Anda di halaman 1dari 26

laporan anti bodi monoklonal

BAB I
PENDAHULUAN

Selama beberapa dasawarsa, sejumlah besar (mungkin sampai jutaan


tahun) berbagai molekul antibodi (imunoglobulin) telah diketahui eksistensinya,
masing-masing bercirikan suatu tempat unik yang dapat mengikat diri pada
determinan molekular yang spesifik. Banyak ahli imonologi mula-mula mengira
bahwa semua antibodi itu terbuat dari rantai-rantai polipeptida yang sama dan
bahwa keunikan mereka itu disebabkan karena cara melipatnya rantai-rantai
polipetida mereka yang identik dan yang baru disintesis di sekitar antigennya. Teori
ini ternyata salah. Tiap antibodi mempunyai rangkaian asam amino sendiri, dan tiap
sel penghasil antibodi (sel plasma) hanya membuat suatu antibodi. Mula-mula ini
merupakan penemuan yang menggelisahkan karena hal itu tampaknya berarti
bahwa harus ada gen tersendiri untuk setiap antibodi tertentu. Jika hal itu benar,
maka mungkin sebagian besar, jika bukan bagian yang terbesar, dari DNA-DNA
vertebrata harus diperuntukkan bagi pengkodean molekul-molekul antibodi. Tetapi
spekulasi semacam itu tidak dapat diuji sebelum ahli kimia protein menetapkan
struktur dasar molekul antibodi. (Watson dkk : 1988)

A. Pengertian Antibodi
Antibodi dibuat oleh tubuh untuk merespon serangan bakteri atau virus.
Antibodi ini melindungi tubuh terhadap serangan infeksi. Antibodi dihasilkan oleholeh sel limfosit dan dapat juga dihasilkan dengan menumbuhkan sel-sel ini dalam
laboratorium. Sel-sel tersebut kemungkinan menghasilkan sejumlah besar antibodi
yang sejenis, ini dikenal sebagai antibodi monoklonal. Untuk memahami bagaimana
hal ini bekerja, terlebih dahulu diperhatikan pengujian mekanisme alami dari tubuh
untuk membentuk antibodi. (http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2274042pembuatan-antibodi-monoklonal-dengan-hibridoma/)
B. Penetapan Struktur Dasar Molekul Antibodi

Pengertian yang pertama mulai muncul pada awal tahun 1960-an ketika
diketahui bahwa unit dasar antibodi itu terdiri dari dua rantai ringan (L) dengan berat
molekul 17.000 dan dua rantai berat yang identik (H) dengan berat molekul 35.000,
yang terikat menjadi satu dengan pengikat disulfida. (Istilah ringan dan berat ini
berkaitan dengan pembedaan dalam berat molekul rantainya). Setiap unit empat
rantai tersebut mengandung dua tempat pengikat identik untuk antigen dengan
suatu tempat yang sebagian terbentuk oleh asam-asam amino dari rantai ringan
spesifik dan sebagian oleh asam-asam amino rantai berat spesifik. Jika bagan dasar
antibodi telah ditentukan , maka rangkaian asam amino dari rantai-rantai komponen
ringan dan berat dapat ditentukan

dengan menggunakan antibodi-antibodi

homogen yang dibuat oleh sel-sel myeloma spesifik. Myeloma adalah sel-sel
(plasma) kanker yang memproduksi antibodi, dan pada tiap hewan semua sel tumor
myeloma merupakan keturunan dari satu sel kanker asli. Ini menjelaskan mengapa
semua molekul antibodi dari sembarang myeloma mempunyai rangkaian asam
amino yang sama. Baik rangkaian rantai ringan maupun rantai berat bervariasi dari
tipe antibodi yang satu dengan yang lainnya, tetapi dengan suatu cara yang seorang
pun tidak dapat mermalkannya dari semula. Meskipun setiap rantai mempunyai
rangkaian yang unik, namun hampir semua kespesifikan itu terbatas pada ujungujung terminal amino (Daerah-daerah variabel atau atau daerah-daerah V).
Setengah dari tiap rantai ringan dan tiga per empat dari tiap rantai berat mempunyai
rangkaian-rangkaian yang hampir identik (daerah tetap atau daerah-daerah C).
Gambar 1. Struktur suatu protein antibodi. Dua rantai ringan (berwarna) dan dua rantai berat (putih) terikat
menjadi satu oleh pengikat-pengikat disulfida. Rantai-rantai ringan dan berat itu masing-masing
mengandung satu unit variabel (VL dan VH) pada ujung terminal amino mereka . Rantai ringannya
juga mengandung satu unit tetap (C L); bagian tetap dari rantai berat mempunyai empat daerah (C H1,
CH2, CH3, dan daerah engsel). (Watson : 1988)

C. Dimana Antibodi dibuat


Antibodi dibuat oleh sel-sel khusus yang dinamakan limfosit. Limfosit dibuat
dalam kelenjar lim dan limpa. Kita akan dapat merasakan bengkak pada daerah
ketiak atau pada daerah leher bagian samping di bawah telinga jika Anda sedang
sakit. Yang membengkak ini adalah kelenjar limfa yang bekerja keras menghasilkan
antibodi untuk melawan penyakit yang kita alami. Kelenjar limfa dapat menghasilkan

sepuluh ribu limfosit yang berbeda. Dan Masing-masing limfosit menghasilkan


antibodi yang berbeda jika diperlukan oleh tubuh. (http://id.shvoong.com/exactsciences/biology/2274042-pembuatan-antibodi-monoklonal-dengan-hibridoma/ )
D. Hibridoma dan Antibodi Monoklonal
Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang sama
maupun berbeda sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma )
yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma ini sangat
penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon dalam jumlah yang besar.
Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi monoklonal.
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau
sel klona yang hanya mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi
monoklonal dilakukan dengan menggunakan kelinci atau tikus.

BAB II
PEMBAHASAN

Sebelum ditemukannya teknologi antibodi monoklonal, antibodi dahulunya


diperoleh dengan cara konvensional yakni mengimunisasi hewan percobaan,
mengambil darahnya dan mengisolasi antibodi dalam serum sehingga menghasilkan
antibodi poliklonal. Apabila dibutuhkan antibodi dalam jumlah besar maka binatang
percobaan yang dibutuhkan juga sangat besar jumlahnya. Selain itu bila diproduksi
dalam jumlah besar antibodi poliklonal jumlah antibodi spesifik yang diproduksi juga
sangat sedikit, sangat heterogen dan sangat sulit menghilangkan antibodi lain yang
tidak diinginkan, Maka dari itu dilakukan serangkaian penelitian untuk membuat
antibodi spesifik secara in vitro, sehingga dapat diproduksi antibodi spesifik dalam
jumlah besar, dan tidak terkontaminasi dengan antibodi lainnya.
Tahun

1975, Georges

Khler, Csar

Milstein,

and Niels

Kaj

Jernemenemukan cara baru dalam membuat antibodi dengan mengimunisasi hewan


percobaan, kemudian sel limfositnya difusikan dengan sel mieloma, sehingga sel
hibrid dapat dibiakkan terus menerus. Antibodi yang homogen dan spesifik ini
disebut

antibodi

monoklonal.

