 1-2 kali dilakukan rekloning.
Fusi
1.
Empat minggu sebelum fusi pasase 3 sel myeloma di kultur, kemudian diseleksi
dengah antidote HGPRT-defisiensi (dalam 6-Thioguanin atau 8 Azaguanin (mg/ml) 1
: 100 selama 1-2 minggu.
2.
Sepuluh hari sebelum difusikan sel dicari eksponensial pertumbuahn sel (yang bagus
viabilitasnya harus 90%;
3.
4.
Mencit yang telah diimunisasi dilakukan booster sehari sebelum fusi, sel peritoneal 5
x 104/ml dilapiskan pada well 96 sebanyak 50 l/well (sel peritoneal dipanen
sebanyak 3 ml);
5.
Pada saat fusi, mencit dibunuh dan limfa diambil secara aseptis;
6.
Limfa dimasukkan ke dalam medium yang bebas serum sebanyak 10 ml yang telah
dipanaskan 37C dan kemudian dengan glass objek disayat-sayat kemudian ditekan
dengan pinset;
7.
Sisa jaringan kemudian dimasukkan pada tabung 50 ml dan letakkan pada inkubator
selama 5 menit;
8.
Supernatan diambil dan kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada level 3-4
dengan kecepatan 600 g atau 2000 rpm;
9.
Pelet kemudian diresuspensikan dengan 0.83% NH 4CL dan eritrosit dilisiskan pada
temperatur ruangan selama 2 menit;
10. Suspensi 9 ml medium dengan FCS dihangatkan dalam tabung 12 ml dan sel
myeloma pindahkan ke tabung 50 ml;
11. Kedua sel disentrifugasi dengan kecepatan 450 g atau 1750 rpm stufe 3 sampai 8
menit;
12. Kedua sel dipisahkan dengan cara mencuci menggunakan medium tanpa serum.
Myeloma mengumpul kemudian dipindah sebanyak 12 ml ke dalam tabung dan
sentrifugasi pada stufe 3 selama 5 menit.
13. Sel dihitung dan selanjutnya campur bersama dengan perbandingan 3 : 1, sel limfa :
myeloma kemudian disentrifugasi pada stufe 3;
14. Supernatan dipisahkan dengan sisa organ sedimen harus lembab, kemudian
diresuspensikan tanpa ada gumpalan:
15. Pada saat fusi semua medium dihangatkan, 44,4% 1 ml PEG dipanaskan selama
satu menit setelah autoklaf dan sebelum ditambah medium tanpa serum 1, 5 ml
selama 1 menit, 3 ml medium tanpa serum selama 2 menit dan sekali dicampur, 6 ml
MPM selama 2 menit dengan sekali dicampur;
16. Sel disentrifugasi dengan kecepatan 150 g atau 1000 rpm selama 1-2 menit;
17. Pelet diberi HAT dan diinkubasikan pada inkubator selama 30 menit, lakukan dengan
pelan-pelan;
18. Masukkan ke dalam plate klonisasi 9 x 105/well sekitar 2 tetes, 6 plate 96 well 2 x
105/well sampai kurang lebih 10 l untuk 12 plate;
19. Setiap 3-4 hari di makan 3 x HAT dan HT dan setelah itu setiap 10 hari diuji . Untuk
lebih jelas lihat gambar 3.
Gambar 3. Cara hibridisasi sel limfosit limpha mencit yang telah diimunisasi dengan sel myeloma mencit.
Kultur Sel
Persyaratan kultur sel yang perlu diperhatikan antara lain desinfektan untuk
alat, lantai, gas dalam inkubator, antibiotik, dan bahan-bahan pel lainnya karen
atoksik terhadap sel terutama akan merusak metabolisme sel dan sitogenitas sel.
