SEDATIF HIPNOTIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Sedasi merupakan penekan sistem saraf pusat, dimana dalam dosis rendah dapat
menghilangkan respon fisik dan mental tetapi tidak mempengaruhi kesadaran.Menurut Hayes
dan Kee (2000), sedasi adalah suatu usaha untuk menimbulkan keadaan tenang dengan
pemberian obat. Sedatif pertama kali diresepkan untuk mengurangi ketegangan serta anxietas
(kecemasan). Pada penggunaan obat sedasi, kesadaran seseorang mulai menurun akan tetapi
masih dapat mengendalikan jalan nafas dan merespon perintah. Zat hipnotik merupakan obat
yang dapat menginduksi tidur. Obat hipnotik diinduksi untuk mengilangkan kesadaran pada
saat dilakukan anestesi umum. Obat obat yang ditujukan untuk sedatif dan hipnotik bekerja
menekan sistem saraf pusat dengan menghambat aktivitas GABA dalam berikatan dengan
reseptor GABA sehingga dihasilkan efek sedatif dengan adanya penurunan lokomotor (gerak
normal tubuh) (Hidayati, 2013).Obat-obat sedatif-hipnotik seringkali merupakan obat yang
sama, akan tetapi yang lebih sering dipakai adalah untuk efek hipnotiknya. Sedatif-hipnotik
terbagi menjadi 3 golongan antara lain golongan obat barbiturate, benzodiazepine dan
piperidindion (Hayes dan Kee, 2000).
Barbiturate merupakan golongan obat sedatif-hipnotik yang masih digunakan hingga
saat ini. Berdasarkan masa kerjanya, barbiturate diklasifikasikan kedalam empat kelompok
yaitu barbiturat dengan masa kerja panjang, sedang, singkat dan sangat singkat.Yang
termasuk dalam kelompok masa kerja panjang adalah fenobarbital, mefobarbtal dan
metarbital yang digunakan untu mengendalikan kejang pada pasien epilepsi. Barbiturate
dengan masa kerja sangat singkat digunakan untuk ansestesi umum seperti natrium tipental
(Penthotal). Sedangkan barbiturate dengan masa kerja singkat digunakan untuk menimbulkan
tidur pada pasien yang sulit tidur seperti sekobarbital dan pentobarbital. Barbiturate
merupakan depresan yang lebih kuat dibandingkan dengan golongan BZD (benzodiazepine)
karena pada dosis tinggi barbiturate secara langsung dapat meningkatkan konduktansi Cl- dan
menurunkan sensitivitas membran pascasinaps neuron terhadap transmitor eksitasi (Hayes
dan Kee, 2000).
Dengan adanya peningkatan dosis maka dapat ditimbulkan suatu efek hipnotik yang
merupakan bentuk alami dari keadaan tidur. Obat-obat sedatif-hipnotik mungkin bisa
mencapai anestesi apabila diberikan dalam dosis yang sangat tinggi. Salah satu contohnya
adalah penggunaan golongan barbiturate dengan masa kerja singkat yaitu thiopental yang
dipakai untuk menimbulkan efek anestesi. Sedangkan pada penggunaan fenobarbital dapat
menimbulkan efek samping yang mencakup gejala serebelum seperti sedasi, ataksia,
nistagmus dan rasa kantuk pada orang dewasa. Penggunaan obat golongan barbiturate pada
dosis tinggi di mana kurva dosis obat meningkat dapat mencapai efek koma akibat paralysis
otak. Efek yang dapat ditimbulkan oleh golongan sedatif hipnotik selain efek sedatif dan
hipnotik, dapat juga menimbulkan efek anestesi hingga koma tergantung pada dosis obat
yang diberikan. Efek seperti iniperlu dihindari dengan penggunaan dosis dan terapi obat yang
benar. Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk mengetahui efek obat sedative dan
hipnotik serta mengamati adanya tanda-tanda over dosis golongan obat barbiturate.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Yang menjadi rumusan masalah dalam percobaan ini adalah :
1. Apa saja perbedaan efek obat sedatif dan hipnotik ?
2. Apa saja tanda-tanda over dosis golongan obat barbiturate ?
1.3 HIPOTESA PERCOBAAN
1. Peda penggunaan obat sedatif terlihat efek hilangnya respon fisik akan tetapi tidak
menghilangkan kesadaran. Sedangkan pada obat hipnotik terjadi hilangnya
kesadaran.
2. Adanya tanda-tanda over dosis (penggunaan dosis tinggi) seperti depresi
pernafasan denyut jantung yang semakin menurun.
1.4 TUJUAN
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah untuk membedakan efek obat sedatif dan
hipnotik serta mengamati adanya tanda-tanda overdosis golongan obat barbiturate.
obat
hipnotik
menyebabkan
antukdan
mempermudah
tidur
serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (Wiria dan Handoko, 1995).
