Anda di halaman 1dari 6

A.

Definisi
Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit akibat tertutupnya saluran
kelenjar keringat yang menyebabkan retensi keringat (Arif Mansjoer,2011)
Miliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retensi keringat, yaitu akibat
tersumbatnya pori kelenjar keringat. Biasanya timbul bila udara panas dan lembab.
Penyumbatan ini dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan raang dan odema
akibat persepsi yang tidak dapat keluar dan diabsorsi oleh startum korneum (FKUI, 2002)
B. Etiologi
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab serta adanya
infeksi bakteri. Ada beberapa penyebab dari miliariasis adalah:
a. Udara panas dan lembab dengan ventilisasi udara yang kurang
b. Pakaian yang terlalu berat
c. Aktifitas yang berlebihan
d. Setelah menderita demam atau panas
e. Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang dan odema
akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorsi oleh stratum korneum.
C. Patofisologi
Rangsangan utama pada miliaria adalah kondisi kelembaban dan panas yang
tinggi yang menyebabkan keringat berlebihan. Terjadi occlusion kulit karena pakaian,
perban, obat transdermal patch, hal ini dapat menyebabkan pengumpulan keringat pada
permukaan kulit dan lapisan overhydration dari corneum. Orang yang rentan, termasuk
bayi, yang kelenjar ekrinnya relatif belum matang, overhydration dari stratum corneum
dianggap cukup untuk menyebabkan penyumbatan sementara dari acrosyringium. Jika
kondisi lembab panas bertahan, individu terus memproduksi keringat berlebihan, tetapi
tidak dapat mengeluarkan keringat ke permukaan kulit karena penyumbatan duktus.
Sumbatan ini menyebabkan kebocoran keringat ke permukaan kulit, baik di dalam dermis
atau epidermis, dengan relatif anhidrosis. Ketika titik kebocoran di lapisan corneum atau
hanya di bawahnya, seperti dalam Miliaria crystallina, sedikit adanya peradangan, dan
lesi tidak menunjukkan gejala. Sebaliknya, di Miliaria rubra, kebocoran keringat ke
lapisan subcorneal menghasilkan spongiotic vesikula dan sel inflamasi kronis periductal
menyusup pada papiler dermis dan epidermis bawah.
Dalam Miliaria profunda, terbentuknya dari keringat ke dermis papiler
menghasilkan substansial, masuk kedalam periductal limfositik spongiosis dari saluran
intra-epidermis.
Residen bakteri kulit, seperti Staphylococcus epidermidis dan
Staphylococcus aureus, diperkirakan memainkan peran dalam patogenesis Miliaria.
Pasien dengan Miliaria telah 3 kali lebih banyak bakteri per satuan luas kulit sebagai
subyek kontrol sehat. Agen antimikroba efektif dalam menekan Miliaria akibat
eksperimental. Acid- Schiff berkala-positif bahan tahan diastase telah ditemukan di plug
intraductal yang konsisten dengan substansi polisakarida ekstraselular stafilokokal

(EPS). Dalam pengaturan percobaan, hanya Staphylococcus epidermidis galur yang


menghasilkan EPS dapat menimbulkan Miliaria.
Pada akhir tahap Miliaria,
hyperkeratosis dan parakeratosis dari acrosyringiu diamati. Sebuah plug hyperkeratotic
mungkin muncul untuk menghalangi eccrine saluran, tetapi sekarang ini diyakini menjadi
terlambat perubahan dan bukan penyebab menimbulkan penyumbatan keringat.
(Djuanda, Adhi dkk. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI)
(Price & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :
EGC)
D. Klasifikasi
Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliariasis, diantaranya yaitu :
a. Miliaria Kristalina

Sumber :
http://www.adameducation.com/adam_images

Pada penyakit ini terlinat vesikel berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih tanpa
disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya
karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi
pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak member keluhan subjektif dan
sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung
intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang
berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat.
b. Milliaria Rubra

Sumber :Color Atlas of Pediatric


Dermatology Samuel
Weinberg, Neil S. Prose, Leonard Kristal Copyright 2008, 1998, 1990, 1975, by the McGraw-Hill Companies, Inc

Millia rubra memiliki gambaran berupa papula vesikel dan eritma di sekitarnya.
Keringat menembus kedalam epidermis, biasanya disertai rasa gatal dan pedih pada
daerah ruam dan daerah disekitarnya, sering juga diikiuti dengan infeksi sekunder lainnya
dan dapat juga menyebabkan timbulnya impetigo dan furunkel terutama pada anak-anak.
Terutama timbul pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada.
c. Miliria Profunda

Sumber: John P. Cunha, DO, FACOEP 2014


Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan inin biasanya
timbul setelah milliria rubra, ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3
mm. trtama terdapat di badan ataupun ekstrimitas, karena letak retensi keringat lebih
dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan
tidak terdapat eritema.

Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada
dermis bagian atas atau tanoa inflitrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari
panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik,
menggunakan pakaian yang tipis, pemberian lasio calamine dengan atau menthol 0,24%
dapat pula resorshim 3% dalam alkohol.
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan dan kaki. Lesi
berupa vesikel yang berwarna merah daging disertai gejala inflmasi maupun keluhan rasa
gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut
sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menederita milliaria rubra yang
tebal.

d. Milliaria Fustulosa

Sumber : Miliaria
K.E. Greer, MD

pustulosa. Courtesy of

Pada umumnya didahului oleh dermotosis yang menyebabkan gangguan saluran


kelenjar ekrin dan menjadi pustel superficial. Lesinya berupa pustule steril yang gatal,
tegas, superficial dan tak berhubungan dengan folikel rambut.
(Sumber: Dwienda, Octa.2012.Bahan Ajar : Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi/Balita dan Anak Prasekolah.Yogyakarta.)
E. Penatalaksanaan
Penting untuk menghindari panas yang berlebihan. Mengusahakan ventilasi yang baik
dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Untuk milliariasis kristalina tidak
diperlukan pengobatan. Untuk miliariasis rubra dapat diberikan bedak salisil 2 %
dibubuhi menthol - 2 %. Lasio febri dapat pula digunakan komposisi sebagai berikut:
R/
Acidil Salicylici
500mg
Talci
5mg
Oxydi zincici
5mg
Amyli oryzae
5mg
Alkohol (90: vo %)
5mg

cc 100
Sebagai antipruritus dapat ditambahkan menthol - 1 % atau kamper 1-2% daa
lasio feberi untuk milliariasis dapat digunakan lasio calamin dengan atau tanpa menthol
0,25%, dapat resorsin 3% dalam alkohol (Arif Mansjoer, 2002)
F. Pengobatan
Berikut ini merupakan beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati miliariasis,
diantaranya yaitu:
a. Prinsip asuhan adalah mengurangi produksi keringat dengan memindahkan pasien ke
ruangan dengan alat pengatur udara, dianjurkan ke daerah berhawa sejuk dan kering,
menggunakan kipas angina tau air conditioning. Disamping member kesempatan
hilangnya sumbatan pori-pori yang sudah timbul dengan sendirinya.
b. Gunakan pakaian yang tipis dan longgar serta menyerap keringat dan tidak terlalu
sempit serta berkerja diruangan yang ventilasinya baik.
c. Keringat harus segera dikeringkan dan sering mandi. Segera ganti pakaian yang basah
dan kotor.
d. Topikal bisa diberikan bedak atau bedak kocok pendingin dengan bahan anti gatal,
dapat ditambah dengan mentol 0,25% sampai 1 %kalau gatal. Lanolin anhidrat dan
salephidrifilik bisa menghilangkan sumbatan pori sehingga mempermudah aliran
keringat yang normal. Kasus ringan bisa berespon dengan bedak seperti talcum bayi.
Bila ada infeksi sekunder, diatasi dengan krim antibiotika dan topical diberikan lotion
kummerfeldi atau bedak kocok dengan antibiotika
e. Pada miliariasis rubra dapat diberikan bedak salicil 2 % dengan menambahkan
menthol 0,5-2% yang bersifat mendinginkan ruam.
f. Penderita miliariasis yang sedang menjalani latihan fisik berat perlu diberi vitamin C
1 gram sehari untuk mencegah terjadinya anhidrotic heat exhaustion.
G. Komplikasi
Komplikasi yang tersering dari miliariasis adalah infeksi sekunder dan intoleransi
terhadap suhu lingkungan yang panas. Infeksi sekunder dapat terjadi berupa impetigo
atau multiple diskret abses yang kenal sebagai periporitis staphytogenes dengan tidak
keluarnya keringat bila terpapar bila terpapar suhu panas, lemah.

Daftar Pustaka
Djuanda, Adhi dkk. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Dwienda, Octa.2012.Bahan Ajar : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta

Price & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai