Anda di halaman 1dari 18

SKENARIO 2

LEKAS LELAH DAN PERUT MEMBUNCIT


Seorang anak laki-laki, usia 5 tahun, dibawa orangtuanya ke suatu rumah sakit
dengan keluhan pucat, lekas lemah dan lelah, sesak nafas, dan perut telihat membuncit.
Pertumbuhan badannya agak terlambat bila dibandingkan dengan saudara kandungnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kulit pucat, konjungtiva pucat, sclera ikterik, dan
splenomegali Schufner II. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin
(Hb) 9 g/dL, hematokrit 47 vol%, jumlah eritrosit 6,75 x 106/l, jumlah leukosit 8.000/ l,
dan jumlah trombosit 160.000/l. MCV 69 fl, MCH 13 pg, MCHC 19%. Pada pemeriksaan
sediaan hapus darah tepi didapakan eritrosit mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, sel
target, dan fragmentosit . retikulosit 4% dan pada pewarnaan supravital didapatkan
inclusion bodies (+). Dokter menganjurkan pemeriksaan elektroforesis Hb.

SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan menjelaskan thalassemia
1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
1.7.
1.8.
1.9.
1.10.

Definisi thalassemia
Klasiikasi thalassemia
Etiologi thalassemia
Epidemiologi thalassemia
Patofisiologi thalassemia
Manifestasi klinis thalassemia
Diagnosis dan diagnosis banding thalassemia
Penatalaksanaan thalassemia
Pencegahan thalassemia
Prognosis thalassemia

LI.2. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk thalasemia

LI.1. Memahami dan menjelaskan thalasemia


1.1.

Definisi thalassemia
Thalasemia adalah sekelompok kelainan darah warisan yang ditandai
dengan kurangnya atau tidak adanya produksi salah satu rantai polipeptida globin
penyusun molekul hemoglobin.
(Sofro, 2012)
Thalassemia adalah kelompok heterogen anemia hemolitik herediter yang
secara umum terdapat penurunan kecepatan sintesis pada satu atau lebih rantai
polipeptida hemoglobin dan diklasifikasikan menurut rantai yang terkena(, , ),
dua katagori utamanya adalah thalassemia dan .
(Dorland, 2007)
Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan
masuk ke dalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi di dalam atau dekat gen globin.
Mutasi gen globin ini dapat menimbulkan dua perubahan rantai globin, yakni:
a) Perubahan struktur rangkaian asam amino (amino acid sequence) rantai
globin tertentu, disebut hemoglobinopati struktural, atau
b) Perubahan kecepatan sintesis (rate of synthesis) atau kemampuan produksi
rantai globin tertentu, disebut thalassemia.
(Djumhana A, 2009)

1.2.

Klasifikasi thalassemia
Berdasarkan rantai asam amino yang terkena klasifikasi thalasemia dibagi
menjadi :
1. Thalassemia (melibatkan rantai alfa) minimal membawa 1 gen)
Pada kasus thalassemia , akan terjadi mutasi pada kromosom 16
yang menyebabkan produksi rantai globin (memiliki 4 lokus genetik)
menurun, yang menyebabkan adanya kelebihan rantai globin pada orang
dewasa dan kelebihan rantai pada newborn. Derajat thalassemia
berhubungan dengan jumlah lokus yang termutasi (semakin banyak lokus
yang termutasi, derajat thalassemia semakin tinggi). Thalassemia dibedakan
menjadi :
a. Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia-2- Trait)
Delesi satu gen (/o). Tiga loki globin cukup memungkinkan
produksi Hb normal. Secara hematologis sehat, kadang-kadang indeks
RBC (Red Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia dan hypochromia pada
orang ini. Diagnosis tidak dapat ditentukan dengan elektroforesis.
Biasanya pada etnis populasi African American. CBC (Complete Blood
Count) salah satu orangtua menunjukkan hypochromia dan microcytosis.
b. Thalassemia-1- Trait
Delesi pada 2 gen , dapat berbentuk thalassemia-1a- homozigot (/oo)
atau thalassemia-2a- heterozigot (o/o). Dua loki globin
3

