Anda di halaman 1dari 85

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

DI APOTEK DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

SKRIPSI

OLEH:
ADELINA BR GINTING
NIM: 040804054

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN


DI APOTEK DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Mencapai
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
ADELINA BR GINTING
NIM: 040804054

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lembar Pengesahan Skripsi


PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN
DI APOTEK DI KOTA MEDAN TAHUN 2008

OLEH
ADELINA BR GINTING
NIM 040804054

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi


Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: Maret 2009
Pembimbing I,

Panitia Penguji,

(Drs. Wiryanto, M.S., Apt.)

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.)

NIP 130 809 704

NIP 131 283 716

(Drs. Wiryanto, M.S., Apt.)


Pembimbing II,

NIP 130 809 704

(Drs. Salim Usman, M.Si., Apt.)

(Dra. Tuty Roida Pardede,M.Si., Apt.)

NIP 130 422 448

NIP 130 810 736

(Drs. David Sinurat, M.Si., Apt.)


NIP 130 676 507
Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.)


NIP 131 283 716
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya oleh karena
berkat dan kasih karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menjalani masa
perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ayahanda Jusup Ginting dan Ibunda Tenang Ukur br Bangun, abang dan adikadikda tercinta (Yedija Ginting, Artiwinata br Ginting dan Aprilda Leliana br
Ginting), yang telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan
materil selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt. dan Bapak Drs Salim Usman, M.Si., Apt.,
selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran
dan tanggung jawab dari awal penelitian hingga menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
2. Ibu Dra Saleha Selbi, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah
memberikan motivasi dan bimbingan selama perkuliahan.
3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi
yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di
Fakultas Farmasi.
4. Bapak dan Ibu penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi
kesempurnaan skripsi ini.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

5. Dosen-dosen di Fakultas Farmasi yang telah membimbing penulis selama


perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Ucapan terima kasih kepada Abangda Dadang Irfan untuk setiap waktu, saran
dan nasihat yang diberikan selama melakukan penelitian, Ibu Nency (Dinkes
Kota Medan) untuk kesempatan yang diberikan kepada saya memasukkan
angket dalam draf acara pertemuan APA sekota Medan, Agung Adha Witasa
Dewana atas dukungan dan pinjaman skripsinya yang sangat membantu dalam
penelitian dan penulisan skripsi ini, Linghuat Lumban Raja atas kendaraan,
waktu, juga dukungan selama mengedarkan angket, dan Rista Sirait untuk
dukungan semangatnya selama melakukan penelitian
7. Teman-teman stambuk 2004, khususnya Christina M.S, Lowysa, Fanny,
Renni, Monda, Feronica, Ferina, Ameliana, Irma, Katarin, Yessy, Jonek,
Lambok, dan Parna atas dukungan semangat dan kebersamaan selama
perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
8. Abang, kakak, dan adik-adik Fakultas Farmasi atas dukungan dan semangat
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun pada skripsi ini. Akhirnya penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan pada umumnya dan profesi apoteker pada khususnya.
Medan, Maret 2009
Penulis,

Adelina Br Ginting
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang penerapan standar pelayanan
kefarmasian sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004
di apotek di kota Medan.
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dengan model penelitian
survei serta bersifat cross-sectional. Data dikumpulkan dari 68 responden melalui
pengisian angket pada bulan Juli sampai Nopember 2008. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah stratifikasi dengan membagi populasi menjadi 4
strata yaitu APA Depkes, APA Non Depkes, APA Pegawai Swasta, dan APA
Lain-lain.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 68 responden di antaranya
adalah 67,65% apotek milik PSA dan 52,94% apoteker tidak hadir setiap hari di
apotek. Persentase terbesar yang melaksanakan pelayanan langsung kepada pasien
di apotek adalah asisten apoteker sebesar 83,82%. Secara umum, rata rata skor
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan tahun 2008
adalah 47,63% atau berdasarkan penilaian pelayanan kefarmasian secara metode
Guttman termasuk dalam kategori kurang.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

ABSTRACT
The study about the implementation standard of pharmaceutical service
based on Kepmenkes RI No. 1027/2004 in pharmacy has been done in Medan.
The study used descriptive method using survey model with crosssectional design. The data was collected by filling of questionnaire at 68
respondents in July to November 2008. The sampling method used stratified
sampling which divided in four strata. They were APA whose side job as civil
servant of health department, APA whose side job not as civil servant of health
department, APA whose side job as private employee, and APA whose side job as
another employment.
The result showed that 67.65% of 68 respondents are PSAs pharmacy and
about 52.94% pharmacist isnt in pharmacy every day. The most percentage who
implemented direct service to patients in pharmacy was pharmacist assistant, it
was 83.82%. Generally, the average score of implementation standard of
pharmaceutical service in pharmacy in Medan at 2008 is about 47.63% that
according to the value of pharmaceutical service with Guttmans method was
included in low category.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL.....i
LEMBAR PENGESAHAN......iii
KATA PENGANTAR...iv
ABSTRAK.....vi
ABSTRACT.....vii
DAFTAR ISI.......viii
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR GAMBAR......xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I PENDAHULUAN....1
1.1 Latar Belakang......2
1.2 Perumusan Masalah...2
1.3 Hipotesis....2
1.4 Tujuan Penelitian...2
1.5 Manfaat Penelitian.....3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..4
2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian..4
2.2 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)5
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian.6


2.3.1 Sumber Daya manusia......7
2.3.1.1 Apoteker...7
2.3.1.2 Asisten Apoteker..7
2.3.2 Sarana dan Prasarana8
2.3.3 Pengelolaan Sediaan farmasi dan Perbekalan kesehatan
Lainnya.....9
2.3.4 Administrasi11
2.3.5 Pelayanan Resep..12
2.3.6

Pelayanan
Komunikasi,
Informasi
dan
edukasi
(KIE)....14
2.3.6.1 Pelayanan Informasi Obat....14
2.3.6.2 Promosi dan edukasi.14

2.3.7 Konseling..16
2.3.8 Pelayanan Residensial (Home Care)....18
2.3.9 Evaluasi Mutu Pelayanan......19
BAB III METODE PENELITIAN...20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.20
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian...20
3.3 Teknik Pengumpulan Sampel..21
3.4 Teknik Pengumpulan Data..21
3.5 Pengumpulan Data...21
3.6 Analisis Data22
3.7 Prosedur Kerja..22
3.8 Defenisi Operasional....22
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.24


4.1

Gambaran Umum kota Medan .....24

4.2

Gambaran Umum Apotek di kota Medan.24

4.3

Karakteristik Apotek Penelitian24

4.4

Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Daya Manusia......27

4.5

Distribusi Responden Berdasarkan Sarana dan Prasarana30

4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Pengelolaan Sediaan dan


perbekalan Kesehatan....33

4.7

Distribusi Responden Berdasarkan Administrasi..36

4.8

Distribusi responden Berdasarkan Pengkajian Resep...38

4.9

Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat42

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan....47


4.11 Perolehan skor......49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..50
5.1 Kesimpulan..50
5.2 Saran ...51
DAFTAR PUSTAKA.52
LAMPIRAN53

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel4.1 Distribusi Karakteristik Apotek Penelitian....25
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Sumber Daya
Manusia.....27
Tabel 4.3 Distribusi Apotek Berdasarkan Sarana dan Prasarana..30
Tabel 4.4 Distribusi Apotek Berdasarkan Pengelolaan Sediaan dan Perbekalan
Kesehatan.....33
Tabel 4.5 Distribusi Apotek Berdasarkan Administrasi...........36
Tabel 4.6 Distribusi Responden berdasarkan Pengkajian Resep..38
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan penyiapan Obat....42
Tabel 4.8 Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan.......47
Tabel 4.9 Hasil Perolehan Skor Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek...49

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1a Grafik Distribusi Kehadiran Apoteker di Apotek...28
Gambar 4.1b Grafik Distribusi Responden yang Mengikuti Pelatihan
Kefarmasian...29
Gambar 4.2

Grafik Distribusi Apotek Berdasarkan Sarana dan


Prasarana....31

Gambar 4.3.

Distribusi Apotek Berdasarkan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan


PerbekalanKesehatan.....34

Gambar 4.4

Distribusi Apotek Berdasarkan Administrasi.....37

Gambar 4.5a. Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian Resep....39


Gambar 4.5b. Grafik Distribusi Perbandingan Peran Apoteker Pengelola Apotek
dengan Asisten Apoteker Pada Pengkajian Resep di Apotek....40
Gambar 4.5c. Distribusi Responden Berdasarkan Perbandingan Pelayanan APA
dengan AA pada Pengkajian Resep yang Ditinjau dari Frekuensi
Kehadiran di Apotek..41
Gambar 4.6a. Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat.44
Gambar 4.6b. Grafik Distribusi Perbandingan Peran Apoteker Pengelola Apotek
dengan Asisten Apoteker Pada Penyiapan Obat di Apotek..45
Gambar 4.6c. Grafik Distribusi Perbandingan Pelayanan Apoteker Pengelola
Apotek dengan Asisten Apoteker pada Penyiapan Obat Ditinjau
dari Frekuensi
Kehadiran..46
Gambar 4.7. Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu
Pelayanan...48

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Rata rata Terhadap Sarana dan Prasarana.....53
Lampiran 2. Perhitungan Rata rata Terhadap Pengelolaan sediaan dan
perbekalan Kesehatan .54
Lampiran 3. Perhitungan Rata rata Terhadap Kegiatan Administrasi...56
Lampiran 4. Perhitungan Rata rata Terhadap Kegiatan Pengkajian Resep...58
Lampiran 5. Perhitungan Rata rata Terhadap Penyiapan Obat..59
Lampiran 6. Perhitungan Rata rata Terhadap Evaluasi Mutu Pelayanan...60
Lampiran 7. Lembar Kuesioner untuk Perhitungan Skor.....61
Lampiran 8. Lembar kuesioner.69

