Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Istilah cholelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang
dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus
koledokus, atau pada kedua-duanya (1). Lebih dari 20 juta orang di Amerika
Serikat memiliki batu empedu dalam kandung empedunya; sekitar
300.000 operasi dilakukan setiap tahunnya untuk penyakit ini; dan
setidaknya 6.000 kematian diakibatkan oleh komplikasi dari penyakit ini (2).
Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu di
Indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia
Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Muangthai, dan Filipina (1).
Berdasarkan kandungan kolesterol dalam batu, batu empedu
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Batu
kolesterol adalah batu dengan kandungan kolesterol lebih dari 75%,
sedangkan batu pigmen adalah batu dengan kandungan kolesterol kurang
dari 25%(6).
Batu kolesterol terbentuk akibat sekresi cairan empedu yang
tersupersaturasi oleh kolesterol dari hepar (2). Batu pigmen hitam terbentuk
akibat supersaturasi kalsium bilirubinat, karbonat, dan fosfat, seringkali
terjadi akibat penyakit hemolitik seperti spherocytosis herediter dan
anemia sel sabit, serta sirosis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk dalam
kandung empedu maupun dalam saluran empedu, biasanya terbentuk
akibat infeksi bakteri yang disebabkan oleh stasis cairan empedu (6).
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu
adalah asimtomatik. Pada batu empedu simptomatis, gejala utamanya
yaitu colic bilier(1). Penatalaksanaan dari cholelithiasis dapat dibedakan
menjadi tatalaksana nonbedah dan tatalaksana pembedahan. Keduanya
memiliki indikasi masing-masing yang harus dipertimbangkan sebelum
terapi mulai diberikan.
Cholelithiasis

dapat

menimbulkan

berbagai

komplikasi

yang

membutuhkan intervensi yang relatif cepat (4). Komplikasi tersebut dapat

berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan perforasi dan peritonitis,


kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel
bilioenterik, ileus batu empedu, pankreatitis, dan perubahan keganasan (1).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vesica Biliaris dan Ductus Biliaris
2.1.1

Anatomi(5)

Vesica biliaris terletak pada fossa vesicae biliaris pada facies


visceralis hepar. Fossa yang dangkal ini terletak pada perbatasan antara
lobus dextra dan lobus sinistra hepar. Vesica biliaris berbentuk seperti
buah pir, memiliki panjang sekitar 7-10 cm, dan dapat menampung cairan
empedu hingga 50 mL. Peritoneum menutupi seluruh permukaan fundus
vesica biliaris dan melekatkan corpus dan collum vesica biliaris dengan
hepar. Vesica biliaris memiliki 3 bagian, yaitu:
a. Fundus : merupakan bagian ujung yang lebar dan tumpul, biasanya
terproyeksi dari margo inferior hepar dekat bagian ujung cartilago
costae IX dextra pada midclavicular line.
b. Corpus : bagian utama, berhubungan dengan facies visceralis hepar,
colon transversum, dan pars superior duodenum. Hubungannya
dengan duodenum sangat erat hingga seringkali pars superior
duodenum terwarnai hijau oleh empedu pada cadaver.
c. Collum : bagian yang sempit, mengarah menuju porta hepatis. Pada
umumnya collum vesica biliaris melekuk seperti huruf S dan
bergabungan dengan ductus cysticus.
Empedu yang disekresikan oleh hepar mengalir ke ductus hepaticus
dextra dan sinistra. Ductus hepaticus memiliki panjang sekitar 4 cm.
Kedua ductus ini bergabung stelah melewati porta hepatis, membentuk
ductus hepaticus communis, yang kemudian bergabung dengan ductus
cysticus di sebelah kanannya untuk membentuk ductus biliaris. Ductus
cysticus, yang memiliki panjang 3-4 cm, menghubungkan collum vesica
biliaris dengan ductus hepaticus communis. Lumen ductus cysticus
dipertahankan tetap terbuka oleh mucosa collum vesica biliaris yang
membentuk spiral (spiral valve).

Gambar 2.1 Anatomi Vesica Biliaris(9)


Ductus biliaris memiliki panjang yang bervariasi, antara 5-15 cm.
Ductus biliaris terletak posterior dari pars superior duodenum dalam suatu
cekungan yang ada di facies posterior caput pankreas. Di sebelah kiri pars
descendens duodenum, ductus biliaris bergabung dengan ductus
pancreaticus mayor, membentuk suatu pelebaran yang disebut ampulla
hepatopancreatica. Ujung distal ampulla ini masuk ke dalam duodenum
melalui papilla duodenum mayor.

