REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEPTEMBER 2013
UNIVERSITAS HASANUDDIN
DISUSUN OLEH :
Nurul Fajri Syamsuri
PEMBIMBING:
dr. Fitri Kadarsih
SUPERVISOR :
Dr. dr. Farida Tabri, Sp.KK(K), FAADV
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas
: Kedokteran
Universitas
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian ILMU
KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN Fakultas Kedokteran Universitas Muslim
Indonesia.
Makassar,
September 2013
Mengetahui,
Supervisor
Pembimbing
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
ii
PENDAHULUAN..............
iii
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
DEFINISI......................................................................
EPIDEMIOLOGI......
ETIOLOGI ................................................................................
PATOGENESIS........................................................................
DIAGNOSIS .............................................................................
DIAGNOSIS BANDING .........................................................
PENATALAKSANAAN ..........................................................
KOMPLIKASI...
PROGNOSIS.....
PENCEGAHAN....
1
1
2
3
5
15
17
25
26
26
27
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
telah
mendorong
perkembangan
strategi
pengobatan
dan
I.
DEFINISI
Scabies merupakan infeksi ektoparasit pada manusia yang disebabkan oleh
kutu Sarcoptes scabiei var hominis.(3) Infeksi ini terjadi akibat kontak langsung
dari kulit ke kulit maupun kontak tidak langsung (melalui benda misalnya pakaian
handuk, sprei, bantal dan lain - lain).(5)
II.
EPIDEMIOLOGI
Scabies dapat menyerang semua ras dan semua kelas sosial di seluruh dunia,
tetapi gambaran yang akurat mengenai prevalensinya sulit didapatkan. Studi yang
dilakukan oleh Downs et al. dengan data-data yang dikumpulkan di Inggris antar
tahun 1967 dan 1996 menunjukkan insiden yang tinggi pada akhir tahun 1960-an
dan 1970-an, kemudian menurun pada tahun 1980-an, dan kembali meningkat
pada tahun 1990-an, dimana prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada area
urban, di sebelah utara Inggris, lebih banyak pada wanita dan anak-anak, dan
frekuensi yang lebih banyak pada musim dingin dibandingkan dengan pada
musim panas. Beberapa penelitian lain juga menemukan adanya variasi musim
ini.(6) Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain: kebersihan yang
buruk, kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta ekologi.
Penyakit ini dapat dimasukkan dalam P.H.S. (Penyakit akibat Hubungan Seksual).
(7)
Scabies paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda, tetapi
dapat menyerang semua umur, dan di Inggris dalam beberapa tahun terakhir ini
lebih sering ditemukan pada lansia di tempat-tempat perawatan. Insiden seks
secara keseluruhan mungkin sama sedangkan pada ras terdapat beberapa
kelompok ras yang rentan, yang mungkin lebih berhubungan dengan kebiasaan
dan faktor sosial daripada faktor kerentanan yang melekat. Populasi yang padat,
yang umum terjadi di negara-negara terbelakang dan hampir selalu terkait dengan
kemiskinan dan faktor kebersihan yang buruk, juga ikut mendorong penyebaran
scabies.(6)
6
III. ETIOLOGI
Scabies disebabkan oleh parasit kutu Sarcoptes scabiei var hominis. Kutu
scabies memiliki 4 pasang kaki dan berukuran 0,3 mm, yang tidak dapat dilihat
dengan menggunakan mata telanjang.(1) Secara morfologik merupakan tungau
kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau
ini translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina
berkisar antara 330 450 mikron x 250 350 mikron, sedangkan yang jantan
lebih kecil, yakni 200 240 mikron x 150 200 mikron. Bentuk dewasa
mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang didepan sebagai alat untuk melekat dan 2
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat dengan alat perekat.(7)
IV.
