Anda di halaman 1dari 46

SKENARIO 2

BATUK DARAH
BLOK RESPIRASI

KELOMPOK B-01

Ketua

: Optaviana

(1102014207)

Sekretaris

: Sofni Rohmania

(1102014256)

Anggota

: Frenji Afrita

(1102011109)

Meutia Sandia Meiviana

(1102014154)

Mia Purhayati

(1102014156)

Mohammad Tareqh

(1102014160)

M. Rifki Kholis

(1102014172)

Perty Hasanah Permatahati

(1102014209)

Siti Andriati Fitriana

(1102012278)

Vini Tien Hajjar Dwianti

(1102014274)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2015/2016
1

SKENARIO 2
BATUK DARAH

Seorang laki-laki berumur 50 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk


berdahak yang bercampur darah lebih kurang 3 sendok makan setiap batuk sejak 3 hari yang
lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien. Dalam keluarga tidak ada yang menderita
dengan keluhan yang sama.
Pemeriksaan fisik: tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus asthenikus,
konjungtiva palpebral pucat dan ronki basah halus yang nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, laju endap darah tinggi. Pemeriksaan
sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA).
Pemeriksaan foto toraks: ada ilfiltrat di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberculosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang
keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO). Dokter juga menganjurkan anggota
keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan dan mengajarkan etika batuk untuk
mencegah penularan.

Kata Sulit
1. Habitus asthenikus: bertubuh tinggi, kurus, dada rata/cekung, tidak tumbuh dengan
baik pada angulus costae dan otot-otot.
2. Ronki basah halus: bunyi tambahan selain nafas, terjadinya setelah inspirasi.
3. Infiltrat: gambaran radiologi berupa densitas paru abnormal yang umumnya berbentuk
bercak-bercak kecil dengan batas yang tidak tegas.
4. Sputum: mucus yang keluar saat batuk dari saluran pernapasan bagian atas.
5. Konjungtiva palpebral pucat: kelopak mata bagian bawah dan atas yang pucat.
6. Batuk darah: eksplorasi darah akibat pendarahan saluran pernapasan bawah laring.
7. Tuberculosis: suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa

Pertanyaan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mengapa pasien bisa batuk berdarah?


Mengapa menyebabkan anemia pada pasien?
Mengapa terdapat infiltrate pada pemeriksaan radiologi?
Mengapa bakteri tersebut dapat tahan asam?
Kenapa ronki basah halusnya pada apeks? Kenapa bagian kanan?
Kenapa pasien harus diawasi minum obatnya?
Apakah etiologi penyakit tersebut dapat menyerang selain paru-paru?
Bagaimana manifestasi dari batuk berdahak selain di skenario?
Mengapa dokter menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan
pemeriksaan?
10. Apa saja obat antituberculosis kategori 1?
11. Bagaimana etika batuk yang baik dan benar?
12. Pada pemeriksaan foto toraks apa saja yang ditemukan selain infiltrat?
13. Apa diagnosis untuk skenario ini?
14. Mengapa dokter memberi obat antituberculosis kategori 1?
15. Mengapa LED meningkat?
16. Bagaimana penularan penyakit pada skenario?

Jawaban
4

1. Karena infeksi bakteri maka alveolus menjadi lisis. Batuk kering secara kontinyu
batuk berdahak otot berkontraksi terus menerus pembuluh darah pecah batuk
berdahak.
2. Karena terjadi penyakit kronis sehingga terjadi anemia normositik normokrom juga
karena ada batuk darah.
3. Infiltrat infeksi bakteri di paru, menimbulkan nekrosis perkijauan sehingga ada
gambaran lesi di paru.
4. Karena dindingnya banyak mengandung asam mikolat dan lemak.
5. Karena bakterinya bersifat aerob dan di apeks paru banyak O2, di apeks kanan lebih
curam dan pendek.
6. Karena pengobatannya selama 6 bulan dan dilakukan secara terus-menerus apabila
pengobatan ada yang terlewati maka harus diulang dari awal.
7. Tulang dan otak.
8. Demam, batuk berdahak, keringat pada malam hari, BB menurun, dan nafsu makan
menurun.
9. Karena penyakit TB merupakan penyakit yang menular dan merupakan bentuk
pencegahan.
10. 2HRZE ( dalam 2 bulan INH, rifampisin, isomiasin, etambutol) atau 4H3R3 (selama 4
bulan minum INH dan rifampisin selama 3x sehari).
11. Batuk ditutup, memakai masker, sputum tidak dibuang sembarangan, mencuci tangan
sesudah batuk.
12. Corakan paru bertambah karena akibat alveolus lisis, ada konsolidasi, cavitas, efusi
pleura, atelectasis
13. Tuberculosis
14. Karena pasien baru pertama kali terinfeksi. Kategori II untuk pasien yang resisten
dan gagal terapi.
15. Karena adanya proses infeksi kronis pada pasien, dan bias juga CRP tinggi sebagai
tanda adanya inflamasi karena infeksi bakteri.
16. Secara droplet.