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan salah satu sub
sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Pelayanan kefarmasian
ini mengarahkan pasien tentang kebiasaan/pola hidup yang mendukung
tercapainya keberhasilan pengobatan, memberi informasi tentang program
pengobatan yang harus dijalani pasien, memonitor hasil pengobatan dan bekerja
sama dengan profesi lainnya untuk mencapai kualitas hidup yang optimal bagi
pasien.
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka
pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027 tahun 2004
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan salah satu tujuan utama
adalah untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional
(Menkes RI, 2004). Untuk itu, semua tenaga kefarmasian dalam melaksanakan
tugas profesinya harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan ini.
Pelayanan kefarmasian selama ini dinilai oleh banyak pengamat masih
berada dibawah standar. Sebagaimana dikemukakan oleh Kuncahyo (2004) bahwa
Apoteker yang seharusnya mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab
penuh dalam memberikan informasi obat kepada masyarakat ternyata masih
belum dilaksanakan dengan baik. Menurut M. Jamil, seorang pemerhati kesehatan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

masyarakat menyatakan bahwa apotek telah berubah menjadi semacam toko yang
berisi semua golongan obat baik obat bebas, obat keras, psikotropika dan
narkotika dengan pelayanan yang tidak mengacu pada kaidah-kaidah profesi,
karena tidak dilakukan oleh apoteker (Wiryanto, 2005). Pada kesempatan lain,
pelayanan kefarmasian di bawah standar tersebut secara nyata diungkapkan oleh
Ketua Pengurus Daerah Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Sumatera Utara,
Drs. H. Siskandri, Apt., bahwa 70 persen apoteker tidak berada di apotek sehingga
pelayanan farmasi yang seharusnya dilakukan oleh apoteker digantikan oleh
asisten apoteker (Anonim, 2008). Pernyataan ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Ahaditomo bahwa apoteker pada akhirnya hanya sebagai
prasyarat berdirinya suatu apotek (Anonim, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
tentang penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek saat ini.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang perlu dijawab dalam
penelitian ini adalah sejauh mana penerapan pelayanan kefarmasian di apotek di
kota Medan.
1.3 Hipotesis
Pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan belum terlaksana
sebagaimana mestinya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

1.4

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek di kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian sebagai dasar untuk
langkah-langkah pembinaan ke depan dalam peningkatan mutu serta efisiensi
pelayanan kefarmasian di apotek.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian
Profesi kefarmasian mengalami perubahan mendasar dalam kurun waktu
kurang lebih 40 tahun terakhir, yaitu sejak tahun 1960-an. Secara historis
perubahan-perubahan dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa
periode.
1. Periode Tradisional
Dalam periode tradisional ini, peran Apoteker sebagai sebuah profesi
adalah menyediakan, membuat dan mendistribusikan produk yang
berkhasiat obat. Peran Apoteker tersebut mulai goyah ketika pembuatan
obat secara bertahap mulai dikerjakan oleh Industri Farmasi.
2. Periode Transisional
Pada tahun 1960-an beberapa kecenderungan yang terjadi di bidang
kesehatan:
a. Ilmu kedokteran makin spesifik.
Kemajuan

dalam

ilmu

kedokteran,

khususnya

dalam

bidang

farmakologi dan banyaknya macam obat, sehingga satu profesi tidak


dapat lagi menangani pengetahuan yang berkembang pesat
b. Obat-obat baru yang lebih efektif secara terapeutik berkembang pesat,
meningkatnya masalah baru terkait penggunaan obat seperti efek
samping obat, teratogenesis, dan interaksi obat.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

c. Tuntutan masyarakat untuk pelayanan medis dan farmasi yang


bermutu disertai tuntutan pertanggungjawaban peran para dokter dan
Apoteker, sampai gugatan atas setiap kesalahan pengobatan.
Kecenderungan-kecenderungan tersebut berimplikasi pada perubahan
peran Apoteker yang semakin sempit sehingga mendorong profesi
Apoteker untuk mencari peran baru yang berhubungan dengan
penggunaan obat yang aman dalam masyarakat maka, lahirlah farmasi
klinis.
3. Periode Pharmaceutical Care
Dalam periode ini terjadi perubahan praktek pelayanan profesi Apoteker
yang lebih berorientasi kepada pasien (Anonim, 2008).
2.2 Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care)
Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (Menkes RI, 2004). Pelayanan kefarmasian merupakan
proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan
(Situmorang, 2000).
Dalam memberikan perlindungan terhadap pasien, pelayanan kefarmasian
berfungsi sebagai:
1. Menyediakan informasi tentang obat-obatan kepada tenaga kesehatan
lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil
pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek


samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat.
2. Mendapatkan rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat
3. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang
berlawanan, keracunan dan jika perlu memberikan saran untuk
memodifikasi pengobatan.
4. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada
pasien
5. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan
bagi pasien penyakit kronis.
6. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat-obatan untuk pelayanan gawat
darurat.
7. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat.
8. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan.
9. Menyediakan pendidikan mengenai obat-obatan untuk tenaga kesehatan
(Bahfen, 2006)
2.3 Standar Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
Tujuan diterbitkannya Surat Keputusan ini adalah sebagai pedoman praktek
Apoteker dalam menjalankan profesi, melindungi masyarakat dari pelayanan yang
tidak profesional, dan melindungi profesi dalam praktek kefarmasian di apotek

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

sehingga diharapkan pelayanan kefarmasian yang diselenggarakan dapat


meningkatkan kualitas hidup pasien.
2.3.1 Sumber Daya Manusia
2.3.1.1 Apoteker
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
Dalam pengelolaan apotek, Apoteker harus memiliki kemampuan
menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang
tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai
pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara
efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan
memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Menkes RI, 2004)
2.3.1.2 Asisten Apoteker
Dalam pengelolaan apotek, Asisten Apoteker memiliki tugas dan fungsi,
yaitu:
1. Fungsi Pembelian meliputi: mendata kebutuhan barang, membuat
kebutuhan pareto

barang,

mendata pemasok,

merencanakan dan

melakukan pembelian sesuai dengan yang dibutuhkan, kecuali ada


ketentuan lain dari APA, dan memeriksa harga.
2. Fungsi Gudang meliputi: menerima dan mengeluarkan berdasarkan fisik
barang, menata, merawat dan menjaga keamanan barang.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

3. Fungsi Pelayanan meliputi: melakukan penjualan dengan harga yang telah


ditetapkan, menjaga kenyamanan ruang tunggu, melayani konsumen
dengan ramah, dan membina hubungan baik dengan pelanggan (Umar,
2005).
2.3.2 Sarana dan Prasarana
Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukannya

pekerjaan

kefarmasian sedangkan prasarana apotek meliputi perlengkapan, peralatan dan


fasilitas apotek yang memadai untuk mendukung pelayanan kefarmasian yang
berkualitas. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak
penyimpanan obat dan barang-barang lain, terlindung dari debu, kelembaban dan
cahaya yang berlebihan (Menkes RI, 2004).
Sarana dan prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan
kualitas pelayanan adalah:
1. Papan nama apotek yang dapat terlihat dengan jelas, memuat nama apotek,
nama Apoteker Pengelola Apotek, nomor izin apotek dan alamat apotek.
2. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien yaitu bersih, ventilasi yang
memadai, cahaya yang cukup, tersedia tempat duduk dan ada tempat
sampah.
3. Tersedianya tempat untuk mendisplai obat bebas dan obat bebas terbatas
serta informasi bagi pasien berupa brosur, leaflet, poster atau majalah
kesehatan.
4. Ruang untuk memberikan konseling bagi pasien.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

5. Ruang peracikan.
6. Ruang/tempat penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
lainnya.
7. Ruang/tempat penyerahan obat.
8. Tempat pencucian alat.
9. Peralatan penunjang kebersihan apotek (Menkes RI, 2004).
2.3.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Suatu proses yang merupakan suatu siklus kegiatan, yang dimulai dari
perencanaan, pengadaan, penerimaan, produksi, penyimpanan, pendistribusian,
pengawasan,

pemeliharaan,

penghapusan,

pemantauan,

administrasi

dan

pelaporan yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Situmorang, 2000).


Menurut Menkes RI No. 1027 tahun 2004, pengelolaan persediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan lainnya meliputi:
1. Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi dalam rangka pengadaan, dengan tujuan untuk
mendapatkan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, serta menghindari kekosongan obat.
2.

Pengadaan
Merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya sediaan
farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan adalah:

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

a. Apotek hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang


telah memiliki izin edar atau nomor regristrasi
b. Mutu

sediaan

farmasi

dan

perbekalan

kesehatan

dapat

dipertanggungjawabkan
c. Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi,
yaitu pedagang besar farmasi, industri farmasi, dan apotek lain.
d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur
3. Penyimpanan
Adalah kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang
aman dan dapat menjamin mutunya.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam penyimpanan adalah:
a. Pemeriksaan organoleptis.
b. Pemeriksaan kesesuaian antara surat pesanan dan faktur.
c. Kegiatan administrasi penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan.
d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada tempat
yang dapat menjamin mutu.
Prosedur tetap penyimpanan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan:
a. Memeriksa kesesuaian nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang tertera pada faktur, kondisi fisik serta tanggal kadaluarsa.
b. Memberi paraf dan stempel pada faktur penerimaan barang.
c. Menulis tanggal kadaluarsa sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
pada kartu stok.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

d. Menyimpan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan pada rak yang


sesuai, secara alfabetis menurut bentuk sediaan dan memperhatikan sistem
FIFO maupun FEFO.
e. Memasukkan bahan baku obat ke dalam wadah yang sesuai, memberi
etiket yang memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
f. Menyimpan bahan obat pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin
stabilitasnya pada rak secara alfabetis.
g. Mengisi kartu stok setiap penambahan dan pengambilan.
h. Menjumlahkan setiap penerimaan dan pengeluaran pada akhir bulan.
i.

Menyimpan secara terpisah dan mendokumentasikan sediaan farmasi dan


perbekalan kesehatan yang rusak/kadaluarsa untuk ditindaklanjuti.