Beberapa golongan sedatif-hipnotik antara lain sebagai berikut :
Golongan Benzodiazepin
Benzodiazepin atau turunan benzodiazepin saat ini merupakan obat tidur
terpenting dan yang paling sering digunakan. Secara kualitatif, golongan
benzodiazepin mempunyai efek yang hampir sama dengan golongan sedatifhipnotik lainnya, namun secara kuantitatif spektrum farmakodinamik serta
farmakokinetiknya berbeda. Hal ini menyebabkan aplikasi terapi golongan ini
lebih luas karena Benzodiazepin memiliki banyak efek antara lain efek hipnosis,
sedasi, relaksasi otot, ansioitik dan antikonvulsi dengan potensi yang berbeda-
karena jarak keamanannya terlalu sempit. Pada dosis terpi, kloralhidrat hanya
sedikit yang mempengaruhi pernapasan dan tekanan darah (Wiria dan
Handoko, 1995).
2. Etklorvinol
Etklorvinol merupakan hipnotik sedatif dengan mula kerja cepat dan lama
kerja yang singkat (Wiria dan Handoko, 1995).
3. Glutetimid
Glutetimid tidak lagi dianjurkan sebagai hipnotik-sedatif, karena sifatnya
menyerupai barbiturat tetapi pada keracunan akut lebih sulit untuk diatasi
(Wiria dan Handoko, 1995).
4. Metiprilon
Obat ini digolongkan sebagai obat sedatif-hipnotik dimana pada dosis 300mg
obat ini memiliki efek hipnotik yang sama dengan sekobarbital dosis 200mg
(Wiria dan Handoko, 1995).
5. Meprobamat
Obat ini dikenal pertama kali sebagai antiansietas, namun sekarang lebih
digunakan sebagai hipnotik-sedatif. Sifat farmakologi obat ini menyerupai
benzodiazepin. Walaupun meprobamat mendepresi SSP secara luas, tapi tidak
dapat menimbukan anestesia umum. Efek nya berada diantara efek barbiturat
dan benzodiazepin (Wiria dan Handoko, 1995).
6. Etinamat
Etinamat digolongkan kedalam golongan obat sedatif-hipnotik yang memiliki
mula kerja yang cepat dengan lama kerja yang singkat (Wiria dan Handoko,
1995).
7. Paraldehid
Parledehid memiliki bau aromatik yang tidak enak, mengiritasi mukosa dan
jaringan. Penggunaannya sudah tergeser oleh hipnotik lain karena efek
sampingnya tersebut. Paraldehid adalah hipnotik dengan kerja cepat, dan efek
farmakologinya menyerupai barbiturat kerja singkat (short acting) (Wiria dan
Handoko, 1995).
2.1.2 Farmakokinetik Obat
Golongan Benzodiazepin
Semua benzodiazepin diabsorbsi secara sempurna, terkecuali klorazepat;
senyawa ini sebelum diabsorbsi sempurna setelah terlebih dahulu didekarboksilasi
dalam cairan lambung menjadi N-desmetildiazepam (nordazepam). Pada beberapa
benzodiazepin (misalnya prazepam dan flurazepam) hanya metabolit aktifnya yang
sampai ke aliran sistemik. Setelah pemberian oral, kadar plasma puncak berbagai
benzodiazepin dicapai dalam waktu 0,5-8,0 jam.
Benzodiazepin dan metabolit aktifnya terikat pada protein plasma. Kekuatan
ikatannya berhubungan erat dengan sifat lipofilnya.
Benzodiazepin dimetabolisme secara ekstensif oleh beberapa sistem enzim di
hati. Beberapa benzodiazepin dimetabolisme menjadi metaolit yang aktif yang akan
dimetabolisme lebih lambat dari senyawa asalnya, sehingga lama kerja
benzodiazepin tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat, contohnya
flurazepam. Metabolisme benzodiazepin terdiri dari tiga tahap yaitu desalkilasi,
hidroksilasi dan konjugasi.
Gambar 1. Jalur Metabolisme Beberapa Benzodiazepin (Goodman and Gilman, 1990).
Tabel 2.1. Data Farmakokinetik Obat Golongan Benzodiazepin (Goodman and Gilman,
1990).
