Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

NS. MUH. RUSDI ARSYAD, S.KEP


14.1102.203

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2015

LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI
I.
II.

MASALAH UTAMA
Perubahan sensori perseptual : halusinasi
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara,
bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan
itu.
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan
panca indera.
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca
indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005)
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya
rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa
raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang
tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia,
hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam
keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka dapat mengambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana
pasien mendengar suara, terutamanya suarasuara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B. Jenis-Jenis Halusinasi
1. Halusinasi pendengaran.
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi Penglihatan.
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar samar tanpa
stimulus nyata dan orang lain tidak melihatnya.
3. Halusinasi Penciuman.
Klien mencium bau bau yang muncul dari sumber sumber
tertentu tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak
menciumnya.
4. Halusinasi Pengecapan.
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasnya
merasakan rasa nyaman atau tidak enak.
5. Halusinasi Perasaan.
Klien merasa sesuatu pada kulit tanpa stimulus yang nyata dan
orang lain tidak merasakannya.
C. Rentang Respon Adaptif Dan Maladaptif
RENTANG RESPON HALUSINASI
Respon Adaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi
dg pengalaman
Perilaku sesuai
Berhubungan
sosial

Respon Maladaptif

Distorsi pikiran
Ilusi
Reaksi emosi

G3 pikir/delusi
Halusinasi
Sulit

>>
atau <<
Perilaku aneh
Menarik

berespon emosi
Perilaku
disorganisasi
Isolasi sosial

diri

D. Patofisiologi
1. Tahap I.
Memberi rasa nyaman, tingkat ansietas sedang, secara murni
Halusinasi merupakan suatu kesenangan.
a. Karakteristik.
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, ketakutan,
mencoba berfokos pada fikiran yang dapat menghilangkan

ansietas, dan pikiran pengalaman sensori masih ada dalam


control kesadaran (non psikotik).
b. Perilaku Klien.
Tersenyum, tertawa sendiri, mengerakkan bibir tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,
diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II.
Menyalahkan, tingkat kecemasan berat, secara umum halusinasi.
a. . Karakteristik.
Pengalaman sensori menakutkan, merasa dilecehkan oleh
pengalaman sensori tersebut, mulai merasa kehilangan
control dan menarik diri dari orang lain ( non psikotik ).
b. Prilaku Klien.
Terjadi denyut jantung, pernafasan dan tekana darah, perhatian
pada lingkungan berkurang, konsentrasi terhadap pengalaman
sensorinya kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dengan realitas.
3. Tahap III.
Mengontrol tingkat kecemasan berat dan pengalaman tidak dapat
ditolak.

a. Karakteristik.
Klien menyerah

dan

menerima

pengalama

sensorinya

( halusinasi ), isi halusinasinya menjadi aktaktif dan kesepian


bila pengalaman sensori berakhir ( psikotik ).
b. Perilaku Klien.
Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan orang
lain.

Perharian

terhadap

lingkungan

berkurang,

hanya

beberapa detik dan tidak mampu mengikuti perintah dari


perawat, tampak tremor dan berkeringat.
4. Tahap IV.
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi, klien panik.
a. Karakteriastik.
Pengalaman sensori menjadi pengancam dan halusinasi dapat
berlangsung selama beberapa jam / hari.
b. Perilaku Klien.

Perilaku panic, resiko tinggi mencederai, agitasi atau katatonik,


tidak mampu berespon terhadap lingkungan
E. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda.
2) Tidak ada komunikasi.
3) Tidak ada kehangatan.
4) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
5) Komunikasi tertutup.
6) Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua
yang otoritas dan komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
e. Faktor biologi
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi

otak,

pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks


dan limbik.
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang

tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami


skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia
maka peluangnya menjadi 35 %.
2. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
b. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon

neurobiologis

maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku yaitu :Faktor


pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).
1)
2)
3)
4)

Faktor pemicu
Respon neurobiologis
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian,
kelelahan

dan

infeksi,

obat-obatan

system

syaraf

pusat,

kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan


kesehatan.
5) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola
aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja
(kurang

terampil

dalam

bekerja),

stigmasasi,

kemiskinan,

kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat


pekerjaan.
6) Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak
percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan
keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa
punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu

memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain


dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi,

perilaku

ketidakadekuatan

agresif,

pengobatan

perilaku
dan

ketidak

kekerasan,
adekuatan

penanganan gejala.
7) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan
yang tidak nyata.
Perilaku klien
tergantung

pada

yang

jenis

mengalami
halusinasinya.

halusinasi

sangat

Apabila

perawat

mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku halusinasi


maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang
halusinasi yang diperlukan meliputi:
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi
audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi
penghidu,

rasa

apa

yang

dikecap

jika

halusinasi

pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika


halusinasi perabaan.
b) Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu,
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami
halusinasi.
c) Situasi pencetus halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum


halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien
d) Respon Klien
Untuk
menentukan
sejauh

mana

halusinasi

telah

mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan


oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah
tidak berdaya terhadap halusinasinya.
F. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
a. Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
b. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
c. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
d. Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
e. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan
ambivalen
f. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
g. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus
yang ada sesuai dengan informasi.
h. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
i. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
j. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
k. Memori
1) Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih
setahun berlalu
2) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu
yang lalu dan pada saat dikaji.
l. Kemampuan konsentrasi dan

berhitung:

menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.

