Anda di halaman 1dari 11

JOURNAL READING

Efficacy and Safety of Thrombolysis in Patients Aged 80 Years or Above


With Major Acute Ischemic Stroke
Disusun untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu
Penyakit Saraf di RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun oleh :
Muhamad Fadlie Setyaji
01.210.6224

Pembimbing :
dr. Satya Gunawan, Sp.S

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2016

Efficacy And Safety Of Thrombolysis In Patients Aged 80 Years


Or Above With Major Acute Ischemic Stroke

Abstrak
Latar Belakang: Pasien Lansia dengan stroke iskemik luas mungkin akan tetap
mengalami disabilitas berat atau meninggal. Namun, keberhasilan dan keamanan
pada trombolisis belum sepenuhnya dieksplorasi lebih lanjut.
Bahan dan Metode: Data dari catatan kasus pasien berusia > 80 tahun dengan
stroke iskemik akut dengan National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)
skor 10 yang diambil antara April 2009 dan Mei 2011.
Hasil pada subyek pasien yang diobati dengan trombolisis dan kontrol
dibandingkan. Hasil utama adalah 3 bulan skor Modified Rankin Scale (mRS) 0-2.
Hasil sekunder adalah 3 bulan skor mRS 0-3, skor mRS 5-6, kematian, dan
peningkatan skor NIHHS. Keamanan dilihat dari transformasi hemoragik.
Hasil: Subyek penelitian ini meliputi 22 pasien yang diobati dengan trombolisis
dan 23 kontrol tidak diobati dengan trombolisis. Usia, keparahan stroke, dan
identifikasi proporsi oklusi pembuluh darah besar merupakan variabel untuk
pembanding antara kedua kelompok. Pasien pada kelompok trombolisis memiliki
hasil mRS 0-2 lebih banyak daripada kelompok non-trombolisis (18,2% vs 0%, P
= 0.049). Proporsi pasien dengan mRS 0-3 hasilnya juga lebih tinggi pada
kelompok trombolisis dibandingkan kelompok non-trombolisis (22,7% vs 0%, P =
0,022). Pasien pada kelompok trombolisis memiliki angka kematian lebih tinggi,
bila dibandingkan dengan pasien dalam kelompok non-trombolisis (18,2% vs
8,7%, P = 0,414) tapi non signifikan. Namun, jumlah yang lebih kecil dari pasien
dalam kelompok thrombolisis memiliki mRS 5-6 hasil (35% vs 65%, P = 0,075).
Median pada peningkatan skor NIHSS juga menunjukkan kondisi yang lebih

menguntungkan dalam kelompok thrombolisis (10 vs 2, P = 0,082). Tingkat


transformasi hemoragik gejala dan tanpa gejala dalam kelompok trombolisis
adalah 4,5% dan 27,3% masing-masing.
Kesimpulan: Untuk pasien lansia dengan stroke iskemik luas, trombolisis
menawarkan kesempatan lebih besar untuk mengembalikan fungsi independen.
Kata kunci: 80 tahun, orang tua, stroke iskemik, trombolisis
PENDAHULUAN
Meskipun trombolisis intravena terbukti berhasil dalam periode 4,5 jam pada data
dengan randomized controlled trial di pasien berusia 80 tahun masih terbatas.
Hanya the National Institute of Neurological Disorders and Stroke Tissue
Plasminogen Activator (NINDS-TPA) percobaan terdaftar pasien berusia > 80
tahun, [1] European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS) I, II, III dan
Alteplase Thrombolysis for