Hipotesis

Tuberculosis disebabkan oleh bakteri tahan asam aerob obligat yaitu Mycobacterium
tuberculosis dan bakteri ini dapat juga menyerang tulang, dan otak yang dapat dilihat dari
manifestasi berupa demam, batuk berdahak, keringat pada malam hari, BB menurun, dan
nafsu makan menurun serta dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium (LED,
sputum) dan pemeriksaan radiologi yang terdapat infiltrat, corakan paru bertambah karena
akibat alveolus lisis, konsolidasi, cavitas, efusi pleura, atelectasis. Penyakit ini dapat
ditularkan secara droplet dan dapat diobati dengan OAT kategori 1 karena pasien baru
pertama kali terinfeksi. Etika batuk yang benar ialah atuk ditutup, memakai masker, sputum
tidak dibuang sembarangan, mencuci tangan sesudah batuk.

SASARAN BELAJAR
6

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah


LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis
LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis
LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bagian Bawah
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tubercolosis
LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Morfologi
LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup/Patogenesis
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru
LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi
LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
LO.4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi
LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis
LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana & Pencegahan
LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
LO.4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis
LI.5 Memahami dan Menjelaskan Program Pemerintah Tubercolosis
LI.6 Memahami dan menjelaskan Etika batuk dalam Islam

LI.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah

LO.1.1 Memahami dan Menjelaskan Makroskopis

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus pricipalis),
broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis), bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris, alveoli.
TRAKEA
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal ke-7
yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher sampai incisura
jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Ujung cabang
trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki
panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20 cincin. Kartilago
berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang mengandung
banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).
BRONKUS
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan
kesamping kearah tampak paruparu. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada
bronkus kiri, terdiri dari 68 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan
lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 912 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
principal bercabangcabang menjadi bronkus lobaris kemudian bronkus segmentalis.
Broncus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan broncus sinistra
45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari yang kiri. Dengan posisi anatomi
tersebut di atas maka benda asing dari trache lebih mudah masuk ke broncus dextra dan
mudah terjadi infeksi broncus = BRONCHITIS.

BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) :


a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior
2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :
a. Broncus segmentalis lateralis
b. Broncus segmentalis medialis
3. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior
BRONKUS SINISTRA
1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) :
a. Broncus segmentalis Apicoposterior
b. Broncus segmentalis Anterior
c. Broncus segmentalis Lingularis superior
d. Broncus segmentalis lingularis inferior
2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior
PULMO (PARU)

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang
iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus( superior, media, inferior ) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus ( superior,
inferior ). Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar lobus dektra
disebut fisura obliq dan horizontal sedangkan pemisah antar lobus sinistra disebut fisura
obliq. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh
9

ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus,
bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinum.
Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura pada Facies mediastinalis, dimana
terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura Viseralis. Pada jaringan paru bagian
posterior di dapatkan jejas ( Alur ) Dari Alat alat yang lewat yang menekan jaringan paru,
Antara Lain : Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena cava. Sulcus aorta
Thoracica, Sulcus Esophagia
ALVEOLI
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus sehingga
memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona respirasi) terdiri ats
bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi
utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 diantara kapiler pulmoner dan
alveoli.
DADA, DIAFRAGMA, DAN PLEURA
Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah besar.
Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada
daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan
sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti
kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus) terdapat pada
susunan saraf spinal.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu
pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura
visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain
selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :
- Pleura costalis : Melapisi iga
- Pleura diafraghmaica : Melapisi diafhragma
- Pleura Mediastinalis : Melapisi mediastinum
- Pleura Cervicalis : Melapisi Apex paru
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah
kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura akan
menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura akan
mengalami peradangan.
PERDARAHAN PARU
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae bronchiales
yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang berhubungan dengan
venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan vena hemiazygos.
10

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae pulmonales.


Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke cabang-cabang
venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis ke radix pulmonis.
Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk bermuara ke dalam atrium
sinistrum cor
PERSARAFAN PARU
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan serabut
parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang caang pada paru membentuk
plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus prim. Fungsi saraf
sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat sekresi bron cus.
2. Serabut para sympatikus
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang cabang pada plexus pulmonalis
kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi tunica
muscularis

akibatnya

lumen

menyempit

dan

merangsang

sekresi

broncus,

bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.


LO.1.2 Memahami dan Menjelaskan Mikroskopis
Mikroskopis dari saluran pernafasan bagian bawah :

11

TRAKEA

Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan berkasberkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani kedua ujung bebas
tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari lumen,sedangkan
muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan penyempitan lumen trakea
akibat bekerjanya refleks batuk.

BRONKUS DAN BRONKIOLUS

12

Bronkus
Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih
Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa
sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya
epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang
menghasilkan surfaktan.
Bronkiolus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat
di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel
otot polos dan serabut elastic.
Bronkiolus respiratoris
Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel
clara dan memiliki lapisan otot polos
Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.
ALVEOLI
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng,
didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding
alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :
1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding
alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).

13

3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).
Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I

LI.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Saluran Pernafasan Bawah


Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh.
Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi
terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara
udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang
masuk.
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :
1. Menarik napas (inspirasi)
Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal). Otot-otot
tersebut diantaranya adalah M. Intercostalis Eksterna, M. Sternocleidomastoideus, M.
Serratus anterior & M. Scalenus
Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara sternum
dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik,
dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.
2. Menghembus napas (ekspirasi)
14

Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan
intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dada
menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi setelah ekspirasi normal, kita pun
masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi
yaitu muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :


1. Ventilasi
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :
1) Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda
dipermukaan bumi. Tekanan ini 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut.
2) Tekanan Intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus
3) Tekanan Intrapleura
Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga sebagai tekanan Intra toraks, yaitu tekanan
yang terjadi diluar paru. Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada tekanan
atmosfer, 756mmHg saat istirahat
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan
intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap
ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih
tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan
intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
15

disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit.
3. Transportasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat
penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas
terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula
terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.
Volume
1. Volume Tidal
Volume udara yang di inspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas normal . Nilai ratarata saat istirahat = 500 ml.
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV)
Volume udara ekstra yang dapat di inspirasi setelah dan diatas volume alun nafas normal .
Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV)
Jumlah udara ekstra yang dapat di ekspirasi oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun
nafas normal. Nilai rata-ratanya = 1100ml.
4. Volume Residu (RV)
Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Volume
ini besarnya kira-kira = 1200ml.
Kapasitas
a) Kapasitas Inspirasi (CI) KI = VCI + VT = 3500 ml

16

Jumlah udara yangdapat dihirup seseorang, dimulai dari tahap ekspirasi normal dan
selanjutya inspirasi dengan pengembangan paru yang maksimal.
b) Kapasitas Residu Fungsional (FRC) KRF = VCE + VR = 2300 ml
Jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi normal
c) Kapasitas Vital (VC) KV = VCI + VT + VCE = 4600 ml.
Jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru., setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyakbanyaknya.
d) Kapasitas Paru Total (TLC) KPT = KV + VR = 5800 ml.
Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebebsar mungkin dengan inspirasi
paksa.
Membran Pernafasan
Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di alveoli itu
sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara bersama-sama dikenal
sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler
f. Endotel kapiler
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan adalah
ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan masing-masing gas
melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya dalam membran ini dan
berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekulnya.
MEKANISME BATUK

Seluruh saluran nafas dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap
lembab oleh selapis mukosa yang melapisi seluruh permukaan. Mukus ini disekresikan
sebagian oleh sel goblet dalam epitel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar
submukosa yang kecil. Batuk yang tidak efektif dapat menimbulkan penumpukan sekret yang
berlebihan, atelektasis, gangguan pertukaran gas dan lain-lain.
Mekanisme batuk dibagi menjadi 3 fase:
17

Fase 1 (Inspirasi), paru2 memasukan kurang lebih 2,5 liter udara, oesofagus dan pita suara
menutup, sehingga udara terjerat dalam paru2
Fase 2 (Kompresi), otot perut berkontraksi, diafragma naik dan menekan paru2, diikuti pula
dengan kontraksi intercosta internus. Pada akhirnya akan menyebabkan tekanan pada paru2
meningkat hingga 100mm/hg.
Fase 3 (Ekspirasi), Spontan oesofagus dan pita suara terbuka dan udara meledak keluar dari
paru.
LI.3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium tubercolosis
LO.3.1 Memahami dan Menjelaskan Morfologi Mycobacterium tubercolosis
Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis
Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen
Spesies