Berkat

temuan

monoklonal GeorgesKhler, Csar Milstein, and Niels Kaj Jerne

antibodi
mendapatkan

hadiah nobel di bidang fisiologi dan kedokteran pada tahun 1985. (Radji M. 2010)
Teknologi antibodi monoklonal yaitu teknologi menggunakan sel-sel sistem
imunitas yang membuat protein yang disebut antibodi. Sistem kekebalan kita
tersusun dari sejumlah tipe sel yang bekerja sama untuk melokalisir dan
menghancurkan substansi yang dapat memasuki tubuh kita. Tipa tipe sel
mempunyai tugas khusus. Beberapa dari sel tersebut dapat membedakan dari sel
tubuh sendiri (self) dan sel-sel asing (non self). Salah satu dari sel tersebut adalah
sel limfosit B yang mampu menanggapi masuknya substansi asing dengan
spesivitas yang luar biasa.
Dengan mengetahui cara kerja anti bodi kita dapat memanfaatkannya untuk :

keperluan deteksi, kuantitasi dan lokalisasi.


Pengukuran

dengan

pendeteksian

dengan

menggunakan

Teknologi

antibodi

monoklonal relatif cepat, lebih akurat, dan lebih peka karena spesifitasnya tinggi.

Teknologi antibodi monoklonal saat ini digunakan untuk deteksi kehamilan, alat
diagnosis berbgai penyakit infeksi dan deteksi sel-sel kanker.

Karena spesifitasnya yang tinggi maka Teknologi antibodi monoklonal dapat


digunakan untuk membunuh sel kanker tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Selain kegunaannya untuk mendiagnosis penyakit pada manusia, Teknologi antibodi
monoklonal juga banyak dipakai untuk mendeteksi penyakit-penyakit pada tanaman
dan hewan, kontaminasi pangan dan polutan lingkungan.
(http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/membuat-antibody-monoklonal.html
Antibodi untuk penyembuh kanker biasanya ditangani dengan sitotoksin yakni
zat radioaktif pembunuh sel kanker. Senyawa campuran itu diinjeksikan ke dalam
tubuh penderita, dan akan meluncur ke sel-sel kanker dan membunuhnya, tanpa
merusak sel-sel lain yang normal Hal ini sangat dimungkinkan karena setiap zat
antibodi akan mengenal antigennya. (Prawirohartono : 1997)
A. Metode Pembuatan Antibodi Monoklonal
1. Imunisasi mencit
Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri virus,
disuntikkan secara subkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena sekali atau beberapa
kali suntikan. Mencit dengan tanggap kebal terbaik dipilih; 12 hari setelah suntikan
terakhir, antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan diukur titer antibodinya,
mencit dimatikan dan limpanya diambil secara aseptis, kemudian dibuat suspensi sel
limpa untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi. Cara ini dianggap cukup
baik dan banyak dipakai, walaupun kadangkala dipengaruhi oleh sifat antigen atau
respon imun binatang yang berbeda-beda.
Skema Pembuatannya
Gambar 2. Skema pembuatan antibodi monoklonal

Cara imunisasi lain yang juga sering dilakukan adalah imunisasi sekali suntik
intralimpa (Single-shot intrasplenic immunization). Pada cara imunisasi konvensional
antigen dipengaruhi bermacam-macam faktor. Bila disuntikan ke dalam darah
sebagai besar akan dieliminasi secara alami, sedangkan melalui kulit akan tersaring
oleh kelenjar limfe, makrofag, dan sel retikuler. Hanya sebagaian kecil antigen yang
terlibat dalam proses respon imun. Oleh sebab itu untuk mencegah eliminasi antigen

oleh tubuh dilakukan suntikan imunisasi langsung pada limpa dan ternyata hasilnya
lebih baik dari cara konvesional.
2. Fusi sel limpa kebal dan sel mieloma
Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limpa yang membuat antibodi akan cepat
mati, sedangkan sel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat
menciptakan sel hibrid yang terdiri dari gabungan sel limpa yang dapat membuat
antibodi dan sel mieloma yang dapat dibiakkan terus menerus, sehingga sel hibrid
dapat memproduksi antibodi secara terus-menerus, sehingga dalam jumlah yang
tidak terbatas secara in vitro.
Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel
besar dengan dua atau lebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang
berbeda jenis yang disebut heterokarion. Pada waktu tumbuh dan membelah diri
terbentuk satu inti yang mengandung kromosom kedua induk yang disebut sel hibrid.
Frekuensi fusi dipengaruhi beberapa faktor antara lain jenis medium; perbandingan
jumlah sel limpa dengan sel mieloma; jenis sel mieloma yang digunakan; dan bahan
yang mendorong timbulnya fusi (fusogen). Penambahan polietilen glikol (PEG) dan
dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikkan efisiensi fusi sel.
3. Eliminasi sel induk yang tidak berfusi
Frekuensi terjadinya hibrid sel limpa-sel mieloma biasanya rendah, karena
itu penting untuk mematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnya lebih banyak agar
sel hibrid dalam media selektif yang mengandunghypoxanthine, aminopterin,
dan tymidine (HAT).
Aminopterin menghambat jalur biosintesis purin dan pirimidin sehingga
memaksa sel menggunakan salvage pathway. Seperti kita ketahui sel mieloma
mempunyai kelainan untuk mensintesis nukleotida. Sel mieloma tidak mempunyai
enzim timidin kinase atau hypoxanthine phosphonibosyltransferase, sehingga sel
mieloma yang tidak berfusi akan mati karena tidak memiliki enzim tersebut,
sedangkan sel hibrid karena mendapatkan enzim tersebut dan sel mamalia yang
difusikan

dapat

menggunakan salvage

berkembang.
4. Isolasi dan pemilihan klan hibridoma

pathway sehingga

tetap

hidup

dan

Sel hibrid dikembangbiakan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid akan
membentuk koloni homogen yang disebut hibridoma, tiap koloni kemudian dipelihara
terpisah satu sama lain. Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresikan antibodi
ke dalam medium, sehingga antibodi yang terbentuk bisa diisolasi.
Umumnya penentuan antibodi yang diinginkan, dilakukan dengan
cara enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atauradioimmunoassay (RIA).
Pemilihan klon hibridoma yang dapat menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah
memilih sel hibridoma penghasil antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan
antibodi

monoklonal

yang

tinggi

dan

stabil.