Acute Non-interventional Therapy in Ischemic

Stroke (ATLANTIS) percobaan pada dieksklusikan dalam kelompok usia ini. Data
mengenai keamanan dan keberhasilan dari TPA intravena pada kelompok usia ini
terbatas, TPA intravena belum secara resmi disetujui dalam kelompok usia ini
dalam beberapa negara termasuk Korea. Data dalam kaitannya dengan terapi
reperfusi intra-arteri (IA) jauh lebih terbatas sejak uji coba secara eksklusif
terdaftar pasien di bawah 75 atau 85 tahun. [7,8] Kebanyakan studi yang
membandingkan hasil dari trombolisis intravena pada pasien berusia 80 dan <80
tahun melaporkan bahwa pasien lansia memberikan hasil yang kurang
menguntungkan dibandingkan pasien yang lebih muda [9-13]. Namun, penelitian
tersebut tidak dibandingkan dengan plasebo dan hasilnya tidak bisa menyangkal
manfaat dari trombolisis pada orang tua. Sebuah studi menganalisis sejumlah
besar data pasien dikumpulkan dalam database, dari 21 percobaan stroke akut
menunjukkan bahwa manfaat dari trombolisis dipertahankan pada pasien yang
sangat tua meskipun hasil yang diharapkan bisa lebih buruk dibandingkan pasien
yang lebih muda [14] . Stroke Utama pada orang tua beresiko terjadi hemorrhagic

dengan trombolisis [1,2,15,16]. Kemanjuran dan keamanan terapi reperfusi pada


orang tua belum dieksplorasi secara sistematis. Penelitian ini adalah untuk menilai
keberhasilan dan keamanan trombolisis pada pasien berusia 80 atau lebih dengan
stroke iskemik luas.
Metode dan Material
Dari register lembaga prospektif stroke, kami mengambil data pasien berusia 80
tahun dengan NIHSS masuk 10, waktu 7 hari dari onset stroke antara bulan
April 2009 dan Mei 2011. Pasien dengan pra-stroke modified Rankin Scale (mRS)
4 dikeluarkan. Pasien dikelompokkan menjadi kelompok thrombolisis (TPA
intravena saja, terapi perfusi intra-arteri saja atau gabunganterapi intravena dan
intra-arteri) dan kelompok non-trombolisis (kontrol). Dokter memutuskan untuk
mengobati pasien dengan terapi reperfusi berdasarkan gejala klinis dan pencitraan.
Untuk setiap data demografis pasien, kondisi premorbid, pra-stroke mRS, onset
saat masuk, onset ke pengobatan untuk trombolisis, skor awal NIHSS, subtipe
stroke, skor NIHSS pada saat masuk, dan 3-bulan mRS yang prospektif ditangkap
menggunakan protokol terstruktur. Dokter terlatih atau perawat penelitian menilai
hasil mRS pada bulan ke 3 dengan wawancara langsung atau telepon. Untuk
pasien yang diobati dengan trombolisis, rekanalisasi diartikan sebagai memiliki
Thrombolysis in Cerebral Infarction (TICI) grade 2b atau 3 [17] gejala pada
transformasi hemoragik ditentukan sesuai dengan kriteria ECASS III. [3] Untuk
pemantauan kualitas dan peningkatan perawatan stroke, pengumpulan data dari
semua pasien stroke telah disetujui oleh Komite Etika dari lembaga kami. Hasil
utama adalah mRS 0-2 pada 3 bulan. Hasil sekunder adalah mRS 0-3, dan 5-6 di
mRS 3 bulan dan peningkatan skor NIHSS dikeluaran akhirnya. Indikasi
keberhasilan adalah transformasi hemoragik dengan gejala atau tanpa gejala dan
penurunan angka kematian kurang dari 3 bulan.
Analisis Statistik

Variabel kategori dibandingkan dengan tes 2, dan variabel kontinyu dengan Tes
Mann-Whitney. Analisis univariat dilakukan untuk membandingkan hasil antara
kedua kelompok. Untuk menghindari penyimpangan sampel kecil dan hasil,
analisis multivariabel tidak dianggap kecuali ada ketidakseimbangan signifikansi
pada variabel prognostik usia dan skor NIHSS awal antara kedua kelompok. Dari
database percobaan NINDS-TPA, hasil pasien berusia 80 tahun dengan NIHSS
awal 10 diekstraksi dan numerik dibandingkan dengan hasil dari pasien kami.
Hasil
Empat puluh lima pasien dilibatkan dalam penelitian ini: 22 pasien dalam
kelompok trombolisis (14 TPA intravena saja, 4 terapi reperfusi intra-arteri saja,
dan 4 gabungan terapi intravena dan intra-arteri) dan 23 orang kelompok kontrol
(non-trombolisis). Antara perlakuan dan kontrol kelompok umur (85,2 5,2 vs
85,7 4,1, P = 0,735) dan skor NIHSS awal (median [kisaran interkuartil], 21
[16-23] vs 20 [17-23], P = 0,707) baik dan seimbang. Proporsi oklusi pembuluh
darah utama yang diidentifikasi pada computed tomography (CT), magnetic
resonante (MR), atau angiografi konvensional juga sebanding (72,2%

