Anda di halaman 1dari 27

CASE BASED DISCUSSION

SEORANG ANAK PEREMPUAN DENGAN KEJANG DEMAM


SEDERHANA DAN GIZI BAIK
Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak

Disusun
Oleh:
Nurlena
Azizah
01.209.597
2

Pembimbing:
dr. Saiful Mujab, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: Nurlena Azizah

NIM

: 01.209.5972

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat

: Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian

: Ilmu Kesehatan Anak

Judul

: Seorang Anak Perempuan Dengan Kejang Demam Sederhana, dan


Gizi Baik

Demak, 22 Oktober 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sunan Kalijaga Kab. Demak

Pembimbing

dr. Saiful Mujab, Sp.A

BAB I
PENDAHULUAN
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering ditemukan pada
anak, dengan insiden 2-5%. Sebagian besar kasus kejang demam merupakan
kompetensi dokter umum, dan tidak perlu dirujuk ke dokter anak, dokter saraf, atau
dokter saraf anak. Sebagian kecil kasus mempunyai masalah pada tatalaksana dan
prognosis yang kurang baik sehingga perlu dirujuk.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstra kranial. Menurut
consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan
dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.
Secara

umum

berdasarkan manifestasi kejang, kejang demam dibagi

atas kejang demam sederhana (simple febrile convulsion) dan kejang demam
kompleks (complicated/complex febrile seizure). Kejang demam sederhana
merupakan kejang yang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh > 38 (suhu
rektal), kejang terjadi secara umum dan tonik-klonik, berdurasi < 15 menit, frekuensi
kejang 1 kali dalam 24 jam, diiringi dengan mengantuk pada periode postiktal
singkat. Kejang demam kompleks merupakan kejang demam yang berdurasi > 15
menit, terjadi secara fokal maupun multipel. Kejang yang terjadi lebih dari 1 kali
pada satu episode demam juga diklasifikasikan sebagai kejang demam kompleks.
Tatalaksana kejang demam terbagi atas 3 hal, yaitu pengobatan fase akut, mencari
dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang
demam.

BAB II
3

LAPORAN KASUS

A.

IDENTITAS
Nama

: An. ST

Umur

: 1 tahun 8 bulan

Jenis Kelamin : perempuan

B.

Anak

: Kedua

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Dempet_Demak

Nama Ibu

: Ny. S

Umur

: 32 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMA

Nama Ayah

: Tn. P

Umur

: 38 tahun

Pekerjaan

: Karyawan

Pendidikan

: SMA

Bangsal

: Dahlia

No. CM

: 05-23XX

Masuk RS

: 11/ 10 / 15 jam 18.00 WIB dari IGD

ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu penderita di bangsal Dahlia RSUD Sunan Kalijaga
dilakukan pada hari minggu tanggal 11 oktober 2015 pukul 20.00 WIB.
1. Keluhan Utama : kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk RS

Dua hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien mengatakan anak
demam tinggi terus-menerus, tidak naik turun. Pasien batuk, namun tidak
terdapat dahak, disertai pilek dengan ingus berwarna jernih. BAK dalam
batas normal, anak tidak rewel. BAB dalam batas normal. Ibu pasien
menyangkal adanya keluhan mimisan, bintik merah pada kulit, dan
muntah.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anak
kejang 1 kali selama 10 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Saat kejang kedua tangan dan kaki kaku, diikuti kelojotan, dan mata
mendelik ke atas. Sebelum kejang anak sadar, saat kejang anak tidak
sadar, tidak respon ketika dipanggil. Setelah kejang anak menangis. Ibu
menyangkal pasien susah membuka mulut atau makan. Keluhan batuk
pilek masih ada, panas dirasakan masih tinggi dan belum diberi obat
penurun panas. Karena khawatir dengan kondisi anaknya, ke esokan
harinya ibu membawa anak ke IGD.
Saat di RS ibu mengeluhkan anak nya masih panas namun tidak terlalu
tinggi, dan tidak disertai kejang. Keluhan batuk pilek masih ada. BAK
dalam batas normal, anak tidak rewel. BAB dalam batas normal. Ibu
pasien menyangkal adanya keluhan mimisan, bintik merah pada kulit,
dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami demam tinggi ataupun kejang.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

5. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah bekerja sebagai karyawan, Ibu sebagai Ibu Rumah Tangga.
Penghasilan rata-rata Rp 1.000.000 per bulan. Memiliki 2 orang anak yang
belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS PBI.
Kesan : Tingkat sosial ekonomi kurang.
6. Riwayat Imunisasi :
BCG

: 1 x (2 bulan)

DPT

: 3 x (2, 4, 6 bulan)

Polio

: 4 x (0, 2, 4, 6 bulan)

Campak

: 1x (9 bulan)

Hepatitis B

: 4 x (0, 2, 4, 6 bulan)

Kesan : Riwayat imunisasi dasar lengkap sesuai umur menurut ibu


penderita.
7. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Senyum-senyum

: 2 bulan

Tengkurap

: 3 bulan

Angkat kepala

: 4 bulan

Duduk

: 6 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Berbicara 1 kata

: 12 bulan

Denver II :
Personal Sosial

: cuci dan mengerngkan tangan, gosok gigi dengan


bantuan, memakai baju

Motorik Halus

: menata dari 4 kubus, menara dari 4 kubus


6

Bahasa

: bicara dengan mengerti, menunjuk 4 gambar, bagian


badan dan menyebut 1 gambar, kombinasi kata,
menunjuk 2 gambar

Motorik Kasar

: melempar bola lengan ke atas, melompat.

BB Lahir : 3100 gram , PB Lahir : 49 cm


BB sekarang : 10 kg

Riwayat Makan dan Minum

0 6 bulan : ASI eksklusif

6 9 bulan : ASI, susu formula, bubur saring, nasi tim, pisang. anak makan

3 kali sehari mangkok kecil habis dimakan.


9 bulan 12

ASI, susu formula, bubur saring, nasi tim, daging

cincang, anak makan 3 kali sehari.


12 bulan-sekarang : ASI, susu formula, dan makanan keluarga. anak makan

3 kali sehari mangkok kecil habis dimakan.


Kesan :
ASI eksklusif
PASI sesuai
Kuantitas dan kualitas cukup
8. Riwayat Perinatal
1.

Pemeliharaan Perinatal
Periksa kandungan

: di bidan 4 kali, TT 2 kali.

Penyakit kehamilan

: perdarahan selama kehamilan (-)

Obat yang diminum

: Vitamin C, tablet tambah darah, tablet


kalsium

Jamu-jamuan

: (-)

2. Riwayat Kelahiran
Lahir di

: bidan

Ditolong oleh

: bidan

Lama dalam kandungan : 39 minggu


Jenis partus

: spontan

BB waktu lahir

: 3100 gram

PB waktu lahir

: 49 cm

3. Pemeriksaan Post Natal

Periksa

: di Posyandu

Keadaan anak

: baik

Imunisasi

: di Bidan

4. Riwayat KB orang tua : Anak I tidak menggunakan KB


C.

PEMERIKSAAN FISIK
(hari senin Tgl. 11 pukul 20.30 WIB di bangsal Dahlia RSUD Sunan Kalijaga)

1.

Status umum
Umur

2.

: 1 tahun 8 bulan

BB

: 10 kg

PB

: 76 cm

Keadaan umum

:composmentis, aktif, tampak sakit ringan, status gizi

baik
Tanda Vital

Nadi

: 120 x/menit, isi dan tegangan cukup

HR

: 120 x/meniT

RR

: 32 x/menit

Temperatur : 38,3 C aksiler

Keadaan tubuh
Anemik : (-)
Sianotik : (-)
Ikterik

: (-)

Turgor

: baik

Tonus

: dalam batas normal

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut


Kulit

: petechie (-)

Oedema : (-)

10

Dyspnoe : (-) retraksi (-)


Kepala

Mesocephal, Rambut hitam dan tidak mudah dicabut.