(http://vivalapharmacy.blogspot.com/2011/03/teknologi-pembuatan-antibodimonoklonal.html )
B. Metode Pembuatan Antibodi Monoklonal Secara In Vitro dan In Vivo
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang spesifik terhadap satu macam
epitop. Dalam pembuatan antibodi monoklonal dapat dilakukan dengan cara in vitro
dan in vivo. Secara in vitro antibodi monoklonal diproduksi dengan cara hibridisasi
sel myeloma dan sel limfa kemudian dibiakkan pada mikroplate 96 well dan
diinkubasikan pada inkubator 37C yang mengandung CO 2 5%, sedang secara in
vivo setelah hibridisasi diinokulasikan pada ruang peritoneal pada mencit, kemudian
cairan asites diisolasi dan dimurnikan sebagai antibodi monoklonal. Agar dalam
pengerjaan dan produksi antibodi monoklonal bebas dari kontaminasi dan hal yang
tidak diinginkan, maka diperlukan prosedur yang komprehensif.
1. Secara In Vitro
Thawing sel
Sel myeloma yang disimpan pada nitrogen cair cepat dicairkan padawater
bath dengan temperatur 37C. Lakukan dengan cara menuangkan sel; 1 ml ke
dalam tabung yang mengandung 10 ml medium MPM yang telah dipanaskan 37C.
Kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 450 g atau 1750 rpm,
stufe 3. Selanjutnya supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan dalam 7 ml MPM
yang dipanaskan 37C, setelah itu dimasukkan flash dan diinkubasikan selama 6
jam. Kemudian dilihat di bawah mikroskop inverted dan bila perlu dilakukan
perhitungan sel, jika selnya lebih dari yang diperlukan maka sel tersebut harus
diencerkan.

Pembekuan sel
Sel yang akan dibekukan sebaiknya sel yang berumur 2-3 hari agar setelah
di thawing sel yang hidup lebih banyak. Sel yang akan dibekukan pada
setiap tube/cryotube mengandung sel kurang lebih 2 x 10. Caranya yaitu sel yang
ditanam pada flash 45 ml dipanen dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 450
g selama menit. Supernatan yang positif klon Mab disimpan dan pelet
diresuspensikan dengan medium pembeku kemudian didinginkan secara pelanpelan dengan meletakkan dalam es selama 40 menit. Kemudian tambahkan medium
pembeku 1 ml yang telah didinginkan 4C. Sel ditaruh pada styrophor dan disimpan
pada frezer 70C selama 3 hari. Akhirnya sel disimpan di Nitrogen cair.
Kloning
Hitunglah sel dari mikroplate atau flash yang kecil kemudian diencerkan 500
sel per ml (4 ml per 96 well). Pada baris B-H diencerkan lagi sampai 7. Pada
pengenceran kei di uji. dua ditambahkan( 2 ml + 2 ml medium ). Setiap pengenceran
A-H stiap lubang (well) diberi 0,1 ml (1,2 ml). Sehingga setiap baris A 12 x 50
sel/well, untuk baris B 12 x 25 sel/well, dan seterusnya sehingga pada baris H 12 X
0,35 sel/well. Pengenceran

dengan medium HT atau MPM/pyruvat ditambah

makrofag. Setelah 7 hari diuji. Klon yang positif pada pengenceran yang tinggi dipilih
dengan cara mengambil 2 ml kemudian dibekukan dan 1-2 kali dilakukan rekloning.
Fusi
1.

Empat minggu sebelum fusi pasase 3 sel myeloma di kultur, kemudian diseleksi
dengah antidote HGPRT-defisiensi (dalam 6-Thioguanin atau 8 Azaguanin (mg/ml) 1
: 100 selama 1-2 minggu.

2.

Sepuluh hari sebelum difusikan sel dicari eksponensial pertumbuahn sel (yang bagus
viabilitasnya harus 90%;

3.

Saat fusi sel dihitung dan diperlukan 10;

4.

Mencit yang telah diimunisasi dilakukan booster sehari sebelum fusi, sel peritoneal 5
x 104/ml dilapiskan pada well 96 sebanyak 50 l/well (sel peritoneal dipanen
sebanyak 3 ml);

5.

Pada saat fusi, mencit dibunuh dan limfa diambil secara aseptis;

6.

Limfa dimasukkan ke dalam medium yang bebas serum sebanyak 10 ml yang telah
dipanaskan 37C dan kemudian dengan glass objek disayat-sayat kemudian ditekan
dengan pinset;

7.

Sisa jaringan kemudian dimasukkan pada tabung 50 ml dan letakkan pada inkubator
selama 5 menit;

8.

Supernatan diambil dan kemudian disentrifugasi selama 5 menit pada level 3-4
dengan kecepatan 600 g atau 2000 rpm;

9.

Pelet kemudian diresuspensikan dengan 0.83% NH 4CL dan eritrosit dilisiskan pada
temperatur ruangan selama 2 menit;

10. Suspensi 9 ml medium dengan FCS dihangatkan dalam tabung 12 ml dan sel
myeloma pindahkan ke tabung 50 ml;
11. Kedua sel disentrifugasi dengan kecepatan 450 g atau 1750 rpm stufe 3 sampai 8
menit;
12. Kedua sel dipisahkan dengan cara mencuci menggunakan medium tanpa serum.
Myeloma mengumpul kemudian dipindah sebanyak 12 ml ke dalam tabung dan
sentrifugasi pada stufe 3 selama 5 menit.
13. Sel dihitung dan selanjutnya campur bersama dengan perbandingan 3 : 1, sel limfa :
myeloma kemudian disentrifugasi pada stufe 3;
14. Supernatan dipisahkan dengan sisa organ sedimen harus lembab, kemudian
diresuspensikan tanpa ada gumpalan:
15. Pada saat fusi semua medium dihangatkan, 44,4% 1 ml PEG dipanaskan selama
satu menit setelah autoklaf dan sebelum ditambah medium tanpa serum 1, 5 ml
selama 1 menit, 3 ml medium tanpa serum selama 2 menit dan sekali dicampur, 6 ml
MPM selama 2 menit dengan sekali dicampur;
16. Sel disentrifugasi dengan kecepatan 150 g atau 1000 rpm selama 1-2 menit;

17. Pelet diberi HAT dan diinkubasikan pada inkubator selama 30 menit, lakukan dengan
pelan-pelan;
18. Masukkan ke dalam plate klonisasi 9 x 105/well sekitar 2 tetes, 6 plate 96 well 2 x
105/well sampai kurang lebih 10 l untuk 12 plate;
19. Setiap 3-4 hari di makan 3 x HAT dan HT dan setelah itu setiap 10 hari diuji . Untuk
lebih jelas lihat gambar 3.

Gambar 3. Cara hibridisasi sel limfosit limpha mencit yang telah diimunisasi dengan sel myeloma mencit.