Reservoir

Manifestasi Klinis Umum

M.tuberculosis

Manusia

Paru-paru dan tuberkulosis disseminate

M.leprae

Manusia

Leprosi

M.bovis

Manusia dan ternak

Penyakit mirip tuberculosis

Spesies yang potensial patogen terhadap manusia


Spesies

Reservoir

Manifestasi Klinis Umum

M.avium complex

Tanah,air,unggas,burung,te Disseminata,paru-paru,sangat
rnak,dan lingkungan
umum pada AIDS

M.kansaii

Air,ternak

Paru-paru

M.africanum

Manusia,kera

Biakan paru-paru mirip tuberculosis

M.genavense

Manusia,burung

Tidak diketahui

M.malmoense

Tidak diketahui

Paru-paru mirip tuberculosis

M.marinum

Ikan,air

Nodul subkutaneus dan abses

M.scrofulaceum

Tanah,air,makanan
lemba

M.simiae

Kera,air

Pulmonary,disseminated
pasien AIDS

M.szulgai

Tidak diketahui

Pulmonary

yang Limfadenitis servikal


pada

18

M.ulcerans

Manusia,lingkungan

Nodul dan ulcer subkutaneus

M.xenopi

Air,burung

Pulmonary

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran
panjang 1 sampai 4 dan lebar 0,2 sampai 0,8 , dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti
manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
a.
b.
c.
d.
e.

Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 15-20 menit.
Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat
Komponen Basil Tuberkel
A. Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai panjang
C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan
polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam
bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat
19

tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.
Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen:
a. Asam Mikolat hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme
tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor
penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation, lisozim
dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel PMN.
c. Wax-D merupakan komponen utama dari Freunds Complete Adjuvant (FCA) pada
envelope sel
B. Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi
tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan, setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi.
C. Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis
penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe
cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.
LO.3.2 Memahami dan Menjelaskan Siklus Hidup
Mikobacterium dalam droplet dengan diameter 1-5 m dihirup dan mencapai alveoli.
Penyakit dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organisme virulen dengan inang. Basil
virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG) bertahan hanya dalam beberapa bulan atau tahun
dalam inang yang normal. Resistensi dan hipersensitivitas inang sangat mempengaruhi
perkembang penyakit. Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2
minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37C, tidak tumbuh pada
suhu 25C atau lebih dari 40C.
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6C selama 1520 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada
dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam
suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C
selama 2 tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara
lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh
jodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin
atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada
dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan
dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.
20

IDENTIFIKASI
Identifikasi melalui pewarnaan Ziehl Neelsen
1) Siapkan sediaan yg sdh direkatkan oleh sputum
2) Fiksasi
3) Tuangi dengan Karbol fuchsin, diamkan selama 5 menit
4) Panaskan sampai keluar uap, tapi tidak sampai mendidih selama 5 menit
5) Cuci dengan air mengalir
6) Tuang dengan H2SO4 5% selama 3 detik sambil sediaan dimiringkan
7) Tuang kembali dengan alkohol 60% slm 30 detik
8) Cuci dengan air mengalir
9) Tuang dengan biru metilen, diamkan selama 1-2 menit
10) Cuci dengan air mengalir
11) Keringkan di atas kertas saring tanpa menggosoknya
12) Teteskan sedikit minyak emersi
13) Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x
Interpretasi Hasil
1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.
3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+).
4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+).
5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).
LI.4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru
LO.4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya menyerang paru-paru
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini berbentuk batang, tidak membentuk
spora dan termasuk bakteriaerob. Karena Mycobacterium tuberculosis mempunyai lapisan
dinding lipid yang tahan terhadap asam sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).