Oleh karena itu harus ada aturan standar tersendiri terhadap teknisi dan kelompok
kerja di laboratorium. Selain itu juga harus dihindari adanya gas di dalam
laboratorium. Bahan-bahan untuk pencuci gelas dan alat yang sudah teruji antara
lain 7X ant 7X-o-matic, RBS-vitro, Deconex 20 NS, Decon 90. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah cryotube untuk membekukan sel boleh digunakan hanya satu
kali, di samping Itu juga material dan alat-alat harus diberi tanda khusus untuk kultur
sel dan tdak diperbolehkan digunakan yang lainnya.
Penyimpanan bahan-bahan plastik harus diberi sirkulasi udara yang baik
sehingga tidak terjadi kerusakan bahan tersebut, karena banyak mengandung
formaldehid yang sangak toksik terhadap sel. Oleh karena itu palstik yang lama tidak
dapat dipergunakan lagi. Kualitas air pada laboratorium tissue culture harus
disediakan beberapa tingkatan kualitas air terutama untuk fusi sel seperti proses
pertukaran ion sangat penting misalnya osmose diperlukan kualitas air tingkat II atau
aqua bidest. Selain itu juga diperlukan dimineralisasi dengan cara pertukaran ion
yaitu kation dan anion yang nantinya digunakan selain untuk pengenceran atau
membuat larutan juga untuk pencucian alat. Aqua destilata yang diproses dengan
menggunakan spiral pemanas dari besi atau metal tidak bisa digunakan, sebaiknya
dari glas kuarsa karena tidak merusak proses ionisasi. Oleh karena itu kualitas air
merupakan syarat utama dalam mengerjakan kultur sel.
Medium
Setelah selesai membeli medium, masalah yang timbul biasanya adalah kualitas air.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa medium yang masih di pak dan
diletakkan dalam lemari pendingin 4C tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan,
sedang medium yang terbuka lebih tidak tahan lama. Medium sejenis ini tidak dapat
digunakan untuk hibridoma sel .
Penyimpanan medium yang tidak mengandung serum paling lama 6 bulan,
jika terlalu lama maka kualitasnya berkurang. Medium tidak dapat dibekukan karena
serum dapat menghindari terjadinya presipitasi calsium. Medium yang mengandung
L-glutamin tidak stabil karena sifat l-glutamin adalah labil, sehingga bila ditambahkan
pada medium , maka medium jika disimpan pada suhu 4C tahan sampai 6 bulan,
sedang pada temperatur 37C bertahan sampai 1 minggu. Tetapi jika serum akan
menguraikan enzyme. Oleh karena itu tidak baik jika medium mengandung Lglutamin. Sebaiknya L-glutamin diencerkan 10 kai dan disimpan pada -70C..
Medium RPMI-1640 sering digunakan untuk mengklon, tetapi bahan yang
baik untuk kloning adalah campuran RPMI-1640 dengan 20 medium 199 karena
medium campuran berpengaruh terhadap nukleotide, di mana memblok azaserin
dan aminopterin.
Gambar 4. Sel hibridisasi antara sel myeloma dari mencit dan sel limfosit mencit yang telah
diimunisasi.
Pada gambar 4. Sel myeloma dari mencit dan sel limfosit mencit telah
diimunisasi , selanjutnya difusikan dengan menggunakan Poly Ethylen Glycol (PEG).
Agar sel yang berfusi dapat memproduksi imunoglobulin dan dapat hidup tanpa
adanya bahan tanpa adanya toksik, maka ditambahkan medium HAT (Hypoxanthin,
Aminopterin dan Thymidin). Medium ini digunakan untuk seleksi sel yang berfusi
akan hidup terus. Sedang sel yang tidak berfusi akan mati. Kemudian dilakukan uji
imunologi untuk menskrining sel hibrid yang dapat menghasilkan imunoglobulin
dilakukan klon dan dipindahkan ke tempat lainnya untuk kultur. Akhirnya dilakukan
uji imunologi kembali. Jika sel hibrid tidak dapat memproduksi imunoglobulin atau
negatif, maka sel hibrid dibuang dan sel hibrid yang positif dilanjutkan untuk dikultur.