Kultur Sel
Persyaratan kultur sel yang perlu diperhatikan antara lain desinfektan untuk
alat, lantai, gas dalam inkubator, antibiotik, dan bahan-bahan pel lainnya karen
atoksik terhadap sel terutama akan merusak metabolisme sel dan sitogenitas sel.
Oleh karena itu harus ada aturan standar tersendiri terhadap teknisi dan kelompok
kerja di laboratorium. Selain itu juga harus dihindari adanya gas di dalam
laboratorium. Bahan-bahan untuk pencuci gelas dan alat yang sudah teruji antara
lain 7X ant 7X-o-matic, RBS-vitro, Deconex 20 NS, Decon 90. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah cryotube untuk membekukan sel boleh digunakan hanya satu
kali, di samping Itu juga material dan alat-alat harus diberi tanda khusus untuk kultur
sel dan tdak diperbolehkan digunakan yang lainnya.
Penyimpanan bahan-bahan plastik harus diberi sirkulasi udara yang baik
sehingga tidak terjadi kerusakan bahan tersebut, karena banyak mengandung
formaldehid yang sangak toksik terhadap sel. Oleh karena itu palstik yang lama tidak
dapat dipergunakan lagi. Kualitas air pada laboratorium tissue culture harus
disediakan beberapa tingkatan kualitas air terutama untuk fusi sel seperti proses
pertukaran ion sangat penting misalnya osmose diperlukan kualitas air tingkat II atau
aqua bidest. Selain itu juga diperlukan dimineralisasi dengan cara pertukaran ion
yaitu kation dan anion yang nantinya digunakan selain untuk pengenceran atau
membuat larutan juga untuk pencucian alat. Aqua destilata yang diproses dengan
menggunakan spiral pemanas dari besi atau metal tidak bisa digunakan, sebaiknya
dari glas kuarsa karena tidak merusak proses ionisasi. Oleh karena itu kualitas air
merupakan syarat utama dalam mengerjakan kultur sel.

Medium
Setelah selesai membeli medium, masalah yang timbul biasanya adalah kualitas air.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan, bahwa medium yang masih di pak dan
diletakkan dalam lemari pendingin 4C tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan,
sedang medium yang terbuka lebih tidak tahan lama. Medium sejenis ini tidak dapat
digunakan untuk hibridoma sel .
Penyimpanan medium yang tidak mengandung serum paling lama 6 bulan,
jika terlalu lama maka kualitasnya berkurang. Medium tidak dapat dibekukan karena
serum dapat menghindari terjadinya presipitasi calsium. Medium yang mengandung
L-glutamin tidak stabil karena sifat l-glutamin adalah labil, sehingga bila ditambahkan
pada medium , maka medium jika disimpan pada suhu 4C tahan sampai 6 bulan,
sedang pada temperatur 37C bertahan sampai 1 minggu. Tetapi jika serum akan
menguraikan enzyme. Oleh karena itu tidak baik jika medium mengandung Lglutamin. Sebaiknya L-glutamin diencerkan 10 kai dan disimpan pada -70C..
Medium RPMI-1640 sering digunakan untuk mengklon, tetapi bahan yang
baik untuk kloning adalah campuran RPMI-1640 dengan 20 medium 199 karena
medium campuran berpengaruh terhadap nukleotide, di mana memblok azaserin
dan aminopterin.
Gambar 4. Sel hibridisasi antara sel myeloma dari mencit dan sel limfosit mencit yang telah

diimunisasi.

Pada gambar 4. Sel myeloma dari mencit dan sel limfosit mencit telah
diimunisasi , selanjutnya difusikan dengan menggunakan Poly Ethylen Glycol (PEG).
Agar sel yang berfusi dapat memproduksi imunoglobulin dan dapat hidup tanpa
adanya bahan tanpa adanya toksik, maka ditambahkan medium HAT (Hypoxanthin,
Aminopterin dan Thymidin). Medium ini digunakan untuk seleksi sel yang berfusi
akan hidup terus. Sedang sel yang tidak berfusi akan mati. Kemudian dilakukan uji
imunologi untuk menskrining sel hibrid yang dapat menghasilkan imunoglobulin
dilakukan klon dan dipindahkan ke tempat lainnya untuk kultur. Akhirnya dilakukan
uji imunologi kembali. Jika sel hibrid tidak dapat memproduksi imunoglobulin atau
negatif, maka sel hibrid dibuang dan sel hibrid yang positif dilanjutkan untuk dikultur.
Serum

Dalam penggunaan serum sebagai salah satu bahan penumbuh sel sebelum
dipakai harus dites terlebih dahulu dengan berbagai konsentrasi misalnya 10%, 5%,
atau 2%. Hal ini sebaiknya juga dites pada hibridoma yang sudah establish.
Ada beberapa serum charge seperti 55% charge foetal calf serum, 59%
charge newborn calf serum, 42 charge calf serum, 73% charge bovine serum.
Serum-serum ini sudah banyak dipasarkan. Uji untuk serum dapat dilakukan dengan
sel hibrid yang establish dan dilakukan pengamatan selama 1-3 minggu setelah fusi
atau menggunakan sel myeloma dengan phase pertumbuhan dengan cara
memasukkan sel sebanyak 2000 sel per well padamikroplate kemudian setelah satu
minggu diuji dengan mikroskop fase kontras atau dilihat kadar protein dan jumlah sel
yang tumbuh. Jika jumlah selnya meningkat maka serum tersebut dapat digunakan
untuk hibridoma.
Makrofag (Makrofag Feeder Cells)
Makrofag dalam produksi antibodi monokoonal diperlukan untuk memfagosit
sel mati pada saat fusi sel limfosit dan sel myeloma. Sel ini dikultur pada mikroplate
96 lubang (well) atau mikroplate 24 lubang yang dapat ditumbuhkan sampai 4
minggu sebelum di campur dengan sel hasil fusi. Sehingga siap untuk memfagosit
sel-sel mati yang tidak fusi.
Makrofag dapat dikmoleksi dari limpa mencit yang sama, tetapi disarankan
menggunakan

mencit

yang

berbeda

karena

akan

mempengaruhi

faktor

pertumbuhan. Mencit yang sering digunakan untuk mengkoleksi makrofag


sebagai feeder cells adalah jenis Balb/c dan NMRI. Minimal mencit yang akan
diambil makrofagnya 2 ekor. Tetapi jika makrofag dikoleksi dari mencit yang telah
diimunisasi hanya diperlukan 1 mencit.
Makrofag yang paling cocok untuk feeder cells adalah makrofag hasil kultur
monosit berasal dari darah perifer manusia yang distimulasi dengan AB-serum.
Bahan dan Reagensia
Mencit strain balb/c atau NMRI atau mencit lainnya, tabung conical 50 ml,
tabung sentrifuse 15 ml, medium RPMI 1640 (80/20): 80% RPMI 1640, 20% medium
199, garam Earles, PBS tanpa Ca dan Mg.
Prosedur
1. Mencit dimatikan dengan cara dislokasi bagian cervikal atau di beri kloroform.