Gambar 2.2 Ductus Biliaris(9)


4

Suplai darah untuk vesica biliaris dan ductus cysticus berasal dari
arteria cystica, yang umumnya berasal dari arteria hepatica dextra pada
segitiga di antara ductus hepaticus communis, ductus cysticus, dan facies
visceralis hepar. Segitiga ini disebut juga cystohepatic triangle dari Calot.
Akan tetapi asal dan perjalanan dari arteri ini bervariasi.

Gambar 2.3 Arteria Cystica(5)


Drainase vena dari collum vesica biliaris dan ductus cysticus adalah
melalui vena cystica, sedangkan dari fundus dan corpus vesica biliaris
adalah melalui sinusoid hepar. Aliran limfe dari vesica biliaris menuju ke
limfonodi hepatica, seringkali melalui limfonodi cystici yang terletak di
dekat collum vesica biliaris. Innervasi untuk vesica biliaris dan ductus
cysticus yaitu dari plexus nervus celiaca untuk persarafan simpatis dan
visceral afferent, nervus vagus untuk persarafan parasimpatik, dan nervus
phrenicus dextra untuk persarafan somatic afferent.
Suplai darah untuk ductus biliaris berasal dari arteria cystica untuk
bagian proksimal; arteria hepatica dextra untuk bagian tengah; arteria
pancreaticoduodenal superior posterior dan arteria gastroduodenal untuk
bagian retroduodenal. Aliran vena dari bagian proksimal ductus biliaris dan
ductus hepaticus biasanya langsung memasuki hepar, sedangkan aliran

vena dari bagian distal ductus mengalir menuju vena pancreaticoduodenal


superior posterior. Aliran limfe dari ductus biliaris melewati limfonodi
cystici, limfonodi foramen omentalis, dan limfonodi hepatica.

Gambar 2.4 Vaskularisasi, Innervasi, dan Limfatik Vesica Biliaris (5)


2.1.2

Fisiologi

Salah satu fungsi hepar adalah untuk mensekresikan empedu,


normalnya antara 600-1000 ml/hari. Empedu mempunyai dua fungsi
penting.

Pertama,

empedu

memainkan

peranan

penting

dalam

pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu dalam empedu


melakukan dua hal: (1) asam empedu membantu mengemulsikan partikelpartikel lemak yang besar dalam makanan menjadi banyak partikel kecil,
peermukaan partikel tersebut dapat diserang oleh enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pankreas, dan (2) asam empedu membantu
absorpsi produk akhir lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa
intestinal. Kedua, empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan
beberapa produk buangan yang penting dari darah. Hal ini terutama
meliputi bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan
kelebihan kolesterol(3).
a. Pembentukan Empedu dan Komposisi Empedu

Empedu disekresikan dalam dua tahap oleh hati. Bagian awal


disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati, sel hepatosit. Sekresi
awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan zatzat organik lainnya. Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris,
bagian kedua dari sekresi hati ditambahkan ke dalam sekresi empedu
yang pertama. Sekresi tambahan ini berupa larutan ion-ion natrium dan
bikarbonat encer yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang
mengelilingi duktulus dan duktus. Sekresi kedua ini dirangsang terutama
oleh sekretin, yang menyebabkan pelepasan sejumlah ion bikarbonat
tambahan sehingga menambah jumlah ion bikarbonat dalam sekresi
pankreas(3).
Hepar

memproduksi

mengekskresikannya

empedu

melalui

secara

kanalikuli

terus

empedu.

menerus
Sekresi

dan

empedu

dipengaruhi oleh stimulus neurogenik, humoral, dan kimiawi. Stimulasi


vagus meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi nervus
splanchnicus

menyebabkan

penurunan

aliran

empedu.

