Anda di halaman 1dari 6

TARI POLO PALO

Tari polo palo merupakan salah satu seni tari yang berasal dari Gorontalo, Sulawesi
Utara.Tarian ini merupakan tarian pergaulan yang biasa dipentaskan oleh para remaja Gorontalo.
Pada perkembangannya, tari polo palo terbagi menjadi dua jenis, yaitu tari palo palo
tradisional dan tari palo palo modern. Di mana kedua jenis ini memiliki perbedaan yang
terlihat jelas.Misalnya jumlah penarinya. Tari polo palo tradisional biasanya dimainkan oleh
penari tunggal yang diringi oleh musik yang dimainkan sendiri atau solo.

Sedangkan tari polo palo modern lebih sering ditampilkan secara berkelompok dengan
iringan musik yang sudah diaransemen.Pada tari polo palo tradisional pemukul tidak hanya
dimainkan dengan cara memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota penari
khususnya lutut dengan irama yang beraturan.Sedangkan pada tari polo palo modern, pemukul
hanya dipukulkan pada alat musiknya, tidak pada bagian tubuh.
Namun tak dapat dipungkiri pada tari polo palo modern, para pemain musik lebih
mengandalkan ritme musik yang lebih berkualitas. Hal inilah yang akhirnya menutut para
pemain musik pada tari polo palo untuk lebih mengembangkan kemampuan bermusik mereka
agar bisa menghasilkan musik yang indah.
Perbedaan dari kedua jenis tari polo palo juga terlihat dari bentuk alat musik polo
palo yang menyerupai bentuk garpu tala. Dalam membuat alat musik tari polo palo tradisional

tidak dilengkapi dengang proses penyetaman, sedangkan pada alat musik polo palo modern
dilengkapi proses tersebut dengna cara meraut bagian lidah polo palo secara bertahap.
Pada polo palo modern biasanya tidak lagi ditambah lubang untuk membedakan warna bunyi.
Tidak seperti alat musik untuk polo palo tradisional yang masih memakai lubang tersebut.

JAIPONG
Jaipongan adalah sebuah aliran seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman
Berasal dari Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya
adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola
gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup
memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama
Jaipongan. Sebagai tarian pergaulan, tari Jaipong berhasil dikembangkan oleh Seniman Sunda
menjadi tarian yang memasyarakat dan sangat digemari oleh masyarakat Jawa Barat
(khususnya), bahkan populer sampai di luar Jawa Barat.

Menyebut Jaipongan sebenarnya tak hanya akan mengingatkan orang pada sejenis tari
tradisi Sunda yang atraktif dengan gerak yang dinamis. Tangan, bahu, dan pinggul selalu
menjadi bagian dominan dalam pola gerak yang lincah, diiringi oleh pukulan kendang. Terutama
pada penari perempuan, seluruhnya itu selalu dibarengi dengan senyum manis dan kerlingan
mata. Inilah sejenis tarian pergaulan dalam tradisi tari Sunda yang muncul pada akhir tahun
1970-an yang sampai hari ini popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan
pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari
keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni
pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari
Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur
sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan
gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku,
kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.Seiring dengan memudarnya jenis
kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan
Ketuk Tilu / Doger / Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di
daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang)
dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa
pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu / Doger /
Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya
di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet
ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang
mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid
yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak
Silat.

TARI KECAK

Tak diketahui secara pasti darimana tari kecak berasal dan dimana pertama kali
berkembang, namun ada suatu macam kesepakatan pada masyarakat Bali kecak pertama kali
berkembang menjadi seni pertujukan di Bona, Gianyar, sebagai pengetahuan tambahan kecak
pada awalnya merupakan suatu tembang atau musik yang dihasil dari perpaduan suara yang
membentuk melodi yang biasanya dipakai untuk mengiringi tari Sanghyang yang disakralkan.
Dan hanya dapat dipentaskan di dalam pura. Kemudian pada awal tahun 1930an seniman dari
desa Bona, Gianyar mencoba untuk mengembangkan tarian kecak dengan mengambil bagian
cerita Ramayana yang didramatarikan sebagai pengganti Tari Sanghyang sehingga tari ini
akhirnya bisa dipertontontan di depan umum sebagai seni pertunjukan. Bagian cerita Ramayana
yang diambil pertama adalah dimana saat Dewi Sita diculik oleh Raja Rahwana.
Perkembangan Tari Kecak Di Bali
Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun
1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi
cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga
bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.
Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya
ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai
mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana
anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga
sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali.
Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun
1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil
cerita dari Mahabarata.
Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan
kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan,
Bali.
Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting,
Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik
sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik
dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 70 orang semuanya akan
membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika
nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada
tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak
sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya
tidak mestinya mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak
ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan
suara.