Serum
Dalam penggunaan serum sebagai salah satu bahan penumbuh sel sebelum
dipakai harus dites terlebih dahulu dengan berbagai konsentrasi misalnya 10%, 5%,
atau 2%. Hal ini sebaiknya juga dites pada hibridoma yang sudah establish.
Ada beberapa serum charge seperti 55% charge foetal calf serum, 59%
charge newborn calf serum, 42 charge calf serum, 73% charge bovine serum.
Serum-serum ini sudah banyak dipasarkan. Uji untuk serum dapat dilakukan dengan
sel hibrid yang establish dan dilakukan pengamatan selama 1-3 minggu setelah fusi
atau menggunakan sel myeloma dengan phase pertumbuhan dengan cara
memasukkan sel sebanyak 2000 sel per well padamikroplate kemudian setelah satu
minggu diuji dengan mikroskop fase kontras atau dilihat kadar protein dan jumlah sel
yang tumbuh. Jika jumlah selnya meningkat maka serum tersebut dapat digunakan
untuk hibridoma.
Makrofag (Makrofag Feeder Cells)
Makrofag dalam produksi antibodi monokoonal diperlukan untuk memfagosit
sel mati pada saat fusi sel limfosit dan sel myeloma. Sel ini dikultur pada mikroplate
96 lubang (well) atau mikroplate 24 lubang yang dapat ditumbuhkan sampai 4
minggu sebelum di campur dengan sel hasil fusi. Sehingga siap untuk memfagosit
sel-sel mati yang tidak fusi.
Makrofag dapat dikmoleksi dari limpa mencit yang sama, tetapi disarankan
menggunakan
mencit
yang
berbeda
karena
akan
mempengaruhi
faktor
2. Bagian yang akan difiksasi dibuat aseptis dengan ethanol 80%, kemudian kulit perut
dibuka.
3. Masukkan 1-2 ml PBS dengan pipet pasteur dan lakukanlah pipetisasi keluar masuk
dengan pelan-pelan (sedot dan tekan).
4. Cairan diambil dan dimasukkan kedalam tabung conical 15 ml yang diletakkan di
atas es agar makrofage tidak menempel pada dinding tabung.
5. Hitunglah makrofag dengan menggunakan haemositometer.
6. Lakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 500 g.
7. Masukkan sedimentasi (pellet) kedalam tabung conical 50 ml yang mengandung
medium HAT sebagai medium seleksi sel hibridoma. Jumlah makrofag setiap lubang
(well) 104/50 l atau 1,5 x 104/ lubang pada mikroplate 24 well.
Polyethylenglycol (PEG)
Dalam penggunaan PEG untuk fusi yang perlu diperhatrikan adalah berat
molekul bahan yang akan difusikan. Berat molekul yang sesuai
dengan
Boyce sudah membuat dan mengamati pada mencit setelah diinjeksi dengan
mineral oil dan mineral adjuvant terbentuk plasmacytoma. Dari efek inilah sehingga
dapat menstimulasi hibridoma sel untu dapat proliferasi di dalam ruang peritoneum
mencit. Adanya reaksi ini mengakibatkan berdatangan sel adheren seperti
granulosit, makrofage ke dalam ruang peritoneum. Sehingga dengan adanya
pertumbuhan sel hibridoma terlihat terjadi keradangan pada perut/ruang peritoneum
mencit. Hal ini menandakan immunoglobulin diproduksi berupa asites dalam perut
mencit.
Untuk dapat mengkoleksi cairan asites dari mencit dilakukan dengan cara
melakukan punksi. Cairan tersebut mengandung konsentrasi antibodi yang tinggi
dibandingkan dengan antibodi yang diproduksi dengan cara kultur sel. Kandungan
antibodi rata-rata yang didapat sekitar 1-20 mg/ml atau sekitart 100 sampai 1000 kali
antibodi monoklonal yang diproduksi di kultur sel.