di

perlakuan vs 65,2 % di kontrol, P = 0,586). Untuk pasien yang diobati dengan


trombolisis, ada 7 Arteri karotid interna (ICA), 7 bagian M1 arteri Cerebral Media
(MCA), 1 arteri basilar (BA), dan 1 bagian dari P1 oklusi arteri cerebral posterior
(PCA). Sedangkan, untuk kontrol ada 10 ICA, 4 M1 dari MCA dan 1 oklusi BA.
Karakteristik dasar lain kecuali untuk onset dari serangan adalah sebanding antara
kedua kelompok [Tabel 1]. Pada pasien yang diobati dengan trombolisis, rata-rata
interval untuk onset saat serangan sampai masuk dan waktu masuk sampai
perlakuan 146,2 73,3 dan 61,6 43,1 menit.
Gambar 1. Distribusi 3 bulan mRS

Tabel 1: Baseline karakteristik pasien

Thrombolyzed (n = 22)
Age (mean
SD) Female,
n (%)
Initial NIHSS, median
(IQR) Major vessel
occlusion, n (%)
Occlusion
No occlusion
Undetermined
Onset to door time (min, mean
SD) door to treat time (min,
mean SD) Previous stroke
history, n (%)
Medical history,
n (%)
Hypertension
Diabetes
mellitus
Coronary heart
disease Atrial
fibrillation
Hyperlipidemia
Current smoking, n
(%) Peripheral artery
disease
Prestroke mRS, n (%)
0
1
2
3

Non-thrombolyzed (n = 23)

85.2
5.2
16
(72.7)
21 (16,
23)

85.7
4.1
14
(60.9)
20 (17,
23)

16
(72.7)
3
(13.6
)
3
(13.6
)
84.6
57.5
61.6
43.1
4
(18.2
)

15
(65.2)
8
(34.
8)
0
(
0
)
1870.4
2021.8
N
A
5
(21.
7)

17
(77.3)
3
(13.6
)
5
(22.7
)

15
(65.2)
5
(21.
7)
5
(21.
7)

Tabel 2 Outcome primer dan outcome Sekunder


NonThrombolyzed
P value
thrombolyzed
(n = 22)
(n = 23)
Primary outcome
3-month mRS 0-2, n (%)
Secondary outcomes
3-month mRS 0-3, n (%)
3-month mRS 5-6, n (%)
3-month mortality, n (%)
NIHSS improvement,
median (IQR)

4 (18.2)

0 (0)

0.049

5 (22.7)
9 (35.0)
4 (18.2)
5 (-1, 4)

0 (0)
13 (65.0)
2 (8.7)
2 (-2, 8)

0.022
0.075
0.414
0.082

Outcome
Outcome primer
Dari 22 pasien pada kelompok trombolisis, mRS 0-2 pada bulan ke 3 pada
kelompok perlakuan 4(18,2%) pasien dibandingkan pada kelompok kontrol tidak
ada (0%), (P = 0,049) [Tabel 2]. Hasil sekunder: Proporsi pasien dengan mRS 0-3
pada 3 bulan juga lebih tinggi pada pasien kelompok trombolisis dibandingkan