Golongan
Benzodiazepin
Absorbsi
Tmax
Rata-rata
Volume
dalam darah
waktu
distribusi
(jam)
Klordiazepoksid
0,5-4,0
Klorazepat
Diazepam
1,0-2,0
1,5-2,0
Flurazepam
Halazepam
0,5-2,0
1,0-3,0
Prazepam
Quazepam
6,0
2,0
Bersihan
paruh
Klordiazepoksid
Desmetilklordiazepoksid
Desmetildiazepam
Diazepam
Desmetildiazepam
Desalkilflurazepam
Halazepam
Desmetildiazepam
Desmetildiazepam
Quazepam
Desalkilflurazepam
(jam)
8-24
24-96
0,27-0,33
-
0,31-0,43
-
50-100
20-50
50-100
74-160
50-100
50-100
39
74-160
0,93-1,27
0,95-2,0
0,93-1,27
0,93-1,27
0,93-1,27
-
0,32-0,44
-
Alprazolam
Lorazepam
Oksazepam
Temazepam
Triazolam
1,0-2,0
2,0
1,0-4,0
2,0-3,0
1,3
Alprazolam
Lorazepam
Oksazepam
Temazepam
Triazolam
12-15
8-25
5-15
8-38
1,5-5,0
1,1
1,0-1,3
0,6-2,0
1,4-1,5
0,8-1,8
0,64-1,34
0,7-1,2
0,9-2,0
1,1-1,4
6,2-8,8
Golongan Barbiturat
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Bentuk garam natrium
lebih cepat diabsorbsi dari bentuk asamnya. Mula kerja bervariasi sekitar 1060menit, tergantung zat serta formula sediaan, dan dihambat oleh adanya
makanan dalam lambung.
Barbiturat didistribbusi secara luas dan dapat melewati plasenta, ikatan protein
dengan plasma sesuai dengan kelarutannya dalam lemak.
Barbiturat yang kurang lipofilik, misalnya aprobarbital dan fenobarbital,
dimetabolisme hampir sempurna didalam hati sebelum diekskresi lewat ginjal.
Barbiturat yang digunakan sebagai obat sedatif-hipnotik tidak memiliki waktu
paruh yang cukup singkat untuk dapat dieliminasi sempurna dalam 24 jam.
Tabel 2.2. Data Farmakokinetik Obat Golongan Benzodiazepin (Goodman and Gilman,
1990).
Golongan
Absorbsi
Tmax
Barbiturat
Rata-rata
Volume
dalam darah
waktu
distribusi
(jam)
paruh
Amobarbital
2,0
Amobarbital
(jam)
8-42
Aprobarbital
Butabarbital
Pentobarbital
Sekobarbital
Fenobarbital
2,0
2,0
6,0-18,0
Aprobarbital
Butabarbital
Pentobarbital
Sekobarbital
Fenobarbital
14-34
34-42
15-48
15-40
80-120
Bersihan
Secara oral obat ini bekerja dalam waktu 15-30 menit. Kadar puncak dalam
darah tercapai dalam waktu 1-1,5 jm. Volume distribusi kira-kira 4 l/kg. Obat
ini dapat lewat sawar uri. Waktu paruh distribusi kira-kira 1-3 jam dan waktu
paruh eliminasi sekitar 10-25 jam. Sekitar 90% dari obat ini akan
dimetabolisme dihati
3. Metiprilon
Sekitar 97% dimetabolisme, metabolit sebagian diikat oleh asam glukuronat.
Waktu paruh adalah 4 jam, tapi akan lebih lama pada keadaan intoksikasi.
Metiprilon merangsang sistim enzim mikrosomal di hati dan enzim deltaALA sintetase.
4. Meprobamat
Meprobamat diabsorbsi secara baik bila diberikan peroral; kadar puncak
dalam plasma dicapa dalam 1-3 jam. Sedikit terikat oleh protein plasma.
Sebagian besar dimatebolisme di hati, sebagian kecil diekskresi utuh lewat
urin. Waktu paruh dari dosis tunggal dalam plasma berkisar 6-17 jam, namun
pada pemberian kronik dapat mencapai 24-48 jam. Meprobamat dapat
menginduksi sebagian enzim mikrosom di hati, namun belum diketahui
apakah dapat menginduksi enzim yang dapat memetabolismenya sendiri.
5. Paraldehid
Secara oral paraldehid diabsorbsi cepat dan didistribusi secara luas; obat ini
dapat lewat sawar uri. Pada dosis hipnotik, 70-80% dimetabolisme di hati,
sebagian besar yang tersisa dikeluarkan lewat paru-paru, sebagian kecil lewat
urin. Waktu paruh sekitar 4-10 jam. Diperkirakan obat ini di depolimerisasi di
hati menjadi asetaldehid, lalu dioksidasi menjadi asam asetat yang kemudian
diubah lebih lanjut menjadi karbondioksida dan air.
Tabel 2.3. Data Farmakokinetik Obat Golongan Benzodiazepin (Goodman and Gilman,
1990).