PATOGENESIS
Kutu scabies betina menggali terowongan pada stratum corneum dengan
Telur-telur ini akan menetas setelah 3 hari dan menjadi larva, yang akan
membentuk kantung dangkal di stratum corneum dimana larva-larva ini akan
bertrasnformasi dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu. Kutu ini kawin di
dalam kantongnya, dimana kutu jantan akan mati tetapi kutu betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dan melanjutkan siklus hidupnya. Setelah invasi
pertama dari kutu ini, diperlukan 4 hingga 6 minggu untuk timbul reaksi
hipersensitivitas dan rasa gatal akibat kutu ini.(2)
pada orang-orang tua dengan jumlah ribuan kutu yang menginfeksi. Telur-telur
kutu ini akan dikeluarkan dengan kecepatan 2-3 telur perharinya dan massa feses
(skibala) terdeposit pada terowongan. Skibala ini dapat menjadi iritan dan
menimbulkan rasa gatal.(9)
Tungau skabies lebih suka memilih area tertentu untuk membuat
terowongannya dan menghindari area yang memiliki banyak folikel pilosebaseus.
Biasanya, pada satu individu terdapat kurang dari 20 tungau di tubuhnya, kecuali
pada Norwegian scabies dimana individu bisa didiami lebih dari sejuta tungau.
Orang tua dengan infeksi virus immunodefisiensi dan pasien dengan pengobatan
immunosuppresan mempunyai risiko tinggi untuk menderita Norwegian scabies.
(1,6)
V.
DIAGNOSIS
1.
Gambaran Klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik.
9
Dikenal ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies,
yaitu :(7,10)
a. Pruritus nocturna
Setelah pertama kali terinfeksi dengan tungau skabies, kelainan
kulit seperti pruritus akan timbul selama 6 hingga 8 minggu.
Infeksi yang berulang menyebabkan ruam dan gatal yang timbul
hanya dalam beberapa hari. Gatal terasa lebih hebat pada malam
hari.(3,6) Hal ini disebabkan karena meningkatnya aktivitas tungau
akibat suhu yang lebih lembab dan panas. Sensasi gatal yang hebat
seringkali mengganggu tidur dan penderita menjadi gelisah.(10)
b. Menyerang manusia secara berkelompok
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga dalam
sebuah keluarga biasanya mengenai seluruh anggota keluarga.
Begitu pula dalam sebuah pemukiman yang padat penduduknya,
skabies dapat menular hampir ke seluruh penduduk. Didalam
kelompok mungkin akan ditemukan individu yang hiposensitisasi,
walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak menimbulkan
keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa/carier bagi individu
lain.(10)
c. Adanya terowongan
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva dan nimfa didalam stratum
korneum, oleh karena itu parasit sangat menyukai bagian kulit
yang memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan
tipis. (10)
10
12
menggunakan
mikroskop,
biasanya
posisi
tungau
menggaruk,
pengambilan
tungau
ini
dengan
menggunakan kuret.(12)
Bentuk Klinis
Selain bentuk skabies yang klasik, terdapat pula bentuk-bentuk yang
tidak khas, meskipun jarang ditemukan. Kelainan ini dapat
menimbulkan kesalahan diagnostik yang dapat berakibat gagalnya
pengobatan.. Beberapa bentuk skabies antara lain :
a. Skabies pada orang bersih
13
anak
Gambar 8 :
Skabies pada
(dikutip dari
kepustakaan
5)
c. Skabies nodular
Skabies nodular adalah varian klinik yang terjadi sekitar 7% dari
kasus skabies dimana
15
16
3.
Pemeriksaan Penunjang
17
18
e. Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk ke dalam
kanalikuli. Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar
ultraviolet dari lampu Wood, tetrasiklin tersebut akan memberikan
efluoresensi kuning keemasan pada kanalikuli.(10)
f. Dermoskopi
Dermoskopi awalnya dipakai oleh dermatolog sebagai alat yang
berguna untuk membedakan lesi-lesi berpigmen dan melanoma.
Dermoskopi juga dapat menjadi alat yang berguna dalam
19
mendiagnosis
scabies
secara
in
vivo.