memungkinkan erythropoiesis hampir normal, tetapi ada anemia


hypochromic microcytic ringan dan indeks RBC rendah.
c. Thalassemia Intermedia (Hb H disease)
Delesi 3 gen globin (o/oo). Dua hemoglobin yang tidak stabil ada
dalam darah, yaitu HbH (tetramer rantai ) & Hb Barts (tetramer rantai
). Kedua Hb yang tidak stabil ini mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap O2 daripada Hb normal, sehingga pengiriman O 2 ke jaringan
rendah (hipoksia). Ada anemia hypochromic microcytic dengan sel-sel
target dan heinz bodies (badan inklusi) pada preparat hapus darah tepi,
juga ditemukan splenomegali. Kelainan ini nampak pd masa anak-anak
atau pd awal kehidupan dewasa ketika anemia dan splenomegali terlihat.
d. Thalassemia Major (Thalassemia Homozigot)
Delesi sempurna 4 gen (oo/oo). Fetus tidak dapat hidup segera sesudah
keluar dari uterus dan kehamilan mungkin tidak bertahan lama. Sebagian
besar bayi ditemukan meninggal pada saat lahir dengan hydrops fetalis
dan bayi yang lahir hidup akan segera meninggal setelah lahir, kecuali
transfusi darah intrauterine diberikan. Bayi-bayi tersebut edema dan
mempunyai sedikit Hb yang bersirkulasi, Hb yang ada semuanya
tetramer rantai (Hb Barts) yang memiliki afinitas yang tinggi.
2. Thalasemia (melibatkan rantai )
Beta thalassemia juga sering disebut Cooleys anemia. Thalassemia
terjadi karena mutasi pada rantai globin pada kromosom 11. Thalassemia ini
diturunkan secara autosom resesif. Derajat penyakit tergantung pada sifat
dasar mutasi. Mutasi diklasifikasikan sebagai (o) jika mereka mencegah
pembetukan rantai dan (+) jika mereka memungkinkan formasi beberapa
rantai terjadi. Produksi rantai menurun atau tiadk diproduksi sama sekali,
sehingga rantai relatif berlebihan, tetapi tidak membentuk tetramer.
Kumpulan rantai yang berlebihan tersebut akan berikatan dengan membran
sel darah merah, mengendap, dan menyebabkan kerusakan membran. Pada
konsentrasi tinggi, kumpulan rantai tersebut akan membentuk agregat
toksik. Thalassemia diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Silent Carrier Thalassemia (Thalassemia Trait)
Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai
dengan sel darah merah yang mengecil (mikrositer). Fenotipnya
asimtomatik, disebut juga sebagai thalassemia minor.
b. Thalassemia Intermedia
Suatu kondisi tengah antara bentuk major dan minor. Pada kondisi ini
kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi sedikit
rantai beta globin. Penderita dapat hidup normal, tetapi mungkin
memerlukan transfusi sekali-sekali, misal pada saat sakit atau hamil, serta
tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.
c. Thalassemia Associated with Chain Structural Variants
Sindrom thalassemia (Thalassemia / HbE).
d. Thalassemia Major (Cooleys Anemia)
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi
ketika berumur 3 bulan berupa anemia yang berat.
4

Berbeda dengan thalassemia minor (thalassemia trait/bawaan), penderita


thalassemia mayor tidak dapat membentuk hemoglobin yang cukup di
dalam darah mereka, sehingga hampir tidak ada oksigen yang dapat
disalurkan ke seluruh tubuh, yang lama-lama akan menyebabkan
hipoksia jaringan (kekurangan O2), edema, gagal jantung kongestif,
maupun kematian. Oleh karena itu, penderita thalassemia mayor
memerlukan transfusi darah yang sering dan perawatan medis demi
kelangsungan hidupnya.
1.3.