Golongan
Hipnotik-Sedatif
Lain
Absorbsi
Tmax
Rata-rata
Volume
dalam darah
waktu
distribusi
(jam)
Bersihan
paruh
Kloralhidrat
Trikloroetanol
(jam)
4-9,5
Etklorvinol
Glutetimid
Metiprilon
Mepobamat
Paraldehid
2,0-3,0
4,0-10,0
Etklorvinol
Glutetimid
Metiprilon
Mepobamat
Paraldehid
10-25
5-22
4,0
-
Etinamat
Difenhidramin
Doksilamin
Pirilamin
2,0-3,0
-
Etinamat
Difenhidramin
Doksilamin
Pirilamin
2,5
8,4
4-12
-
4,5
-
6,2
-
2.1.3 Struktur
Golongan Benzodiazepin
Istilah Benzodiazepin menunjukan bagian
benzen (A) yang terfusi pada cincin diazepin beranggota tujuh (B). Namun,
karena semua senyawa benzodiazepin yang penting memiliki suatu subtituen 5aril (cincin C) dan cincin 1,4-diazepin, maksud istilah benzodiazepin menjadi 5aril-1,4-benzodiazepin. Berbagai modifikasi pada struktur sistem cincin
menghasilkan senyawa-senyawa dengan aktivitas yang mirip. Modifikasi tersebut
meliputi 1,5-benzodiazepin (misalnya klobazam). Sifat kimia subtituen pada
posisi 1 sampai 3 dapat sangat seragam dan dapat meliputi cincin triazolo atau
imidazolo yang berfusi pada posisi 1 dan 2. Penggantian cincin C dengan suatu
gugus keto pada posisi 5 dan suatu subtituen metil pada posisi 4 merupakan ciri
struktur yang penting pada antagonis benzodiazepi, yaitu flumazenil (Haefely,
1983).
Gambar 2. Nama dan Struktur Kimia Golongan Benzodiazepin (Katzung, 2002).
2. Glutetimid
Gambar 5. Struktur Kimia Glutetimid
3. Metiprilon
Gambar 6. Struktur Kimia Metiprilon
4. Meprobamat
Gambar 7. Struktur Kimia Meprobamat
5. Paraldehid
Gambar 8. Struktur Kimia Paraldehid
6. Etinamat
Gambar 8. Struktur Kimia Etinamat
2.1.4
FARMADINAMIKA OBAT
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP).
Efeknya bergantung pada dosis, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang atau
kantuk, menidurkan, hingga yang paling berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi,
koma dan mati. Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, anti epilepsi, anti ansietas dan
sebagai penginduksi anestesi.
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin berefek hipnosis, sedasi, relaksasi otot, anxiolitik, dan anti konvulsi
dengan potensi yang berbeda-beda. Ada dua efek dari golongan obat ini yang bekerja
pada jaringan perifer yaitu vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi
benzodiazepin tertentu secara i.v dan blokade muskular yang hanya terjadi pada
pemberian dosis tinggi.
Susunan Saraf Pusat
Peningkatan dosis benzodiazepin menyebabkan depresi SSP yang meningkat dari
sedasi ke hipnosis dan dari hipnosis ke stupor; keadaan ini sering dinyatakan sebagai
efek anestesia, tapi golongan obat ini tidak benar-benar memperlihatkan efek anestesi
umum yang spesifik karena kesadaran pasien tetap bertahan dan relaksasi otot yang
diperlukan untuk pembedahan tida tercapai.
Profil farmakologi benzodiazepin sangat berbeda pada spesies yang berbeda. Pada
spesies tertentu, hewan coba dapat meningkatkan kewaspadaannya sebelum timbul
kemungkinan
bertanggungjawab
pada
beberapa
efek
farmakologisnya
berat. Pada dosis preanestesi semua benzodiazepin dapat menurunkan tekanan darah
dan menaikkan denyut jantung.
Saluran cerna
Benzodiazepin diduga dapat memperbaiki berbagai gangguan saluran cerna yang
berhubungan dengan ansietas.
2. Barbiturat
Barbiturat adalah derivat asam barbiturat. Asam barbiturat sendiri tidak menyebabkan
depresi SSP, efek sedatif-hipnotik dan efek lainnya timbul bila pada posisi 5 ada
gugusan alkil atau aril.
Susunan saraf pusat
Efek utama barbiturat adalah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai
dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anestesia, koma, sampai kematian. Pada
beberapa individu, dalam keadaan tertentu, misalnya adanya sakit, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan
delirium). Hal ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.
Efek pada tingkatan tidur
Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan mempengaruhi tingkatan
tidur yang bergantung kepada dosis. Pada penggunaan ulang setiap malam, toleransi
terhadap efek menidurkan terjadi dalam beberapa hari, dan efeknya terhadap total
lama tidur dapat menurun hingga 50% setelah 2 minggu pemberian. Penghentian obat
dapat meningkatkan gejala-gejala yang semula diobati.
Toleransi
Toleransi terhadap brbiturat dapat terjadi secara farmakodinamik dan farmakokinetik.