UUB

: sudah menutup, tidak cekung.

Mata

: konjungtiva palpebra anemis -/-, ikterik -/-, edem palpebra

-/-, cowong -/-, bercak bitot -/-, ulkus kornea -/-,

Hidung

: napas cuping (-), epistaksis (-), sekret (-).

Telinga

: sekret (-), normotia, nyeri (-)

Mulut

: sianosis (-), gusi berdarah (-), sariawan (-)

Bibir

: kering (-), mukosa dalam sianosis (-)

Selaput lendir: kering (-)

Lidah

: kotor (-), tremor (-)

Gigi

: karies (-)

Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis(-)

Leher

: Pembesaran KGB (-)

Dada
Paru
Inspeksi

: simetris, retraksi (-)

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangan paru

AuskultasI

suara dasar

: vesikuler +/+ di seluruh lapangan paru

suara tambahan : ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V 2 cm ke medial , tidak


kuat angkat, dan tidak melebar

11

Perkusi

Batas kiri

: SIC V 2 cm ke medial

Batas atas

: SIC II LPS sinistra

Batas kanan

: SIC II LPS dextra

Auskultasi

: BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, supel,

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani

Palpasi

: Nyeri tekan (-), turgor < 2 detik

Hepar

: tidak teraba

Lien

: Tidak Teraba

Alat kelamin : dalam batas normal


Kelenjar : Pembesaran KGB (-)
Anggota gerak
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capp. Refill

< 2

Gerakan

+N / +N

Kekuatan
Reflek fisiologis

+N / +N

5/5

5/5

+N / + N

+N / +N

Reflek patologis

-/-

Tonus

+N/+N

Klonus

< 2

-/+N/+N
-/-

Pemeriksaan Neurologis

12

Rangsang Meningeal:
Kaku kuduk

: negatif

Brudzinsky I IV

D.

Neck sign

: negatif

Cheek sign

: negatif

Symphisis sign

: negatif

Leg sign

: negatif

Kernig sign

: negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Lab darah
Jenis

Pemeriksaan
Hb (gr%)
Ht (%)
Leukosit (/mm3)
Trombosit(/mm3)
LED
Basofil
Eosinofil
N. batang
N. segmen
Limfosit
Monosit
Elektrolit
Kalsium (mg/dl)
Natrium (mEq/L)
Klorida (mEq/L)
Kalium (mEq/L)
Magnesium
(mEq/L)

11 oktober 2015

Nilai normal

12,8
33
8.600
271.000
10/25
0
0
0
28
25
4
Hasil Lab

10,5-13
33-42
6.000-17.500
250.000-600.000
L<14, P<20
0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8

(tanggal 11-10-

Nilai normal

2015 )
9,46
135,37
104,73
5,21

9 -11,5
135-145
98-120
3,5-5,5

1,8

1,5-2,5

13

E. PERIKSAAN STATUS GIZI


Status Gizi Antropometri NCHS WHO
Perempuan : BB = 10 kg, PB = 76 cm, umur 1 thn 8 bulan
WAZ = BB median = 10 - 11,8= - 1,5 ( berat badan normal)
SD

1,2

HAZ = TB median = 76 84,2 = - 2,6 ( perawakan pendek )


SD

3,1

WHZ = BB median = 10 10= 0 (gizi baik )


SD

0,8

Kesan :

Berat Badan normal

Perawakan pendek

Status Gizi baik

E. RINGKASAN
Ibu pasien mengatakan anak demam tinggi terus-menerus, tidak naik
turun. Pasien batuk, namun tidak terdapat dahak, disertai pilek dengan
ingus berwarna jernih. BAK dalam batas normal, anak tidak rewel. BAB
dalam batas normal. Ibu pasien menyangkal adanya keluhan mimisan,
bintik merah pada kulit, dan muntah.