Asam

hydrochlorida, protein yang tercerna sebagian, dan asam lemak dalam


duodenum menstimulasi pelepasan sekretin dari duodenum yang
menyebabkan peningkatan produksi dan aliran empedu. Empedu mengalir
dari hepar melalui duktus hepaticus, menuju duktus hepaticus communis,
kemudian melewati ductus biliaris komunis, dan pada akhirnya mencapai
duodenum(6).
Zat yang paling banyak disekresikan dalam empedu adalah garam
empedu. Bilirubin, kolesterol, lesitin, dan elektrolit juga disekresikan atau
diekskresikan dalam konsentrasi besar. Dalam proses pemekatan di
kandung empedu, air dan elektrolit dalam jumlah besar (kecuali ion
kalsium) direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu; pada dasarnya
semua zat lain, terutama garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan
lesitin, tidak direabsorbsi dan menjadi sangat pekat dalam empedu di
kandung empedu(3).
b. Fungsi Garam Empedu

Sel hati mensintesis sekitar 6 gram garam empedu setiap harinya.


Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol, baik yang ada dalam diet
atau yang disintesis dalam sel hati selama berlangsungnya metabolisme
lemak. Kolesterol pertama diubah menjadi asam kolat atau asam
kenodeosikolat dalam jumlah yang sama. Asam-asam ini selanjutnya akan
berkombinasi terutama dengan glisin dan, dalam jumlah yang sedikit,
dengan taurin untuk membentuk asam empedu terkonjugasi. Garamgaram dari asam ini, terutama garam natrium, kemudian akan disekresi
dalam empedu. Garam empedu mempunyai dua kerja penting pada
traktus intestinal(3):
1) Emulsifikasi partikel lemak dalam makanan. Hal ini mengurangi
tegangan permukaan partikel dan memungkinkan agitasi dalam traktus
intestinal untuk memecahkan butiran-butiran lemak menjadi bentuk
yang lebih kecil(3).
2) Membantu absorpsi asam lemak, monogliserid, kolesterol, dan lemak
lain dalam traktus intestinal. Garam empedu melakukan fungsi ini
dengan cara membentuk kompleks fisik yang sangat kecil dengan
lemak, kompleks ini disebut micel, dan bersifat semi larut dalam kimus
akibat muatan listrik dari garam-garam empedu. Lemak usus diangkut
dalam bentuk ini ke mukosa usus, tempat lemak kemudian diabsorbsi
ke dalam darah(3).
Garam empedu bertahan dalam lumen usus hingga mencapai
jejunum, dimana mereka berpartisipasi dalam pencernaan dan absorpsi
lemak. Ketika mencapai bagian distal usus halus, garam empedu
direabsorbsi oleh sistem transpor aktif yang berlokasi di bagian ujung
ileum. Lebih dari 95% garam empedu ditranspor ke dalam darah vena
porta; sisanya memasuki colon, dimana mereka diubah menjadi garam
empedu sekunder(2).

c. Fungsi Kandung Empedu(6)

Kandung empedu, duktus biliaris, dan sfingter Oddi bekerja


bersama-sama untuk menyimpan dan mengatur aliran dari empedu.
Fungsi utama dari kandung empedu adalah untuk mencampur dan
memasok empedu yang berasal dari hari dan mengirimnya ke duodenum
sebagai respon terhadap makanan.
Pengisian kandung empedu difasilitasi oleh kekuatan kontraksi dari
sfingter Oddi, dimana hal tersebut menciptakan perbedaan tekanan antara
duktus biliaris dan kandung empedu. Sebagai respon terhadap makanan,
terjadi pengosongan kandung empedu oleh karena respon koordinasi
motorik dari kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi. Salah
satu stimulus utama dalam proses pengosongan kandung empedu adalah
hormon cholecystokinin (CCK). Hormon CCK dilepaskan secara endogen
dari mukosa duodenum sebagai respon terhadap makanan. Ketika
dirangsang oleh makanan, empedu mengosongkan sekitar 50-70% isinya
dalam 30-40 menitt. Selanjutnya, dalam 60-90 menit empedu secara
bertahap terisi kembali, hal ini berhubungan dengan penurunan kadar
CCK. Jalur hormonal dan neural lainnya juga mempengaruhi koordinasi
dan kerja kandung empedu dan sfingter Oddi. Kelainan aktivitas motorik
kandung empedu akan mengakibatkan penumpukan kolesterol dan
pembentukan batu empedu.
Nervus vagus merangsang kontraksi dari kandung empedu, dan
rangsangan dari nervus splanchnicus menghambat aktivitas motorik dari
kandung

empedu.

Obat-obatan

parasimpatomimetik

menyebabkan

kontraksi kandung empedu, sedangkan atropine menyebabkan relaksasi.