Toleransi farmakodinamik lebih berperan dalam penurunan efek dan berlangsung
lebih lama terhadap dari pada toleransi farmakokinetik. Pasien yang toleransi
terhadap juga akan toleransi terhadap senyawa pendepresi SSP lainnya, seperti
alkohol. Bahkan dapat juga terjadi toleransi silang terhadap senyawa dengan efek
farmakologi yang berbeda seperti opioid dan fensiklidin. Toleransi silang terhadap
benzodiazepin hanya terjadi terhadap efek hipnotik dan antiansietas, tidak terhadap
efek relaksasi otot.
Tempat dan mekanisme kerja pada SSP
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama
kuatnya. Penghambatan hanya terjadi pada sinaps GABA-nergik. Barbiturat
memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada eksitasi dan inhibisi transmisi
sinaptik, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja
benzodiazepin. Namun, pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai agonis GABAnergik, sehingga pada dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi SSP yang
berat.
Secara umum, benzodiazepin merupakan obat yang relatif aman, dosis tinggi jarang
menyebabkan kematian kecuali bila digunakan bersama-sama dengan depresan SSP
yang lain misalnya alkohol.
2. Barbiturat
Barbiturat memiliki beberapa macam efek samping diantaranya:
a. Efek hangover
Gejala ini merupakan residu depresi SSP setelah efek hipnotik berakhir, dapat
terjadi beberapa hari setelah pemberian obat dihentikan. Efek residu mungkin
berupa vertigo, mual, muntah atau diare.
b. Eksitasi paradoksal
Pada beberapa individu pemakaian ulang barbiturat (terutama fenobarbital dan Ndesmetil barbiturat) lebih menimbulkan eksitasi daripada depresi. Idiosinkrasi ini
relatif umum terjadi diantara pasien usia lanjut dan terbelakang.
c. Rasa nyeri
Barbiturat sesekali menimbulkan mialgia, neuralgia, artrargia, terutama pada
pasien psikoneuritik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan
nyeri, dapat menyebabkan gelisah, eksitasi, bahkan delirium.
d. Hipersensitivitas
Reaksi alergi terutama terjadi pada individu yang menderita asma, urtikaria,
angiodema, dan keadaan serupa. Jarang terjadi dermatosis eksfoliativa yang
berakhir fatal pada penggunaan fenobarbital; erupsi pada kulit kadang-kadang
disertai demam, deirium, dan kerusakan degeneratif.
3. Hipnotik-sedatif lain-lain
Contoh: Kloralhidrat menyebabkan iritasi pada kulit dan mukosa membran. Efek
iritasi menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik, mual dan kadang muntah. Obat
lain adalah meprobamat, pada dosis sedatif, efek samping utama ialah kantuk dan
ataksia. Pada dosis yang lebih besar sangat mengurangi kemampun belajar dan
koordinasi gerak dan memperlambat waktu reaksi. Gejala efek samping lain yang
mungkin
ditimbulkan
antara
lain:
hipotensi,
alergi
pada
kulit,
purpura
Indikasi Klinis
1. Benzodiazepin
Benzodiazepin dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain untuk pengobatan
insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi dan anestesi. Benzodiazepin
dengan waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki
kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan beratnya gejala putus obat setelah
penghentian penggunaannya secara kronik.
2. Barbiturat
2. Tinjauan tentang hewan coba (Mencit)
Mencit merupakan hewan coba yang telah digunakan dalam penelitian sejak tahun
1600an. Mencit juga digunakan dalam berbagai jenis penelitian termasuk penelitian tentang
kanker, imunologi, toksikologi, metabolism, perkembangan biologi, diabetes, obesitas,
penuaan dan penelitian tentang kardiovaskular. Mencit memiliki ukuran yang kecil, waktu
generasi pendek, dan mudah berkembang biak di dalam laboratorium. Mencit putih memiliki
bulu pendek halus berwarna putih serta ekor berwarna kemerahan dengan ukuran lebih
panjang dari pada badan dan kepala. Mencit memiliki warna bulu yang berbeda disebabkan
perbedaan dalam proporsi darah mencit liar dan memiliki kelenturan pada sifat-sifat produksi
dan reproduksinya. Faktanyamencit merupakanhewan coba yang cocok digunakan untuk
penelitiankarena memiliki karakteristik gen yang hampir sama dengan manusia (Suckow,
Danneman, dan Brayton .Mencit memiliki taksonomi sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Klas