Etiologi thalassemia
Thalassemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai
asam amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah.
Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi
yang disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang
berbeda, yaitu globin dan globin . Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang
berlokasi di kromosom yang berbeda, globin diproduksi oleh kromosom 16,
sedangkan globin oleh kromosom 11. Apabila satu atau lebih gen yang
memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi
penurunan produksi protein globin yang menyebabkan thalassemia. Mutasi gen
pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi
pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia.

1.4.

Epidemiologi thalassemia

1. Thalasemia
Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia banyak dijumpai di
Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan,
Cina. Jarang di Afrika kecuali Liberia dan beberapa Afrika Utara sporadic
pada semua ras. Di Siprus lebih banyak dijumpai varian + di Asia Tenggara
lebih banyak 0. jika dilukiskan dipeta dunia terlihat seperti sabuk talasemia
dimana Indonesia termasuk didalamnya.
2. Thalasemia
Terbentang dari Afrika ke Mediterania, Timur Tengah, Asia Timur, dan
Tenggara Hb Barts sindrom dan HbH disease terbatas di populasi Asia
Tenggara dan Mediterania.

Gambar 1. Daerah penyebaran thalasemia


5

1.5.
Patofisiologi thalassemia
1. Thalasemia-
a. Hydrops fetalis
Hidrops fetalis disebabkan karena delesi keempat (seluruhnya) gen
globin . Hal ini menyebabkan tertekannya seluruh sintesis rantai
sehingga tidak menghasilkan Hb yang fungsional. Kematian in utero
terjadi pada keadaan ini karena darah hampir sama sekali tidak memiliki
kemampuan untuk menyalurkan oksigen.

Gambar 2. Hydrops fetalis


b. Hb H Disease
Delesi 3 gen dari 4 gen globin menyebabkan kelebihan relative
globin sehingga pada keadaan ini dapat ditemukan HbH ( 4). Pada awal
kehidupan dapat pula ditemukan Hb Bart (4). Hb H dan Hb Bart ini
memiliki afinitas yang sangat tinggi terhadap oksigen sehingga kuramg
efektif untuk menyalurkan oksigen ke jaringan.
2. Thalasemia-
Dua faktor berperan dalam pathogenesis anemia pada thalasemia-.
Berkurangnya sintesis globin menyebabkan pembentukan HbA kurang
memadai sehingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel berkurang,
dan sel tampak hipokromik. Yang jauh lebih penting adala komponen
hemolitik pada talasemia- . Hal ini bukan disebabkan karena tidak adanya globin, tapi oleh kelebihan relative rantai globin, yang sintesisnya normal.
Rantai yang tidak berpasangan membentuk agregat tak larut yang
mengendap di dalam eritrosit. Badan sel ini merusak membrane sel,
mengurangi plastisitas, dan menyebabkan eritrosit rentan terhadap fagositosis
oleh system fagosit mononukleus. Yang terjadi tidak saja kerentanan eritrosit
matur terhadap destruksi premature, tetapi juga kerusakan sebagian eritroblas
di dalam sumsum tulang karena adanya badan inklusi yang merusak
membrane. Destruksi eritrosit intramedula (eritropoeisis inefektif) ini
menimbulkan kerugian lainnya : peningkatan penyerapan zat besi dalam
makanan yang berlebihan sehingga para pasien kelebihan beban zat besi.
6

Gambar 3. Patofisiologi thalasemia


1.6.
Manifestasi klinis thalassemia
A. Sindrom Thalasemia
1. Thalassemia mayor : anemia berat tergantung transfusi darah
a. Gambaran klinik : anemia berat, harus transfusi kalo tidak ditransfusi
terjadi peningkatan hepatosplenomegali, ikterus, perubahan tulang
yang nyata.
b. Gambaran radiologis : hair on end, tulang panjang menjadi tipis
mengakibatkan fraktur, wajah khas dengan tonjolan dahi, tulang pipi,
dagu atas, pertumbuhan fisik dan perkembangan terhambat.
c. Gambaran laboratoris : kadar Hb rendah, eritorsit hipokrom,
poikilositosis, sel target, sel teardrop, eliptosit, fragmen eritrosit,
mikrosferosit, eritrosit stippled dan bernukleus, besi serum meningkat,
TIBC normal atau sdikit meningkat, transferrin meningkat.
2. Thalassemia intermedia