Kerugian dalam memproduksi antibodi monoklonal dengan mencit adalah
pertama kebanyakan setelah asites terbentuk hewan mudah mati, dan kedua
bahan
imunosupresi
atau
SCID-maus
(Severe
Combined
Pembuatan
asites
sangat
tergantung
tentang
pengalaman
dalam
dan
lainnya
yang
proteose-pepton.
juga
Dari
dapat
menstimulir
banyak
bahan
makrofage
yang
yaitu
digunakan
untuk priming ini dan hasilnya yang paling baik adalah selainIncompleet Freunds
Adjuvant (IFA).
Jika setelah sekali injeksi sel hibridoma ke dalam ruang peritoneum tidak
muncul adanya tumor, maka dapat diulangi sekali lagisetelah 2-5 hari atau dapat
dilakukan ulangan berkali-kali. Jadi efek dari priming adalah mempercepat
pertumbuhan sel hibridoma dalam rongga peritoneum mencit.
Waktu dan Volume Priming
Pada mencit yang diberi priming pristan 10-20 hari sebelum diinjeksi dengan
sel hibridoma mempunyai kecenderungan pertumb uhan sel hibridoma lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian priming 1 hari sebelum diinjeksi, dan asites yang
dibentukotomatis lebih cepat. Dari beberapa waktu pemberian priming di atas yang
paling baik untuk produksi asistes dan dapat menghasilkan antibodi yang tinggi
adalah pemberian priming 10 hari sebelum diinjeksi sel hibridoma.
Pemberian priming dengan incomplete adjuvant dapat
membentuk
plasmacytoma seperti dengan pristan, tetapi waktu yang baik pemberiannya adalah
3 hari sebelum diinjeksi dengan sel hibbridoma. Tetapi kedua bahan priming di atas
dalam stimulasi pembentukan asites pristan lebih lama dibandingkan dengan IFA.
Jumlah dosis maksimal pemberian ppristan pada mencit adalah o,5
ml/mencit. Lebih dari 1-2 ml dapat menurunkan produksi secara drastis. Jadi 0,3
ml/mencit paling baik pada mencit dengan berat badan 20 gram dan 0,5 ml untuk
hewan coba yang lebih berat.
Aplikasi sel Hibridoma
pelemahan sisten imun dengan cara penyinaran ultra violet. Produksi asites humanantibodi monoklonal relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sel hibridoma normal
pada mencit. Oleh karena itu diperlukan beberapa tahapan. Pertama ditumbuhkan
pada mencit melalui penyuntikan sel tumor secara in vitro. Akhirnya sel diinjeksikan
kembali untuk produksi asites.
seperti maus myeloma yang berkode antara lain P3 x 63Ag8.653, SP2/O-Ag14 dan
P3-NS1/1-Ag4-1 tetapi kadang terjadi mutan. Sedang P3-NS-1/1-Ag4-1 secara
intraseluler bebas rantai kappa, tetapi tidak dapat berdifusi dengan baik.
Kinase (TK)
agar
terjadi
defek
enzim,
atau
teknologi gen teknik kemungkinan yang akan datang didapatkan sel yang baik,
sehingga menghasilkan fusi yang baik. (Rantam : 2003)
D. Cara Kerja Antibodi Monoklonal
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang
spesifik, tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan selsel limfoma non Hodgkin secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel
lainnya. Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal
sebagai antigen. Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara
spesifik mengenali penanda protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi
monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu sel untuk
menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk
menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam
pengobatan limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20
ditemukan di permukaan Sel B abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma
non Hodgkin yang paling umum.
Proses kerja
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel
mungkin dihancurkan langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan.
Rituximab secara efektif menyerang sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk
kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker. CD20 juga ditemukan di permukaan
sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih yang beredar di tubuh. Ini berarti
mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab digunakan. Akan tetapi, sel
induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B tidak memiliki CD20
pada permukaannya. Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan
dapat terus menyediakan sel-B sehat untuk tubuh. Meskipun jumlah sel-B normal
yang matang berkurang untuk sementara karena pengobatan, mereka akan kembali
ke kadar semula setelah pengobatan.