: Mamalia
Ordo
: Rotentia
Famili
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
Sensitivitas mencit untuk efek yang diinginkan dan tidak diinginkan dari anestesi
bervariasi secara signifikan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, kondisi
tubuh, status kesehatan, temperamen dan jenis kelamin.Menurut teknik untuk memegang
mencit adalah dengan cara menahan tengkuk mencit selanjutnya ekor mencit dijepit diantara
telapak tangan dan jari ketiga atau keempat.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Platform
Rotarod
Evasion box
Hole board
Alat suntik 1 ml
Sonde
Beaker glass
3.1.2 BAHAN
Fenobarbital 50 mg
Fenobarbital 100 mg
Aquades
3.2 Perhitungan Dosis
Kelompok
1
2
3
4
5
Dosis pemberian
Kontrol (tanpa pemberian obat)
Fenobarbital 50mg
Fenobarbital 50mg
Fenobarbital 100mg
Fenobarbital 100mg
Volume Pemberian
Kontrol (tanpa pemberian obat)
0,25 ml/20g BB
0,25 ml/20g BB
0,50 ml/20g BB
0,50 ml/20g BB
Kelompok
1
Dosis
Tanpa pemberian obat
Perlakuan
Rotarod;
2
3
4
5
F50
F50
F100
F100
Holeboard; EB
Rotarod; Platform 5,10,15,20
Holeboard, EB
Rotarod; Platform 5,10,15,20
Holeboard, EB
3.1.4
-
Platform
5,10,15,20;
Skema Kerja
Kontrol Kontrol
o Rotarod
Rotarod dinyalakan, catat berapa putaran tiap menit
Letakkan mencit diatas rotarod
Catat waktu jatuhnya mencit dari rotarod yang menandakan mula kerja obat
o EB
Ganti mencit dengan mencit lain, istirahatkan mencit yang telah di uji rotarod
Amati waktu yang diperlukan mencit untuk naik ke papan bagian atas
o Platform
Letakkan mencit pada platform
Amati aktivitas, sikap tubuh, jumlah jengukan tiap menit, kecepatan nafas/menit
Dosis F50
Berikan phenobarbital 0,25 ml pada mencit secara peroral menggunakan sonde
dari kelompok 2
Catat waktu jatuhnya mencit dari rotarod yang menandakan mula kerja obat
jumlah
jengukan
tersebut
Lanjutkan dengan uji EB
Ganti mencit dengan mencit lain, istirahatkan mencit yang telah di uji rotarod
Amati waktu yang diperlukan mencit untuk naik ke papan bagian atas
Dosis F100
Berikan phenobarbital 0,5 ml pada mencit secara peroral menggunakan sonde
dari kelompok 4
Catat waktu jatuhnya mencit dari rotarod yang menandakan mula kerja obat
jumlah
jengukan
tersebut
Lanjutkan dengan uji EB
Ganti mencit dengan mencit lain, istirahatkan mencit yang telah di uji rotarod
Amati waktu yang diperlukan mencit untuk naik ke papan bagian atas
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Praktikum
Tabel 1 Pengamatan uji aktivitas pada platform
Jumlah jengukan
5'
10'
15'
20'
12
19
33
19
Kelompok
Kontrol
F 50 mg/70
kgBB
F100 mg/70
kgBB
65
18
F50 mg/70
kgBB
70/min
Aktivitas
Kelompok
Kontrol
5'
BAB,
groomin
g,
meregan
g
BAB,
groomin
g, ekor
tegang,
berdiri
10'
BAB,
groomin
g,
tegang
15'
Groomin
g,
tegang
20'
BAB,
tegang
Groomin
g, berdiri
Groomin
g, berdiri
BAB
60/min 54/min
Sikap Tubuh
15 20
5'
10' '
'
+
+
+
+
F100 mg/70
kgBB
Groomin
g,
mengen
dus, ekor
tegang
Groomin
g,
mengen
dus, ekor
mengen
dur
Groomin
g,
mengen
dus, ekor
mengen
dur,
diam
dipinggir
, mata
menutup
, BAB,
pipis
Diam
dipinggi
r, BAB,
ekor
turun
Jumlah
jengukan
12
18
41
Waktu jatuh
(detik)
108
184
31
F 50 mg/70
kgBB
F100 mg/70
kgBB
184
31
4.2 PEMBAHASAN
Sedatif-hipnotik adalah senyawa yang dapat menekan sistem saraf pusat sehingga
menimbulkan efek sedasi lemah sampai tidur pulas. Sedatif adalah senyawa yang
menimbulkan sedasi, yaitu suatu keadaan terjadinya penurunan kepekaan terhadap
rangsangan dari luar karena ada penekanan sistem saraf pusat yang ringan (Siswandono dan
Soekardjo, 1995). Sedatif menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi
tanpa menimbulkan kantuk yang berat (Djamhuri, 1990). Efek hipnotik melibatkan depresi
susunan saraf pusat yang lebih menonjol daripada sedasi dan ini dapat dicapai dengan
sebagian besar obat sedatif hanya dengan meningkatkan dosis (Katzung, 1989).
Salah satu contoh obat yang tergolongan sedatif-hipnotik adalah fenobarbital yang
digunakan pada praktikum kali ini. Fenobarbital sebagai antikonvulsan merupakan turunan
barbiturat yang efektif dan termasuk dalam kategori barbiturat long acting berdasarkan durasi
aksi obat yang ditimbulan. Efek utama fenobarbital adalah depresi pada sistem saraf pusat.