LO.4.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi


Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
21

tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M.Avium.
LO.4.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi
Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth emergency. TB
dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk
dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang
tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.
Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus
TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:
a. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang
tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju.
b. adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari
struktur usia manusia yang hidup.
c. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama di negeri-negeri miskin.
d. tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.
e. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
f. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.
LO.4.3 Memahami Dan Menjelaskan Epidemiologi TB di Indonesia
Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai
penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah
dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001,
TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di
Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya
infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin
meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
LO.4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
22

Klasifikasi Diagnosis Penyakit


Dari system lama:
a. pembagian secara patologis
1) tuberculosis primer
2) tuberculosis post-primer
b. pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
c. pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) tuberculosis minimal
terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun kedua paru,
tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) moderately advanced tuberculosis
ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga
bagian satu paru
3) far advanced tuberculosis
terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberculosis.
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:
a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif
b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan
sputum negatif
d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis dan mikrobiologis:
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :
1. Tuberkulosis paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
23

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negative
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
C. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :
Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan
pembacaan dengan skala International Union
a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
WHO 1991 berdasarkan terpai pembagi TB :
a. kategori I
1) kasus baru dengan sputum +
2) kasus baru dengan bentuk TB berat
b. kategori II
1) kasus kambuh
2) kasus gagal dengan sputum BTA +
c. kategori III
24

1) kasus BTA dengan kelainan paru yang tidak luas


2) kasus TB ekstrea paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik
LO.4.5 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi

25

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalammakrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer
merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh
hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa
inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti.
Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler
telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
26

yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan
dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada
bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut
sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju
adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru
sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan
bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Focus
potensial di apeks paru sebagia focus SIMON. Bertahun-tahun kemudian bila daya tahan
tubuh penjamu turun focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi TB di organ
terkait misalnya meningitis, TB tulang dll.

LO.4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis


Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau bahkan tanpa keluhan sama
sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah:
a. Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadangkadang panas badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam bersifat hilangtimbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat-ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
b. Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronchus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar dari saluran pernapasan. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif

27

(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas. Sesak napas akan ditemukan bila penyakit sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e. Malaise. Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan hilang-timbul secara tidak
teratur.

Gejala khusus:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

LO.4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding


DIAGNOSIS TUBERKULOSIS
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.

ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
28

badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki
basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan
dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan
auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional,
yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

29

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:


1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif
2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif.
Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

30

SUSPEK TB PARU

Pemeriksaan Penunjang Lain


Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:
1.
2.
3.
4.

Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric


Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta
positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit
dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)
kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum
abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
31

terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk
dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa
Tes Serologi
Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah
Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran
serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses
tuberkulosis masih aktif.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
32

f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia


g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia
LO.4.8 Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana & Pencegahan
FARMAKOTERAPI
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan lanjutan (4-7
bulan)
d. Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi
obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam
2 bulan
e. Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

Jenis OAT

Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamid (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)

Sifat

Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostatik

Dosis
yang
(mg/kg)
Harian
5 (4-6)
10 (8-12)
25 (20-30)
15 (12-18)
15 (15-20)

Direkomendasikan
3x seminggu
10 (8-12)
10 (8-12)
35 (30-40)
15 (12-18)
30 (20-35)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.
Isoniazid (INH)
33

a. Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya


terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
b. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium.
c. Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah
berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
d. Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit.
Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,
methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
e. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup
10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk
TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti
bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak <4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari.
Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.
Rifampisin
a. Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gramnegatif.
b. Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya
menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis
RNA.
c. Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 24 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan.
Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan
tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja,
ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah
ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
e. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula
tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin.
Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa
dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari
50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimum 600 mg/hari.
Etambutol
a. Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.

34

b. Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak
dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan
kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan,
biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang,
dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah
pada 50% pasien.
d. Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur
dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan
sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama,
kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.
Pirazinamid
a. Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.
b. Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya
terutama melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi
asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga
disuria, malaise, dan demam.
d. Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB
sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.
Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah
masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada
dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala
sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien
yang fungsi ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB
secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
Etionamid
a. Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human
pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
b. Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar
terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi
cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
c. Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural,
depresi mental, mengantuk dan asthenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu
dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk
mengurangi iritasi lambung.
35

Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1
g/mL.
b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80%
di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan
darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.
Sikloserin
a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan
menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8
jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 26 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit
kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling
baik dalam plasma 25-30 g/mL.
Kanamisin dan Amikasin
a. Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.
b. Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr,
atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg
2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.
Efek samping ringan OAT
Efek Samping
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut

Penyebab
Rifampisin

Nyeri sendi
Kesemutan s/d rasa terbakar pada kaki

Pirasinamid
INH

Kemerahan pada air seni

Rifampisin

Gatal dan Kemerahan

Semua jenis
OAT
streptomisin
streptomisin
Hampir
semua OAT
Hampir
semua OAT
Etambutol