2.3.4 Administrasi
Merupakan proses pencatatan seluruh kegiatan teknis yang dilakukan oleh
suatu perusahaan. Menurut Anief (2005) administrasi yang biasa dilakukan apotek
meliputi:
1. Administrasi pembukuan yaitu pencatatan uang masuk dan uang yang
keluar.
2. Administrasi penjualan yaitu pencatatan pelayanan resep, penjualan bebas
dan penjualan secara tunai dan kredit.
3. Administrasi pergudangan yaitu pencatatan penerimaan dan pengeluaran
barang.
4. Administrasi pembelian yaitu pencatatan pembelian harian secara tunai
atau kredit, nota-notanya dikumpulkan secara tunai.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

5. Administrasi piutang yaitu pencatatan penjualan kredit, pelunasan piutang


dan penghasilan sisa piutang.
6. Administrasi kepegawaian yaitu pencatatan absensi karyawan dan gaji.
2.3.5 Pelayanan Resep
Adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter
gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Prosedur tetap pelayanan resep:
A. Skrining Resep
1. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu
nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep,
tanda tangan atau paraf dokter serta nama, alamat, umur, jenis
kelamin dan berat badan pasien.
2. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu: bentuk
sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas,
cara dan lama pemberian obat.
3. Mengkaji aspek klinis yaitu: adanya alergi, efek samping, interaksi
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya).
Membuatkan kartu pengobatan pasien (medication record).
4. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila
diperlukan.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

B. Penyiapan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan


1. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai
dengan permintaan pada resep.
2. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum.
3. Mengambil

obat

dengan

menggunakan

sarung

tangan/alat/spatula/sendok.
4. Menutup

kembali

wadah

obat

setelah

pengambilan

dan

mengembalikan ke tempat semula.


5. Meracik obat (timbang, campur, kemas).
6. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak
minum.
7. Menyiapkan etiket.
8. Menulis nama dan cara pemakaian obat pada etiket sesuai dengan
permintaan pada resep.
C. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
1. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan.
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
Apoteker
6. Menyiapkan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

2.3.6 Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)


Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya, termasuk kepada dokter.
2.3.6.1 Pelayanan Informasi Obat
Kegiatan pelayanan obat yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi dan konsultasi secara akurat, tidak bias, faktual, terkini, mudah
dimengerti, etis dan bijaksana.
Prosedur tetap pelayanan informasi obat:
1. Memberikan informasi obat kepada pasien berdasarkan resep atau
kartu pengobatan pasien (medication record) atau kondisi kesehatan
pasien baik lisan maupun tertulis
2. Melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis
untuk memberikan informasi
3. Menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti,
tidak bias, etis dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis
4. Mendisplai brosur, leaflet, poster atau majalah kesehatan untuk
informasi pasien
5. Mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat
2.3.6.2 Promosi dan Edukasi
Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan
inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat
kesehatannya secara mandiri.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan


pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama
pasien setelah mendapat informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang
optimal (Menkes RI, 2004).
Prosedur tetap swamedikasi:
1. Mendengarkan keluhan penyakit pasien yang ingin melakukan
swamedikasi.
2. Menggali informasi dari pasien meliput i:
a. Tempat timbulnya gejala penyakit
b. Seperti apa rasanya gejala penyakit
c. Kapan mulai timbul gejala dan apa yang menjadi pencetusnya
d. Sudah berapa lama gejala dirasakan
e. Ada tidaknya gejala penyerta
f. Pengobatan yang sebelumnya sudah dilakukan
3. Memilihkan obat yang sesuai dengan kerasionalan dan kemampuan
ekonomi pasien dengan menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas
dan obat wajib apotek.
4. Memberikan informasi tentang obat yang diberikan kepada pasien
meliputi: nama obat, tujuan pengobatan, cara pakai, lamanya
pengobatan, efek samping yang mungkin terjadi, serta hal-hal yang
harus dilakukan maupun yang harus dihindari oleh pasien dalam
menunjang pengobatan. Bila sakit berlanjut/lebih dari 3 hari hubungi
dokter.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

5. Mendokumentasikan

data

pelayanan

swamedikasi

yang

telah

dilakukan.
2.3.7 Konseling
Sherzer & Stone (1974) mendefenisikan konseling adalah suatu proses
yang terjadi dalam hubungan tatap muka antara seorang individu yang terganggu
oleh karena masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri dengan seorang
pekerja profesional, yaitu orang yang terlatih dan berpengalaman membantu orang
lain mengenai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai jenis kesulitan pribadi.
Bahwa konseling adalah pemberian nasihat atau penasihatan kepada orang lain
secara individual yang dilakukan secara berhadapan dari seorang yang
mempunyai kemahiran (konselor) kepada seseorang yang mempunyai masalah
(klien).
Adapun tujuan dari konseling pasien adalah mengoptimalkan hasil terapi
obat dan tujuan medis dari obat dapat tercapai, membina hubungan dengan pasien
dan menimbulkan kepercayaan pasien, menunjukkan perhatian kita kepada pasien,
membantu pasien dalam menangani obat-obatan yang digunakan, membantu
pasien dalam mengatasi kesulitan yang berkaitan dengan penyakitnya, mencegah
dan

mengurangi

efek

samping,

toksisitas,

resistensi

antibiotika,

dan

ketidakpatuhan pasien (Muliawan, 2008).


Konseling dapat dilakukan kepada:
1. Pasien dengan penyakit kronik seperti: diabetes, TB dan asma.
2. Pasien dengan sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

3. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit yang


memerlukan pemantauan.
4. Pasien dengan multiregimen obat.
5. Pasien lansia.
6. Pasien pediatrik melalui orang tua dan pengasuhnya.
7. Pasien yang mengalami Drug Related Problems.
Prosedur tetap konseling
1. Melakukan konseling sesuai dengan kondisi penyakit pasien
2. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien/keluarga pasien
3. Menanyakan tiga pertanyaan kunci menyangkut obat yang dikatakan
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question:
a. Apa yang telah dokter katakan mengenai obat ini
b. Cara pemakaian, bagaimana dokter menerangkan cara pemakaian
c. Apa yang diharapkan dalam pemakaian ini
4. Memperagakan dan menjelaskan mengenai pemakaian obat-obatan
tertentu (inhaler, supostoria, dll).
5. Melakukan verifikasi akhir meliputi:
a. Mengecek pemahaman pasien
b. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi
6. Melakukan

pencatatan

konseling

yang

dilakukan

pada

kartu

pengobatan.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

2.3.8 Pelayanan Residensial (home care)


Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di
rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien penyakit kronis, serta
pasien dengan pengobatan paliatif.
Jenis layanan home care:
1. Informasi penggunaan obat
2. Konseling pasien
3. Memantau kondisi pasien pada saat menggunakan obat dan kondisinya
setelah menggunakan obat serta kepatuhan pasien dalam meminum obat.
Home care dapat dilakukan dengan 2 cara:
1. Dengan kunjungan langsung ke rumah
2.

Melalui telepon

Untuk aktifitas ini Apoteker harus membuat catatan pengobatan (medication


record)
Prosedur tetap pelayanan residensial (home care)
1. Menyeleksi pasien melalui kartu pengobatan.
2. Menawarkan pelayanan residensial.
3. Mempelajari riwayat pengobatan pasien.
4. Menyepakati jadwal kunjungan.
5. Melakukan kunjungan ke rumah pasien.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

6. Melakukan tindak lanjut dengan memanfaatkan sarana komunikasi


yang ada atau kunjungan berikutnya, secara berkesinambungan.
7. Melakukan pencatatan dan evaluasi pengobatan.
2.3.9 Evaluasi Mutu Pelayanan
Merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di apotek yang
meliputi penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan perbekalan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, dan pelayanan kefarmasian kepada
pasien. Indikator mutu pelayanan di apotek antara lain: kepuasan pasien,
kebutuhan pasien dan keberhasilan pengobatan. Tujuan evaluasi mutu pelayanan
adalah untuk mengevaluasi seluruh rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian di
apotek dan sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian selanjutnya. Untuk
mengetahui mutu pelayanan kefarmasian, salah satu indikator yang mudah
dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan cara angket (Menkes
RI, 2004).

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif (Singarimbun, 1989) dan
memakai jenis penelitian survei (Ginting, 2006), serta bersifat cross-sectional
(Amirin, 1990).
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli November 2008 di kota Medan
dengan alasan adalah:
1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang penerapan standar
pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan
2. Populasi Apoteker Pengelola Apotek (APA) di kota Medan cukup
banyak sehingga memudahkan untuk dilakukan penelitian ini
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh apoteker berstatus sebagai APA di kota
Medan, sedangkan sampel penelitian adalah responden sebanyak 68 apoteker
yang diambil dari populasi. Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut (Lwanga, 1991):

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

n = Z21-/2 P(1 P)/d2


n = jumlah sampel
Z = derajat kemaknaan
P = proporsi terjadinya ketidaksesuaian pelaksanaan dengan standar
d = presisi
3.3 Teknik Pengumpulan Sampel
Responden diambil dengan menggunakan metode sampling berdasarkan
stratifikasi (stratified sampling) (Kuncoro, 2003) dengan membagi populasi dalam
empat kelompok berdasarkan pekerjaan dari APA, yakni: APA berprofesi PNS
Depkes, APA berprofesi PNS Non Depkes, APA berprofesi Pegawai Swasta, dan
APA berprofesi Lain-lain. Dari masing-masing kelompok diambil 17 responden
secara quota sampling sehingga jumlah total adalah 68 responden.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kuesioner,
dimana berisi 30 pertanyaan yang terdiri dari 13 butir aspek pengelolaan sumber
daya, 13 butir aspek pelayanan, dan 4 butir aspek evaluasi mutu pelayanan
3.5 Pengumpulan Data
Angket yang telah diserahkan kepada tiap responden, dikumpulkan
kembali setelah jangka waktu dua hari penyerahan angket. Data yang
dikumpulkan meliputi data apotek: jenis kepemilikan apotek, jumlah asisten
apoteker, jumlah apoteker pendamping, dan jumlah resep per hari. Data apoteker
meliputi frekuensi kehadiran APA di apotek dan pelatihan yang pernah diikuti
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