Efek ini dicapai dengan cara berikatan dengan komponen-komponen molekuler reseptor
GABA pada membran neuron sistem saraf pusat. Ikatan ini akan meningkatkan lama
pembukaan kanal ion klorida yang diaktivasi oleh GABA. Pada konsentrasi tinggi,
fenobarbital juga bersifat sebagai GABAmimetik dimana akan mengaktifkan kanal klorida
secara langsung. Peristiwa ini menyebabkan masuknya ion klorida pada badan neuron
sehingga potensial intra membran neuron menjadi lebih negatif (Tjay, 2002).
Pada praktikum ini dilakukan 3 perlakuan pada 3 kelompok mencit yaitu kelompok
pertama dan kedua diberikan dosis fenobarbital masing-masing 50 mg/20g BB dan
100mg/100g BB dengan volume pemberian masing-masing 0,25 ml/20g BB dan 0,5 ml/20g
BB sedangkan pada kelompok lainnya diberikan akuades sebagai kelompok kontrol dalam
percobaan. Kelompok kontrol digunakan untuk mengetahui efek obat sedatif-hipnotik
terhadap aktivitas mencit (jumlah jengukan, kecepatan nafas, sikap tubuh) jika dibandingkan
dengan aktivitas mencit normal (tanpa pemberian obat). Pemberian obat dilakukan melalui
rute per oral menggunakan suntik oral/sonde yang dimasukan melalui langit-langit mulut
mencit ke dalam esofagus.
Dari hasil pengamatan menggunakan platform di dapatkan data jumlah jengukan dari
mencit pada dosis fenobarbital 50mg/20gBB lebih banyak dibanding dengan jumlah jengukan
dari mencit pada dosis fenobarbital 100mg/20gBB. Hal ini dikarenakan, dengan peningkatan
dosis yang lebih tinggi pada mencit, maka efek sedasi yang diberikan akan semakin besar
hingga menuju pada efek hipnotif, hal ini juga mempengaruhi aktivitas mencit. Dalam
keadaan yang normal, mencit akan melakukan aktivtas lokomotorik salah satunya yaitu
menjenguk, dengan pemberian obat sedasi akan menurunkan aktivitas lokomotorik tersebut,
sehingga mencit tidak banyak melakukan aktivitas. Namun, pada dosis fenorbabital
50mg/20gBB jika dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukan jumlah jengukan
mencit yang lebih tinggi, hal ini bisa terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah
perlakuan yang berbeda dari setiap mencit yang mempengaruhi kondisi mencit. Stres yang
ditimbulkan pada mencit dapat menurunkan aktivitasnya sehingga pada kelompok kontrol
bisa saja terjadi penurunan aktivitas mencit dan jumlah jengukan yang dihasilkan lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kelompok mencit yang diberi obat fenobarbital. Faktor
lainnya, antara lain dari rute pemberian obat yang diberikan. Dimana rute pemberian obat
yang diberikan adalah melui peroral. Dengan rute per oral dapat memperlama onset of action
dari obat, sehingga pada pengamatan, efek sedasi yang ditimbulkan pada mencit masih belum
terlihat.
Selain itu, dari hasil pengamatan menggunakan platform di dapatkan data kecepatan
nafas mencit yang semakin menurun dengan adanya peningkatan dari dosis fenobarbital yang
diberikan (dibandingkan dengan kelompok kontrol) serta terjadi penurunan kecepatan nafas
mencit dari menit ke 5 hingga menit ke 20. Hal ini dimungkinkan karena efek dari obat
fenobarbital yang menekan pusat vasomotor di medula yang menyebabkan kontrol
pernafasan dari mencit menjadi tidak terkendali. Efek sedasi dan hipnotik golongan barbiturat
menyebabkan depresi nafas yang sebanding dengan besarnyadosis. Pemberian barbiturat
dosis sedatif hampir tidak berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik
menyebabkan pengurangan frekuensi nafas. Hal ini juga terlihat pada data kecepatan nafas
pada pemberian dosis fenobarbital 100mg/20g BB yang mengalami penurunan kecepatan
nafas yang sangat besar karena pada dosis tersebut sudah menimbulkan efek hipnotif pada
mencit.
Dari data sikap tubuh mencit pada pengamatan platform dapat diketahui bahwa
dengan peningkatan dosis dapat menyebabkan sistem koordinasi dari mencit menjadi tidak
terkontrol. Hal tersebut dapat dilihat dari aktivitas mencit pada menit ke 5 hingga ke 20pada
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Pemberian fenobarbital pada dosis rendah yaitu 50mg/20g BB menimbulkan efek
sedasi yaitu mengurangi kecemasan, memberikan rasa tenang. Tapi apabila dosisnya
ditingkatkan, efek yang dihasilkan bukan lagi sedatif melainkan hipnotik yang dapat
menimbulkan keadaan seperti tidur.