Pembesaran antrum gaster menyebabkan kontraksi kandung empedu dan
relaksasi sfingter Oddi. VIP menghambat kontraksi dan menyebabkan
kandung empedu berelaksasi. Somatostatin dan analognya merupakan
penghambat yang poten terhadap kontraksi kandung empedu. Dengan
demikian pasien yang diterapi dengan analog somatostatin memiliki resiko
tinggi mengalami pembentukan batu empedu.

Gambar 2.5 Fisiologi Kandung Empedu(3)


2.1.3

Kelainan-Kelainan

Kelainan yang dapat terjadi pada kandung empedu dan saluran


empedu antara lain(1) :
a. Kelainan Bawaan

Agenesis kandung empedu

Atresia saluran empedu

Kista choledocus

b. Trauma Hepatobilier
c. Tumor Ganas
d. Cholelithiasis
e. Cholecystitis
f. Hydrops Kandung Empedu
g. Obstruksi Saluran Empedu
h. Fistel Bilioenterik
2.2 Cholelithiasis
2.2.1 Definisi
Cholelithiasis adalah adanya batu dalam kantong empedu atau
dalam saluran empedu(7). Istilah cholelithiasis dimaksudkan untuk penyakit
10

batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di


dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (1).
2.2.2 Epidemiologi dan Faktor Predisposisi
Di Amerika Serikat, lebih dari 20 juta orang memiliki batu empedu
dalam kandung empedunya; setiap tahun sekitar 300.000 operasi
dilakukan untuk penyakit ini, dan sekitar 6000 kematian terjadi setiap
tahunnya akibat komplikasi atau terapi dari penyakit ini. Insidensi batu
empedu meningkat bersama dengan usia, dimana pada usia 50-65 tahun
sekitar 20% wanita dan 5% pria mengalami penyakit ini (2).
Prevalensi batu empedu terkait oleh banyak faktor, termasuk usia,
jenis kelamin, dan latar belakang etnis. Wanita tiga kali lebih beresiko
mengalami batu empedu dibandingkan pria, dan keluarga dekat dari
pasien dengan batu empedu memiliki prevalensi dua kali lipat lebih tinggi.
Beberapa kondisi yang merupakan predisposisi dari terbentuknya batu
empedu yaitu obesitas, kehamilan, faktor diet, penyakit Crohn, reseksi
ileum terminal, pembedahan gaster, spherocytosis herediter, penyakit sel
sabit, dan thalassemia(6).
Meskipun batu empedu paling banyak ditemukan dalam kandung
empedu, namun sepertiga dari batu saluran empedu merupakan batu
duktus koledokus. Di negara barat, 80% dari batu empedu adalah batu
kolesterol,

sebaliknya

di Asia

Timur

lebih

banyak

batu

pigmen

dibandingkan dengan batu kolesterol. Sementara ini didapat kesan bahwa


meskipun batu kolesterol di Indonesia lebih umum, angka kejadian batu
pigmen lebih tinggi dibandingkan dengan angka yang terdapat di negara
barat(1).
Epidemiologi penyakit batu empedu yaitu lebih banyak dijumpai pada
wanita dengan perbandingan 2:1 (FEMALE), lebih sering pada orang
gemuk (FAT), bertambah dengan tambahnya usia (FORTY), lebih banyak
pada multipara (FERTILE), lebih banyak pada orang-orang dengan diet
tinggi kalori dan obat-obat tertentu (FOOD), dan sering memberi gejalagejala saluran cerna (FLATULENCE)(7).

11

2.2.3 Klasifikasi
Berdasarkan kandungan kolesterol dalam batu, batu empedu
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu batu kolesterol dan batu pigmen. Batu
kolesterol adalah batu dengan kandungan kolesterol lebih dari 75%,
sedangkan batu pigmen adalah batu dengan kandungan kolesterol kurang
dari 25%(6).
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol,
dan sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium
bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen.
Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu
soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset, bulat,
berduri, dan ada yang seperti buah murbei (1).

Gambar 2.6 Batu Kolesterol(10)


Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang
dari 25%. Batu pigmen disebut juga sebagai batu bilirubin atau batu
lumpur. Batu ini berisi kalsium bilirubinat. Seringkali ditemukan berbentuk
tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi
antara cokelat, kemerahan, sampai hitam, dan berbentuk seperti lumpur
atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang
lebih besar(1).