14

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengatakan anak
kejang 1 kali selama 10 menit dan tidak berulang dalam waktu 24 jam.
Saat kejang kedua tangan dan kaki kaku, diikuti kelojotan, dan mata
mendelik ke atas. Sebelum kejang anak sadar, saat kejang anak tidak
sadar, tidak respon ketika dipanggil. Setelah kejang anak menangis.

Daftar Masalah
No
1

Masalah aktif
kejang

Tanggal
11-10-2015

No
1

Masalah Pasif
Tanggal
Kesan sosial ekonomi 11 - 10-2015
kurang

2
3
4

Febris
Batuk
Pilek

11-10-2015
11-10-2015
11-10-2015

G.

DIAGNOSA BANDING :

H.

DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama

: Kejang Demam Sederhana

2. Diagnosis komorbid

:-

3. Diagnosis komplikasi
4. Diagnosis gizi

:: gizi bai

5. Diagnosis sosial ekonomi : kurang

15

6. Diagnosis Imunisasi
7. Diagnosis Pertumbuhan

: imunisasi dasar lengkap


: normal

8. Diagnosis Perkembangan
I.

: normal

INITIAL PLAN
IP Dx : Subyektif
Obyektif

:: dianjurkan lumbal pungsi

IP Tx :
Inf.RL 12 tpm
Inj. PCT 3x100 mg iv
Po. Luminal 3x15 mg
IP Mx :
Keadaan Umum
Tanda Vital (Nadi, RR, suhu)
IP Ex :
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis
yang baik
Menjelaskan pada orang tua tentang bagaimana tahapan penanganan
pertama kejang demam di rumah, yaitu:
Saat anak kejang, dibawa ke tempat yang aman
Tetap tenang dan tidak panik
Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun
kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu kedalam
mulut
Kompres dengan air hangat seluruh badan untuk menurunkan
panas
Jika anak sadar, beri penurun panas
Ukur suhu, amati dan catat lama dan bentuk kejang
Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti

16

Segera bawa anak ke pelayanan kesehatan terdekat

Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali jika anak mengalami demam. Dan

diberikan paracetamol jika panas.


Menjelaskan kepada orang tua efek samping dari terapi untuk mencegah rekurensi

efektif tetapi harus diingat efek samping seperti mengantuk, depresi pernapasan.
Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan yang merangsang

seperti berpengawet, berpemanis


Kompres hangat apabila anak panas
Menjelaskan kepada orang tua untuk menghindari faktor pencetus seperti kelelahan,
makan dan minum jajan sembarangan, agar terhindar dari demam yang menyebabkan
kejang.

G.

PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal lebih dari 38OC) akibat suatu proses ekstra kranial. Menurut
consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan

17

dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab
tertentu.(1)
1.2. Klasifikasi
Menurut ILAE, Commision on Epidemiology and prognosis.
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)

Berlangsung singkat (< 15 menit)

Umumnya akan berhenti sendiri

Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik tanpa gerakan


fokal

Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam

Merupakan 80% diantara seluruh kejang demam

2. Kejang demam komplek (complex fibrile seizure)

Kejang lama > 15 menit

Kejang fokal satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial

Berulang atau lebih dari 1 x dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. 4,5
Selain klasifikasi diatas, terdapat juga klasifikasi lain, yaitu klasifikasi
Livingston. Klasifikasi ini dibuat karena jika anak kejang maka akan timbul
pertanyaan, dapatkah diramalkan dari sifay dan gejala mana yang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk menderita epilepsi. Livingston (1954) membagi
kejang demam atas 2 golongan:
-

Kejang demam sederhana (simple febrile convulsion)


Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsy triggered off by fever)

18

Modifikasi Livingston diatas dibuat utuk diagnosis kejang demam sederhana


adalah:
-

Umur anak ketika kejang adalah 6 bulan dan 4 tahun


Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 5 menit
Kejang bersifat umum
Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
Permeriksaan saraf sebelumnya dan sesudah kejang normal
Pemeriksan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukkan kelainan


Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. 5

1.3. Faktor Resiko


Faktor resiko kejang demam pertamanya yang penting adalah demam. Ada
riwayat kejang keluarga yang kuat pada saudara kandung dan orang tua,
menunjukkan kecenderungan genetik. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak akan
mengalami tiga kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia
dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperaturnya yang
rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.5
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Fakor
resiko menjadi epilepsy adalah:
1. Kelainan neurologis
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung 5
1.4. Epidemiologi
Kejang demam adalah penyebab demam tersering pada anak-anak. Angka
kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di AS, Amerika Serikat, dan Eropa Barat.
Di Asia dilaporkan angka kejadiannya lebih tinggi dari 10-15%. Peack incidence
pada usia 14-18 bulan. Kejang demam agak lebih sering dijumpai pada anak laki
daripada perempuan, dengan perbandingan 1,4 dan 1,2:1. Predisposisi genetik
diperkirakan berperan pada penderita kejang demam yang memiliki saudara kandung
dan orang tua dengan riwayat kejang demam. Gen yang diperkirakan memiliki
19

peranan penting adalah gen pada kromosom 19p dan 8p13-21. Pola pewarisannya
adalah denga cara autosomal dominan. 3-5
1.5. Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebabnya kejang demam. Demam
sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi
saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang
tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. 35

1.6. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energy yang didapat dari metabolism. Bahan buku untuk metabolism otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan keotak melalui sistem
kardiovaskuler. Jadi sumber energy otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. 5
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
Natrium (Na+) dan elekrolit lainnya, kecuali ion klorida (CI-). Akibatnya konsentrasi
K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam
dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
ini dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan
energy dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. 5
Keseimbangan potensial membrane ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau
aliran listrik dari sekitarnya.

20

3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau


keturunan. 5
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kanaikan
metabolism basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terhadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel
tetangganya dengan bantuan

bahan yang disebut neuretransmiter dan terjadilah

kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari
tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang demam yang
rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang. 5,6
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhann oksigen dan
energi untuk kontraksi oto skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan metabolism anaerobik, hipotensi aterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan
meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolism otak
meningkat. Rangkaian terjadi di atas adalah faktor peyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan
21

permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel
neuron otak. 5,6
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan
kejang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi
serangan epilepsy yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy.
1.7. Manifestasi klinis
Tejadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat, misalnya tonsillitis, otitis media akuta, bronchitis, flurunkulosis
dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang
berhenti anak tidak member reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberpa detik
atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. 5,6
Gambaran klinis yang dapat dijumpai pada pasien kejang demam adalah:

Suhu tubuh mencapai 39oC

Anak sering hilang kesadaran saat kejang

Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan
mulai kaku, bagian tubuh anak menjadi berguncang. Gejala kejang bergantung
pada jenis kejang

Kulit pucat dan mungkin menjadi biru

Serangan terjadi beberapa menit setelah itu anak sadar 5,6

1.8.

Penatalaksanaan
1. Saat Kejang
Dalam keadaan kejang obat yang paling cepat dalam menghentikan
kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosisnya

22

adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit


atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. diazepam
dalam bentuk rectal dapat diberikan di rumah saat kejang. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk
anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk di atas usia 3 tahun. Kejang
yang belum berhenti dengan diazepam rektal dapat diulangi dengan cara
dan dosis yang sama dalam interval waktu 5 menit. 7
Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih kejang dianjurkan ke rumah
sakit dan dapat diberikan diazepam intravena dosis 0,3-0,5 mg.kg. 7
Bila kerja masih belum berhenti diberikan fenitoin intravena dengan
dosis awal 10-20 mg/kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/kg/ menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah
4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan telah
berhenti pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang
demamnya dan faktor resikonya.7
2. Saat demam
Pemberian obat saat demam dapat digunakan antipiretik dan anti
konvulsan. Antipiretik sangat dianjurkan walaupun tidak ada bukti
bahwa penggunaannya dapat mengurangi resiko terjadinya kejang
demam. Dapat diberikan asetamenofen berkisar 10-15 mg/kg/kali
diberikan 3 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5-10
mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. 7
Pmekainan diazepam oral dosis 0,3 mg/kgbb setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang, dapat juga diberikan
diazepam rektal 0,5 mg/kbgg setiap 8 jam pada suhu >38,5C.
Fenobarbital, karbamazepin, denitoin pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam. 7
3. Pengobatan rumatan

