yang mengejar keuntungan bisnis semata. Manajemen yang buruk dalam kegiatan
pengusahaan sumber daya alam (ekstraktif) ini tidak hanya mengakibatkan kerugian
bagi industri hulu migas, tetapi juga bisa merusak lingkungan. Karena itu, komitmen
menjaga kelestarian lingkungan selama proses eksplorasi dan produksi berlangsung
maupun setelah kegiatan operasional di suatu wilayah kerja telah berakhir menjadi
standar operasi wajib bagi pelaku usaha hulu migas.
Aspek perlindungan lingkungan menjadi salah satu perhatian utama industri hulu migas.
Dalam menjalankan kegiatan usaha, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS)
Migas harus melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan dan menaati peraturan yang
berlaku. Seluruh pelaksanaan kegiatan pengelolaan lingkungan hidup dalam kegiatan
usaha hulu migas diawasi oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sejak tahap eksplorasi hingga produksi.
Pengawasan dilakukan SKK Migas sejak kontraktor KKS menyusun rencana kerja dan
anggaran (work program and budget/WP&B) hingga tahap pelaksanaan di lapangan. SKK
Migas juga mewajibkan kontraktor KKS melakukan kajian awal saat mulai
mengoperasikan sebuah wilayah kerja melalui penyusunan Rona Lingkungan Awal
(Environmental Baseline Assessment/EBA).
Studi EBA akan menginformasikan daya dukung lingkungan permukaan untuk kegiatan
eksplorasi dan produksi migas. Sementara dalam melakukan pengelolaan limbah sisa
operasi dan sisa produksi, SKK Migas mendorong kontraktor KKS untuk menerapkan
prinsip 5RTD, yakni reduce, reuse, recycle, replace, return to supplier, treatment, serta
disposal.
Guna mengukur tingkat kepatuhan terhadap peraturan dalam melakukan pengelolaan
lingkungan hidup, sejak 2002 industri hulu migas mengikuti Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Ling-kungan Hidup (PROPER). PROPER merupakan
program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupa kegiatan pengawasan
dan pembinaan terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang
pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Setiap tahun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberikan penghargaan
PROPER dengan tujuan mendorong perusahaan untuk taat terhadap peraturan
lingkungan hidup dan mencapai keunggulan lingkungan (environmental excellency).
Penilaian diberikan berdasarkan pemenuhan ketentuan dalam izin lingkungan,
pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3,
serta pengendalian kerusakan lingkungan.
Untuk 2015 ini, tercatat dari 12 peraih penghargaan PROPER emas, 7 diantaranya adalah
perusahaan yang bergerak di sektor migas, 2 perusahaan di sektor panas bumi, 1
perusahaan tambang, 1 perusahaan tambang emas dan 1 perusahaan farmasi. Dari
tujuh perusahaan migas peraih PROPER emas tersebut tiga diantaranya adalah
Kontraktor KKS Migas yakni PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field, PT Medco E&P
Indonesia Kaji Rimau Asset dan PT Pertamina EP Field Rantau.
Sebelumnya, dalam penilaian kinerja pengelolaan lingkungan hidup industri hulu migas
di 2014, industri hulu migas berhasil memenuhi target yang ditetapkan SKK Migas, di
mana 90,25% Kontraktor KKS telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pencapaian tersebut membuktikan bahwa industri hulu migas turut peduli terhadap
pengelolaan lingkungan dalam menjalankan kegiatan usaha dan bertanggung jawab
kepada masyarakat sekitar. Ke depan, SKK Migas terus fokus mendorong kreativitas
industri hulu migas dalam membuat terobosan terkait pengelolaan lingkungan hidup.
Selain pengelolaan lingkungan hidup selama masa eksplorasi dan produksi, kontraktor
KKS wajib melakukan pemulihan bekas penambangan (site restoration) ketika
mengembalikan suatu wilayah kerja yang sudah tidak lagi memiliki cadangan migas.
Area yang sebelumnya menjadi bagian aktivitas usaha hulu migas harus dikembalikan ke
kondisi semula seperti saat sebelum kegiatan eksplorasi dimulai. Pada fase ini, SKK Migas
Keberadaan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) pada suatu wilayah bisa
memberikan dampak positif sekaligus negatif.
Industri migas mampu meningkatkan pendapatan daerah dan negara, memacu
perekonomian dan perbaikan infrastruktur. Di sisi lain industri ini bisa
memunculkan isu lingkungan, perubahan pola permukiman serta kesenjangan
sosial.
Dewan Bisnis Dunia bagi Pembangunan Berkelanjutan (WBCSD) pada 1999
menegaskan bahwa tanggung jawab perusahaan secara sosial (CSR)
merupakan komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan.
Artinya jajaran pimpinan perusahaan harus mampu bekerja bersama karyawan
serta masyarakat sekitar untuk meningkatkan kualitas kehidupan.
Dengan kata lain program CSR sudah menjadi bagian dari bisnis yang sama
dengan kegiatan usaha lainnya. Jika entitas bisnis ini tumbuh, maka otomatis
akan berkontribusi pada peningkatan pendapatan para karyawan, masyarakat
dan sekaligus berdampak pada pertumbuhan daerah sekitarnya.
Komitmen CSR tersebut sejalan dengan cara pandang para pelaku bisnis saat
ini. Pada era bisnis modern termasuk di industri migas, CSR bukan lagi
dipandang sebagai saluran amal semata. Tetapi lebih kepada mencapai
kemandirian masyarakat serta keuntungan ekonomi yang berkelanjutan.
Pandangan yang digagas sejak abad ke-20 tersebut meyakini bahwa hubungan
bisnis dan lingkungan usaha tidak bisa dipisahkan. Sebab lingkungan usaha
memberikan pengaruh terhadap kegiatan operasional perusahaan.
Investasi sosial
Perusahaan energi multinasional semacam Chevron juga telah lama
mengimplementasikan program CSR dengan tujuan pemberdayaan masyarakat
tersebut. Melalui motto "investasi sosial" Chevron menjalani program ini sejak
puluhan tahun lalu saat masih bernama PT Caltex Pacific Indonesia.
Julius Tahija, orang Indonesia pertama yang menduduki jabatan tertinggi di
perusahaan Amerika Serikat ini yang menanamkan filosofi bahwa perusahaan
hanya dapat bertahan jika mampu memenuhi kebutuhan sosialnya. Sebaliknya
perusahaan hanya dapat melayani kebutuhan sosial kalau sudah mantap secara
ekonomi.
Program investasi sosial tersebut dijalankan dengan mendasarkan pada