APA. Data pelaksanaan pelayanan, evaluasi mutu pelayanan, dan pengelolaan


sumber daya yang dilakukan di apotek
3.6 Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian diolah dengan program Microsoft Excel
dan disajikan dalam bentuk tabel silang dan grafik. Perolehan skor untuk tiap
angket dihitung dengan cara seperti yang tertera pada lampiran perhitungan skor.
3.7 Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan lembar kuesioner yang akan diisi responden.
2. Mengunjungi Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek dan di
tempat kerja APA, diminta kesediaannya sebagai responden untuk
mengisi kuesioner.
3. Mengambil data penelitian dengan mengumpulkan kuesioner yang
telah diisi responden.
4. Mengedit hasil kuesioner.
5. Melakukan analisis data hasil kuesioner dan membuat laporan
penelitian.
3.8 Defenisi Operasional
1. Penerapan standar pelayanan kefarmasian merupakan pelaksanaan butirbutir standar pelayanan kefarmasian dengan menggunakan pengukuran
metode Guttman (Sugiyono, 2008), selanjutnya dibagi dalam tiga indikator
yaitu baik (81-100), cukup (61-80), dan kurang (20-60).
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

2. APA yang berprofesi Lain-lain adalah apoteker yang tidak memiliki


pekerjaan lain selain APA, Apoteker yang memiliki pekerjaan sebagai
wiraswasta, sebagai ibu rumah tangga, Pensiunan PNS, Pensiunan
Pegawai swasta, dan Pensiunan PTPN-3.
3. Administrasi adalah kegiatan yang meliputi pencatatan keluar masuk
sediaan, pengobatan pasien, pengarsipan resep, pelaporan narkotika, dan
dokumentasi monitoring pengobatan pasien.
4. Pengkajian resep adalah suatu proses kegiatan pemeriksaan resep yang
meliputi kelengkapan, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinik
resep.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan
pusat Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung
dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah selatan, barat, dan timur. Kota ini
memiliki 21 kecamatan dan 151 kelurahan dengan jumlah penduduk pada tahun
2005 adalah 2.036.018 jiwa.
4.2 Gambaran Umum Apotek Di Kota Medan
Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, jumlah seluruh apotek di Kota
Medan pada tahun 2008 adalah sekitar 487 apotek. Data tersebut berdasarkan
alamat apotek yang tersebar di dua puluh satu kecamatan.
4.3 Karakteristik Apotek Penelitian
Karakteristik apotek pada Tabel 4.1, dapat dilihat bahwa dalam penelitian
ini persentase apotek dengan status milik PSA non apoteker adalah persentase
terbesar yaitu 67,65% atau sebanyak 46 apotek, sedangkan persentase
kepemilikan APA sebesar 20,59% dan 4 apotek milik kelompok (5,88%), diikuti
kepemilikan gabungan PSA-APA sekitar 4,41% dan kepemilikan lain-lain (apotek
franchise) diperoleh persentase paling rendah yaitu 1,47%.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Apotek Penelitian


No
1.

2.

3.

4.

Variabel
Status kepemilikan
a. Pemilik Sarana Apotek (PSA)
b. Milik Kelompok
c. Milik Apoteker Pengelola Apotek
(APA)
d. Milik Gabungan PSA-APA
e. Lain-lain,
Jumlah apoteker pendamping
a. 1 orang
b. 2 orang
c. >2 orang
d. Tidak ada
Jumlah asisten apoteker yang bekerja
a. 1 orang
b. 2 orang
c. >2 orang
d. Tidak ada
Jumlah resep per hari
a. < 20 lembar
b. 21-69 lembar
c. 70-99 lembar
d. >100 lembar

Jumlah
( n = 68 )

46
4
14

67,65
5,88
20,59

3
1

4,41
1,47

4
1
63

5,88
1,47
92,63

8
34
25
1

11,76
50
36,77
1,47

39
26
1
2

57,35
38,24
1,47
2,94

Berdasarkan karakteristik jumlah apoteker pendamping, secara umum


apotek tidak memiliki apoteker pendamping dengan persentase terbesar yaitu
92,63% dan hanya 5 apotek yang memiliki apoteker pendamping yaitu 4 apotek
memiliki 1 orang apoteker pendamping (5,88%) dan satu apotek memiliki lebih
dari dua orang apoteker pendamping (1,47%). Dari data yang diperoleh, jumlah
asisten apoteker (AA) di apotek sebanyak 50% adalah 2 orang kemudian diikuti
persentase sebanyak 36,77% diatas 2 orang. Apotek yang memiliki AA dengan
jumlah 1 orang sebanyak 11,76% dan persentase terkecil yaitu sebesar 1,47%
apotek yang tidak memiliki AA. Dari jumlah resep yang masuk di apotek di Kota
Medan, kebanyakan resep yang masuk per hari adalah dibawah 20 lembar dengan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

persentase 57,35%, diikuti sebanyak 38,24% melayani 21-69 lembar resep, 1,47%
melayani 70-99 lembar resep dan 2,94% melayani diatas 100 lembar resep.
Penjabaran karakteristik apotek di atas menunjukkan penerapan pelayanan
kefarmasian di apotek belum dilaksanakan dengan maksimal dimana kehadiran
seorang APA berada di apotek cukup rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, secara umum apotek yang mereka kelola adalah apotek
milik PSA dimana pemilik apotek cenderung mengutamakan untung atau sisi
bisnis mereka. Secara tidak langsung akan mendorong APA mencari pekerjaan
lain untuk memenuhi kehidupannya. Kedua, kebanyakan resep yang masuk setiap
hari adalah kurang dari 20 lembar dan biasanya resep yang masuk pada jam
tertentu sehingga pelayanan di apotek lebih dilakukan oleh asisten apoteker.
Salah satu penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah
mewujudkan adanya apoteker pendamping sehingga apotek tidak akan
ditinggalkan oleh APA dan pelayanan dapat tercapai, tetapi dari data di atas
menunjukkan apoteker pendamping secara umum di apotek belum ada.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Sumber Daya Manusia


Distribusi responden berdasarkan sumbernya dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut ini.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Kegiatan Sumber Daya Manusia
(SDM)
Pekerjaan lain APA
kegiatan yang
terkait dengan
SDM

Status kepemilikan apotek

PNS
Depkes
n = 17

PNS
Non
Depkes
n = 17

Pegawai
Swasta
n = 17

lainlain
n = 17

Milik
PSA
n = 46

Milik
APA
n = 14

Milik
Kelom
pok
n=5

Gabu
ngan
PSAAPA
n=3

1. selama apotek
buka

11,76

5,88

17,65

47,06

78,57

40

33,33

2. setiap hari pada


jam tertentu

17,65

29,41

29,41

29,41

26,09

21,43

20

66,67

3. tidak setiap
hari

70,59

64,71

52,94

23,53

73,91

40

Apoteker
yang
pernah mengikuti
pelatihan teknis
kefarmasian (tiga
tahun terakhir)

58,82

47,06

47,06

41,18

54,35

28,57

60

33,33

kehadiran
Apoteker

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kebanyakan apoteker tidak


hadir di apotek dengan persentase sebesar 52,94% sedangkan kehadiran apoteker
selama jam buka apotek hanya sebesar 20,59% dan persentase sebesar 26,47%
untuk apoteker yang hadir pada jam tertentu.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 1965 tentang apotek pasal 4 ayat (1)

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

dinyatakan bahwa pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang
apoteker (Umar, 2005) tetapi kenyataan menunjukkan banyaknya APA hanya
berperan sebagai prasyarat berdirinya suatu apotek dan bekerja di apotek hanya
sebagai pekerjaan sambilan bukan sebagai pekerjaan pokok yang dapat dilihat dari
hasil penelitian pada uraian di atas

dimana kehadiran mereka tidak pada

sepanjang jam buka apotek.


Berikut ini ditampilkan distribusi responden berdasarkan kegiatan sumber
daya manusia dalam bentuk grafik batang.

Gambar 4.1a Grafik Distribusi Kehadiran Apoteker di Apotek


Pada grafik di atas menunjukkan bahwa secara umum APA PNS Depkes
tidak hadir setiap hari di apotek dengan persentase tertinggi sebesar 70,59%
kemudian diikuti oleh APA PNS Non Depkes sebesar 64,71%, dan APA Pegawai
swasta sebesar 52,94%. Sedangkan untuk APA yang berprofesi Lain-lain
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

menunjukkan bahwa kehadiran apoteker selama jam buka apotek (47,06%) lebih
tinggi dibandingkan dengan ketidakhadiran mereka di apotek (23,53%).

Gambar 4.1b Grafik Distribusi Responden yang Mengikuti Pelatihan


Kefarmasian

Pada Gambar 4.1b menunjukkan bahwa APA yang berprofesi PNS


Depkes memiliki persentase paling tinggi keikutsertaan dalam Penataran Uji
Kompetensi Apoteker yaitu sebesar 58,82% kemudian diikuti oleh PNS Non
Depkes dan pegawai swasta sebesar 47,06%, sedangkan APA yang berprofesi
Lain-lain berada pada persentase paling rendah sebesar 41,18%. Dari hasil di atas
diperoleh perbedaan sangat drastis, dimana APA yang berprofesi PNS Depkes
yang kehadirannya di apotek sangat rendah tetapi memiliki persentase paling
tinggi dalam keikutsertaan pada pelatihan kefarmasian. Hal ini sangat bertolak
belakang dengan tujuan dari pelatihan yaitu meningkatkan kemampuan apoteker
melakukan tugasnya dalam pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

dan meningkatkan kesadaran apoteker untuk menjalankan profesinya dengan baik,


yang selanjutnya diharapkan dapat menggerakkan roda organisasi (ISFI, 2007)
4.5 Distribusi Apotek Berdasarkan Sarana dan Prasarana
Distribusi apotek berdasarkan sarana dan prasarana dapat dilihat pada
tabel 4.3 berikut ini.
Tabel 4.3 Distribusi Apotek Berdasarkan Sarana dan Prasarana
kegiatan
terkait
dengan
sarana dan
prasarana
ada ruang
penyimpana
n,
peracikan,
dan tempat
penyerahan
obat
ada ruang
untuk
pelayanan
informasi
obat atau
konseling

Pekerjaan Lain APA

Status kapemilikan apotek


milik
milik
milik
milik
gabung
kelom
PSA
APA
an PSA
pok
n = 46 n = 14
APA
n =5
n =3

PNS
Depkes
n = 17

PNS
Non
Depkes
n = 17

Pegawai
Swasta
n=17

lain
lain
n=17

100

100

100

94.12

100

92.86

100

100

23.53

29.41

23.53

41.18

21.74

42.86

40

Dari data tabel 4.3 diketahui bahwa persentase penyediaan sarana dan
prasarana dari 68 responden sebesar 63,97% dengan penyediaan ruang
penyimpanan, peracikan, dan tempat penyerahan obat memiliki persentase paling
tinggi sebesar 98,53%. Sedangkan untuk penyediaan ruang pelayanan informasi
obat atau konseling hanya memiliki persentase sebesar 29,41% dan masih berada
dibawah standar. Perhitungan rata rata dapat dilihat pada lampiran 1.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Berikut ini ditampilkan distribusi apotek berdasarkan sarana dan prasarana


dalam bentuk grafik batang.

