Anda di halaman 1dari 4

SUMBER-SUMBER KEKUASAN

Yang dimaksud dengan sumber-sumber kekuasaan dan


kewenangan addalah sesuatu Yang menjadi dasar atau sebab
yang digunkan seseorang atau kelompok kecil orrang utuk meMiliki pengaruh pada perilaku orang atau kelompok lain. Dalam
hal ini, Ramalan Surbakti - memaparkan beberapa sumber yang
menjadikan seseorang atau sekelompok kecil orang berkuasa
atas orang lain, diantaranya: sarana pakasaan fisik, kekayaan,
normatif, popularitas ( pribadi terkenal ), status sosial, keahlian,
massa yang terorganisasi, jabatan dan pers.
1. Sarana paksaan fisik yang sering kali digunakan untuk
menguasai pihak lain adalah senjata. Melalui senjata, sesorang
atau sekelompok kecil mausia bisa menguasai pihak lain.
2. Harta benda dikatakan sebagai salah satu sumber
kekuasaan, sebab dengan harta benda ada pada diri, pemilik
hata ini memerintah orang lain.
3. Normatif yang dimaksud dalam uraian ini adalah seseorang
atau sekelompok orang memiliki peng aruh terhadap pihak lai
karena norma sosial yang berlaku mengharuskan masyarakat
patuh.
4. Popularitas (Pribadi Terkenal) dalam kajian ini adalah potensi
diri yg ada padda diri seseorang sehingga memiliki daya tarik di
kalangan masyarakatnya.
5. Massa yang teroganisasi dalam ormas tertentu, misalnya
massa NU, KNPI, HKTI, dan organisasi nelayan bisa memiliki
nilai politis didalam peristiwa politik.
6. Jabatan yang dimaksud dalam uraian ini misalnya jabatan
sebagai kepala desa, Ketua RT, dan Bupati. Orang yang
mempunyai jabatan itu memiliki kwenangan untuk membuat
keputusan.
7. Pers atau lembaga penyiar publik memiliki kemampuan untu
membentuk opini publik juga merupakan sumber kekuasaan
dan kewenangan.

Robert Mac Iver menguraikan alasan seseorang


mengusai pihak lain. Ada faktor-faktor yang menyebabkan
seseorang mengusai pihak lain di antaranya mitos dan hukum.
Sekelompok masyarakat mematuhui seseorang karena mitos
yg ada di dalam masyarakat ini. Kepatuhan masyarakat pada
seseorang atas dasar mitos biasanya dikaitkan dengan hal-hal
yang bersifat suci (sakral).
Misalnya gejala kepercayaan masyarakat Islam yang meyakini
adanya wali, Nabi Khidlir, dan masyarakat Hindu meyakini
adanya Dewa, yang walaupun keadaan mereka tidak dapat
diwujudkan dalam bentuk Pribadi yang konret.
Dasarnya kekuasaan dan kewenangan adalah hukum
yang memberikan kekuasaan dan kewenangan kepada orang,
sehingga jika kekuasaannya melampaui batas-batas hukum ,
maka penguasa juga diminta bertanggung jawab secara
hukum.
Max Weber memaparkan proses terjadinya kekuasaan. Ia
melihat sumber kekuassaan dari dua aspek, yaitu aspek
tradisional dan aspek legal formal . Kekuasaan tradisional
bersumberkan pada hal-hal yaang berbau magis religius,
sedangkan kekuasaan legal formal lebih menekankan padda
mengapa seseorang berkuasa dan berwenang mengatur
prilaku pihak lain karena memang penguasa ini memilki
legalitas untuk mengatur kehidupan sosial.
Adapun analisi asal mula kekuasaan dan kewenangan yang tertuang dalam teori
kekuasaan yang disebut teori perjanjian masyarakat (social contract). Teori ini muncul akibat
teori perjanjian masyarakat dan kewenangan raja (kaisar) mulai dipertanyakan. Kesewenangwenangan para raja di Eropa yang menimbulkan penindasan kekerasan kepada rakyat
menimbulkan reaksi protes dari kalangan masyarakat, di antaranya para pemikir hingga
akhirnya pemikirannya melahirkan perubahan sistem kekuasaan dan kewenangan. Para
pemikir ini di antaranya, Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, dan
Motesquieau. Hasil pemikiran merekalah yang akhirnya menjadi referensi bangsa-bangsa di
dunia untuk mengubah sistem kekuasaaan dan kewenangan.

Bagi Hobbes, kehidupan sosial sebelum terbentukya sebuah negara adalah anarkis.
Hukum yang berlaku adalah homo homini lupus, yang artinya manusia yang satu merupakan
binatang buas bagi manusia yang lain. Suasana kehidupan sosial berada dalam keadaan
perang untuk merebutkan hak-hak dalam kehidupan sosial. Model kehidupan di mana pihak
yang kuat merampas hak-hak pihak yang lemah menyebabkan hak-hak manusia tidak
terlindungi. Proses perebutan hak-hak terjadi mulai dari antar individu hingga pada perebutan
antarakelompok satu dengan kelompok lain. Di sisi lain, kehidupan manusia juga
mendambakan ketentraman, kenyamanan, keamanan dan terjaminnya hak-hak hidup
manusia. Kesadaran akan arti pentingnya ketertiban dan jaminan hak-hak hidup ini
melahirkan dorongan kuat masyarakat untuk bernaung dalam satu kelompok untuk
menggalang kekuatan demi terjaminnya ketertiban dan hak-hak hidup mereka. Akan tetapi,
bernaung dalam kelompok saja tidaklah cukup tanpa adanya kekuasaan untuk melindungi
hak-hak hidup dan menjamin ketertiban masyarakat.
Dalam kelompok tersebut, terjadilah perjanjian di antara mereka, di mana masingmasing individu menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pihak yang dianggap memiliki
kekukatan untuk menjamin ketertiban sosial dan menjamin hak-hak hidup masyarakat.
Adapun pihak yang menerima mandat kekuasaan ini mulai membentuk kekuatan, seperti
tentara dan persenjataannya. Adapun sebagian dari hak individu yang diserahkan kepada
pihak yang dipercayai ini adalah menyerahkan semacam pajak kepada pihak yang dipercaya
untuk mengamankan dan menjamin hak hidup kelompok ini sebagai jaminan hidup pihak
yang mendapatkan kekuasaan dari rakyat yang menyerahkan kekuasaan ini. Dalam
falsafahnya, Hobbes berpendapat bahwa penguasa mendapatkan kekuasaan dari rakyat
sepenuhnya, maka bentuk sistem kekuasaan atau sistem pemerintahan yang ideal menurutnya
yaitu pemerintahan yang otoriter.
Jika Hobbes dalam pemikirannya lebih menekankan pada bentuk perjanjian alamiah,
di mana hak-hak hidup diserahkan kepada penguasa yang akhirnya menimbulkan bentuk
pemerintahan kerajaan mutlak, maka Jhon Locke tidak demikian halnya. Bagi Locke,
individu-individu memiliki hak-hak kodrat semenjak ia hidup dan dalam keadaan alamiah,
maka bentuk perjanjian dalam kelompok ini tidak bergantung pada kontrak. Bagi Lock,
fungsi utama perjanjian ini adalah untuk menjamin dan melingdungi hak-hak kodrat ini. Hasil
perjanjian menurut Locke menghasilkan negara konstitusional, dan sistem pemerintahan
demokrasi. Dalam konsep pemikiran Locke, kekuasaan yang ada pada diri sang penguasa
adalah berasal dari rakyat yang terlibat dalam proses perjanjian ini, maka kekuasaan yang

melekat padanya harus memihak kepada rakyat. Dengan demikian, sumber kekuasaan bagi
Thomas Hobbes dan Jhon Locke adalah berasal dari rakyat yang memberinya kekuasaan dan
kewenangan.
Jean Jaques Rousseaulah yang pertama kali menamakan proses ini sebagai proses
perjanjian sosial (social contract). Pada mulanya keadaan sosial masyarakat sebagaimana
yang dikemukakan oleh Rousseau sama dengan kondisi sosial yang dikemukakan oleh
Hobbes dan Locke. Hanya kondisi alamiah kehidupan manusia hasil pemikiran Rousseau
lebih mendekati pendapat Locke. Dalam hal ini Rousseau berpendapat bahwa negara yang
dibentuk melalui perjanjian sosial merupakan kemauan seluruh masyarakat yang tidak
mungkin salah, khilaf, dan keliru. Kemauan umum (general will) inilah yang dijadikan
sebagai dasar keadulatan rakyat. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa kemauan umum tidak
berarti kemauan seluruh rakyat, sebab ada kalanya terdapat perbedaan-perbedaan antara
kemauan umum dan kemauan seluruh rakyat (will of all). Kemauan umum selalu benar dan
ditujukan kepada kepentingan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat lebih mengarah
pada kemauan individual. Dalam hal ini, perjanjian sosial dalam konsep pemikiran Rousseau
menghasilkan bentuk kedaulatan suatu negara berada dalam kemauan umum yang lazim
disebut kedaulatan rakyat.

Anda mungkin juga menyukai