12

Gambar 2.7 Batu Pigmen Hitam(11)

Gambar 2.8 Batu Pigmen Coklat(12)


2.2.4 Patogenesis
Batu empedu terbentuk akibat larutan empedu yang mengalami
pemadatan. Bahan organik utama yang terlarut dalam empedu yaitu
bilirubin, garam empedu, fosfolipid, dan kolesterol (6).
a. Batu Kolesterol
Batu kolesterol terbentuk akibat sekresi cairan empedu yang
tersupersaturasi oleh kolesterol dari hepar. Kolesterol tidak larut dalam air
dan dalam cairan empedu harus ditransport melalui misel dan vesikel
fosfolipid. Jika kadar kolesterol dalam empedu melebihi kapasitas, kristal
kolesterol mulai mengalami presipitasi dalam vesikel fosfolipid. Kristalkristal kolesterol ini lama kelamaan menjadi batu makroskopik (2).
Penjenuhan kolesterol dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi
kolesterol

atau

penurunan

relatif
13

asam

empedu

atau

fosfolipid.

Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada


obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, dan pemakaian obat yang
mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam empedu akan
menurun pada penderita dengan gangguan absorbsi di ileum atau
gangguan daya pengosongan primer kandung empedu (1).
Supersaturasi kolesterol dalam cairan empedu saja tidak cukup
untuk menyebabkan terbentuknya batu. Untuk pembentukan batu
kolesterol,

faktor

pronukleasi

(seperti

immunoglobulin,

mucus

glycoprotein, fibronectin, dan orosomucoid) tampaknya lebih berperan


dibandingkan faktor antinukleasi (seperti glikoprotein, apolipoprotein, dan
cytokeratin). Selain itu batu kolesterol lebih mudah terbentuk pada
kandung empedu yang mengandung nidus (butir-butir kecil pigmen) yang
berperan dalam kristalisasi kolesterol, mengandung mucoprotein untuk
melekatkan partikel batu, dan mengalami stasis untuk memungkin
pembentukan dan pertumbuhan batu(2).
b. Batu Pigmen
Batu pigmen hitam terbentuk akibat supersaturasi kalsium bilirubinat,
karbonat, dan fosfat, seringkali terjadi akibat penyakit hemolitik seperti
spherocytosis herediter dan anemia sel sabit, serta sirosis. Seperti batu
kolesterol, batu ini hampir selalu terbentuk dalam kandung empedu.
Dalam empedu, bilirubin yang tidak terkonjugasi memiliki kelarutan yang
lebih tinggi daripada bilirubin terkonjugasi. Normalnya dekonjugasi
bilirubin terjadi secara lambat dalam empedu. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi, seperti pada keadaan hemolisis, menyebabkan peningkatan
produksi

bilirubin

menyebabkan

yang

tidak

peningkatan

terkonjugasi.

sekresi

bilirubin

Sirosis
tidak

juga

dapat

terkonjugasi.

Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam empedu lama


kelamaan akan menyebabkan presipitasi dengan kalsium (6).
Batu pigmen coklat dapat terbentuk dalam kandung empedu maupun
dalam saluran empedu, biasanya terbentuk akibat infeksi bakteri yang
disebabkan oleh stasis cairan empedu. Presipitasi kalsium bilirubinat dan

14

bakteri membentuk sebagian besar batu. Bakteria seperti Eschericia coli


mensekresikan beta-glucoronidase yang secara enzimatis membelah
bilirubin glucoronide untuk menghasilkan bilirubin tidak terkonjugasi yang
tidak larut. Terjadi presipitasi dengan kalsium, dan bersama dengan
bakteri, terbentuklah batu pigmen coklat yang lunak dalam saluran
empedu(6).
2.2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita batu kandung empedu
adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa dispepsia
yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak (1).
Pada batu empedu simptomatis, gejala utamanya yaitu colic bilier.
Karakteristik dari colic bilier yaitu nyeri dengan intensitas berat, hilang
timbul, dirasakan selama 30 menit hingga beberapa jam, berlokasi di
epigastrium atau kuadran kanan atas (8). Nyeri dapat menyebar ke
punggung tengah, skapula, atau puncak bahu. Disertai mual dan
muntah. Jika terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah
pada waktu menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas,
yang merupakan tanda rangsangan peritoneum setempat (1).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada batu kandung empedu, jika ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisik, biasanya berhubungan dengan komplikasi. Pada
pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri
tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari pemeriksa dan
pasien berhenti menarik napas(1).
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala atau tanda pada
fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik.