Gambar 4.2 Grafik Distribusi yang Apotek Berdasarkan Sarana dan Prasarana

Dari Gambar 4.2 menunjukkan bahwa distribusi apotek berdasarkan


sarana dan prasarana dengan APA PNS Depkes dan Pegawai Swasta berada pada
persentase terendah sebesar 61,77% kemudian diikuti oleh APA PNS Non Depkes
sebesar 64,71% dan persentase tertinggi sebesar 67,65% untuk APA yang
berprofesi Lain-lain.
Menurut Menkes RI No 1027 tahun 2004 bahwa dalam mendukung
operasional pelayanan kefarmasian di apotek, diperlukan sarana dan prasarana
yang memadai untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. Sarana
dan prasarana dirancang dan diatur untuk menjamin keselamatan dan efisiensi
kerja serta menghindari terjadinya kerusakan sediaan farmasi. Sarana dan
prasarana yang harus dimiliki oleh apotek untuk meningkatkan kualitas pelayanan
adalah: papan nama apotek, ruang tunggu, tersedianya tempat untuk mendisplai
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

obat bebas dan obat bebas terbatas, ruang untuk memberikan konseling bagi
pasien sehingga memudahkan apoteker untuk memberikan informasi dan menjaga
kerahasian pasien, ada ruang peracikan, ruang/tempat penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan, ruang/tempat penyerahan obat sehingga
memudahkan untuk melakukan pelayanan informasi obat, tempat pencucian alat.
4.6 Distribusi Apotek Berdasarkan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan
Distribusi responden berdasarkan pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4 Distribusi Apotek Berdasarkan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan
Kegiatan
Terkait dengan
Pengelolaan
Sediaan
Farmasi dan
Perbekalan
Kesehatan
Melakukan
perencanaan
pembelian
sediaan farmasi
dan perbekalan
kesehatan
Pengadaan obat
dari jalur resmi
Penyimpanan
obat dalam
wadah asli
pada kondisi
yang sesuai,
layak, dan
menjamin

pekerjaan lain APA

Status Kepemilikan Apotek

PNS
Depkes

PNS
Non
Depkes

Pegawai
Swasta

lain lain

Milik
PSA

Milik
APA

Milik
kelompok

Milik
gabungan
PSAAPA

82,35

100

82,35

88,24

82,61

100

100

100

100

100

100

94,12

97,83

100

100

66,67

100

100

100

94,12

100

100

100

66,67

Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh bahwa kegiatan pengelolaan sediaan


farmasi dan perbekalan kesehatan secara umum dilaksanakan di apotek di kota
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Medan. Dari data menunjukkan kegiatan penyimpanan dan pengadaan obat dari
jalur resmi berada pada persentase 98,53% dan pelaksanaan kegiatan perencanaan
pembeliaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

mencapai persentase

sebesar 88,24% dimana hanya 11,76% yang tidak melakukan perencanaan pada
pembeliaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan. Pelaksanaan pengadaan
obat di apotek dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Perhitungan
rata rata dapat dilihat pada lampiran 2.
Berikut ini ditampilkan distribusi apotek berdasarkan pengelolaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan dalam bentuk grafik batang.

Gambar 4.3 Distribusi Apotek Berdasarkan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan


Perbekalan Kesehatan

Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa APA yang berprofesi Lain-lain


memiliki persentase yang paling rendah dalam kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan yaitu sebesar 92,16% kemudian APA yang
berprofesi sebagai PNS Depkes dan Pegawai Swasta memiliki persentase yang
sama sebesar 94,12% dan persentase yang paling tinggi adalah PNS Non Depkes
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

sebesar 100%. Kegiatan pengelolaan sediaan farmasi di apotek memiliki


persentase yang paling tinggi dilakukan oleh APA baik yang PNS Depkes, Non
Depkes, Pegawai Swasta, dan lain-lain. Keadaan ini menunjukkan perbedaan
antara apotek dengan toko atau usaha bentuk lain, dimana pengelolaan diatur oleh
pemerintah dan memberikan wewenang serta tanggung jawab atas pengelolaan
perbekalan farmasi di apotek kepada apoteker.
Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan adalah apotek hanya membeli sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan yang telah memiliki izin edar atau nomor registrasi.
Pemerintah menetapkan jalur perdagangan obat dari produsen (industri farmasi)
ke pedagang besar farmasi (PBF), PBF kemudian memasok ke instalansi farmasi
rumah sakit, toko obat, dan apotek (Menkes RI, 2004)
Perbekalan farmasi (khususnya obat) memiliki sifat kimia yang dapat
mempengaruhi terhadap fungsi faali manusia, pemerintah menerbitkan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengelolaan perbekalan
farmasi di apotek yang berupa: 1) obat non narkotika dan psikotropika, 2) obat
narkotika dan psikotropika. Sesuai dengan ketentuan PP No. 25 tahun 1980
tentang perubahan PP No. 26 tahun 1965 tentang apotek pasal 4 ayat (1) bahwa:
pengelolaan apotek menjadi tugas dan tanggung jawab seorang apoteker dan
dilaksanakan sesuai dengan UU No 7 tahun 1963 tentang farmasi. (Umar, 2005).

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.7 Distribusi Apotek Berdasarkan Administrasi


Distribusi responden berdasarkan administrasi dapat dilihat pada tabel 4.5
berikut ini.
Tabel 4.5 Distribusi Apotek Berdasarkan Administrasi
Pekerjaan lain APA
kegiatan terkait
dengan
Administrasi
melakukan
pencatatan dan
pengarsipan keluar
masuk sediaan
melakukan
pencatatan dan
pelaporan
narkotika
melakukan
pengarsipan resep
melakukan
pencatatan
pengobatan pasien
mendokumentasik
an hasil
monitoring
penggunaan obat
mendokumentasik
an kegiatan
pelayanan
informasi obat dan
konseling

Status Kepemilikan Apotek


milik
gabung
milik milik
Milik
an
PSA APA Kelompok
PSAAPA

PNS
Depkes

PNS
Non
Depkes

Pegawai
Swasta

lain lain

88,24

82,35

88,24

82,35

86,96

78,57

100

66,67

100

94,12

100

82,35

97,83

78,57

100

100

94,12

100

100

88,24

95,65

100

100

100

Berdasarkan Tabel 4.5 diperoleh bahwa kegiatan administrasi yang


dilakukan di apotek adalah pengarsipan resep sebesar 95,59%, melakukan
pencatatan dan pelaporan narkotika sebesar 94,12 %, dan kegiatan pencatatan,
pengarsipan keluar masuk sediaan sebesar 85,29%. Sedangkan kegiatan tentang
pencatatan pengobatan pasien (medication record), mendokumentasikan hasil
monitoring penggunaan obat, dan mendokumentasikan kegiatan pelayanan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

informasi obat dan konseling adalah kegiatan yang belum dilakukan di apotek.
Pada kegiatan pencatatandan pelaporan narkotika terdapat beberapa apotek yang
tidak melakukan kegiatan tersebut, hal ini disebabkan karena apotek tidak
melayani, menyediakan, dan menjual obat golongan narkotika dan psikotropika.
Perhitungan rata rata dapat dilihat pada lampiran 3.
Berikut ini ditampilkan distribusi responden berdasarkan administrasi
dalam bentuk grafik batang.

Gambar 4.4 Distribusi Apotek Berdasarkan Administrasi

Dari Gambar 4.4 diperoleh bahwa APA yang berprofesi sebagai Pegawai
Swasta (48,04%) memiliki persentase paling tinggi melakukan kegiatan
administrasi di apotek, kemudian diikuti oleh APA yang berprofesi PNS Depkes
sebesar 47,06%, PNS Non Depkes sebesar 46,09%, dan persentase terendah
sebesar 42,16% untuk APA yang berprofesi Lain-lain.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian Resep


Distribusi responden berdasarkan pengkajian resep, yaitu kegiatan yang
menunjukkan persentase pelayanan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di apotek,
dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian Resep
Kegiatan
Terkait
Pengkajian
Resep
Pemeriksaan
administrasi
resep
Pemeriksaan
kesesuaian
resep
Pertimbangan
klinik yang
dilakukan
Rata-rata

PNS Non
Depkes
(n=17)

Pegawai
Swasta
(n=17)

Lain-lain
(n=17)

APA%

APA%

APA%

52,94

58,82

47,06

82,35

47,06

58,82

58,82

76,47

58,82

52,94

58,82

70,59

52,94

56,86

54,9

76,47

PNS Depkes
(n=17)

APA%

Berdasarkan Tabel 4.6 terlihat bahwa sebagian besar pengkajian resep


dilaksanakan oleh semua responden yang disurvei, tetapi persentase intensitas
kegiatan tersebut masih rendah sebesar 60,29%. Hal ini disebabkan peran
apoteker yang belum maksimal berada di apotek dan tuntutan masyarakat sendiri
yang ingin mendapatkan pelayanan yang cepat sehingga persentase pertimbangan
klinik lebih rendah dilakukan. Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.
Berikut ini ditampilkan distribusi responden berdasarkan pengkajian resep
dalam bentuk grafik batang.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Gambar 4.5a Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Pengkajian Resep

Dari Gambar 4.5a di atas menunjukkan bahwa APA yang berprofesi Lainlain memiliki persentase paling tinggi melakukan kegiatan pengkajian resep
sebesar 69,61%, diikuti oleh APA yang berprofesi PNS Depkes sebesar 58,83%
sedangkan APA PNS Non Depkes dan Pegawai Swasta hanya sebesar 55,88%

Gambar 4.5b Grafik Distribusi Pelayanan Apoteker Pengelola Apotek Pada


Pengkajian Resep di Apotek (jika APA berada di apotek)

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Dari Gambar 4.5b diperoleh perbandingan kinerja tenaga kefarmasian dari


tiap profesi dimana pada APA PNS Depkes, kegiatan pelayanan pengkajian resep
yang dilakukan sebesar 52,94%. Pada APA PNS Non Depkes diperoleh keadaan
yang terbalik dengan APA PNS Depkes dimana kinerja APA lebih tinggi yaitu
sebesar 56,86%. Pelayanan pengkajian resep yang dilakukan pada APA yang
berprofesi Pegawai swasta sebesar 56,86%. Pelayanan yang paling tinggi
dilakukan APA adalah sebesar 76,47% pada profesi APA Lain-lain.