kemampuan

m. Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan


sampai berat.
n. Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan
tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari
termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera
aktifitas dalam dan luar ruangan.
2. Mekanisme koping
a. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
b. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi

dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang


lain.
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal.
Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
G. Tanda dan Gejala
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara, melihat, mengecap, mencium dan
merasa sesuatu tidak nyata.
c. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
d. Tidak dapat membedaka hal nyata dan tidak nyata.
e. Tidak dapat memusatkan perhatian dan konsentrasi.
f. Pembicaraan kacau, kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan, ketakutan.
j. Tidak mampu melakukan asuhan mandiri.
k. Mudah tersinggung dan menyalahkan diri sendiri dan orang lain.
l. Muka merah dan kadang pucat.
m. Ekspresi wajah tenang.
n. Tekanan Darah meningkat, Nadi cepat dan banyak keringat.
H. Masalah Keperawatan
1. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
3. Isolasi sosial : menarik diri
I. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan

Perubahan sensori perseptual: halusinasi


Isolasi sosial : menarik diri

III.

Diagnosa Keperawatan
A. Risiko perilaku kekerasan
B. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
Diagnosa keperawatan 1 : Risiko perilaku kekerasan
1. Tujuan umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Salam terapeutik perkenalan diri jelaskan tujuan
ciptakan lingkungan yang tenag buat kontrak yang
jelas (waktu, tempat, topik)
2) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan
3) Empati
4) Ajak membicarakan hal-hal yang ada di lingkungan
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
1) Kontak sering dan singkat
2) Observasi tingkah laku yang terkait dengan halusinasi
(verbal dan non verbal
3) Bantu mengenal halusinasinya dengan menanyakan
apakah ada suara yang didengar dan apa yang
dikatakan oleh suara itu. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, tetapi perawat tidak
mendengarnya.

Katakan

bahwa

perawat

akan

membantu
4) Diskusi tentang situasi yang menimbulkan halusinasi,
waktu, frekuensi terjadinya halusinasi serta apa yang
dirasakan saat terjadi halusinasi
5) Dorong untuk mengungkapkan perasaan saat terjadi
halusinasi
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :

1) Identifikasi bersama tentang cara tindakan jika terjadi


halusinasi
2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien dan cara
baru untuk mengontrol halusinasinya
3) Bantu memilih dan melatih cara memutus halusinasi :
bicara dengan orang lain bila muncul halusinasi,
melakukan kegiatan, mengatakan pada suara tersebut
saya tidak mau dengar
4) Tanyakan hasil upaya yang telah dipilih/dilakukan
5) Beri kesempatan melakukan cara yang telah dipilih dan
beri pujian jika berhasil
6) Libatkan klien dalam TAK : stimulasi persepsi
d. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada pertemuan keluarga
tentang gejala, cara, memutus halusinasi, cara merawat,
informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat
bantuan
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
a) Diskusikan tentang dosis, nama, frekuensi, efek dan
efek samping minum obat
b) Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
(nama pasien, obat, dosis, cara, waktu)
c) Anjurkan membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan
d) Beri reinforcement positif klien minum obat yang benar.
Diagnosa keperawatan 2 : Perubahan sensori perseptual :
halusinasi .
Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
1. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) perkenalkan diri dengan sopan


3) tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
4)
5)
6)
7)

disukai
jelaskan tujuan pertemuan
jujur dan menepati janji
tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan

dasar klien
b. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
4) Berikan
pujian
terhadap
kemampuan

klien

mengungkapkan perasaannya
c. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain
2) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang
lain
3) diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
4) beri
reinforcement
mengungkapkan

positif

terhadap

kemampuan

perasaan

tentang

keuntungan

berhubungan dengan orang lain


d. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
Tindakan
1) beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
2) diskusikan bersama klien
berhubungan dengan orang lain

tentang

kerugian

tidak

3) beri

reinforcement

mengungkapkan

positif

perasaan

terhadap
tentang

kemampuan

kerugian

tidak

berhubungan dengan orang lain


e. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan
1) kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang
lain
2) dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap :
- KP
- K P P lain
- K P P lain K lain
- K Kel/Klp/Masy
3) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah
dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan
f.

ruangan
Klien
dapat

mengungkapkan

perasaannya

setelah

berhubungan dengan orang lain


Tindakan
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila
berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan dengan klien tentang
berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif atas

perasaan masnfaat
kemampuan

klien

mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan


orang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Hawari, Dadang. (2007. Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa
Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Isaacs, Ann. (2009). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Maramis, W. F. (2010). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stuart dan Laraia. (2008). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing.
edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.
Townsend, Mary. C. (2007). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts
Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company

Anda mungkin juga menyukai