Anda di halaman 1dari 3

Assalamu alaikumwr. wb. ustadz.

Saya ingin bertanya, apakah pada sholatyangbacaannya sir, seorang makmum yang tertinggal
dan mendapati imam hendak rukuk bisa langsung mengikuti tanpa membaca fatihah dan
mendapatkan penuh rakaat tersebut.
Kemudian apabila dalam tiap rakaat makmum kalah cepat dengan imam perihal membaca
fatihahnya sehingga imam sudah rukuk tetapi si makmum belum selesai ber fatihah, apa yang
mesti dilakukan si makmum. Mohon penjelasannya,
Jazakalloh
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang ada banyak dalil yang sekilas saling bertentangan tentang masalah ini. Ada dalil
tentang tidak sahnya shalat tanpa baaan Al-Fatihah. Dan ada dalil lain bahwa bacaan AlFatihah Imam sudah cukup menjadi penanggung buat makmum. Dan dalil-dalil penunjang
lainnnya.
Sebagian kalangan ada yang menggunakan metode tarjih, yaitu mengalahkan satu hadits
yang dianggapnya kurang kuat dan hanya menggunakan hadits yang dianggapnya lebih kuat.
Istilahnya adalah sistem gugur.
Namun kebanyakan para ulama fiqih lebih mengutamakan thariqatul jam'i dalam setiap
kesempatan menghadapi dalil-dalil yang saling berbeda. Mereka tetap menggunakan semua
dalil, dengan menjadikan satu dalil sebagai dalil umum dan dalil yang lainnya sebagai dalil
khusus yang digunakan pada kasus yang khusus. Intinya, dalil-dalil yang sekilas dianggap
saling bertentangan itu dicoba dicarikan titik temu.
Sehingga khusus dalam masalah ini, para ulama pada umumnya menyimpulkan setelah
mempertimbangkan semua dalil bahwa bila seorang makmum sempat ikut ruku' sejenak
bersama imam, maka dia telah mendapat satu rakaat. Itu kesimpulan umumnya para ulama.
Namun sebagain saudara kita, kalau tidak salah kalangan PERSIS, umumnya tidak
berpendapat demikian. Mereka lebih cenderung mengatakan bila seorang makmum tidak
sampai sempurna membaca surat Al-Fatihah tiba-tiba imam sudah ruku', maka makmum itu
tetap harus ikut ruku', dan untuk itu dia dianggap tidak mendapatkan satu rakaat.
Sedangkan umumnya ulama tetap mengatakan asalkan seorang makmum bisa ikut ruku'
bersama imam, dia sudah mendapatkan satu rakaat, meski secara hakikatnya tidak membaca
surat Al-Fatihah. Dan dalilnya adalah sebagai berikut:
Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, Apabila kamu datang ke (masjid
untuk) shalat berjamaah, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka sujudlah, namun
janganlah kamu menghitungnya sebagai satu rakaat, barang siapa yang yang mendapatkan
ruku bersama imam, maka ia mendapatkan shalat mendapatkan 1 rakaat tersebut)." (Shahih:
Shahihul Jamius Shaghir no: 468 nAunu1 Mabud III: 145 no: 875).
Hadits ini jelas sekali keshahihannya dari segi kekuatan sanad. Dan dari segi pengertian,
hadits secara tegas menyebutkan bahwa seorang makmum dianggap telah mendapatkan satu
rakaat asalkan sempat rukuk bersama imam.
Bagaimana dengan Bacaan Al-Fatihah, Bukankah Wajib Dibaca?

Mungkin ada sebagian orang yang masih sedikit penasaran dan tetap mempermasalahkan hal
ini. Sebab makmum yang sempat ikut ruku' saja dengan imam berarti tidak sempat membaca
surat Al-Fatihah. Sementara ada hadits yang menyebutkan bahwa tidak sah shalat seseorang
bila tidak membaca surat itu. Termasuk juga oleh makmum di belakang imam.
Dari Ubadah bin Shamit, dia mengabarkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak sah shalat
orang yang tidak membaca Ummul Qur'an (Al-Fatihah)." (HR Muslim)
Hadits ini memang secara tegas menyebutkan bahwa baca surat Al-Fatihah itu merupakan
rukun shalat. Bila tidak dibaca, maka shalat itu menjadi tidak sah.
Namun masalah itu terjawab dengan adanya hadits lain danmenjelaskan bahwa bacaan imam
sudah cukup bagi makmum, sehingga ketika makmum tidak membaca ummul kitab itu,
hukumnya sudah sah.
Dari Jabir berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang mempunyai imam, maka
bacaan imam menjadi bacaannya juga." (HR Ahmad).
Jadi kedua hadits di atas bisa kita pertemukan menjadi sebuah kesimpulan, yaitu bahwa imam
atau seorang yang shalat sendirian wajib membaca Al-Fatihah. Sedangkan makmum tidak
perlu membacanya, karena bacaan imam sudah menjadi bacaan bagi makmum.
Pendekatan Asy-Syafi'i
Namun Al-Imam Asy-Syafi'i sedikit lebih menyempurnakan pertemuan kedua dalil yang
kelihatan bertentangan ini. Bagi beliau, meski bacaan Al-Fatihah makmum sudah 'ditanggung'
oleh imam, namun menurut beliau hal itu tidak berlaku untuk semua kasus.
Ketentuan itu bagi beliau hanya berlaku bila makmum sudah tidak sempat baca Al-Fatihah
saja. Sedangkan bila makmum sudah ikut imam sejak awal takbiratul ihram, maka menurut
beliau makmum tetap masih wajib membaca Al-Fatihah.
Tempat membacanya adalah setelah selesai mendengarkan imam membaca surat itu, setelah
mengucapkan lafad 'amiin, sebelum imam membaca surat lain.
Pendekatan Asy-Syafi'i ini menjadi masuk akal saat kita menemukan hadits lain lagi yang ikut
mempengaruhi pola pendekatan kita.

, " , . : ? "
Rasululah SAW bersabda, "Apakah kalian membaca (quran) di belakang imam?" Para shahabat
menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Jangan kalian lakukan, kecuali surat Al-Fatihah, karena
shalat tidak sah kecuali dengan membacanya." (HR Ahmad, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu
Hibban)
Di dalam hadits ini lebih jelas lagi Rasulullah SAW memerintahkan untuk makmum membaca
surat Al-FAtihah juga. Namun saat makmum terlambat dan tidak sempat atau tidak sempurna
membaca surat Al-Fatihah, maka yang diberlakukan adalah hadits yang menyebutkan bahwa
bacaan imam sudah menjadi bacaan makmum.
Semua kesimpulan ini adalah ijtihad yang berangkat dari banyaknya dalil yang kelihatan
sekilas saling bertentangan. Dan beda pendapat dari hasil ijtihad itu wajar, sangat boleh dan
tidak menjadi hal yang perlu ditakutkan.
Orang-orang yang luas ilmunya dan sudah banyak membaca literatur, pasti akan tahu dan siap
ental dengan segala perbedaan. Sebaliknya, orang yang dididik secara fanatik dengan satu

kesimpulan, memang perlu banyak beradaptasi dengan lingkungan yang ternyata tidak selalu
bisa setuju dengan pendapatnya.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Anda mungkin juga menyukai