TARI SERIMPI JAWA TENGAH


Tarian Serimpi merupakan tarian bernuansa mistik. Menurut sejarah nya Tari serimpi
berasal dari daerah Yogyakarta/jogja. Tari serimpi diiringi oleh gamelan Jawa. Tarian ini
dimainkan oleh dua orang penari wanita. Gerakan tangan yang lambat dan gemulai, merupakan
ciri khas dari tarian Serimpi. Tarian srimpi sangopati karya Pakubuwono IX ini, sebenarnya
merupakan tarian karya Pakubuwono IV yang memerintah Kraton Surakarta Hadiningrat pada
tahun 1788-1820 dengan nama Srimpi sangopati kata sangapati itu sendiri berasal dari kata
sang apati sebuah sebutan bagi calon pengganti raja. Tarian ini melambangkan bekal untuk
kematian (dari arti Sangopati) diperuntukan kepada Belanda.

Dari nama Tari serimpi jawa tengah, Srimpi bersinonimkan bilang empat. Tarian Jawa
yang berasal dari Yogyakarta ini kebanyakan ditarikan oleh penari dengan jumlah empat orang
diiringi oleh musik gamelan Jawa. Gerakan tangan yang lambat dan gemulai, merupakan ciri
khas dari tarian Serimpi. Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi
melambangkan empat unsur dari dunia, Yakni grama (api), angin (udara), toya (air), dan bumi
(tanah).Selain itu kata srimpi juga diartikan dengan akar kata impi [dalam bahasa Jawa] atau
mimpi. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap pusaka Kraton. Tema yang
ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama dengan tema pada tariBedhaya Sanga, yaitu
menggambarkan pertikaian antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara
benar dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
Dahulu Tari Srimpi diperuntukan hanya untuk masyarakat di lingkungan istana
Yogyakarta, yakni pada saat menyambut tamu kenegaraan atau tamu agung. Dalam
perkembanganya, tari Srimpi mengalami perubahan, sebagai penyesuaian terhadap kebutuhan
yang ada di dalam masyarakat saat ini. Salah satu penyesuaian yang dilakukan yakni pada segi
durasi. Srimpi, versi zaman dahulu dalam setiap penampilannya bisa disajikan selama kurang
lebih 1 jam. Sekarang, untuk setiap penampilan di depan umum [menyambut tamu negara],
Srimpi ditarikan dengan durasi kurang lebih 11-15 menit saja dengan menghilangkan gerakan
pengulangan dalam tari srimpi.Upaya pelestarian Tari Srimpi banyak dilakukan di berbagai
sanggar tari klasik yang banyak di temui di Yogyakarta.

TARI KIPAS
Tari Kipas Pakarena adalah salah satu ekspresi kesenian tari masyarakat Gowa yang
sering dipentaskan untuk mempromosi pariwisata Sulawesi Selatan. Dalam bahasa setempat,
pakarena berasal dari kata karena yang memiliki arti main. Tarian ini sudah menjadi
tradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan bekas Kerajaan Gowa.

Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan
karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada
umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski
agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip
dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk
yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum
jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda
kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas.
Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak
diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat
terlalu tinggi. Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut
untuk memiliki kondisi fisik yang prima.
Sementara itu, tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau
seruling akan mengiringi gerakan penari. Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena yang berfungi
sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang
keras. Sebagai pengatur irama musik pengiring, pemain Gandrang harus paham dengan gerakan
tarian Pakarena. Kelompok pemusik yang mengiringi tarian ini biasanya berjumlah tujuh orang,
dan dikenal dengan istilah Gondrong Rinci.
Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan
bagian tubuhnya, terutama kepala. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh
gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan
menggunakan tangan.

Anda mungkin juga menyukai