P value
0.73
5
0.39
9
0.70
7
0.58
6

<0.00
1
N
A
>0.9
9
0.37
2
0.69
9
0.93
6
0.79
3
0.31
4
>0.9
9
>0.9

pasien kelompok kontrol (22,7% vs 0%, P = 0,022). Dari 14 pasien yang diobati
dengan TPA intravena saja, 2 (14,3%) pasien memiliki mRS 0-2, dan 3 (21,4%)
pasien memiliki mRS 0-3 pada 3 bulan. Dari 8 pasien yang diobati dengan terapi
intra-arteri saja atau kombinasi, 2 (25%) pasien memiliki mRS 0-2 (sama untuk
mRS 0-3) pada 3 bulan. Proporsi pasien dengan hasil terburuk, mRS 5-6, itu jauh
lebih rendah pada kelompok trombolisis dibandingkan pada kelompok kontrol.
Namun, perbedaan ini statistiknya tidak signifikan (35,0% vs 65,0%, P = 0,075).
Hasil pada kelompok kontrol dengan mRS 5-6 adalah 61% dalam disabilitas berat
tetap di mRS 5 [Gambar 1]. Peningkatan NIHSS pada hasil akhir (median,
[kisaran interkuartil]) lebih besar pada kelompok trombolisis dibanding kelompok
kontrol, tetapi perbedaannya statistiknya tidak signifikan (10 [-1, 14] vs 2 [-2, 8],
P = 0,082).
Rekanalisasi
Setelah 3 pasien dieksklusi dari kelompok trombolisis dimana tidak memiliki
oklusi pembuluh darah besar pada pretreatment CT angiography, status
rekanalisasi dinilai pada 19 pasien yang tersisa dengan menggunakan CT atau MR
angiografi dalam waktu 24 jam setelah pengobatan atau segera pasca angiografi
konvensional intra-arteri. Sembilan (47,4%) pasien mencapai rekanalisasi, dan 6
(31,6%) mengalami oklusi persisten. Pada 4 (21,1%) pasien rekanalisasi tidak
dapat dievaluasi karena kondisi neurologis yang buruk atau menolak operasi. Dari
11 pasien yang menerima infus TPA saja, rekanalisasi diamati pada 3 (27,3%)
pasien dalam waktu 24 jam dan dari 8 pasien yang diobati dengan terapi reperfusi
intra-arteri saja atau terapi kombinasi, 6 (75%) pasien mencapai rekanalisasi
langsung pasca perawatan angiografi konvensional.
Kematian dan transformasi hemoragik
Kematian pada bulan ke 3 pada kelompok trombolisis lebih tinggi daripada
kelompok kontrol, tetapi perbedaannya statistiknya tidak signifikan (18,2% vs

8,7%, P = 0,414) [Tabel 2]. Dari 4 pasien yang meninggal setelah trombolisis, 2
sudah rekanalisasi dan 2 lainnya tidak. Singkat ringkasan kasus dari 4 pasien: (1)
Seorang pasien dengan oklusi ICA T- dengan skor NIHSS 19 memiliki
rekanalisasi TICI IIb dengan terapi intra-arteri, namun kemudian berkembang ke
gejala transformasi hemoragik; (2) Seorang pasien dengan oklusi ICA T dan skor
NIHSS 25 mendapat infus TPA saja dan ditindak lanjuti dengan MRI
menunjukkan rekanalisasi, tapi kemudian berkembang menjadi infark ganas
MCA, (3) Seorang pasien dengan oklusi ICA T dan NIHSS skor 23 gagal
mencapai rekanalisasi dengan terapi gabungan dan berkembang menjadi MCA
infark ganas, dan (4) Seorang pasien dengan oklusi arteri basilar dan skor NIHSS
40 diobati dengan TPA intravena saja, dan ditindak lanjuti dengan MRA
menunjukkan oklusi persisten dan infark di batang otak, cerebral bilateral dan area
PCA bilateral. Penyebab kematian pada 4 pasien yaitu 1 pasien gejala
transformasi hemoragik