Tuli
Gangguan Keseimbangan
Ikterus tanpa sebab lain
Bingung dan muntah-muntah
Gangguan Penglihatan

Penatalaksanaan
Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Beri Aspirin
Beri Vitamin B6 (Piridoxin)
100mg/hr
Perlu penjelasan ke pasien
Ikuti petunjuk pelaksanaan
Hentikan,ganti dengan Etambutol
Hentikan,ganti dengan Etambutol
Hentikan,sampai menghilang
Hentikan,segera tes fungsi hati
Hentikan
36

Purpura dan renjatan (syok)

Rifampisin

Hentikan

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3). Panduan OAT ini diberikan untuk:


1. Pasien baru TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru
Dosis panduan OAT-KDT kategori 1
Berat Badan
Tahap intensif tiap hari
selama
56
hari
RHZE
(150/75/400/275)
30-37 kg
2 tablet 4KDT
38-54 kg
3 tablet 4KDT
55-70 kg
4 tablet 4KDT
70 kg
5 tablet 4KDT

Tahap lanjutan 3
seminggu
selama 16 minggu
(150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT

kali
RH

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 1


Tahap pengobatan

Lama pengobatan

Dosis /hr/kali
Tablet
Isoniazid
@300mgr

Intensif
Lanjutan

2 bulan
4 bulan

1
2

Kaplet
Rifamp
isin
@450m
gr
1
1

Tablet
Pirazi
namid
@500
mgr
3
-

Tablet
Etambutol
@250mgr

3
-

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
1. Kambuh
2. Gagal
3. Dengan pengobatan setelah putus berobat
Dosis panduan OAT-KDT kategori 2
BB

30-37 kg

38-54 kg

Tahap intensif tiap hari


(150/75/400/275)+S
56 hari
28 hari
2
tab 2 tab 4KDT
4KDT+750mg
streptomisin
inj.
3
tab 3 tab 4KDT
4KDT+500mg

RHZE Tahap lanjutan 3 x smgg RH


(150/150)+E(400)
20 mgg
2 tab 2KDT+2 tab Etambutol

3 tab 2KDT+3 tab Etambutol

37

55-70 kg

71 kg

streptomisin
inj.
4
tab 4 tab 4KDT
4KDT+1000m
g streptomisin
inj.
5 tab 4KDT+ 5 tab 4KDT
1000mg
streptomisin
inj.

4 tab 2KDT
Etambutol

tab

5 tab 2KDT
Etambutol

tab

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 2

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS


1. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan
dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu danbayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk KB),
sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya
mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen
dosis tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
38

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan pasien TB
yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution(Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK
untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi
terhadap infeksi HIV perlu dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing
= Konsul sukareladengan test HIV).
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb
sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H)selama 6 bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak diberikan
dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.Pasien
dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan
dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT
yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral
anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi
retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.
9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa pasien
seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.

39

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian diturunkan
secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
10. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara
konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulangyang disertai kelainan
neurologik.
PENCEGAHAN
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment dari TBC,
maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun
hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan
sebelumnya yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :
1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara nasional dan
internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua penderita atau
berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host
tambahan dan Environment
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan
tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC
yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC
sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan
tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang
paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan
imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan
dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan
investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan
memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan
menghindari tekanan psikis.
40

c.

Pencegahan Tersier

Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan


diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis,
rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan
kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial
dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.
LO.4.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi
Pada penderita TB sering terjadi komplikasi dan resistensi. Komplikasi berikut sering terjadi
pada penderita stadium lanjut :
1. Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan
fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
3. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian. ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
5. Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak sesuai.
Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak sesuai atau tidak
patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena mutu obat yang dibawah
standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang biasa dipakai sesuai pedoman
pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.

LO.4.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis


a. Ad vitam: ad bonam
Prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada pasien ini bukan kondisi yang
berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu pemeriksaan lebih lanjut apakah pada pasien
terdapat infeksi HIV atau tidak.
b. Ad sanationam: dubia ad malam
Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan oleh
pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic pada foto
Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien sebelumnya tidak tuntas.
Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan membuat kuman TB menjadi resisten.
c. Ad fungsionam: dubia ad malam