E. Bagaimana Antibodi Monoklonal Menghajar Sel Kanker
Antibodi Monoklonal drug adalah sebuah obat inovasi baru dalam usaha
manusia melawan kanker. Meskipun efektifitas dan sepesifisitas obat ini terhadap
kanker tertentu telah teruji dan membuahkan hasil, namun cara penggunaan obat ini
agar memberikan hasil yang terbaik sampai saat ini belumlah diketahui secara
pasti.Tahapannya :
1. Membuat sel kanker lebih dikenali oleh sisten Immun
Sistem immun akan aktif jika terdapat musuh (antigen) dalam tubuh. Sekali sisten
immun mengenali adanya musuh tubuh, maka ia akan memanggil teman-temannya
untuk melawan musuh ini. Tapi tidak selamanya sistem antibodi monoklonal
mengenali sel kanker. Rituximab bekerja agar sistem immun lebih kenal dengan sel
kanker sehingga sistem pertahanan tubuh bisa bekerja lebih efektif dalam rangka
menghajar sel kanker.
2. Menghambat Faktor-faktor Pertumbuhan Sel Kanker
Jika sebuah zat kimia yang disebut sebagai Growth Factor menempel pada
sel kanker, maka pertumbuhan sel kanker yang ditempeli akan meningkat drastis,
kalo pertumbuhan sel kankernya tambah banyak secara otomatis kankernya akan
bertambah ganas. Didasarkan fakta inilah, obat-obatan Antibodi Monoklonal seperti
cetuximab bekerja menghambat ikatan antara growht factor dengan reseptor pada
sel.
3. Menghantarkan Radiasi ke Sel Kanker
Kombinasi obat antibodi monoklonal dengan partikel radioaktif, kita bisa
menghantarkan radiasi langsung tepat sasaran pada sel kanker. Hal ini digunakan
untuk memastikan radiasi tersebut tidak merusak sel yang sehat. Dengan adanya
obat yang penggunaannya masih dalam pengawasan FDA ini, maka efektifitas
radioterapi pada pasien kanker bisa lebih ditingkatkan.
F. Dosis dan Pemberian Antibodi
Dosis dan pemberian bervariasi untuk setiap antibodi yang diberikan.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang umum digunakan dalam
pengobatan NHL diberikan intravena, melalui jarum yang masuk ke dalam pembuluh
darah , biasanya di lengan. Rituximab diberikan sebagai tetesan yang berarti obat
dimasukkan dulu ke dalam kantong infus, kemudian cairan menetes perlahan ke
dalam pembuluh darah dengan mengandalkan kekuatan gravitasi.
Jika antibodi monoklonal digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
rituximab biasanya diberikan sesaat sebelum kemoterapi pada awal setiap siklus
pengobatan. Sebelum tetesan infus diberikan, obat lain untuk mencegah beberapa
ini
sehingga
lebih
dapat
ditoleransi.
Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi
limfoma. Nyeri biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
Rituximab dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa:
- Gatal atau mendadak muncul warna kemerahan
- Batuk, mengi atau sesak napas
- Lidah bengkak atau rasa bengkak di tenggorokan
- Edema, atau pembengkakan karena kelebihan cairan dalam jaringan tubuh
Reaksi alergi berat terhadap rituximab jarang ditemukan dan pasien diamati
selama masa pengobatan akan munculnya gejala-gejala ini. Pasien harus
melaporkan gejala yang dialaminya begitu muncul. Seringkali, yang perlu dilakukan
hanyalah memperlambat atau menghentikan sementara tetesan intravena sampai
reaksi alergi berakhir. Pasien umumnya diberikan anti-histamin sebelum mulai
pengobatan untuk membantu mencegah atau mengurangi masalah ini.