Gambar 4.5c Distribusi Responden Berdasarkan Perbandingan Pelayanan APA


dengan AA pada Pengkajian Resep yang Ditinjau dari Frekuensi
Kehadiran di Apotek
Namun, ditinjau dari

frekuensi kehadiraan keseluruhan atau total

responden pada Gambar 4.5c di atas diperoleh bahwa APA yang melakukan
pelayanan pengkajian resep di apotek hanya sebesar 19,12% selebihnya dilakukan
oleh AA yaitu sebesar 80,88%. Hal ini disebabkan oleh kehadiran APA yang
sangat rendah di apotek sehingga yang melakukan pelayanan langsung pada
pasien adalah asisten apoteker. Perhitungan rata rata dapat dilihat pada lampiran
4.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Dari hasil di atas, Apoteker Pengelola Apotek di kota Medan lebih rajin
melakukan pelayanannya di apotek bila dibandingkan dengan Apoteker Pengelola
Apotek di kota Jakarta dari penelitian Supardi (2004), yang menyatakan bahwa
semua apotek di Jakarta yang disurvei, kegiatan skrining keabsahan dan
kelengkapan resep seluruhnya dilakukan oleh AA, dan untuk tinjauan
kerasionalan resep 75% dilakukan oleh AA.
4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat
Distribusi responden berdasarkan penyiapan obat, yaitu

perbandingan

peran Apoteker Pengelola Apotek dengan Asisten Apoteker dalam melaksanakan


pelayanan pada pasien yang mencakup dari mulai peracikan, pengemasan,
penyerahan, pelayanan informasi obat, konseling, sampai kepada pelayanan
residensial dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat

Kegiatan Terkait
Penyiapan Obat
Peracikan
Penulisan etiket
lengkap
Pengemasan
Penyerahan obat
dengan
pemeriksaan ulang
Informasi obat yang
diberikan pada
pasien
Pelayanan
informasi obat
Melakukan
konseling
Melakukan
monitoring
penggunaan obat
Melakukan edukasi
tentang
swamedikasi
Melakukan home
care
Rata-rata

PNS Depkes
n=17

PNS Non
Depkes
n=17

Pegawai
Swasta
n=17

Lain-lain
n=17

APA (%)
17,65

APA (%)
41,17

APA (%)
35,29

APA (%)
64,71

17,65

23,53

41,18

64,71

17,65

29,41

41,18

58,82

41,18

41,18

58,82

64,71

43,14

44,12

64,71

58,82

70,59

82,35

41,18

29,41

29,41

52,94

17,65

29,41

41,18

58,82

27,85

32,06

39,31

55,98

57,84

71,57

Berdasarkan Tabel 4.7 diperoleh bahwa kegiatan peracikan (menimbang,


mencampur, mengemas, dan memberi etiket pada wadah) (61,76%), penulisan
etiket (59,05%), pengemasan obat dengan rapi (59,56%), dan penyerahan obat
(58,08%) merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan di apotek dengan
keseluruhan proses tersebut dilaksanakan oleh AA.
Pada kegiatan informasi obat yang diberikan kepada pasien hanya
dilakukan penyerahan obat tanpa pemberian informasi atau dilakukan jika pasien
sendiri berinisiatif untuk bertanya. Dimana informasi obat lebih banyak dilakukan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

oleh APA sebesar 54,17%. Informasi yang diberikan meliputi cara pemakaian,
cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan, dan efek samping obat.
Pemberian informasi obat merupakan kewajiban apoteker yang telah
diatur dalam peraturan perundang-undangan yakni UU No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan pada penjelasan pasal 53, UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen pasal 7, dan Permenkes No. 992 tahun 1993 pasal 15 ayat 4 (Hartini,
2008).
Secara umum, pelayanan informasi obat yang dilakukan di apotek oleh
APA mencapai persentase sebesar 69,12%. Pelayanan informasi obat ini dibagi
menjadi dua kegiatan yaitu pelayanan informasi obat yang diberikan langsung
kepada pasien dan yang kedua adalah pelayanan secara tidak langsung melalui
pemberian brosur, bulletin. Kebanyakan brosur atau bulletin tersebut tidak
ditawarkan atau diberikan oleh AA atau APA tetapi hanya diletakkan di atas
display dan dibiarkan sendiri pasien yang mengambil dan membacanya.
Pelayanan informasi obat pada pasien lebih banyak dilakukan oleh APA. Seluruh
apotek yang disurvei ikut aktif dalam promosi kesehatan nasional dalam bentuk
pemasangan poster, spanduk tentang bahaya merokok, program KB atau tema lain
yang dapat dibaca pasien. Perhitungan rata rata dapat dilihat pada lampiran 5.
Farmasis dapat ikut serta dalam pelayanan kesehatan melalui promosi
kesehatan baik lokal maupun nasional melalui topik-topik kesehatan lainnya
(Supardi,2003).
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan kegiatan konseling (38,23%), kegiatan
edukasi tentang swamedikasi pada masyarakat (36,76%) merupakan kegiatan
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

yang paling sedikit dilakukan di apotek dan lebih dari 50% tidak melaksanakan
sama sekali kegiatan tersebut. Dari seluruh apotek yang disurvei belum ada yang
melaksanakan pelayanan Home care dan monitoring penggunaan obat.

Gambar 4.6a Grafik Distribusi Responden Berdasarkan Penyiapan Obat


Dari Gambar di atas menunjukkan bahwa kegiatan penyiapan obat masih
sangat rendah dilaksanakan di apotek. Dimana, persentase tertinggi hanya sebesar
55,98% untuk APA berprofesi Lain-lain sedangkan persentase terendah sebesar
27,85% untuk APA PNS Depkes

Gambar 4.6b Grafik Distribusi Peran Apoteker Pengelola Apotek Pada


Pelayanan Penyiapan Obat di Apotek (Jika Berada di Apotek)
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Pada Gambar

4.6b menunjukkan bahwa kegiatan penyiapan obat di

apotek oleh APA yang berprofesi Lain-lain memiliki persentase sebesar 57,75%
kemudian diikuti oleh APA yang berprofesi pegawai swasta sedangkan untuk
APA PNS Depkes hanya sebesar 28,43% dan Non Depkes sebesar 32,65%

Gambar 4.6c Grafik Distribusi Perbandingan Pelayanan Apoteker Pengelola


Apotek dengan Asisten Apoteker pada Penyiapan Obat Ditinjau
dari Frekuensi Kehadiran
Tetapi, jika ditinjau dari total frekuensi kehadiran APA di apotek
diperoleh pelayanan penyiapan obat paling banyak dilakukan oleh AA dengan
persentase sebesar 86,76% sedangkan APA hanya sebesar 13,24%. Pada
penyiapan obat fungsi apoteker hampir tidak banyak hal ini dapat dilihat dari data
bahwa kegiatan konseling, pemberian informasi obat ketika menyerahkan pada
pasien tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna dan kegiatan edukasi pada
pasien swamedikasi masih kurang. Kenyataan ini disebabkan karena apoteker
tidak ada di tempat pada saat apotek buka sehingga pasien lebih banyak bertatap
muka dan meminta nasehat dari asisten apoteker. Perhitungan rata rata dapat
dilihat pada lampiran 5.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.10 Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan


Distribusi apotek berdasarkan evaluasi mutu pelayanan dapat dilihat pada
Tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8 Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan
kegiatan
terkait
dengan
evaluasi mutu
pelayanan
tingkat
kepuasan
pasien
dilakukan
dengan kotak
saran
tersedianya
prosedur
tetap tertulis
untuk setiap
proses
kegiatan
melaksanakan
evaluasi dan
tindak lanjut
terhadap
kotak saran
ada standar
dimensi
waktu
pelayanan

pekerjaan lain APA

Status kepemilikan apotek


milik
gabung
milik milik
Milik
an
PSA
APA Kelompok
PSAAPA

PNS
Depkes

PNS
Non
Depkes

Pegawai
Swasta

lain lain

29,41

35,29

29,41

23,53

28,26

21,43

80

11,77

17,65

11,77

35,29

21,43

21,43

40

33,33

Berikut ini ditampilkan distribusi responden berdasarkan evaluasi mutu


pelayanan dalam bentuk grafik batang.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Gambar 4.7 Distribusi Apotek Berdasarkan Evaluasi Mutu Pelayanan


Dari hasil data yang diperoleh dari tabel 4.8 menjelaskan penilaian kinerja
pelayanan di apotek belum terlaksana dengan baik, hal ini dapat dilihat dari
persentase setiap kegiatan evaluasi mutu pelayanan. Kurang dari 50% apotek yang
melaksanakan penilaian mutu pelayanan karena dari keseluruhan sampel hanya
35,29% yang mengukur tingkat kepuasan pasien yang datang ke apotek melalui
kotak saran. Dari keseluruhan responden yang melakukan evaluasi mutu
pelayanan, prosedur tetap dan tertulis belum ada dilakukan di apotek sedangkan
kegiatan menindaklanjuti hasil kotak saran tidak dilakukan karena masyarakat
sendiri tidak mengisi kotak saran tersebut dan kegiatan evaluasi terhadap adanya
standar dimensi waktu pelayanan yang dilakukan hanya sebesar 19,12% .
Perhitungan rata rata dapat dilihat pada lampiran 6.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.11 Perolehan Skor