Gambaran klinis bervariasi dari bentuk ringan , walaupun dengan anemia


sedang sampai berat yang tidak dapat mentoleransi aktivitas berat dan
fraktur patologis. Eritropoiesis nyata meningkat walaupun tidak efektif.
Sehingga menyebabkan peningkatan turn over besi dalam plasma,
kemudian merangsang penyerapan besi via saluran cerna. Komplikasi
jantung dan endokrin muncul 10-20 tahun kemudian pada penerita
thalasemia intermedia yang tidak mendapatkan transfusi darah.
3. Thalasemia minor (trait) : anemia hemolitik mikrositik hipokrom
a. Gambaran klinik : hepatosplenomegali dan splenomegali pada sedikit
penderita.
b. Gambaran laboratoris : anemia hemolitik ringan asimtomatis,
mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target, eliptosit, peningkatan
eritrosit stippled, sumsum tulang hiperplasia ringan, kadar HbA2
tinggi.
4. Thalasemia (silent carrier)
Tampilan klinis normal dengan kadar hemoglobin normal, kadar HbA2
normal dan kemungkinan adanya mikrositik yang sangat ringan.
B. Sindrom Thalassemia
1. Thalassemia (silent carrier)
Gambaran klinis normal, tidak ditemukan kelainan hemaologi, saat
dilahirkan Hb Barts dalam rentangan 1-2%. Tidak ada yang pasti untuk
mendiagnosis silent carrier dengan kritreria hematologis.
2. Thalassemia trait (minor)
Menunjukan tampilan klinis normal, anemia ringan dengan peningkatan
eritrosit yang mikrositik hipokrom. Pada saat lahir Hb Barts dalam
rentang 2-10%. Biasanya pada penderita dewasa tidak ditemukan HbH
(4).
3. Thalassemia intermedia (HbH disease)
Penderita mengalami anemia hemolitik kronik ringan sampai dengan
sedang, dengan kadar Hb rentang antara 3-10% retikulosit antara 5-10%.
Limpa biasanya membesar, sumsum tulang menunjukan hiperplasia
eritroid.
4. Thalassemia homozigot (hydrops fetalis)
Bayi dilahirkan prematur, dapat hidup lalu meninggal beberapa saat
kemudian. Fetus menunjukan anemia edema, asites, hepatosplenomegali
berat dan kardiomegali.

1.7.

Diagnosis dan diagnosis banding thalassemia

A. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis thalasemia diperlukan langkah sebagai
berikut, seperti yang digambarkan pada alogaritma dibawah ini
Riwayat penyakit
(ras, riwayat keluarga, usia awal penyakit, pertumbuhan)
Pemeriksaan fisik
(pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal, pigmentasi)
Laboratorium darah dan sediaan apus
(hemoglobin, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah
tepi/termasuk badan inklusi dalam eritrosit darah tepi atau sumsum tulang, dan
presipitasi HbH)
Elektroforesis hemoglobin
(Adanya Hb abnormal, termasuk analisis pada Ph 6-7 untuk HbH dan H Barts

Penentuan HbA2 dan HbF


(untuk memastikan thalassemia )