2. Bagian yang akan difiksasi dibuat aseptis dengan ethanol 80%, kemudian kulit perut
dibuka.
3. Masukkan 1-2 ml PBS dengan pipet pasteur dan lakukanlah pipetisasi keluar masuk
dengan pelan-pelan (sedot dan tekan).
4. Cairan diambil dan dimasukkan kedalam tabung conical 15 ml yang diletakkan di
atas es agar makrofage tidak menempel pada dinding tabung.
5. Hitunglah makrofag dengan menggunakan haemositometer.
6. Lakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 500 g.
7. Masukkan sedimentasi (pellet) kedalam tabung conical 50 ml yang mengandung
medium HAT sebagai medium seleksi sel hibridoma. Jumlah makrofag setiap lubang
(well) 104/50 l atau 1,5 x 104/ lubang pada mikroplate 24 well.
Polyethylenglycol (PEG)
Dalam penggunaan PEG untuk fusi yang perlu diperhatrikan adalah berat
molekul bahan yang akan difusikan. Berat molekul yang sesuai

dengan

menggunakan PEG adalah sekitar 1000-6000. Dalam penyimpanan PEG yang


efektif tidak boleh lebih dari 2 bulan.
HAT
Bahan kombinasi ini sering digunakan untuk seleksi hibridoma. Aminopterin
dalam HAT sangat sensitif terhadap sinar dan juga pada -20C kurang stabil. Bahan
ini tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan, begitu juga seleksi HAT melalui
hypoxantin-Azasern-Selektion (HAZ).
Pemanenan Imunoglobulin Hasil Hibridisasi
Setelah sel hibrid hasil fusi dikultur dan dites titer antibodinya dengan cara
ELISA, jika titer antibodi yang didapat tinggi maka sebaiknya dilakukan pemanenan
dengan cara mengambil cairan supernatan dari biakan sel kemudian dilakukan
identifikasi imunoglobulin yang dieskpresikan oleh sel hibrid. Selanjutnya dilakukan
purifikasi. Model pemurnian yang paling efektif adalah dengan penambahan
amonium persulfat. Setelah itu hasil purifikasi dimasukkan cryo tube untuk disimpan
pada -80C sampai digunakan atau langsung digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Secara In Vivo

Produksi Antibodi Monoklonal pada Mencit


Dalam memproduksi antibodi monoklonal pada mencit banyak faktor yang
harus diketahui, karena produksi antibodi monoklonal dengan cara ini memerlukan
situasi yang betul-betul memenuhi persyaratan terutama pertumbuhan tumor untuk
membentuk asites di dalam ruang peritoneum mencit. Semakin cepat dan banyak
asites yang terbentuk semakin tinggi produktivitasnya antibodi monoklonal. Oleh
karena itu dalam kapital selanjutnya akan membahas dasar produksi antibodi
monoklonal pada mencit dan faktor-faktor apa yang harus diperhatikan, standar
metode yang digunakan. Selain itu juga faktor penandaan (priming).
Dasar produksi antibodi monoklonal pada mencit
Terdapat persyaratan khusus untuk memproduksi antibodi poliklonal dalam
ruang peritoneum mencit, sehingga dapat memproduksi antibodi monoklonal.
Terutama perkembangan tumor sangat perlu diperhatikan. Hal ini semenjak tahun
1962 oleh Potter dan
Gambar 5. Skema standar Metode Produksi Antibodi Monoklonal pada mencit

Boyce sudah membuat dan mengamati pada mencit setelah diinjeksi dengan
mineral oil dan mineral adjuvant terbentuk plasmacytoma. Dari efek inilah sehingga
dapat menstimulasi hibridoma sel untu dapat proliferasi di dalam ruang peritoneum
mencit. Adanya reaksi ini mengakibatkan berdatangan sel adheren seperti
granulosit, makrofage ke dalam ruang peritoneum. Sehingga dengan adanya
pertumbuhan sel hibridoma terlihat terjadi keradangan pada perut/ruang peritoneum
mencit. Hal ini menandakan immunoglobulin diproduksi berupa asites dalam perut
mencit.
Untuk dapat mengkoleksi cairan asites dari mencit dilakukan dengan cara
melakukan punksi. Cairan tersebut mengandung konsentrasi antibodi yang tinggi
dibandingkan dengan antibodi yang diproduksi dengan cara kultur sel. Kandungan
antibodi rata-rata yang didapat sekitar 1-20 mg/ml atau sekitart 100 sampai 1000 kali
antibodi monoklonal yang diproduksi di kultur sel.
Kerugian dalam memproduksi antibodi monoklonal dengan mencit adalah
pertama kebanyakan setelah asites terbentuk hewan mudah mati, dan kedua

kerugiannya adalah kebanyakan antibodi monoklonal yang diproduksi dan di dapat


sekitar 5-20% mengandung antibodi bukan antibodi monoklonal. Problem lainnya
yang muncul adalah pada saat menginjeksikan sel hibridoma ke dalam rongga
peritoneum terkadang terkontaminasi dengan bakteri, jamur dan mykoplasma.
Pemilihan dan Penanganan Hewan Coba
Dalam pemilihan hewan coba biasanya dikaitkan dengan asal sel myeloma
dan sel limfa yang akan digunakan. Sebagai contoh, jika sel linie myeloma
X63.Ag8.653 berasal dari mencit balb/c dan kemudian difusikan dengan sel limfa
dari mencit balb/c pula, maka hewan coba yang paling baik untuk menumbuhkan sel
tersebut adalah menggunakan mencit balb/c. Meskipun dapat juga menggunakan
generasi hibrid F1 dari balb/c dengan strain lainnya.
Jenis hewan lainnya yang dapat digunakan adalah heterolog hibridoma
mencit dan juga pada tikus (rat), tetapi harus dibuat imunodefisiensi terlebih dahulu
dengan cara pengambilan thymus (Thymus apalstich), penyinaran sinar ultraviolet,
dan atau dengan cara
pemberian

bahan

imunosupresi

atau

SCID-maus

(Severe

Combined

Immunodefiesincy). Penggunaan hewan yang lebih besar akan dapat menghasilkan


atau memproduksi antibodi monoklonal yang lebih banyak, misal balb/c yang
disilangkan dengan swiss Webster akan dapat memproduksi lebih banyak
dibandingkan dengan blab/c jantan menurut pengalaman beberapa peneliti dapat
memproduksi antibodi lebih banyak dibanding dengan betina, hal ini karena pada
betina lebih cepat terjadi pengotoran lewat urine dan kotorannya, sehingga terjadi
stress dan akhirnya asites yang dihasilkan menjadi sedikit. Sedang pengaruh umur
dari hewan tidak begitu nyata, misalnya menggunakan mencit yang berumur 10-12
minggu tidak berpengaruh.
Produksi antibodi melalui asites memerlukan waktu sekitar 4-6 minggu untuk
satu kali siklus antara priming dan pengambilan asites. Oleh karena itu paling baik
dalam memproduksi asites disarankan sekali siklus menggunakan 5 hewan coba
agar lebih ekonomis.
Pemilihan Material Priming

Pembuatan

asites

sangat

tergantung

tentang

pengalaman

dalam

penanganan sebelum sel hibridoma diinjeksikan ke dalam rongga peritoneum. Hal


ini karena jika kurang optimal, maka asites yang diproduksi tidak akan banyak.
Bahan yang sering digunakan sebagai priming antara lainmineral oil pristan
(2,6,10,14-tetramethyl pentadecan) dan sebuah rantai alkan. Serta ajuvant freund
incompletes. Agen
thioglykolaat

dan

lainnya

yang

proteose-pepton.