Perolehan skor penerapan standar pelayanan kefarmasian di apotek di kota
Medan dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini. Perhitungan skor dapat dilihat pada
lampiran 7.
Tabel 4.9 Hasil Perolehan Skor Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
% penerapan pelayanan
kefarmasian

Kategori

APA yang berprofesi


Lain-lain

50,29

kurang

APA yang berprofesi


Pegawai Swasta

44,07

kurang

APA yang berprofesi


PNS Non Depkes

40,02

kurang

APA yang berprofesi


PNS Depkes

34,79

kurang

Apotek kepemilikan
PSA

38,95

kurang

Apotek kepemilikan
APA

50,56

kurang

Apotek kepemilikan
kelompok

45,64

kurang

Apotek kepemilikan
gabungan PSA - APA

61,44

cukup

Responden

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari data karakteristik responden diperoleh gambaran bahwa sebagian
besar (67,65%) apotek milik PSA non apoteker. Sebesar 92,63% atau sebanyak 63
apotek belum mempunyai apoteker pendamping. Jumlah asisten apoteker yang
bekerja di apotek adalah lebih dari 2 orang dengan persentase 36,77%. Jumlah
resep yang masuk ke apotek per hari adalah kurang dari 20 lembar (57,35%).
Dari data pengelolaan sumber daya manusia diperoleh gambaran bahwa
persentase kehadiran apoteker secara umum adalah tidak hadir setiap hari
(52,94%). Berdasarkan sarana dan prasarana, apotek dengan APA yang berprofesi
Lain-lain memiliki pelaksanaan persentase tertinggi sebesar 67,65%. Berdasarkan
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan, apotek dengan APA yang
berprofesi PNS Non Depkes memiliki persentase pelaksanaan paling tinggi
sebesar 100%. Berdasarkan administrasi, apotek dengan APA yang berprofesi
Pegawai Swasta berada pada persentase pelaksanaan paling tinggi yaitu sebesar
48,04%.
Dari data pelayanan diperoleh 83,82% yang melayani langsung pasien
adalah asisten apoteker. Hasil penelitian menunjukkan penerapan standar
pelayanan kefarmasian di apotek masih dalam kategori kurang dengan persentase
sebesar 42,74%.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4.2 Saran
a.

Disarankan kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk meningkatkan


komitmennya terhadap penerapan standar pelayanan kefarmasian sesuai
dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004.

b. Disarankan untuk melakukan penelitian terhadap penerapan standar


pelayanan kefarmasian ditinjau dari segi status kepemilikan apotek.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

DAFTAR PUSTAKA
Amirin, M.T. (2000). Menyusun Rencana Penelitian. Edisi IV. Cetakan ke-4.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hal: 111-112
Anonim. (2004). Apotek akan Diakreditasi Jangan Membeli Obat di Apotek yang
Tidak Memiliki Apoteker. Jakarta. http://www.suarapembaruan.com/News
Anonim, (2008). Menertibkan Apoteker yang Makan Gaji Buta. Harian Waspada.
Medan, 3 Juli 2008.
Bahfen, F. (2006). Aspek Legal Layanan Farmasi Komunitas Konsep
Pharmaceutical Care: dalam Majalah Medisina. Edisi I. Vol. I. Jakarta:
PT. ISFI. Hal. 20
Ginting, P. (2006). Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian. Medan: USU- Press.
Hal: 23-24
Hartini, S.Y. (2008). Sebuah Potret Pelaksanaan Kefarmasian di Apotek: dalam
Majalah Medisina. Edisi IV. Vol. II. Jakarta: PT. ISFI. Hal. 37
Kuncahyo, I. (2004). Dilema Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian. Surakarta.
http://www.suarapembaruan.com/News/2004/04/29/Editor/edi04.htm
Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Jakarta: Erlangga.
Hal: 111-115
Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Singarimbun, M. (1989). Tipe, Metode dan Proses Penelitian. Dalam
Singarimbun, M dan Effendi, S. (Ed). Metode Penelitian Survai. Jakarta:
PT Pustaka LP3ES. Hal: 1-3.
Supardi, S., Harianto, Purwanti, A. (2004). Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi di Apotek DKI Jakarta tahun 2003.
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n02/angki010205.pdf.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. cetakan
keempat. Bandung: Penerbit Alfabeta. Hal: 96
Umar,

M. (2005). Manajemen
Hal: 29-30, 49

Apotek

Praktis.

Solo:

CV.Ar-Rahman.

Wiryanto. (2005). Analisis Impas: Peluang Penerapan Standar di Apotik. Dalam


Media Farmasi, An Indonesian Pharmaceutical journal. Vol 13(1): 20-28

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 1. Perhitungan Rata rata Terhadap Sarana dan Prasarana


1. APA PNS Depkes

= 61,77%
2. APA PNS Non Depkes

= 64,71%
3. APA Pegawai Swasta

= 61,77%
4. APA lain-lain

= 67,65%
Jadi, rata rata pelaksanaan sarana dan prasarana untuk 68 responden adalah:
1. Ada ruang penyimpanan, peracikan, dan tempat penyerahan obat

= 98,53%
2. Ada ruang untuk pelayanan informasi obat atau konseling

= 29,41%

= 63,97%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 2. Perhitungan Rata rata Terhadap Pengelolaan Sedian dan


Perbekalan Kesehatan
1. APA PNS Depkes
Rata rata pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
= 94,12%
2. APA PNS Non Depkes
Rata rata pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
= 100%
3. APA Pegawai Swasta
Rata rata pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
= 94,12%
4. APA lain-lain
Rata rata pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan
= 92,16%
Jadi, rata rata pelaksanaan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan untuk 68 responden adalah:
1.

= 88,24%
2.

= 98,53%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

3. Penyimpanan obat dalam wadah asli, pada kondisi yang sesuai, layak dan

menjamin

= 98,53%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 3. Perhitungan Rata rata Terhadap Kegiatan Administrasi


1. APA PNS Depkes
Rata rata pelaksanaan administrasi

=
= 47,06%

2. APA PNS Non Depkes


Rata rata pelaksanaan administrasi

=
= 46,09%

3. APA Pegawai Swasta


Rata rata pelaksanaan administrasi

=
= 48,04%

4. APA lain-lain
Rata rata pelaksanaan administrasi

=
= 42,16%

Jadi, rata rata pelaksanaan kegiatan administrasi untuk 68 responden adalah:


1. Melakukan pencatatan dan pengarsipan keluar masuk sediaan
=
= 85,29%
2. Melakukan pencatatan dan pelaporan narkotika
=
= 94,12%
3. Melakukan pengarsipan resep
=
= 95,59%
4. Melakukan pencatatan pengobatan pasien
=
= 0%
5. Mendokumentasikan hasil monitoring penggunaan obat
=
= 0%
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

6. Mendokumentasikan kegiatan pelayanan informasi obat dan konseling


=
= 0%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 4. Perhitungan Rata rata Terhadap Kegiatan Pengkajian Resep

Rata rata pelaksanaan pengkajian resep yang dilakukan APA jika berada
di apotek untuk 68 responden adalah:

= 60,29%

Jika ditinjau dari frekuensi kehadiran* maka pelaksanaan pengkajian resep


oleh APA dari 68 responden adalah sebesar:

= 19,12%
Sedangkan untuk Asisten Apoteker (AA)
= 100% 19,12%
= 80,88%
Ket.
Kehadiran* adalah kehadiran APA selama apotek buka yang terdapat pada tabel
3.2, halaman 27. Dimana dari 14 APA hanya 13 APA yang
melaksanakan kegiatan pengkajian resep.

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 5. Perhitungan Rata rata Terhadap Penyiapan Obat


1. Rata rata informasi obat yang diberikan oleh APA pada pasien dari 68
responden adalah

= 69,12%

2. Rata rata kegiatan konseling yang diberikan APA dari 68 responden


adalah:

= 38,23%

3. Rata rata kegiatan edukasi tentang swamedikasi yang diberikan APA


dari 68 responden adalah

= 36,76%

Jika ditinjau dari frekuensi kehadiran* APA maka, pelaksanaan penyiapan


obat oleh APA dari 68 responden adalah sebesar:

= 13,24%
Sedangkan untuk Asisten Apoteker:
= 100% 13,24%
=86,76%

Ket.
Kehadiran* adalah kehadiran APA selama apotek buka yang terdapat pada tabel
3.2, halaman 27. Dimana dari 14 APA hanya 9 APA yang
melaksanakan kegiatan penyiapan obat.
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 6. Perhitungan Rata rata Evaluasi Mutu Pelayanan


1. APA PNS Depkes
Rata rata evaluasi mutu pelayanan =
= 11,77%
2. APA PNS Non Depkes
Rata rata evaluasi mutu pelayanan =
= 14,17%
3. APA Pegawai Swasta
Rata rata evaluasi mutu pelayanan =
= 11,77%
4. APA lain lain
Rata rata evaluasi mutu pelayanan =
= 16,18%

Jadi, rata rata evaluasi mutu pelayanan untuk 68 responden adalah


1. Tingkat kepuasan pasien dilakukan dengan kotak saran
=
= 35,29%
2. Tersedianya prosedur tetap tertulis untuk setiap proses kegiatan
=
= 0%
3. Melakukan evaluasi dan tindak lanjut terhadap kotak saran
=
= 0%
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4. Ada standar dimensi waktu pelayanan


=
= 19,12%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 7. Lembar Kuesioner untuk Perhitungan Skor