Distribusi HbF
intraseluler

Sintesis rantai globin

Analisis struktural
Hb varian (Misal Hb
Lepore)
Riwayat penderita dan keluarga sangat penting dalam mendiagnosis
thalasemia, karena pada populasi dengan ras dan etnik tertentu terdapat frekuensi
yang tinggi jenis gen abnormal thalasemia yang spesifik. Pemeriksaan fisik
mengarahkan ke diagnosis thalasemia, bila dijumpai gejala dan tanda pucat yang
menunjukan anemia, ikterus yang menunjukan hemolitik, splenomegali yang
menunjukan adanya penumpukan (poooling) sel abnormal, dan deformitas
skeletal, terutama pada thalasemia-, yang menunjukan ekspansi sumsum tulang,
pada thalasemia mayor.
Penderita sindrom thalasemia umumnya menunjukan anemia mikrositik
hipokrom. Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, tetapi hitung jenis eritrosit
biasanya secara disproporsi relatif tinggi terhadap derajat anemia, yang
menyebabkan MCV yang sangat rendah. MCHC biasanya edikit menurun. Pada
thalasemia mayor yang tidak diobati, relative distribution width (RDW)
9

meningkat karena anisositosis yang nyata. Namun pada thalasemia minor RDW
biasanya normal, hal ini membedakannya dengan anemia defisiensi besi. Pada
pewarnaan Wright eritrosit khas mikrositik dan hipokrom, kecuali pada fenotip
pembawa sifat tersembunyi. Pada thalasemia -heterozigot dan HBH disease,
eritrosit mikrositik dengan poikilositosis ringan sampai dengan menengah. Pada
thalasemia heterozigot terdapat mikrositik dan hipokrom ringan, tetapi kurang
poikilositosis. Pada thalasemia homozigot dan heterozigot berganda , dapat
ditemukan poikilostopsis yang ekstrim, termasuk sel target dan eliptosit, dan juga
polikromasia, basophilic stipping, dan nRBCs. Hitung retikulosit meningkat,
menunjukan sumsum tulang merespon proses hemolitik. Pada HBH disease,
hitung retikulosit dapat mencapai 10%. Pada thalasemia homozigot hitung
retikulosit kurang lebih 5%; hal ini secara tidak proporsional relatif rendah
terhadap derajat anemia. Penyebabnya paling mungkin akibat eritropoiesis
infektif.
Sumsum tulang penderita thalassemia yang tidak diobati menunjukan
hiperselularitas yang nyata dengan hiperplasia eritroid yang ekstrim. Hemopoiesis
ekstramedula terlihat menonjol. Namun HbH disease kurang menunjukan
hiperplasia eritroid. Sementara itu thalassemia heterozigot hanya menunjukan
hiperplasia eritroid ringan.
Eritrosit thalassemia yang mikrositik hipokrom memiliki fragilitas
osmotik yang menurun. Hal ini digunakan sebagai dasar dari variasi one-tube tes
fragilitasosmotik sebagai uji tapis pembawa sifat thalassemia pada populasi
dimana thalassemia sering dijumpai. Namun, tes ini tidak dapat membedakannya
dengan anemia defisiensi besi, karena pada anemia defisiensi besi ditemukan
fragilitas osmotik yang menurun.
Pada thalassemia -minor (trait), HbH disease, dan thalassemia-
pembawa sifat tersembuyi (silent) tes pewarnaan brilliant chresyl blue untuk HbH
inclusion dapat digunaka untuk merangsang presipitasi HbH yang secara intrinsik
tidak stabil. HbH inclusions mempunyai ciri khas berupa materi (bodies) yang
kecil, multipel, berbentuk iregular, berwarna biru kehjauan, yang mirip bla golf
atau buah raspberry. Materi ini biasanya merata dalam eritrosit. Pada HbH
disease, hampir seluruh eritrosit mengandung inclusions, sedangkan pada
thalassemia minor hanya sedikit eritrosit yang mengandung inclusions,
sementara itu pada thalassemia pembawa sifat tersembunyi inclusions ini jarang
sekali ditemukan. Inclusions ini berbeda dengan Henz bodies, dimana materi ini
menunjukan ukuran yang lebih besar, jumlahnya sedikit, dans ering letaknya
ekstrinsik disepanjang membran eritrosit. Bila tidak ditemukan HbH inclosions
tidak berarti menghilangkan kemungkinan diagnosis thalassemia- minor atau
pembawa sifat tersembunyi. Untuk itu diperlukan metode pemeriksaan khusus.
Elektroforesis dengan selulosa asetat pada pH basa pentign untuk
menapis diagnosis hemoglobin H, Barts, Constrant Spring, Lepore, dan variasi
lainnya. HbH dan Barts cepat bergerak pada selulosa asetat pada ph basa tetapi
pada pH asam hanya mereka merupakan hemooglobin yang bermigrasi anodally.
Peningkatan HbA2 dengan elektrofosesis hemoglobin dapat dilakukan pada uji
tapis thalassemia- minor, yang diukur dengan menggunakan mikrohematografi,
nilai HbA2 Peningkatan HbF yang ditamukan ada thalassemia-, HPFH dan
varian thalassemia- lainnya dapat dideteksi dengan juga dengan elektroforesis.
Prosedur khusus lainnya seperti tes rantai globin dan analisis DNA
dikerjakan untuk mengidentifikasi genotip spesifik. Uji ini dapat dilakukan untuk
tujuan penelitian, untuk membedakan thalassemia- carrier dari thalassemia
10