juga
Dari

dapat

menstimulir

banyak

bahan

makrofage
yang

yaitu

digunakan

untuk priming ini dan hasilnya yang paling baik adalah selainIncompleet Freunds
Adjuvant (IFA).
Jika setelah sekali injeksi sel hibridoma ke dalam ruang peritoneum tidak
muncul adanya tumor, maka dapat diulangi sekali lagisetelah 2-5 hari atau dapat
dilakukan ulangan berkali-kali. Jadi efek dari priming adalah mempercepat
pertumbuhan sel hibridoma dalam rongga peritoneum mencit.
Waktu dan Volume Priming
Pada mencit yang diberi priming pristan 10-20 hari sebelum diinjeksi dengan
sel hibridoma mempunyai kecenderungan pertumb uhan sel hibridoma lebih cepat
dibandingkan dengan pemberian priming 1 hari sebelum diinjeksi, dan asites yang
dibentukotomatis lebih cepat. Dari beberapa waktu pemberian priming di atas yang
paling baik untuk produksi asistes dan dapat menghasilkan antibodi yang tinggi
adalah pemberian priming 10 hari sebelum diinjeksi sel hibridoma.
Pemberian priming dengan incomplete adjuvant dapat

membentuk

plasmacytoma seperti dengan pristan, tetapi waktu yang baik pemberiannya adalah
3 hari sebelum diinjeksi dengan sel hibbridoma. Tetapi kedua bahan priming di atas
dalam stimulasi pembentukan asites pristan lebih lama dibandingkan dengan IFA.
Jumlah dosis maksimal pemberian ppristan pada mencit adalah o,5
ml/mencit. Lebih dari 1-2 ml dapat menurunkan produksi secara drastis. Jadi 0,3
ml/mencit paling baik pada mencit dengan berat badan 20 gram dan 0,5 ml untuk
hewan coba yang lebih berat.
Aplikasi sel Hibridoma

Sel hibridoma dimasukkan ke dalam rongga peritoneum melalui penyuntikan


intraperitoneal sekitaar 105 sel. Selain itu juga dapat dilakukan melalui rute intravena
retrobulbar atau intralimfa (intraspleen). Jika penyuntikan dilakukan langsung pada
limfa maka sel yang perlu dipersiapkan adalah 10 4sel. Dengan jumlah sel ini sudah
mampu untuk berkembang di dalam mesenterium dari rongga perut. Tetapi jika
menginginkan produksi antibodi monoklonal yang cepat dan banyak maka jumlah sel
minimal 6-32 x 105sel/mencit. Tetapi kerugiannya adalah biasanya hewan cepat
mati, jika dibandingkan dengan pemberian sel yang lebih sedikit, dan juga produksi
immunoglobulinnya sedikit.
Pengambilan Asites
Asites dapat diambil jika sudah terlihat adanya produksi asites. Asites dapat
diambil berkali-kali, sehingga didapatkan volume aistes lebih banyak. Kerugiannya
jika diambil lebih dari sekali terkadang mencit mati. Pengambilan dengan cara
punksi ini maksimal pengambilan aistes 4-6 kali. Agar dalam pengambilan
mendapatkan cairan asites yang banyak maka perlu diinjeksi terlebih dahulu
dengan 5 ml cairan fisiologis larutan kochsal sebelum pengambilan.
Penggunaan sel asites
Sel hibridoma yang dipanen dari rongga perut mencit adalah merupakan sel
yang sudah adaptasi di dalam rongga perut oleh karena itu setelah dilakukan
pemanenan asites, sel dapat diinjeksikan kembali pada mencit baru tanpa didahului
dengan pemberian priming. Sel ini dapat disimpan pada -80C dan tahan sampai 6
bulan.
Produksi human-antibodi monoklonal pada rongga perut mencit
Produksi human-antibodi monoklonal pada mencit sulit dan terdapat
beberapa kendala karena sel hibridoma pada mencit terjadi xenotransplantat dan
terjadi reaksi yang berlebihan. Oleh karena itu

hewan coba perlu dilakukan

pelemahan sisten imun dengan cara penyinaran ultra violet. Produksi asites humanantibodi monoklonal relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sel hibridoma normal
pada mencit. Oleh karena itu diperlukan beberapa tahapan. Pertama ditumbuhkan
pada mencit melalui penyuntikan sel tumor secara in vitro. Akhirnya sel diinjeksikan
kembali untuk produksi asites.

Kerugian produksi human-antibodi monoklonal adalah.


1. Berlangsung lama dan harus aktif untuk adaptasikan sel dalam perut mencit dan
selanjutnya dilakukan kokultivasi secara in vitro selama 3 bulan.
2. Sulit mendapat hewan SPF dan juga harganya mahal;
3. Alat untuk penyinaran kadang sulit untuk mendapatkannya;
4. Pembentukan tumor pada setiap hewan sekitar 2-5 ml/mencit dengan konsentrasi
antibodi maksimal mg IgG/ml.

C. Dasar Hibridisasi Dan Produksi Antibodi Monoklonal


Sifat dan produksi sel myeloma dan sel linie tumor
Sebagai bahan dasar dalam pembuatan antibodi monoklonal terdapat
empat persyaratan yang harus dipenuhi antara lain :
1. Sel tidak dapat mensistesi antibodi kompler atau imunoglobulin L-chain dan H-chain
sendiri;
2. Sel tidak boleh mempunyai enzim defek, supaya setelah seleksi fusi dapat dieliminir;
3. Sel harus mempunyai sifat fusi yang yang baik, sehingga didapatkan sel hibridoma
yang banyak dan baik;
4. Sel harus dapat membawa sifat molekul dalam hibridoma untuk menginduksi
sintesis antibodi monoklonal yang tinggi.
Tanpa sekresi imunoglobulin
Sel myeloma atau sel tumor mempunyai sifat fisik yang tidak dapat
memproduksi atau mensintesis sendiri antibodi secara utuh atau rantai antibodi,
tetapi dapat memproduksi setelah hibridisasi. Hal ini karena terdapat sisternal
kombinasi kompartment dari kromosom 2, 14, 22 (manusia) atau 6, 12, dan 16 pada
mencit dari sel asal, selain itu juga sel myeloma tidak dapat mensintesis antiboodi,
sehingga dapat menseleksi untuk memproduksi antibodi monoklonal yang intak
dengan kromosom

sel B saja. Terdapat beberapa sel myeloma etablish

seperti maus myeloma yang berkode antara lain P3 x 63Ag8.653, SP2/O-Ag14 dan
P3-NS1/1-Ag4-1 tetapi kadang terjadi mutan. Sedang P3-NS-1/1-Ag4-1 secara
intraseluler bebas rantai kappa, tetapi tidak dapat berdifusi dengan baik.