15

Apabila ditemukan kolangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan


ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial
nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis,
biasanya berupa kolangitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala
pentade Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot disertai shock dan
kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma (1).
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dan tes fungsi hepar umumnya
menunjukkan hasil yang normal(4).
d. Pemeriksaan Pencitraan
Ultrasound abdomen merupakan tes diagnostik standar untuk batu
empedu. Terkadang batu empedu juga dapat diidentifikasi pada foto polos
abdomen maupun CT-scan(6).
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitivitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau edema
karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang udara di dalam
usus(1).

Gambar 2.9 Hasil Pemeriksaan USG Abdomen pada Batu Kandung


Empedu(13)
16

Foto polos perut biasanya tidak memberikan gambaran yang khas


karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. CT-scan tidak lebih unggul daripada USG untuk mendiagnosa
batu kandung empedu. Cara ini lebih berguna untuk membantu diagnosis
keganasan pada kandung empedu yang mengandung batu, dengan
ketepatan sekitar 70-90%(1).

Gambar 2.10 Foto Polos Abdomen pada Kolelitiasis (14)


2.2.6 Penatalaksanaan
Cholelithiasis

dapat

menimbulkan

berbagai

komplikasi

yang

membutuhkan intervensi yang relatif cepat. Akan tetapi pendekatan yang


berbeda harus dilakukan terhadap pasien dengan batu empedu yang
asimtomatis atau tidak terkomplikasi. Pada pasien asimtomatis, tindakan
operatif tidak disarankan, namun dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan usia muda; pasien diabetik, karena kondisi ini memiliki resiko
komplikasi yang lebih tinggi; dan adanya fistula cholecystenteric yang
teridentifikasi(4).
Cholelithiasis dapat ditangani baik secara nonbedah maupun dengan
pembedahan. Tata laksana nonbedah terdiri atas lisis batu, litotripsi
dengan ESWL, dan pengeluaran secara endoskopik (1). Pembedahan

17

laparascopic cholecystectomy dapat dilakukan pada pasien dengan batu


empedu yang simtomatik(6).
a. Tatalaksana Nonbedah
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu koletolitik mungkin
berhasil pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita
dengan pengobatan selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui
kateter perkutan ke dalam kandung empedu dengan metilbutil eter
berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif tetapi
kerap disertai penyulit(1). Agen yang biasa digunakan untuk disolusi batu
secara oral yaitu asam ursodeoxycholic atau asam cheneodeoxycholic.
Kriteria untuk keberhasilan dalam melakukan terapi ini yaitu batu
radioluscent dengan diameter kurang dari 1 cm, dan fungsi kandung
empedu baik. Angka kekambuhan yaitu 50% dalam 5 tahun (4).
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) memfokuskan
gelombang ultrasonic pada batu dan dapat berhasil memecah beberapa
batu. Teknik ini tidak nyeri, tidak memerlukan anestesi, dan dapat
dilakukan secara rawat jalan. Terapi disolusi oral sebagai adjuvan
diperlukan untuk memecah fragmen batu yang masih tertinggal. Kriteria
untuk melakukan terapi ini yaitu jumlah batu radioluscent tidak lebih dari 3,
dengan diameter kurang dari 3 cm, dan kandung empedu yang berfungsi
baik dengan ductus cysticus yang paten(4).
Tindakan endoskopik yang dapat dilakukan yaitu sfingterotomi
endoskopik terhadap sfingter Oddi di papila Vater, yang memungkinkan
batu keluar secara spontan atau melalui kateter Fogarty atau kateter
basket. Tujuan dari tindakan ini yaitu membersikan empedu dan nanah
serta membersihkan ductus choledocus dari batu. Apabila batu duktus
choleducus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm, sfingterotomi
mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita ini dianjurkan
melakukan litotripsi terlebih dahulu(1).