41

Penyakit TB paru biasanya meninggalkan tanda mata berupa kalsifikasi dan jaringan
fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini terlihat
pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan berubah menjadi
jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya kembali berfungsi
normal
LI. 5 Memahami Dan Menjelaskan Program Pemerintah Untuk Tuberculosis
Dewasa ini upaya penanggulangan TB dirumuskan lewat DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse = pengobatan disertai pengamatan langsung). Strategi ini terbukti
keberhasilannyadiberbagai tempat. Di Indonesia, konsep strategi DOTS mulai diterapkan
tahun 1995 (Depkes RI,1999). Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan di sarana-sarana
Kesehatan Pemerintah dengan Puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan program.
Pengobatan ini dilakukan secara gratis kepada golongan yang tidak mampu.
Secara garis besar srategi DOTS, terdiri dari lima komponen, yaitu (WHO, 1998) :
1. Komitmen
Komitmen bersama untuk mengibati penerita TB (terutama komitmen politik). Dalam hal ini
pemerintah membentuk gerakan terpadu nasional penanggulangan tuberculosis (Depkes RI,
2000). Gerakan terpadu Nasional penanggulangan tuberculosis (Gerdunas TB) adalah
gerakan multi sektor dalam multi komponen dalam masyarakat yang terkait. Tujuan
GerdunasTB adalah mengkoordinasikan manajemen program pemberantasan tuberculosis
(P2TB) secara lintas bidang dan elibatkan sektor lain yang bersedia aktif dalam P2TB
(Depkes
RI,
2000).
Adapun struktur organisasi Gerdunas TB adalah sebagai berikut:

Sumber : Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberculosis (Depkes RI,1999)


1. Diagnosis dengan pemeriksaan sputum
Dalam program nasional penanggulangan tuberculosis, pemeriksaan
diagnosis dengan sputum untuk penemuan tersangka TB dilakukan secara
pasif (passive casefinding), yaitu penjaringan tersangka dilaksanakan
pada penderita yang berobat keunit pelayanan kesehatan dengan
penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan dan masyarakat. Semua
yang kontak dengan penderita TB Paru BTA positif dan memiliki gejala
yang sama harus segera diperiksa sputumnya (Depkes RI,2000).
2. Pengawas Menelan Obat
Permasalahan utama dalam program eliminasi TB adalah ketidak patuhan
penderita untuk minum obat. Untuk mengatasi permasalahan ini, WHO
mengembangkan metode DOT (directly observed treatment) atau
pengawas menelan obat (Grange & Zumlah, 1999).
DOTS pada prinsipnya menekankan upaya mengawasi secara langsung
penderita menelan obat setiap harinya oleh DOT atau pengawasan
menelan obat (PMO). PMO inilah yang bertanggungjawab kelangsungan
42

minum obat. PMO adalah orang pertama yang selalu berhubungan dengan
penderita sehubungan dengan pengobatannya. PMO yang mengingatkan
untuk minum obat, mengawasi sewaktu menelan obat, membawa
kedokter untuk kontrol berkala, dan menolong pada saat ada efek
samping (Depkes RI,2000).
3. Jaminan Ketersediaan Obat
Panduan obat yang efektif merupakan elemen pokok dari strategi DOTS
yang dapat menjamin kesembuhan penderita TB dan mencegah MDR.
Untuk itu diperlukan jaminan kelangsungan ketersediaan obat (Nunn &
Enarson, 1994). Panduan obat yang dorekomendasikan oleh WHO,
IULTD, The British Thoracic Assosiation End The American Thoracic
Soceity adalah regimen pengobatan jangka pendek (Chan et al., 1993;
Manalo et al., 1990).
Menjelaskan P2MTB dan PMO
Pemberantasan Tuberkulosis Paru (P2 TB-Paru), melaksanakan strategi baru
secara bertahap. Kebijaksanaan ini diambil berdasarkan Evaluasi program TB-Paru
yangdilaksanakan bersama oleh Indonesia dan WHO pada April 1994, Lokakarya
NasionalProgram P2 TB-Paru pada September 1994, Dokumen Perencanaan (Plan
of Action) pada bulan September 1994. Dengan strategi baru manajemen ditekankan
di DaerahTingkat II. Untuk itu perlu diterbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknisoperasional dan sasaran 5 tahun pada bulan Februari 1995 sebagai realisasi
dokumen perencanaan
Pokok pokok pencegahan TB Paru
a. Pelaksana program adalah Kelompok Puskesmas Pelaksana yang terdiri
dariPuskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Puskesmas Satelit (PS).
Diagnosishanya dilakukan di PRM, PS hanya membuat slide serta memfiksasi
saja.
b. Pencarian penderita dilakukan secara pasif di sarana kesehatan. DiagnosisBTA
secara mikroskopis bila ditemukan kuman dengan 3 kali pemeriksaan
dahak yang berbeda (dahak sewaktu, pagi dan sewaktu) dan paling sedikit 2
kali positifdisebut kasus BTA(+)
c. Kasus BTA() bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative
tapi pada pemeriksaan Rntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d. Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan
mikroskop binokuler.
e. Tipe kasus dibedakan kasus banu, kasus kambuh/gagal, kasus BTA()
tapiRontgen
f. Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan
dua bulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow
up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali (dahak sewaktu dari pagi).
g. Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat(3
bulan sekali).
h. Pengawasan
langsung
keteraturan
berobat
(DOTS
:
Directly
ObservedTreatment Short- Course) oleh petugas kesehatan atau keluarganya.
PMO Sebaiknya adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,perawat,
pekarya sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bilatidak ada petugas kesehatan
43

yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota
PPTI, PKK atautokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Persyaratan PMO
a. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik olehpetugas kesehatan
maupun penderita.
b. Disegani dan dihormati oleh penderita.
c. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita.
d. Bersedia membantu penderita dengan sukarela.
e. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
penderita.
Tugas seorang PMO
Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secarateratur sampai selesai
pengobatan.
a. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobatteratur.M
b. Mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahakpada waktu yang telah
ditentukan.
c. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang mempunyai
gejala-gejala tersangka TBC untuksegera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan.[www.medicastore.com]

LI.6 Memahami Dan Menjelaskan Etika Batuk Dalam Islam


Kebiasaan batuk yang salah.
Tidak menutup mulut saat batuk atau bersin di tempat umum.
Tidak mencuci tangan setelah digunakan untuk menutup mulut atau hidung
saat batuk dan bersin.
Membuang ludah sudah batuk disembarang tempat.
Membuang atau meletakkan tissue yang sudah dipakai disembarang tempat.
Tidak menggunakan masker saat flu atau batuk.
Cara batuk yang benar
Hal-hal perlu anda perlukan:
Lengan baju
Tissue
Sabun dan air
Gel pembersih tangan
Langkah 1
Sedikit berpaling dari orang yang ada disekitar anda dan tutup hidung dan mulut anda
dengan menggunakan tissue atau saputangan atau lengan dalam baju anda setiap kali
anda merasakan dorongan untuk batuk atau bersin.
Langkah 2
Segera buang tissue yang sudah dipakai ke dalam tempat sampah.
Langkah 3

44

Tinggalkan ruangan/tempat anda berada dengan sopan dan mengambil kesempatan


untuk pergi cuci tangan di kamar kecil terdekat atau menggunakan gel pembersih
tangan.
Langkah 4
Gunakan masker
Tips & Peringatan
Ajarkan anak-anak cara yang tepat untuk batuk dan bersin untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit di udara.
Bersin pada lengan baju bagian dalam adalah cara penting untuk membantu
mengurangi penyebaran penyakit udara di seluruh dunia.
Jika menggunakan tissue, itu hanya boleh digunakan sekali dan diikuti segera
dengan mencuci tangan dan membuang tissue pada tempat sampah.
Artinya :Diriwayatkan dari Malik Al Asyari dia berkata, Rasulullah saw.
bersabda : Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat
memenuhi mizan (timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi
kolong langit dan bumi, dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan
sabar adalah sinar, dan Al Quran adalah pedoman bagimu. (HR. Muslim).

DAFTAR PUSTAKA

Raden, Inmar. 2014. Anatomi Kedokteran Sistem Respirasi. Jakarta: Bagian Anatomi FKUY
Sudoyo,Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Publishing
Gunawan, Sulistia Gan. 2008. Farmakologi dan Terapi. Ed 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Ganong, William F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 22. Jakarta : EGC.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis. 2007. Departemen Kesehatan Republic
Indonenesia. Bakti Husada.
Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC.
Raden, Inmar. Anatomi Kedokteran Sistem Respiratorius. Jakarta : Universitas Yarsi
45

Kuehnel. Color Atlas of Cytology, Histology, and Microscopic Anatomy. 4th ed Stuttgart:
Thieme; 2003. p. 340-51.
Brooks, Geo F, Janet S. Butel, Stephen A Morse. 2008. Jawetz, Melnick,& Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran. ed.23, ab. Huriawati Hartanto, dll. Jakarta: EGC.

46

Anda mungkin juga menyukai