Penggunaan antibody monoclonal sebagai terapi kanker juga mampu
menimbulkan efek samping, mulai efek samping yang ringan sampai efek samping
yang menjadikan pasien dalam kondisi gawat darurat.
Efek Samping Umum :
* Reaksi alergi seperti gatal dan bengkak.
* Gejala seperti flu, padahal bukan flu
* Nausea
* Diare
* Pengeringan Kulit
Efek Samping yang jarang terjadi, namun berbahaya.
* Perdarahan hebat
* Gangguan jantung
* Reaksi anafilaksis (hipersensitif)
* Penurunan jumlah hitung darah
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi monoklonal.
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau
sel klona yang hanya mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi
monoklonal dilakukan dengan menggunakan kelinci atau tikus.
Cesar Milstein dan George Kohler, adalah dua ilmuwan yang pertama
menghasilkan antibodi monoklonal di laboratorium pada tahun 1975. Pada tahun
1984 mereka menerima hadiah Nobel untuk penelitian ini. Masalah besar yang
harus mereka atasi adalah limfosit cepat mati jika berada di luar tubuh. Milstein dan
Kohler harus merangsang limfosit untuk dapat hidup di luar tubuh makhluk hidup dan
berkembangbiak
dalam
tabung
reaksi.
Untuk
melakukan
hal
ini
mereka
menggunakan sel-sel tumor. Sel tumor ini disebut juga sel mieloma. Sel-sel mieloma
kehilangan kontrol untuk berkembangbiak secara terkendali dan menghasilkan satu
jenis antibodi, oleh sebab itu tumor dalam tubuh dapat menjadi masalah yang serius
dan beberapa jenis tumor dapat menyebabkan kanker. Mieloma dihasilkan oleh
sumsum tulang yang terinfeksi oleh penyakit. Sel-sel tumor dapat masuk ke dalam
tubuh dan dapat juga berkembangbiak di luar tubuh makhluk hidup. Para ahli
menggunakan sel-sel tumor untuk menghasilkan sel-sel hibridoma.
Teknik pembuatan antibodi monoklonal untuk pengobatan kanker,
langkah pertama adalah menginjeksikan antigen ke dalam tubuh tikus/ kelinci
percobaan, kemudian limpanya dipisahkan. Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa
dilebur ( fusi ) dengan sel-sel mieloma ( sel kanker ). Sekitar 1% dari sel limpa
adalah sel plasma yang menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir
terdiri dari sel-sel yang menghasilkan antibodi. Setiap hibridoma hanya dapat
menghasilkan satu antibodi.
Disini teknik seleksi dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut,
kemudian dilakukan pengembangan atau pengklonan berikutnya. Klona yang
diperoleh dari hibridoma berupa antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat
disimpan beku, kemudian dapat diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan
dalam suatu kultur untuk menghasilkan antibodi dalam jumlah yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan berharap
dapat menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker. Beberapa jenis
sel kanker membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh sel-sel
sehat. Dengan teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya
menyerang protein dan menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Kegunaan antibodi monoklonal lainnya adalah sebagai berikut
1. untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG ) dalam
DAFTAR PUSTAKA
http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/membuat-antibody-monoklonal.html. Diakses 25
April 2012.
http://dunianyasari.blogspot.com/2011/06/antibodi-monoklonal.html. Diakses 25 April 2012.
Prawirohartono, S & Hadisumarto, S. 1997. Sains Biologi-3B. Bumi Aksara, Jakarta.
Rantam, Fedik A. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press, Surabaya
Radji, Maksum. 2010. Imunologi & Virologi. Penerbitan PT. ISFI, Jakarta.
(Online),http://vivalapharmacy.blogspot.com/2011/03/teknologi-pembuatan-antibodimonoklonal.html. Diakses 25 April 2012.
Watson, James D., etc. 1988. DNA Rekombinan, Suatu Pelajaran Singkat. Erlangga,
Jakarta.
http://4putradaritimur.blogspot.com/2012/05/laporan-anti-bodi-monoklonal.html