18

b. Tatalaksana Pembedahan
Cholecystectomy diindikasikan untuk kebanyakan pasien simtomatis.
Prosedur ini dapat dijadwalkan terlebih dahulu, dengan jarak beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah diagnosis (2). Akan tetapi pada
pasien dengan cholecystitis akut dapat dilakukan lebih awal (sekitar 48
jam dari onset gejala)(4). Cholecystectomy merupakan terapi definitif dari
cholecystitis akut(8).
Saat ini cholecystectomy laparoscopic merupakan prosedur yang
umum dilakukan, dengan mortalitas dibawah 1% (4). Indikasi dilakukan
cholecystectomy yaitu batu empedu pada penderita diabetes mellitus,
kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral dimana hal ini
menandakan stadium lanjut, batu empedu yang berdiameter lebih dari 2
cm karena batu besar lebih sering menimbulkan kolesistitis akut, dan
adanya kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan
karsinoma(1).
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi cholelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat
menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fistel bilioenterik, ileus batu empedu,
pankreatitis, dan perubahan keganasan. Batu empedu dari duktus
koledukus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papila Vater dan
menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, udem, dan
striktur papila Vater. Komplikasi cholelithiasis dapat dilihat pada tabel
2.1(1).

19

Tabel 2.1 Komplikasi Cholelithiasis(1)


1. Cholecystolithiasis
Asimptomatik (50-60%)
Obstruksi duktus cysticus
Kolik
Cholecystitis akut

Empyema

Pericholecystitis

Perforasi

Cholecystitis kronis

Hydrops kandung empedu

Empyema kandung empedu

Fistel kolesistoenterik

Ileus batu empedu

Karsinoma kandung empedu


Choledocolithiasis sekunder
2. Choledocolithiasis (primer atau sekunder)
Asimptomatik
Kolik
Ikterus Obstruktif
Sirosis hepatik bilier
Kolangitis
Kolangiolitis
Abses hati multipel
Fibrosis papil Vater
Pankreatitis
2.2.8 Prevensi
Pencegahan cholelithiasis dapat dilakukan pada orang dengan
kecenderungan empedu yang litogenik, dengan cara mencegah infeksi
dan menurunkan kadar kolesterol serum dengan cara mengurangi asupan
atau menghambat sintesis kolesterol. Obat golongan statin dikenal dapat

20

menghambat sintesis kolesterol karena mengambat enzim HMG-CoA


reduktase(1).
2.2.9 Prognosis
Komplikasi serius dan kematian yang terkait dengan tindakan
operatif sangat jarang. Angka kematian akibat operasi adalah 0,1% pada
pasien berusia dibawah 50 tahun dan 0,5% pada pasien berusia diatas 50
tahun. Operasi dapat mengurangi gejala pada 95% kasus (2).

21

DAFTAR PUSTAKA
1. de Jong, Wim dan Sjamsuhidayat R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
2. EGC, Jakarta.
2. Doherty , Gerard M and Way, Lawrence W. 2006. In Doherty, Gerard
M, editor. Current Surgical Diagnosis and Treatment, 12 th Edition. The
McGraw-Hill Companies, Inc., USA.
3. Guyton, Arthur C dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi 11. EGC, Jakarta.
4. Henry, Michael M and Thompson, Jeremy N. 2005. Clinical Surgery 2 nd
Edition. Elsevier Saunders, London.
5. Moore, Keith L, Dalley, Arthur F and Agur, Anne M. 2010. Clinically
Oriented Anatomy 6th edition. Lippincott Williams and Wilkins, USA.
6. Oddsdottir, Margret and Hunter, John G. 2005. In Brunicardi, Charles F
et al., editors. Schwartz Principles of Surgery 8 th Edition. The McGrawHill Companies, Inc., USA.
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr
Soetomo. 2008. Universitas Airlangga, Surabaya.
8. Pierce, Richard A and Strasberg, Steven M. 2008. Biliary Surgery. In
Klingensmith, Mary E, et al., editors. The Washington Manual of
Surgery, 5th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, USA.
9. Snell, Richard S. 2008. Clinical Anatomy by Regions. Lippincott
Williams and Wilkins, USA.
10. https://www.flickr.com/photos/jian-hua_qiao_md/4329255270
11. http://medpics.ucsd.edu/index.cfm?
curpage=image&course=path&mode=browse&lesson=21&img=516
12. https://www.flickr.com/photos/jian-hua_qiao_md/3953725570
13. http://infosehatmedis.blogspot.co.id/2013/08/dikira-maag-ternyatabatu-empedu.html
14. http://alfianfreezone.blogspot.co.id/2013/03/makalah-kmb-i-kolelitiasis-

batu-kantung.html

22

Anda mungkin juga menyukai