I PENGELOLAAN SUMBER DAYA
No
B
1
2
C
1
2
3
D
1
2
3
4
5
6

Kegiatan
SARANA DAN PRASARANA
Ada ruang penyimpanan, peracikan dan tempat
penyerahan obat
Ada ruang untuk pelayanan informasi obat atau
konseling
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
Melakukan perencanaan pembelian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan
pengadaan obat dari jalur resmi
penyimpanan obat dalam wadah asli, pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin
ADMINISTRASI
Melakukan pencatatan dan pengarsipan keluar masuk
sediaan
Melakukan pencatatan dan pelaporan narkotika
melakukan pengarsipan resep
Melakukan pencatatan pengobatan pasien (medication
resep)
mendokumentasikan hasil monitoring penggunaan obat
mendokumentasikan kegiatan pelayanan informasi obat
dan konseling

Ya

Tidak

2
2

0
0

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

II PELAYANAN
No

Kegiatan

PENGKAJIAN RESEP

B
1

Pemerikasaan administratif resep meliputi


a. Nama, SIP dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d.Nama obat, potensi, dosis jumlah yang diminta
e. Nama, alamat, jenis kelamin, umur dan berat badan pasien
f. Cara pemakaian
Pemeriksaan kesesuaian farmasetik meliputi
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
Pertimbangan klinik yang dilakukan meliputi
a. Adanya alergi
b. Efek samping
c. Interaksi obat
d. Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
PENYAMPAIAN OBAT
Peracikan. Menimbang, mencampur, mengemas dan memberi
etiket pada wadah dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat

Apoteker

Asisten
Apoteker

2
2
2
2
2
2

1
1
1
1
1
1

2
2
2
2
2
2
2

1
1
1
1
1
1
1

2
2
2
2

0
0
0
0

Tulisan etiket lengkap, jelas dan mudah terbaca

Obat dikemasi dengan rapi dalam kemasan yang sesuai


sehingga terjaga kualitasnya

2
2
2
2
2

1
1
1
1
1

Penyerahan obat di dahului dengan pemeriksaan ulang

Informasi obat yang diberikan kepada pasien meliputi


a. Cara pemakaian
b. Cara penyampaian obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Aktivitas
e. Makanan dan minuman yang harus dihindari

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

6
7
8
9
10

f. Efek samping yang mungkin timbul


Pelayanan informasi obat
a. Aktif (memberi informasi langsung)
b. Pasif (poster, buletin, brosur, leaflet)
Melakukan konseling terutama untuk penyakit kronik
Melakukan monitoring penggunaan obat terutama untuk
penyakit kronik
Melakukan edukasi tentang swamedikasi kepada masyarakat
Melakukan Home care pada pasien tertentu

2
2
2

1
1
0

2
2

1
0

III EVALUASI MUTU PELAYANAN


No

3
4

Kegiatan
Indikator mutu pelayanan
Tingkat Kepuasan pasien dilakukan dengan :
a. survei
b. kotak saran
Tersedianya prosedur tetap (protap) tertulis untuk setiap
proses:
a. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
b. Pengkajian resep
c. Penyiapan
d. Pelayanan informasi obat
e. Penyerahan obat
f. Konseling
g. Pencatatan monitoring penggunaan obat
h. Promosi dan edukasi
i. Pelaksanaan Home Care
Melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut terhadap
a. survei
b. kotak saran
Ada standar dimensi waktu pelayanan

Ya

Tidak

2
2

0
0

2
2
2
2
2
2
2
2
2

0
0
0
0
0
0
0
0
0

2
2
2

0
0
0

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Penilaian skor ideal setiap pertanyaan :


a. Untuk semua menjawab Ya

: 25 x 2 = 50

b. Untuk semua menjawab Apoteker

: 33 x 2 = 66

c. Untuk semua menjawab Asisten Apoteker

: 26 x 1 = 26

TOTAL

= 142

Penilaian range:
a. Baik

81 100%

b. Sedang

61 80%

c. Buruk

20 60%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Perhitungan Hasil Perolehan Skor Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek:
1. APA lain-lain
Responden
n = 17

Perolehan skor
(%)

49,3

28,18

64,6

69,02

48,59

39,45

61,27

38,03

48,59

10

31,69

11

41,55

12

30,29

13

57,04

14

59,86

15

57,75

16

63,39

17

56,35

= 49,70%
Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

2. APA PNS Pegawai Swasta


Responden
n = 17

Perolehan skor
(%)

36,61

20,42

40,14

45,77

39,43

66,90

46,47

34,51

28,87

10

22,54

11

32,4

12

71,13

13

64,09

14

60,56

15

51,42

16

43,67

17

44,37

= 44,07%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

3. APA Non Depkes


Responden
n= 17

Perolehan Skor
(%)

47,18

23,24

29,58

45,77

18,31

34,51

42,97

52,11

52,11

10

57,75

11

17,61

12

30,98

13

54,23

14

44,38

15

22,65

16

43,67

17

55,64

= 39,57%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

4. APA PNS Depkes


Responden
n = 17

Perolehan Skor
(%)

51,41

66,96

56,34

38,04

28,87

36,62

21,13

30,28

22,54

10

28,87

11

14,08

12

25,35

13

48,6

14

39,44

15

33,8

16

46,47

17

50,72

= 37,62%
Jadi,
= 42,74%

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Lampiran 8. Lembar Kuisioner


DATA DASAR
Berilah tanda silang () pada pilihan jawaban
1. Status kepemilikan apotek
a. Milik Pemilik Sarana Apotek (PSA)
b. Milik kelompok
c. Milik Apoteker Pengelola Apotek (APA)
d. Milik gabungan APA-PSA
e. Lain-lain sebutkan
2. Pekerjaan Ibu/Bapak
a. PNS Depkes
b. PNS Non Depkes. sebutkan
c. Pegawai Swasta
d. TNI/Polri
e. Lain-lain. sebutkan
3. Jumlah apoteker pendamping
a. 1 orang
b. 2 orang
c. Lebih dari 2 orang
d. Tidak ada
4. Jumlah asisten apoteker yang bekerja di apotek Ibu/Bapak
a. 1 orang
b. 2 orang
c. Lebih dari 2 orang
d. Tidak ada
5. Jumlah resep yang masuk per hari
a. Kurang dari 20 lembar
b. 21-69 lembar
c. 70-99 lembar
d. Lebih dari 100 lembar

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Berilah tanda () pada kolom yang sesuai dengan keadaan & kegiatan apoteker di
apotek
I PENGELOLAAN SUMBER DAYA

No
A
1

2
No
B
1
2
C
1
2
3
D
1
2
3
4
5
6

Kegiatan
SUMBER DAYA MANUSIA
Kehadiran Apoteker di apotek
a. selama apotek buka
b. setiap hari pada jam tertentu
c. tidak hadir setiap hari
apoteker pernah mengikuti pelatihan teknis kefarmasian
(3 tahun terakhir)
Kegiatan
SARANA DAN PRASARANA
Ada ruang penyimpanan, peracikan dan tempat
penyerahan obat
Ada ruang untuk pelayanan informasi obat atau
konseling
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN
PERBEKALAN KESEHATAN
Melakukan perencanaan pembelian sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan
pengadaan obat dari jalur resmi
penyimpanan obat dalam wadah asli, pada kondisi yang
sesuai, layak dan menjamin
ADMINISTRASI
Melakukan pencatatan dan pengarsipan keluar masuk
sediaan
Melakukan pencatatan dan pelaporan narkotika
melakukan pengarsipan resep
Melakukan pencatatan pengobatan pasien (medication
resep)
mendokumentasikan hasil monitoring penggunaan obat
mendokumentasikan kegiatan pelayanan informasi obat
dan konseling

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

II PELAYANAN

Berilah tanda () pada kolom yang sesuai dengan keadaan & kegiatan apoteker di
apotek

No

Kegiatan

PENGKAJIAN RESEP

B
1

Pemerikasaan administratif resep meliputi


a. Nama, SIP dan alamat dokter
b. Tanggal penulisan resep
c. Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
d.Nama obat, potensi, dosis jumlah yang diminta
e. Nama, alamat, jenis kelamin, umur dan berat badan pasien
f. Cara pemakaian
Pemeriksaan kesesuaian farmasetik meliputi
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
Pertimbangan klinik yang dilakukan meliputi
a. Adanya alergi
b. Efek samping
c. Interaksi obat
d. Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
PENYAMPAIAN OBAT
Peracikan. Menimbang, mencampur, mengemas dan memberi
etiket pada wadah dengan memperhatikan dosis, jenis dan
jumlah obat

Tulisan etiket lengkap, jelas dan mudah terbaca

Obat dikemasi dengan rapi dalam kemasan yang sesuai


sehingga terjaga kualitasnya
Penyerahan obat di dahului dengan pemeriksaan ulang

Apoteker

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Asisten
Apoteker

6
7
8
9
10

Informasi obat yang diberikan kepada pasien meliputi


a. Cara pemakaian
b. Cara penyampaian obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Aktivitas
e. Makanan dan minuman yang harus dihindari
f. Efek samping yang mungkin timbul
Pelayanan informasi obat
a. Aktif (memberi informasi langsung)
b. Pasif (poster, buletin, brosur, leaflet)
Melakukan konseling terutama untuk penyakit kronik
Melakukan monitoring penggunaan obat terutama untuk
penyakit kronik
Melakukan edukasi tentang swamedikasi kepada masyarakat
Melakukan Home care pada pasien tertentu

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

III EVALUASI MUTU PELAYANAN


Berilah tanda () pada kolom yang sesuai dengan keadaan & kegiatan Apoteker di
apotek
No

3
4

Kegiatan
Indikator mutu pelayanan
Tingkat Kepuasan pasien dilakukan dengan :
a. survei
b. kotak saran
Tersedianya prosedur tetap (protap) tertulis untuk setiap
proses:
a. Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
b. Pengkajian resep
c. Penyiapan
d. Pelayanan informasi obat
e. Penyerahan obat
f. Konseling
g. Pencatatan monitoring penggunaan obat
h. Promosi dan edukasi
i. Pelaksanaan Home Care
Melaksanakan evaluasi dan tindak lanjut terhadap
a. survei
b. kotak saran
Ada standar dimensi waktu pelayanan

Ya

Sumber: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik


Ditjen Binfar dan Alkes DEPKES RI
Tahun 2008

Adelina Br Ginting : Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Di Kota Medan Tahun 2008, 2009.
USU Repository 2009

Tidak

Anda mungkin juga menyukai