carrier, untuk mengidentifikasi gen pembawa sifat tersembunyi atau melihat pola
pewarisan keluarga dengan gen yang banyak. Harus ditentukan apakah
keuntungan uji lengkap ini melebihi biayanya.

B. Diagnosis Banding
Thalassemia harus dibedakan dari bentuk anemia hipokroik mikrositer
yang lain, seperti anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit kronik, dan
anemia sideroblastik.
Tabel 1. Perbedaan thalassemia dan anemia defisiesi besi
Thalassemia
Splenomegaly
Icterus
Perubahan
morfologi eritrosit
Sel target
Resistensi osmotik
Besi serum
TIBC
Cadangan besi
Ferritin serum
HbA2/HbF

1.8.

+
+
Tak sebanding
dengan derajat
anemia
++
Meningkat
Meningkat
Menurun
Meningkat
Meningkat
Meningkat

Anemia
defisiensi besi
Sebanding dengan
derajat anemia
+/N
Menurun
Meningkat
Kosong
Menurun
N

Penatalaksanaan thalasemia
1. Transfusi darah yang teratur untuk mempertahankan Hb di atas 10gr/dl.
Darah segar yg telah disaring leukosit, mnghasilkan eritrosit dgn reaksi
paling sedikit.
2. Asam folat secara teratur jika diet buruk.
3. Terapi khelasi besi untuk mengatasi kelebihan besi. Desferioksamin tidak
aktif dengan oral. Diberikan melalui infus subkutan 20-40 mg/kg dalam 812 jam, 5-7 hari seminggu. Hal ini dilakukan pada bayi setelah transfusi 1015 unit darah. Ekskresi melalui urin dan sedikit melalui tinja.
Desferioksamin melalui intravena dapat memperbaiki kerusakan jantung
karena penimbunan besi. Efek samping pada anak dengan kadar ferritin
serum rendah adalah tuli nada tinggi, kerusakan retina, kelainan tulang,
retardasi pertumbuhan.
Desferipron adalah khelasi besi oral yang
digunakan tersendiri ataupun kombinasi dengan desferioksamin.
Desferipron kurang efektif dibanding desferioksamin. Efek samping adalah
arthropati, agranulositosis/neutropenia berat, gangguan gastrointestinal dan
defisiensi seng.
Tabel 2. Obat kelasi besi pada penerita thalassemia
Terapi

Rekomendasi
11

Deferasirox
(Exjade)

DFO
(Desferal)

Deferiprone
(Ferriprox
)

a. Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup


sering mengalami transfusi
b. 30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi
yang tinggi
c. 10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan
besi yang rendah
a. 20-40 mg/kg (anak-anak), = 50-60 mg/kg (dewasa)
b. Pada pasien anak < 3 tahun,direkomandasikan untuk
mengurangi dosis dan melakukan pemantauan terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tulang
a. 75 mg/kg/hari
b. Dapat dikombinasikan dengan DFO bila DFO sebagai
tidak efektif