2. Semakin tinggi dosis yang diberikan semakin besar dan cepat efek sedatif dan hipnotik
yang teradi pada hewan coba.
5.2 SARAN PENELITIAN
Pengaruh rute pemberian dan perbedaan perlakuan terhadap aktivitas mencit jantan
(Mus musculus) yang diberikan obat fenobarbital.
DAFTAR PUSTAKA
Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Diterjemahkan dari
Bahasa Inggris oleh Amalia, EGC, Jakarta.
Haefely, W. 1983, Antagonists of Benzodiazepine: functional aspects, In Biggio, G. and
Costa,
E.
Benzodiazepine
recognition
site
ligands:
biochemistry
and
TUGAS
1.
Obat B
Obat A
Koma
Anestesi
Hipnotik
Mekanisme Benzodiazepine
Memperkuat inhibisi GABA-ergik pada seluruh tingkat neuraksis, termasuk
Lorazepam,
Oxazepam,
Meprobamate
2.
Long acting:Klordiazepoxide, Klorazepate (prodrug), * Diazepam,
Prazepam
Cara kerja benzodiazepin adalah:
Potensiasi inhibisi neuron dengan asam -aminobutirat (GABA) sebagai
mediator me potensial elektrik sepanjang membran sel dan sel menjadi
sukar tereksitasi.
Mekanisme kerja Barbiturat
Memfasilitasi kerja GABA dengan cara meningkatkan durasi (lama)
1. Ultra
short
acting
(2-4
jam)
:Methohexital,
Thiopental,
Heksobarbital
2. Short-intermediate :Amobarbital intermediate, Butabarbital (3-6
jam), Pentobarbital short, Secobarbital (3 jam)
3. Long acting (6 jam) :Mephobarbital, Metharbital, Phenobarbital /
luminal, Barbital (veronal)
2. Spesifikasi dan ukuran-ukuran platform untuk mencit adalah 80cm 80cm lebar,
tinggi 75 atau 100 cm dari tanah. Platform terbuat dari PVC dengan tebal 5mm.
Curam panel 80cm 25 cm terbuat dari kawat kaku yang melekat pada dua sisi
berlawanan dari platform. Sudut kemiringan lereng adalah 77 dari bawah dan 103
dari atas pada percobaan kedua. Platform ini dibagi menjadi daerah sentral yang
tertutup dengan ubin putih (lebar: 16cm 16cm dan tebal: 0.4cm), daerah dalam
sekitar daerah pusat (16cm lebar dan 2048cm2), dan daerah luar (16cm lebar dan
4096cm2). Daerah luar itu dibagi lagi menjadi daerah yang berdekatan ke lereng
(2048cm2) dan daerah yang berdekatan dengan ruang kosong (2048cm2)
(Michalikova, 2010).
3. Metode lain yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas obat-obat depresan
SSP yaitu dengan melihat righting reflex yaitu, kemampuan motorik untuk
membalikkan permukaan tubuh. Pengujian righting reflex dilakukan dengan
meletakkan mencit dimeja yang permukaannya datar dengan posisi terlentang
tahan sebentar kemudian lepas dan catat waktu yang diperlukan mencit untuk
kembali ke posisi semula (Darmono, 2011). Conflict test dilakukan dengan cara
tikus dilatih untuk menekan bar berulang kali untuk mendapatkan pelet makanan
sampai tingkat respons yang tinggi dan konsisten. Unsur konflik kemudian
diperkenalkan: pada interval, ditandai dengan bar sinyal pendengaran, menekan
hasil dalam hukuman sesekali dalam bentuk sengatan listrik selain hadiah dari
pelet makanan. Biasanya, tikus berhenti menekan bar (inhibisi perilaku), dan
dengan demikian menghindari shock, sementara sinyal terdengar. Pengaruh obat
anxiolytic adalah untuk meringankan efek penekan, sehingga tikus terus menekan
bar untuk hadiah meskipun 'hukuman' (Charney, 2006). Metode uji chimney test
yaitu mencit ditempatkan di dalam suatu silinder sepanjang 30 cm yang diberi
tandapada ketinggian 30 cm dan diameter tabung 2,8 cm. Silinder ditegakkan
dalamposisi vertikal dan tikus akan berusaha memanjat dinding silinder. Pada
mencityang normal, mencit akan memanjat sampai batas tanda dalam waktu 30
detik (Hadinoto).
4. Tanda-tanda depresi pernapasannya dapat dilihat pada kecepatan napas
(satuan/menit)pengamatan pada platform, dimana kecepatan napas pada dosis
F100 lebih lambat dari padapemberian dengan dosis F50, itu menunjukkan dosis
F100 lebih memberikan efek hipnotik,sedangkan F50 memberikan efek sedasi,
karena saat tidur kecepatan napas akan lebih lambatdari pada napas saat dalam
keadaan tenang.