Alat
ini
dapat
DIAGNOSIS BANDING
Prurigo nodularis
Merupakan tanda klinik yang kronis yaitu nodul yang gatal dan secara
histologi ditandai adanya hiperkeratosis dan akantosis hingga ke
bawah epidermis. Sedangkan pada skabies ditemukan Sarcoptes
scabiei di bagian teratas epidermis yang mengalami akantosis. Pada
prurigo, penyebabnya belum diketahui. Namun dalam beberapa kasus,
faktor stress emosional menjadi salah satu pemicu sehingga sulit
untuk ditentukan apakah ini adalah penyebab atau akibat dari prurigo
sedangkan pada skabies disebabkan oleh adanya tungau Sarcoptes
scabiei melalui pewarnaan Hematoksilin-Eosin (H.E).(6,16)
21
VII. PENATALAKSANAAN
Terdapat beberapa terapi untuk skabies yang memiliki tingkat efektifitas
yang bervariasi. Faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan yang antara lain
umur pasien, biaya pengobatan, berat derajat erupsi, dan faktor kegagalan terapi
yang pernah diberikan sebelumnya.(1)
Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala,dan lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Pasien harus diinformasikan bahwa walaupun telah
diberikan terapi skabisidal yang adekuat, ruam dan rasa gatal di kulit dapat tetap
menetap hingga 4 minggu. Jika tidak diberikan penjelasan, pasien akan
beranggapan bahwa pengobatan yang diberikan tidak berhasil dan kemudian akan
menggunakan obat anti skabies secara berlebihan. Steroid topikal, anti histamin
maupun steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan
ruam dan gatal pada pasien yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid
yang lengkap.(1)
1.
22
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
Permethrin
Permethrin merupakan sintesa dari pyrethtoid, sifat skabisidnya sangat
baik. obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan skabies
karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan
kecenderungan keracunan akibat salah dalam penggunaannya sangat
kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorbsi dan
cepat dimetabolisme di kulit dan deksresikan di urin. Tersedia dalam
bentuk krim 5 % dosis tunggal digunakan selama 8-12 jam, digunakan
malam hari sekali dalam 1 minggu selama 2 minggu, apabila belum
sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu.
Permethrin tidak dapat diberikan pada bayi yang kurang dari 2 bulan,
wanita hamil, dan ibu menyusui. Efek samping jarang ditemukan
berupa rasa terbakar, perih, dan gatal. Beberapa studi menunjukkan
tingkat keberhasilan permetrin lebih tinggi dari lindane dan
crotamiton. Kelemahannya merupakan obat topikal yang mahal.(11,18)
23
b.
merupakan
satu-satunya
pilihan
di
negara
yang
Benzyl benzoate
Benzyl benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam peru. Benzyl benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan sebagai 25% emulsi
dengan periode kontak 24 jam dan pada usia dewasa muda atau anakanak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzyl benzoate sangat
efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik
bisa diterima. Efek samping dari benzyl benzoate dapat menyebabkan
dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus
diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan
berulang
dapat
menyebabkan
dermatitis
alergi.
Terapi
ini
dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anakanak kurang dari 2 tahun. Tapi benzyl benzoate lebih efektif dalam
pengelolaan resistant crusted scabies. Di negara-negara berkembang
24
e.
25
Ivermectin
Ivermectin
adalah
bahan
semisintetik
yang
dihasilkan
oleh
g.
Monosulfiran
26
h.
Malathion
Malathion 0,5% adalah dengan dasar air digunakan selama 24 jam,
pemberian berikutnya beberapa hari kemudian.(10) Namun saat ini
tidak lagi direkomendasikan karena berpotensi memberikan efek
samping yang sangat tinggi.(4)
3.
4.
5.
6.
Pengobatan simptomatik
27
Obat antipruritus seperti obat anti histamin mungkin mengurangi gatal yang
secara karakeristik menetap selama beberapa minggu setelah terapi dengan
anti skabies yang adekuat. Pada bayi, aplikasi hidrokortison 1% pada lesi
kulit yang sangat aktif dan aplikasi pelumas atau emolien pada lesi yang
kurang aktif mungkin sangat membantu, dan pada orang dewasa dapat
digunakan triamsinolon 0,1% untuk mengurangi keluhan.(10)
Tabel 2. Pengobatan Skabies (1)
Jenis Obat
Krim
Dosis
Keterangan
hari.
Losion
Lindane
1%
Krim
B.
dan laktasi.