Defek enzim untuk seleksi


Setelah dilakukan fusi terdapat empat kemungkinan populasi sel yang
berbeda yanitu tidak terjadi fusi di antara sel myeloma, tidak terjadi fusi di antara sel
limfosit, tidak terjadi hibridoma yang salah dan terjadi hibridoma yang benar. Apa
yang terjadi setelah fusi terhadap keempat macam sel fusi tersebut? Sel yang tidak
fusi dengan sel B akan mati beberapa hari setelah fusi atau paling lama 3 minggu.
Sel yang salah fusi dengan dua sel B dan satu sel myeloma, dua sel myeloma
dengan satu sel B, keduanya sel B, sel B dan sel T tidak mempunyai kemampuan
hidup dan akan mati dalam beberapa hari. Sel hibridoma yang sempurna fusi akan
tumbuh terus dan paling tidak dalam hibridisasi paling sedikit akan didapatkan sel
hibridoma sekita 10-4 meskipun masih ada sel yang tidak fusi seperti sel myeloma
yang dapat tumbuh cepat dan dapat proliferasi, maka diperlukan trik untuk
menyiasati sel tersebit agar cepat tereliminer atau mati maka perlu ditambahkan
medium Thymidin

Kinase (TK)

agar

terjadi

defek

enzim,

atau

ditambahkan Hypoxanthin Guanidin Phosphoribosyl Tranferase (HGPRT). Dengan


adanya defek enzyme, maka sel akan mati, sedang sel hibridoma (sel fusi) tidak
akan mati.
Sifat fusi yang baik
Sifat fusi yang baik adalah dapat mengahsilkan sel hibridoma yang banyak.
Jika sel linie tumor sesuai dengan kriteria sebagai persyaratan membuat hibridoma
maka akan mendapatkan sel partner yang baik, dan otomatis akan menghasilkan
sel hibridoma yang baik pula. Selain itu juga tidak ditemukan sel adanya sel mutasi
pada tingkat subklone.
Kualitas Hibridoma
Hibridoma dikatakan baik jika daya sintesis antibodi monoklonal tinggi.
Pernyataan ini sangat penting jika menginginkan produksi antiboodi monoklonal
dalam kapasitas yang cukup banyak. Apakah ingin memproduksi atau mendapatkan
kultur hibridoma 10 g/ml atau 50 g/ml. Sampai saat ini sel myeloma dapat
menginduksi sintesis antibodi monoklonal. Oleh karena itu sekarang teknik ini
berkembang pesat untuk memproduksi antibodi monoklonal anti human. Selain itu
juga tidak banyak ditemukan mutagenesis pada subklone. Dengan demikian melalui

teknologi gen teknik kemungkinan yang akan datang didapatkan sel yang baik,
sehingga menghasilkan fusi yang baik. (Rantam : 2003)
D. Cara Kerja Antibodi Monoklonal
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang
spesifik, tujuan pengobatan antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan selsel limfoma non Hodgkin secara khusus dan tidak mengganggu jenis-jenis sel
lainnya. Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal
sebagai antigen. Antibodi monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara
spesifik mengenali penanda protein tertentu di permukaan sel kanker. Antibodi
monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu sel untuk
menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk
menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam
pengobatan limfoma non Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20
ditemukan di permukaan Sel B abnormal yang ditemukan pada jenis-jenis limfoma
non Hodgkin yang paling umum.
Proses kerja
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel
mungkin dihancurkan langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan.
Rituximab secara efektif menyerang sel limfoma agar dapat dihancurkan siinduk
kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker. CD20 juga ditemukan di permukaan
sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih yang beredar di tubuh. Ini berarti
mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab digunakan. Akan tetapi, sel
induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B tidak memiliki CD20
pada permukaannya. Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan
dapat terus menyediakan sel-B sehat untuk tubuh. Meskipun jumlah sel-B normal
yang matang berkurang untuk sementara karena pengobatan, mereka akan kembali
ke kadar semula setelah pengobatan.
E. Bagaimana Antibodi Monoklonal Menghajar Sel Kanker
Antibodi Monoklonal drug adalah sebuah obat inovasi baru dalam usaha
manusia melawan kanker. Meskipun efektifitas dan sepesifisitas obat ini terhadap
kanker tertentu telah teruji dan membuahkan hasil, namun cara penggunaan obat ini

agar memberikan hasil yang terbaik sampai saat ini belumlah diketahui secara
pasti.Tahapannya :
1. Membuat sel kanker lebih dikenali oleh sisten Immun
Sistem immun akan aktif jika terdapat musuh (antigen) dalam tubuh. Sekali sisten
immun mengenali adanya musuh tubuh, maka ia akan memanggil teman-temannya
untuk melawan musuh ini. Tapi tidak selamanya sistem antibodi monoklonal
mengenali sel kanker. Rituximab bekerja agar sistem immun lebih kenal dengan sel
kanker sehingga sistem pertahanan tubuh bisa bekerja lebih efektif dalam rangka
menghajar sel kanker.
2. Menghambat Faktor-faktor Pertumbuhan Sel Kanker
Jika sebuah zat kimia yang disebut sebagai Growth Factor menempel pada
sel kanker, maka pertumbuhan sel kanker yang ditempeli akan meningkat drastis,
kalo pertumbuhan sel kankernya tambah banyak secara otomatis kankernya akan
bertambah ganas. Didasarkan fakta inilah, obat-obatan Antibodi Monoklonal seperti
cetuximab bekerja menghambat ikatan antara growht factor dengan reseptor pada
sel.
3. Menghantarkan Radiasi ke Sel Kanker
Kombinasi obat antibodi monoklonal dengan partikel radioaktif, kita bisa
menghantarkan radiasi langsung tepat sasaran pada sel kanker. Hal ini digunakan
untuk memastikan radiasi tersebut tidak merusak sel yang sehat. Dengan adanya
obat yang penggunaannya masih dalam pengawasan FDA ini, maka efektifitas
radioterapi pada pasien kanker bisa lebih ditingkatkan.
F. Dosis dan Pemberian Antibodi
Dosis dan pemberian bervariasi untuk setiap antibodi yang diberikan.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang umum digunakan dalam
pengobatan NHL diberikan intravena, melalui jarum yang masuk ke dalam pembuluh
darah , biasanya di lengan. Rituximab diberikan sebagai tetesan yang berarti obat
dimasukkan dulu ke dalam kantong infus, kemudian cairan menetes perlahan ke
dalam pembuluh darah dengan mengandalkan kekuatan gravitasi.
Jika antibodi monoklonal digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi,
rituximab biasanya diberikan sesaat sebelum kemoterapi pada awal setiap siklus
pengobatan. Sebelum tetesan infus diberikan, obat lain untuk mencegah beberapa

efek samping antibodi monoklonal diberikan contohnya parasetamol untuk


mengurangi demam dan anti-histamin untuk mengurangi kemungkinan reaksi alergi.
Meski demikian, efek samping antibodi monoklonal umumnya ringan dan sementara
serta dapat diatasi dengan mudah. Jika terjadi efek samping saat obat diberikan,
tetesan infus dapat diperlambat atau bahkan dihentikan hingga efek samping
berakhir.
Untuk pengobatan pertama, pasien menginap di rumah sakit atau
sementara tinggal di sana sebelum pulang ke rumah.Llanjutan biasanya lebih cepat
dan efek sampingnya lebih sedikit. Kebanyakan orang dapat mendapat pengobatan
lanjutan ini sebagai rawat-jalan dan pulang ke rumah pada hari itu juga.
G. Efek Samping Antibodi Monoklonal
Seperti semua obat, antibodi monoklonal dapat menyebabkan efek samping.
Contohnya untuk rituximab, efek samping umumnya ringan dan bersifat sementara,
hanya berlangsung selama pengobatan atau beberapa jam setelahnya. Efek
samping terjadi paling sering selama masa pengobatan mingguan pertama, dan
biasanya berkurang dengan dosis selanjutnya. Hal ini disebabkan lebih banyak sel
limfoma selama pengobatan pertama yang harus diserang oleh antibodi monoklonal
dan dihancurkan oleh si induk kekebalan tubuh.
Efek samping yang paling umum adalah demam, menggigil dan gejala
mirip flu lainnya, seperti nyeri otot, nyeri kepala dan rasa letih. Umumnya cepat
berakhir setelah masa pengobatan berakhir. Kadang-kadang, pasien merasakan
flushing mendadak dan merasa panas di wajah. Hal ini biasanya berlangsung amat
singkat. Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah
(anti-muntah) umumnya sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan
gejala-gejala

ini

sehingga

lebih

dapat

ditoleransi.

Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi
limfoma. Nyeri biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
Rituximab dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa:
- Gatal atau mendadak muncul warna kemerahan
- Batuk, mengi atau sesak napas
- Lidah bengkak atau rasa bengkak di tenggorokan
- Edema, atau pembengkakan karena kelebihan cairan dalam jaringan tubuh

Reaksi alergi berat terhadap rituximab jarang ditemukan dan pasien diamati
selama masa pengobatan akan munculnya gejala-gejala ini. Pasien harus
melaporkan gejala yang dialaminya begitu muncul. Seringkali, yang perlu dilakukan
hanyalah memperlambat atau menghentikan sementara tetesan intravena sampai
reaksi alergi berakhir. Pasien umumnya diberikan anti-histamin sebelum mulai
pengobatan untuk membantu mencegah atau mengurangi masalah ini.
Penggunaan antibody monoclonal sebagai terapi kanker juga mampu
menimbulkan efek samping, mulai efek samping yang ringan sampai efek samping
yang menjadikan pasien dalam kondisi gawat darurat.
Efek Samping Umum :
* Reaksi alergi seperti gatal dan bengkak.
* Gejala seperti flu, padahal bukan flu
* Nausea
* Diare
* Pengeringan Kulit
Efek Samping yang jarang terjadi, namun berbahaya.
* Perdarahan hebat
* Gangguan jantung
* Reaksi anafilaksis (hipersensitif)
* Penurunan jumlah hitung darah

BAB III
KESIMPULAN

Teknik Hibridoma adalah penggabungan dua sel dari organisme yang


sama maupun berbeda sehingga menghasilkan sel tunggal berupa sel hibrid
( hibridoma) yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut. Teknik hibridoma
ini sangat penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon dalam jumlah yang
besar.

Salah satu hasil dari teknik hibridoma ini adalah antibodi monoklonal.
Antibodi monoklonal adalah antibodi yang diperoleh dari suatu sumber tunggal atau
sel klona yang hanya mengenal satu jenis antigen. Pembentukan antibodi
monoklonal dilakukan dengan menggunakan kelinci atau tikus.
Cesar Milstein dan George Kohler, adalah dua ilmuwan yang pertama
menghasilkan antibodi monoklonal di laboratorium pada tahun 1975. Pada tahun
1984 mereka menerima hadiah Nobel untuk penelitian ini. Masalah besar yang
harus mereka atasi adalah limfosit cepat mati jika berada di luar tubuh. Milstein dan
Kohler harus merangsang limfosit untuk dapat hidup di luar tubuh makhluk hidup dan
berkembangbiak

dalam

tabung

reaksi.

Untuk

melakukan

hal

ini

mereka

menggunakan sel-sel tumor. Sel tumor ini disebut juga sel mieloma. Sel-sel mieloma
kehilangan kontrol untuk berkembangbiak secara terkendali dan menghasilkan satu
jenis antibodi, oleh sebab itu tumor dalam tubuh dapat menjadi masalah yang serius
dan beberapa jenis tumor dapat menyebabkan kanker. Mieloma dihasilkan oleh
sumsum tulang yang terinfeksi oleh penyakit. Sel-sel tumor dapat masuk ke dalam
tubuh dan dapat juga berkembangbiak di luar tubuh makhluk hidup. Para ahli
menggunakan sel-sel tumor untuk menghasilkan sel-sel hibridoma.
Teknik pembuatan antibodi monoklonal untuk pengobatan kanker,
langkah pertama adalah menginjeksikan antigen ke dalam tubuh tikus/ kelinci
percobaan, kemudian limpanya dipisahkan. Sel-sel pembentuk antibodi pada limpa
dilebur ( fusi ) dengan sel-sel mieloma ( sel kanker ). Sekitar 1% dari sel limpa
adalah sel plasma yang menghasilkan antibodi, sedangkan 10% sel hibridoma akhir
terdiri dari sel-sel yang menghasilkan antibodi. Setiap hibridoma hanya dapat
menghasilkan satu antibodi.
Disini teknik seleksi dikembangkan untuk mendidentifikasi sel tersebut,
kemudian dilakukan pengembangan atau pengklonan berikutnya. Klona yang
diperoleh dari hibridoma berupa antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal dapat
disimpan beku, kemudian dapat diinjeksikan ke dalam tubuh hewan atau dibiakkan
dalam suatu kultur untuk menghasilkan antibodi dalam jumlah yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal cukup beragam. Para ilmuwan berharap
dapat menggunakan antibodi monoklonal dalam pengobatan kanker. Beberapa jenis
sel kanker membuat antigen yang berbeda dengan protein yang dibuat oleh sel-sel

sehat. Dengan teknologi yang ada, dapat dibuat antibodi monoklonal yang hanya
menyerang protein dan menyerang sel-sel tanpa mempengaruhi sel-sel yang sehat.
Kegunaan antibodi monoklonal lainnya adalah sebagai berikut
1. untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin ( HCG ) dalam

urin wanita hamil.


2. untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan

kelebihan obat digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.


3. mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.

DAFTAR PUSTAKA

http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/membuat-antibody-monoklonal.html. Diakses 25
April 2012.
http://dunianyasari.blogspot.com/2011/06/antibodi-monoklonal.html. Diakses 25 April 2012.
Prawirohartono, S & Hadisumarto, S. 1997. Sains Biologi-3B. Bumi Aksara, Jakarta.
Rantam, Fedik A. 2003. Metode Imunologi. Airlangga University Press, Surabaya
Radji, Maksum. 2010. Imunologi & Virologi. Penerbitan PT. ISFI, Jakarta.
(Online),http://vivalapharmacy.blogspot.com/2011/03/teknologi-pembuatan-antibodimonoklonal.html. Diakses 25 April 2012.

Watson, James D., etc. 1988. DNA Rekombinan, Suatu Pelajaran Singkat. Erlangga,
Jakarta.

http://4putradaritimur.blogspot.com/2012/05/laporan-anti-bodi-monoklonal.html

Anda mungkin juga menyukai