23

Pengobatan rumatan yang diberikan bila kejang demam menunjukkan


cirri sebagai berikut:
-Kejang lama > 15 menit
-Adanyan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, cerebral palsy, retradasi mental, hidrosefalus.
-Kejang fokal
-Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
o Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
o Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
o Kejang demam dalam 4 kali pertahun. 7
Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valporoat dengan dosis 15-40
mg/kgbb/hari 2-3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah 1 tahun bebas
1.9.

kejang lalu dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. 7


Komplikasi

Kejang demam berulang


Sekitar sepertiga dari semua anak dengan pengalaman berulangnya kejang
demam sejak kejang demam pertama. 8

Faktor risiko kejang demam berulang antara lain sebagai berikut:


o

Usia muda pada saat kejang demam pertama

Relatif rendah demam pada saat kejang pertama

Keluarga riwayat kejang demam

Durasi singkat antara onset demam dan kejang awal

Beberapa kejang demam awal selama episode yang sama

Pasien dengan semua 4 faktor risiko yang lebih besar dari 70% kemungkinan
kekambuhan. Pasien dengan tidak ada faktor risiko memiliki kurang dari 20%
kemungkinan kekambuhan. 8

Epilepsi
Ada beberapa faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:
Kejang demam kompleks

24

Faktor yang merugikan lain berupa kelainan status neurologi sebelum


kejang demam pertama (misal: serebral palsy atau retardasi mental)
Onset kejang demam pertama pada umur < 1 bulan
Riwayat epilepsi atau kejang afebris pada orang tua atau saudara
kandung
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, maka dikemudian
hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila
hanya terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa
demam hanya 2%-3% saja. 8
1.10.

Prognosis

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik. Dari


penelitian yangada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara 25%-50%, yang
umumnya terjadi pada6 bulan pertama. Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin
dan riwayat keluarga, Lennox-Buchthal(1973) mendapatkan:
-

Pada anak berumur <13 tahun, terulangnya kejang demam pada wanita 50% danpria

33%
Pada anak berumur 14 bulan-3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang,terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang
25%

1.11.

Pencegahan

Edukasi pada Orang Tua


- Menyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis yang
baik
- Memberitahukan cara penanganan kejang
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
- Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tetapi harus
diingat adanya efek samping obat. 7,8

25

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neurologi. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI, 2008.
2. Kimia A, Ben-Joseph EP, Rudloe T, Capraro A, Sarco D, Hummel D, Johnston
P, Harper MB. Yield of Lumbar Puncture Among Children Who Present With
Their First Complex Febrile Seizure. Pediatrics 2010;126;62-69.
3. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:Balai
Penerbit FKUI; 2010. h. 7-146
4. Rudolph AM, editors. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC;
2007.h.2160-91.
5. Wahab S, editors. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-15. Jakarta : EGC;
2059-64.
6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku ajar ilmu kesehatan anak.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2007.h.847-54.
7. Yusna D dan Hartanto H, editors. Dasar-dasar pediatrika. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC; 2008.h.282-3.
8. Meadow R dan Newell SJ. Pediatrika. Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2005. h.112-19.
9. Hassan Rusepno, Ilmi Kesehatan Anak, Jilid II, Staf Pengajar Ilmu Kesehatan
Anak FK UI, Infomedika, Jakarta, 1985, hal 637-640.

26

10. Nelson E Waldo, MD, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15 Volume 2, EGC,
Jakarta, 1999, hal 216 -219.

27

Anda mungkin juga menyukai