4. Vitamin c 200 mg perhari meningkatkan ekskresi besi yg disebabkan oleh


desferioksamin.
5. Splenektomi untuk mengurangi kebutuhan darah dilakukan > 6 tahun.
6. Terapi endokrin sebagai terapi pengganti akibat kegagalan organ akhir atau
untuk merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.
7. Imunitas hepatitis b pada pasien non imun. Pada hepatitis c yg tertular lewat
transfusi diobati dengan interferon a dan ribavirin bila ditemukan virus dlm
plasma.
8. Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi kesembuhan yang
permanen.
1.9.

Pencegahan thalassemia
Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah
bayi lahir dengan thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan
thalassemia yaitu secara retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif
dilakukan dengan cara melakukan penelusuran terhadap anggota keluarga
dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor. Sementara pendekatan
prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk mengidentifikasi karier
thalassemia pada populasi tertentu. Secara garis besar bentuk pencegahan
thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat,
skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.
1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang
sangat penting dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi
pengetahuan tentang penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan,
terutama tentang thalassemia dengan frekuensi kariernya yang cukup tinggi
di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di sekolah, demikian
pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia. Media massa harus dapat
berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang thalassemia,
meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara pencegahannya.

12

Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak terkait.


Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk
penyediaan materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.
2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan
tempat yang memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi. Skrining pada
populasi (skrining prospektif) dikombinasikan dengan diagnostik pranatal
telah menurunkan insidens thalassemia secara dramatis.
Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier thalassemia
pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak. Skrining
ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan
menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan
pilihan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
Algoritma skrining identifikasi karier rekomendasi the Thalassemia
International Federation (2003) mengikuti alur pada gambar 4 sebagai
berikut :

Gambar 4. Alogritma skrinning thalassemia

13

Target utama skrining adalah penemuan - dan o thalassemia, serta Hb S,


C, D, E.15 Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter keluarga,
klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat
bayi baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program
skrining khusus pranikah atau sebelum memiliki anak.
Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi karier berdasarkan penelusuran
silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding dengan skrining
populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka
skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah
genetik khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar
kerabat dekat.
Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi
pemeriksaan kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis
DNA untuk mengetahui mutasi spesifik. Namun, semua pemeriksaan ini
mahal. Pasien thalassemia selalu mengalami anemia hipokrom (MCH < 26
pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya kedua kelainan ini tepat
digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia. Kemungkinan
anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui
pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum,
dengan total iron-binding capacity.
3. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier
dilakukan. Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani
skrining dan harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila
mereka teridentifikasi karier dan implikasinya. Prinsip dasar dalam
konseling adalah bahwa masing-masing individu atau pasangan memiliki
hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk mendapat informasi
akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal yang harus
diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur
obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis
pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan
konseling harus tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat
penting karena memiliki implikasi moral dan psikologi ketika pasangan
karier dihadapkan pada pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan
yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap pasangan memiliki pilihan
yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama seorang konselor adalah
memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang memungkinkan
pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka jalani
sesuai kondisi masing-masing.
4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan
pranatal pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada
suaminya bila wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya
adalah karier, maka ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta
pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia homozigot. Saat ini,
program ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang tergantung
transfusi dan sindroma Hb Barts hydrops.
Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.1,3
Metode yang digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA
14

janin. Pengambilan sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau


biopsi vili korialis (VCS/ villi chorealis sampling).
1.10.