dan 3 pasien stroke berat. Ada dua kematian pada

kelompok kontrol, satu pasien memiliki oklusi arteri basilar dengan skor NIHSS
33, dan pasien lain memiliki l oklusi ICA proksimal dengan skor NIHSS 26.
Gejala transformasi hemoragik dari 2 jenis hematoma parenkim dikembangkan
pada satu pasien diobati dengan terapi intra-arteri, yang meninggal. Yang tanpa
gejala transformasi hemoragik diamati pada 5 (27,3%) pasien: 3 infark hemoragik
tipe 1 dan 2 infark tipe 2.
Diskusi
Dalam penelitian ini, tidak ada pasien lansia non-trombolisis dengan perbaikan
fungsional secara mandiri. Sebaliknya, dengan terapi trombolitik, 18% pasien
dapat mencapai kemandirian fungsional dan melakukan aktivitas sehari-hari
sendiri cukup baik dan 22% dari pasien mampu berjalan sendiri tanpa bantuan.
Selain peningkatan penilaian fungsi global, juga terdapat peningkatan neurologis
pada pasien dengan trombolisis. Dengan alasan keamanan, tingkat kefatalan dan
tanpa gejala transformasi hemoragik pada 5% dan 22% sangat dapat diterima

mengingat bahwa pasien sangat tua dan mengalami stroke berat. Dengan terapi
trombolisis, angka kematian menunjukkan kenaikan absolut sekitar 10%, dan
penurunan pada disabilitas berat dari mRS 5 sebesar 40%. Sehingga, terapi
trombolisis memiliki pengurangan risiko 30% pada disabilitas berat atau
kematian. Peningkatan angka kematian dan penurunan tingkat disabilitas berat
pada orang tua dengan trombolisis merupakan aspek yang diperdebatkan dari
sudut pandang etika. Pada situasi ini, nilai-nilai komparatif pada kematian dan
disabilitas berat umumnya dapat diterima dan bisa membantu untuk menuntun
dalam keputusan pengobatan. Metode yang paling banyak digunakan yaitu sesuai
dengan kondisi kesehatan bobot yang beragam yaitu kualitas berat badan dan
parahnya disabilitas . Kualitas berat badan berasal dari pasien atau orang yang
sehat, dan parahnya disabilitas berasal dari profesional kesehatan yang
berpengalaman. Dalam sebuah studi kualitas berat berat meneliti orang-orang
dengan risiko tinggi stroke, 45% dari responden menganggap stroke berat
merupakan hasil yang lebih buruk daripada kematian. [18] Dalam sebuah studi
disabilitas berat dengan mengadakan berbagai ahli stroke multinasional dengan
latar belakang budaya yang beragam, berat disabilitas yang dihasilkan dengan
pencapaian konsensus substansial untuk mRS 5 adalah 0,944, yang hampir identik
dengan berat disabilitas sebesar 1,0 untuk kematian. [19] Selain itu, studi lain
dimana survei ahli stroke juga menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari para ahli
menganggap bahwa mRS 5 sebagai transisi dari kematian dan secara klinis tidak
bermakna, [ 20] dan oleh karena itu, baru-baru ini percobaan besar pada stroke
akut menganggap mRS 5 dan mRS 6 dimaksukkan ke dalam kategori hasil
tunggal terburuk [21,22]. Menimbang lebih besar kemungkinan untuk
mengembalikan fungsi global dan fungsi keseimbangan dan mengurangi
disabilitas berat atau kematian, terapi trombolisis harus dipertimbangkan untuk
diberikan pada pasien berusia 80 tahun dengan stroke iskemik luas. Temuan
kami mirip dengan temuan dalam penelitian sebelumnya yang menunjukkan
manfaat dari TPA intravena pada pasien usia lanjut. [14] Hasil kami berbeda
dengan dua studi sebelumnya yang gagal untuk menunjukkan manfaat dari TPA
intravena bila dibandingkan dengan pengobatan plasebo atau tidak pada pasien