Crotamiton berturut-turut,
lalu tetapi
efektifitasnya
tidak
10%
Sulfur
presipitat
lalu dibersihkan.
5-10%
kotor
pemakaiannya
dalam
dan
data
namun
dapat
28
Benzyl
lalu dibersihkan
Benzoat
10%
Ivermectin
200 g/kg
29
VIII. KOMPLIKASI
Di utara Australia, dilaporkan angka kematian meningkat 50 % selama lebih
dari 5 tahun, dengan penyebab utamanya yaitu infeksi bakterial sekunder, yang
sering disebabkan oleh Streptococcus aureus, Streptococcus -hemolitikus grup A,
atau
peptostreptococci.
Beberapa
laporan
kasus
didapatkan
vaskulitis
leukositoklastik akibat scabies, dan satu kasus tercatat adanya antikoagulan lupus.
(18)
PROGNOSIS
Jika tidak dirawat, kondisi ini bisa menetap untuk beberapa tahun. Pada
PENCEGAHAN
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan topikal
skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah penyebaran
skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung tungau skabies yang
masih dalam periode inkubasi asimptomatik.(1)
Selain itu untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui seprei, bantal,
handuk dan pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3 hari
diluar kulit, karpet dan kain pelapis lainnya juga harus dibersihkan (vacuum
cleaner).(1)
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP, Goldfarb JN, Bacelieri RE. Scabies, other mites, and pediculosis
In: Wolff K, Lowell A, Katz GSI, Paller GAS, Leffell DJ, editors.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th ed. United state of
America. McGraw-Hill; 2008. p. 2029-2032.
2. Trozak DJ, Tennenhouse JD, Russell JJ. Herpes Scabies. In: Trozak DJ,
Tennenhouse JD, Russell JJ editors. Dermatology Skills for Primary Care; An
Illustrated Guide: Humana Press; 2006. p. 105-11
3. Currie JB, McCarthy JS. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010; 362: p. 718.
4. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate
Med J. 2005; 81: p. 8 - 10.
5. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006; 345: p. 1718-1723.
6. Burns DA. Diseases caused by arthropods and other noxious animals. In:
Rooks textbook of dermatology. 8th ed. United kingdom. Willey-blackwell;
2010. p. 38.36 38.38.
7. Handoko,PR. Skabies. In: Prof.Dr.dr.Adi Djuanda, editor. Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Ed 6. Jakarta. FK UI; 2010.p.122-123
8. Granholm JM, Olazowaki J. Scabies prevention and control manual.
Michigan department of community health. 2005; 1: p. 10.
32
9. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical
dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London.
Mosby; 2004. p. 500.
10. Amiruddin MD. Skabies. In. Amiruddin MD, editor. Ilmu Penyakit Kulit.
Ed 1. Makassar: Bagian ilmu penyakit kulit dan kelamin fakultas
kedokteran universitas hasanuddin; 2003. p. 5-10.
11. Oakley A. Scabies: Diagnosis and Management. BPJ journals. 2012; 19:
p. 12-16.
12. William DJ, Timothy GB, Dirk ME. Parasitic infestations, stings, and
bites. In: Sue Hodgson/Karen Bowler, editors. Andrews Disease of the
skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Saunders Elsevier; 2006. p.
453
13. Hengge UR, Currie BJ, Jager G, Lupi O, Schwartz RA. Scabies: a
Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006; 6: p. 771
14. Park JH, Kim CW, Kim SS. Scabies: The Diagnosis Accuracy of
Dermoscopy for Scabies. Ann Dermatology. 2012; 24: p. 194-99.
15. Elston DM. Bites and stings. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,
editors. Bolognia: Dermatology. 2nd ed. USA: Mosby Elsevier; 2008. p. 84
16. Jones JB. Eczema, lichenidentificatio, prurigo and erythroderma. In: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks textbook of
dermatology. 8th ed. USA. Willey-blackwell; 2010. p. 23.42 22.43.
17. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and treatment. Bmj journals.
2005; 331: p. 619, 622.
18. Leone PE. Scabies and Pediculosis Pubis : An Update of Treatment
Regiments and General Review. CID journals. 2007; 44: p. 153-59.
33