Prognosis thalassemia

Tidak ada pengobatan untuk Hb Barts. Pada umumnya kasus penyakit


HbH mempunyai prognosis baik, jarang memerlukan transfusi darah/
splenektomi dan dapat hidup biasa. Thalassemia alfa 1 dan thalassemia alfa 2
dengan fenotip yang normal pada umumnya juga mempunyai prognosis baik dan
tidak memerlukan pengobatan khusus.
Transplantasi sumsum tulang alogenik adalah salah satu pengobatan
alternative tetapi hingga saat ini belum mendapatkan penyesuaian hasil atau
bermanfaat yang sama di antara berbagai penyelidik secara global.
Thalassemia homozigot umumnya meninggal pada usia muda dan
jarang mencapai usia decade ke 3, walaupun digunakan antibiotic untuk
mencegah infeksi dan pemberian chelating agents (desferal) untuk mengurangi
hemosiderosis (harga umumnya tidak terjangkau oleh penduduk Negara
berkembang). Di Negara maju dengan fasilitas transfusi yang cukup dan
perawatan dengan chelating agents yang baik, usia dapat mencapai decade ke 5
dan kualitas hidup juga lebih baik.
LI.2. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk thalasemia
Pengujian yang membantu menentukan diagnosis Thalassemia meliputi:
1. Hitung Darah Lengkap (CBC) dan SHDT
Sel darah diperiksa bentuknya (shape), warna (staining), jumlah, dan
ukuran (size). Fitur-fitur ini membantu dokter mengetahui apakah Anda
memiliki thalassemia dan jika iya, jenis apa. Tes darah yang mengukur
jumlah besi dalam darah (tes tingkat zat besi dan feritin tes). Sebuah tes darah
yang mengukur jumlah berbagai jenis hemoglobin (elektroforesis
hemoglobin). Hitung darah lengkap (CBC) pada anggota lain dari keluarga
(orang tua dan saudara kandung). Hasil menentukan apakah mereka telah
thalassemia. Dokter sering mendiagnosa bentuk yang paling parah adalah
thalassemia beta mayor atau anemia Cooley's. Kadar Hb adalah 7 10 g/ dL.
Pada sediaan hapus darah tepi ditemukan anemia hipokrom mikrositik,
anisositosis, dan poikilositosis (target cell).
2. Elektroforesis Hemoglobin
3.
Elektroforesis hemoglobin adalah pengujian yang mengukur
berbagai jenis protein pembawa oksigen (hemoglobin) dalam darah. Pada
orang dewasa, molekul molekul hemoglobin membentuk persentase
hemoglobin total seperti berikut :
4.
HbA : 95% -98%
5.
HbA2 : 2% - 3%
6.
HbF : 0,8 % -2%
7.
HbS : 0%
8.
HbC : 0%
9.
Pada kasus thalasemia beta intermedia, HbF dan HbA2
meningkat. Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan HbA2 meningkat (> 3,5% dari Hb total)
15

10.

16

11. Mean Corpuscular Values ( MCV)


12.
Pemeriksaan mean corpuscular values terdiri dari 3 jenis permeriksaan,
yaitu Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin
(MCH) dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Untuk
pemeriksaan ini diperlukan data mengenai kadar Hb (g/dL), nilai hematokrit
(%), dan hitung eritrosit (juta/uL).
13.
14. Pemeriksaan Rontgen
15.
Foto Ro tulang kepala, gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
16.

17.
18.

Gambar 5. Gambaran hair on end


19.
20.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
21.

17

22.
23.

DAFTAR PUSTAKA

24.
25. Atmakusuma D, Seyaningsih I. dkk. (2009). Dasar-dasar Thalasemia : Salah
Satu Jenis Hemoglobinopati dalam buku ajar IPD. jilid II. Ed. V. Jakarta.
Interna Publishing
26. Bakta IM. 2006. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
27. Dorland WAN. (2010). Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 31. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
28. Health Technology Assesment Indoesia. Pencegahan Thalasemia (Hasil kajian
HTA Tahun 209)
29.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Vol. 2. Ed.7.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
30.
31.
Sofro ASM. (2012). Darah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
32.

18

Anda mungkin juga menyukai