usia lanjut [23,24]. Namun, studi mereka termasuk stroke ringan sampai sedang
serta stroke berat, dan tidak cukup kuat untuk menilai efek dari pengobatan.
Meskipun ukuran sampelnya sedikit, secara eksklusif memasukkan stroke berat
bisa memberikan efek pengobatan lebih besar dibandingkan stroke ringan sampai
sedang yang mungkin bisa memberikan hasil positif.
Ini akan menjadi pelajaran untuk membandingkan tingkat rekanalisasi dalam studi
saat ini dan sebelumnya. Pada review sistematis, tingkat rekanalisasi dalam waktu
24 jam adalah 24,1% tanpa trombolisis, 46,2% dengan fibrinolitik intravena,
63,2% dengan fibrinolitik intra-arteri, dan 67,5% dengan gabungan terapi
intravena dan intra-arteri. [25] Pada analisis saat ini pasien yang diekslusi dimana
tidak menunjukkan oklusi pembuluh darah utama pada pra-perlakuan CTA,
tingkat rekanalisasi 75,0% dengan terapi intra-arteri saja atau terapi kombinasi
pada umumnya sebanding dengan, namun 27,3% dengan TPA intravena saja
kurang dari yang diperkirakan dalam review sistematis. Namun, setidaknya sejak
lebih dari 70% dari pasien memiliki oklusi pembuluh darah besar, tingkat
rekanalisasi saat ini dengan TPA intravena kemungkinan akan sesuai dengan studi
sebelumnya yang menunjukkan tingkat rekanalisasi dengan TPA intravena 10% di
oklusi ICA dan kurang dari 30% dalam oklusi MCA proksimal. [26,27] Oleh
karena itu, terapi trombolisis pada pasien lanjut usia bahkan dapat mencapai
tingkat rekanalisasi sebanding seperti pada umumnya pasien stroke iskemik.
Karena penelitian ini berbeda dengan pencobaan NINDS-TPA pada proporsi
oklusi pembuluh darah besar, interval onset ke pengobatan, dan modalitas
pengobatan, hasil perbandingan dua studi harus berhati-hati, tapi akan informatif
[Gambar 1]. Dalam percobaan NINDS-TPA, pasien berusia 80 tahun dan
NIHSS awal 10 adalah 31 di kelompok TPA dan 23 pada kelompok plasebo.
Pada pretreatment CT, tanda MCA hiperdens menunjukkan oklusi pembuluh
darah besar diamati 25,8% pada pasien yang diobati dengan TPA dan 13,0% pada
kelompok plasebo. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, dibandingkan dengan
pasien yang dirawat di TPA-TPA NINDS-percobaan, pasien trombolisis saat ini

memiliki proporsi yang sebanding mRS 0-2 dan mRS 0-3, tapi sedikit pada
disabilitas berat maupun meninggal.

Sebaliknya, subyek kontrol kami

disabilitasnya lebih berat dibandingkan pasien plasebo yang dirawat di percobaan


NINDS-TPA.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini bukan secara acak,
dan dengan demikian tidak dapat menghilangkan seleksi bias dalam alokasi
pengobatan. Karena penilai hasil tidak blind pada pengobatan, hasil penilaian
dapat berpotensi bias. Namun, semua pasien dalam kelompok kontrol memiliki
hasil mRS 4 -, dimana hasil penilaian sangat konsisten, [28] dan oleh karena itu
penilaian hasil yang tidak tercampur kurang kemungkinan untuk mengubah hasil
saat ini. Penelitian ini dilakukan di sebuah pusat yang berpengalaman dengan
terapi reperfusi dan terapi reperfusi tidak bersatu. Dengan demikian, temuan kami
memiliki keterbatasan untuk generalisasi.
Kesimpulannya, jika tidak ditrombolisis, pasien berusia 80 tahun dengan stroke
iskemik luas mungkin tetap dalam disabilitas berat atau mungkin mati. Terapi
trombolisis dapat menawarkan kesempatan lebih besar untuk mengembalikan
fungsional secara mandiri atau keseimbangan diri dan mengurangi kecacatan
(disabilitas) atau kematian yang buruk dengan angka kematian tinggi, sehingga
harus dipertimbangkan untuk diberikan kepada pasien.
Ucapan Terima Kasih
Karya ini didukung oleh dana dari Inje University di 2010 (K.-SH).

Anda mungkin juga menyukai